• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (m-KRPL)

DI PROVINSI BENGKULU

Umi Pudji Astuti1) dan Bunaiyah Honorita2)

Penyuluh Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030

email : bunaiyahhonorita@gmail.com

ABSTRACT

The availability and readiness of infrastructure, human and natural resources potency like the availability of water, planting media, and other production tools (input), as well as the improving of area management and institutional are very important to consider in the development of KRPL. This study aims to determine the performance aspects of seed, area management, and m-KRL administrators institutional in Bengkulu Province. The study was conducted in September 2013 by respondents are 28 units of m-KRPL group in Bengkulu Province. The method used in this study is survey method by using questionnaires and analyzed using descriptive statistics and class interval. Data were taken consists of primary data, such as the level of performance aspects of seed, area management, and m-KRL administrators institutional and secondary data like characteristic of m-KRPL resources in Bengkulu Province. The study results show that the performance aspects of seed or KBD are at high criteria, as well as aspects of area management and m-KRL administrators institutional are at medium criteria with each score 8.43; 7.45; and 7.43. KRPL development needs to be supported by the performance aspects of seed or village rursery (KBD), aspects of area management, and institutional aspects which are well managed. The good performance aspects of seed, area management, and m-KRL administrators institutional must show: 1) The well managed of village rursery (KBD) so that it can supply the needs of seeds for its members at all times to ensure the preservation of KRPL; 2) The empowerment of area resulted the independence of area, and 3) The participation, active role, and supporting of local champions, village officials, extensionist, and local governments.

Keywords: performance, m-KRPL, village nursery (KBD), area management, institutional

PENDAHULUAN

Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari waktu ke waktu (Badan Litbang Pertanian, 2012). Ketahanan dan kemandirian pangan secara nasional dapat tercapai jika dimulai dari rumah tangga dengan memanfaatkan lahan pekarangannya. Pada umumnya lahan pekarangan di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal, khususnya dalam mewujudkan ketahanan pangan global. Sekitar 10,3 juta ha atau 14% luas pekarangan nasional belum dimanfaatkan dari seluruh luas lahan pertanian (Mardiharini, 2012). Pemanfaatan lahan pekarangan secara terpadu merupakan salah satu inovasi teknologi yang dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya yang dimulai dari rumah tangga. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian telah mengembangkan suatu konsep pemanfaatan pekarangan dengan

sebutan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL)” dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Pertanian, 2012).

(2)

Astuti, U P, dkk (2012) menyebutkan bahwa berdasarkan pengamatan, selama pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan (M-KRPL, P2KP, dan program lainnya), menunjukkan bahwa perhatian petani terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih terbatas, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Agar terus berkelanjutan, pengembangan KRPL perlu didukung oleh pengembangan aspek perbenihan atau Kebun Bibit Desa (KBD) atau Kebun Bibit Kelurahan (KBK), aspek pengelolaan kawasan, dan aspek kelembagaan yang dikelola dengan baik guna menjamin kelestarian KRPL. Ketersediaan dan kesiapan infrastruktur, potensi sumberdaya manusia, dan sumberdaya alam terutama terkait dengan ketersediaan air, media tanam dan sarana produksi (input) lainnya, serta peningkatan pengelolaan kawasan dan kelembagaan sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan KRPL. Kajian ini difokuskan untuk mengetahui kinerja aspek perbenihan, pengelolaan kawasan dan kelembagaan m-KRPL di Provinsi Bengkulu. Tujuan pengkajian adalah menganalisis kinerja aspek perbenihan (KBD), aspek pengelolaan kawasan, dan aspek kelembagaan pengelola m-KRPL di Provinsi.

METODE PENELITIAN

Pengkajian dilaksanakan pada bulan September 2013 dengan responden adalah 28 unit kelompok m-KRPL di Provinsi Bengkulu. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi tingkat kinerja aspek perbenihan, pengelolaan kawasan, dan kelembagaan pengelola m-KRPL di Provinsi Bengkulu. Sedangkan data sekunder yang diambil adalah karakteristik sumberdaya m-KRPL di Provinsi Bengkulu. Data identifikasi rumusan strategi pengembangan m-KRPL di Provinsi Bengkulu dianalisis secara deskriptif.

Analisis kinerja aspek perbenihan, pengelolaan kawasan, dan kelembagaan serta rumusan strategi pengembangan m-KRPL menggunakan statistik deskriptif dan interval kelas. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval kelas untuk masing-masing indikator adalah:

NR = NST

NSR dan PI = NR : JIK

Dimana :

NR: Nilai Range PI : Panjang Interval NST: Nilai Skor TertinggiJIK : Jumlah Interval Kelas NSR: Nilai Skor Terendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sumberdaya m-KRPL Provinsi Bengkulu Tahun 2013

(3)

Tabel 1. Karakteritik Sumberdaya m-KRPL Provinsi Bengkulu Tahun 2013. 70% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, dan 30% daratan dimanfaatkan sebagai lahan persawahan. Desa Talang Rendah berada pada koordinat BT: 102O16,692’ dan LS: 03O27,692’.

Iklim Desa Talang Rendah sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia, mempunyai iklim kemarau dan penghujan. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Talang Rendah Kecamatan Hulu Palik, yaitu padi-padi-palawija.

Desa Talang Rendah mempunyai jumlah penduduk 979 jiwa, yang terdiri dari laki-laki: 471 jiwa, perempuan: 508 jiwa dan 273 KK, yang terbagi dalam 3 (tiga) wilayah dusun, dengan pendidikan sebagian besar penduduknya adalah tamat SD dan bermata pencaharian sebagai petani. tanah datar sedikit berbukit/bergelombang. Iklim Desa Padang Jaya sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Padang Jaya Kecamatan Padang Jaya. Desa Padang Jaya memiliki koordinat BT: 102O06,542’ dan LS: 03O21,741’

Desa Padang Jaya mempunyai jumlah penduduk sebanyak 4.150 jiwa, yang terdiri dari laki-laki: 2.262 jiwa, perempuan: 2.248

Kelurahan Lempuing memiliki topografi wilayah permukaan relief dengan permukaan tanah yang cenderung datar dan produktivitas tanah sedang-subur. Kelurahan Lempuing termasuk daerah dataran rendah, dengan ketinggian 9 m dpl, S 03o 49.464’ E 102o 16.913’. Tekstur tanah yang dominan adalah lempung berpasir. Luas wilayah Kelurahan Lempuing adalah 180 Ha.

Kelurahan Sumber Jaya merupakan bagian dari Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu dengan luas ± 600 Ha. Kelurahan Sumber Jaya terletak pada 9 m dpl, S 03o49.464’ E 102o16.913’. Kelurahan Sumber Jaya memiliki topografi datar dan miring dengan kemiringan 10-15% dengan ketinggian antara 5 -10 m dpl. Kelurahan Sumber Jaya memiliki jenis tanah 40% PMK dan 60% lempung berpasir.

Jumlah penduduk sebanyak 7.515 jiwa, terdiri dari 3.675 jiwa laki-laki dan 3.840 jiwa perempuan.

Kelurahan

Luas wilayah Kelurahan Sukaraja adalah 9 Km2 berupa dataran 80% wilayah dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan dan 20% wilayah digunakan sebagai lahan pekarangan. Kelurahan Sukaraja berada pada koordinat BT: 102O25,318’ dan LS: 03O57,939’. Iklim Kelurahan Sukaraja berkisar antara 2.500 – 3.000 mm/tahun dengan rata-rata curah hujan setiap bulan 221 mm.

Kelurahan Sukaraja mempunyai jumlah penduduk 1604 jiwa, yang terdiri dari laki-laki: 747 jiwa, perempuan: 856 jiwa dan 455 KK, yang terbagi dalam 5 (lima) wilayah RT, sebagian besar sebagaimana desa-desa lain diwilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di desa Daneu Kecamatan Lebong Atas Jumlah penduduk Daneu 1134 jiwa terdiri dari laki-laki:582 perempuan dan 552 laki-laki dengan jumlah KK 279 Gunung Bukit Hitam denga luas 1.000 Ha dan dikelilingi oleh dua perkebunan besar, yaitu PT Trisula Ulum Mega Surya dan PT Sarana Mandiri Mukti. Desa Air Sempiang berada di wilayah dengan ketinggian ± 750 m dpl dengan cuaca di antara 26 – 38 0C dan curah hujan 3.402 mm/tahun. Dari luas wilayah tersebut, 30% berupa hutan wisata alam, 60% digunakan untuk perkebunan teh, dan 10% digunakan untuk pemukiman dan pertanian rakyat.

Penduduk Desa Air Sempiang berjumlah 680 jiwa, terdiri dari 365 jiwa laki-laki dan 315 jiwa perempuan (Sensus Penduduk Tahun 2010). Terbagi dalam 190 KK dengan 4 dusun. Tingkat pendidikan sebagian besar penduduknya adalah tamat SD dengan mata pencaharian sebagai buruh.

(4)

Ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan potensi sumberdaya alam terutama terkait dengan ketersediaan air, media, tanam dan sarana produksi (input) lainnya, sangat penting diperhatikan untuk pengembangan KRPL. Identifikasi karakteristik sumberdaya m-KRPL Provinsi Bengkulu seperti pada Tabel 1, merupakan salah satu tahapan yang harus dilaksanakan sebelum implementasi kegiatan. Yang dimaksud adalah pemahaman suatu wilayah sebelum implementasi kegiatan sangat bermanfaat dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan. Identifikasi sumberdaya yang ada (eksisting), baik sumberdaya alam, manusia, maupun buatan, adalah salah satu bagian dari kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal) yang merupakan suatu metode pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk dan bersama masyarakat, untuk mengetahui, menganalisis dan mengevaluasi hambatan dan kesempatan melalui multidisiplin Identifikasi diperlukan untuk menetapkan lokasi yang sesuai, dalam pengertian adanya dukungan ketersediaan dan kesiapan yang baik dari aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan infrasturktur. Mardiharini, M, dkk (2013) menegaskan bahwa identifikasi awal di calon lokasi perlu dilakukan untuk menilai potensi dan masalah bagi pengembangan KRPL ke depan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah akses masyarakat terhadap infrastruktur tersebut.

Kinerja Aspek Perbenihan, Pengelolaan Kawasan, dan Kelembagaan Pengelola

KRPL di Provinsi Bengkulu

Pengembangan m-KRPL di Provinsi Bengkulu diukur melalui tiga variabel, yaitu kinerja aspek perbenihan, pengelolaan kawasan, dan kelembagaan pengelola KRPL. Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi (Yeremias T. Keban, 2004 : 191). Hasil pengkajianmemperlihatkan bahwa tingkat kinerja aspek perbenihan berada pada kriteria skor tinggi, pengelolaan kawasan pada kriteria skor sedang, dan kelembagaan pengelola KRPL berada pada kriteria skor sedang (Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat Kinerja Aspek Perbenihan, Pengelolaan Kawasan, dan Kelembagaan Pengelola KRPL Di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

No. Indikator Skor rata-rata Kriteria

1.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kinerja aspek perbenihan atau Kebun Bibit Desa (KBD) berada pada kriteria tinggi dengan skor rata-rata 8,43. Hal ini memperlihatkan bahwa performa atau prestasi kerja aspek perbenihan sangat baik. Kinerja aspek perbenihan yang sangat baik pada lokasi/unit pelaksanaan m-KRPL didukung oleh beberapa faktor, antara lain cukupnya ketersediaan media tanam (tanah, sekam, dan kompos/pupuk kandang), cukupnya ketersediaan air (sumur, PDAM, sungai), sumber benih yang digunakan adalah varietas unggul, ketepatan waktu distribusi bibit, ketersediaan fasilitas dan peralatan yang cukup, serta ketersediaan stok benih/bibit yang ada dan kontinu (Tabel 3).

Tabel 3. Tingkat Kinerja Aspek Perbenihan/KBD m-KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

No. Indikator Skor rata-rata Kriteria

1.

(5)

fungsi pelayanan, dan 6) fungsi keberlanjutan. Keberadaan dan kinerja KBD yang baik sangat mendukung keberlanjutan pengembangan m-KRPL. Kinerja aspek perbenihan yang baik adalah KBD yang dikelola dengan baik sehingga mampu mensuplai kebutuhan bibit anggotanya setiap saat guna menjamin kelestarian KRPL.

Kinerja aspek pengelolaan kawasan berada pada kriteria sedang dengan nilai skor rata-rata 7,45. Hal ini menunjukkan bahwa aspek pengelolaan kawasan dalam pelaksanaan m-KRPL masih cukup baik. Penilaian kinerja atau performa kerja terhadap aspek pengelolaan kawasan lebih mengarah pada perkembangan rumah pangan lestari mulai dari awal hingga saat ini, jumlah komoditas yang ditanam, pola pemanfaatan lahan pekarangan yang diterapkan, perolehan sumber bibit mayoritas KRPL, pemanfaatan hasil panen, permodalan, administrasi pengelolaan m-KRPL, serta kemandirian kawasan (Tabel 4).

Tabel 4. Tingkat Kinerja Aspek Pengelolaan Kawasan m-KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

No. Indikator Skor rata-rata Kriteria

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Jumlah RPL awal dibangun Jumlah RPL saat ini

Persentase perkembangan jumlah KRPL Rataan jumlah jenis tanaman yang ditanam Sistem integrasi tanaman

Perolehan sumber bibit mayoritas KRPL Pemanfaatan hasil panen

Permodalan

Administrasi pengelolaan m-KRPL Kemandirian kawasan

1,32 2,32 1,96 2,28 1,88 2,12 2,72 2,20 2,16 2,28

Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang

Sumber: Tabulasi data primer

Anggota kelompok m-KRPL pada saat awal dibangun rata-rata berjumlah 20 – 39 orang. Mayoritas kelompok m-KRPL adalah kelompok wanita tani yang baru dibentuk pada saat adanya implementasi kegiatan. Persentase perkembangan jumlah KRPL dari tahun 2011 hingga tahun 2013 berkisar antara 0-25%, bahkan ada beberapa KRPL yang menurun jumlah anggotanya. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja pengelolaan kawasan m-KRPL, yang cenderung cukup baik. Beberapa hal lain yang sangat mempengaruhi adalah administrasi pengelolaan m-KRPL yang ada tetapi tidak tertib serta kemandirian kawasan dalam implementasi yang cukup.Kinerja pengelolaan kawasan m-KRPL yang baik menggambarkan pemanfaatan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan menngkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Kinerja pengelolaan kawasan yang baik menunjukkan pemberdayaan kawasan yang menghasilkan kemandirian kawasan.

Werdhany, I W (2012) menyebutkan bahwa penataan lingkungan kawasan diperlu-kan untuk mengatur RPL agar dapat membentuk lingkungan asri dan nyaman, serta menjadi daya tarik bagi orang lain untuk melakukan replikasi. Penataan yang baik menjadikan lingkungan yang indah dan menyenangkan. Andianyta, H, dkk (2013) juga menggambarkan KRPL sebagai suatu kawasan dalam satu Rukun Tetangga atau Rukun Warga/Dusun (Kampung) yang telah menerapkan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya, lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Kinerja pengelolaan kawasan m-KRPL akan lebih baik jika didukung dengan kelembagaan penggerak KRPL yang baik pula, seperti manajemen dan dinamika kelompok, peran anggota dan pengurus kelompok, pemerintah desa, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta petugas lapang.

(6)

Tabel 5. Tingkat Kinerja Aspek Kelembagaan Pengelolaan KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.

No. Indikator Skor rata-rata Kriteria

1. 2. 3. 4.

Kreativitas tokoh masyarakat Keterlibatan aparat desa

Keterlibatan petugas lapang/PPL

Keterlibatan aparat/unsur kabupaten dan kota

2,24 2,20 2,16 1,84

Sedang Sedang Sedang Sedang

Sumber: Tabulasi data primer.

Kelembagaan dalam arti luas adalah aturan-aturan main yang disepakati untuk kepetingan bersama dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik dan mudah. Kelembagaan digerakkan oleh orang-orang yang diberi amanah oleh sekelompok orang, baik dalam suatu wadah institusi formal maupun nonformal (Andianyta, H, dkk, 2012). Untuk menjamin agar KRPL dapat berjalan perlu didukung dan digerakkan oleh kreativitas tokoh masyarakat, keterlibatan aparat desa, petugas lapang/PPL, dan aparat/unsur kabupaten/kota yang baik. Sebagai suatu proses yang saling berkaitan, kelembagaan tersebut harus berjalan dan bekerja secara bersama-sama.

Mardiharini, M, dkk (2013) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat, terutama peran aktif tokoh masyarakat (local champion) atau kelembagaan pengelola KRPL juga perlu ditumbuhkan. Tokoh masyarakat, baik pamong desa, maupun ketua atau pengurus: kelompok tani atau kelompok

keagamaan, yang dituakan atau “sesepuh” adat, penggerak PKK, Posyandu, dan sebagainya, semua

dapat berfungsi sebagai penggerak atau motivator dalam pengembangan KRPL. Mereka berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kemandirian dan ketahanan pangan, perlunya gizi dan makanan yang sehat bagi keluarga, serta penghematan belanja/pengeluaran dan peningkatan pendapatan keluarga untuk peningkatan kesejahteraan mereka. Selain itu, dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), baik berupa kebijakan maupun alokasi anggaran atau bentuk natura, juga menjadi pilar keberlanjutan KRPL. Kebijakan Pemda, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pentingnya pengembangan KRPL untuk ketahanan dan kemandirian pangan wilayah perlu diimplementasikan baik dalam bentuk gerakan, atau himbaukan kepada segenap jajarannya, baik di tingkat provinsi, kabupaten, hingga tingkat desa. Alokasi anggaran, baik dalam bentuk APBD Tingkat I maupun APBD Tingkat II, dukungan dalam bentuk natura seperti benih/bibit tanaman, ternak maupun ikan, serta pendampingannya juga sangat diperlukan dalam pengembangan dan keberlanjutan KRPL. Senada dengan hal tersebut, Saliem, P H (2011) menyebutkan bahwa komitmen dan dukungan serta fasilitasi dari pengambil kebijakan utamanya Pemerintah Daerah untuk mendorong implementasi model inovasi teknologi seperti model KRPL dalam gerakan secara masif di wilayah kerjanya untuk dilaksanakan secara konsisten merupakan hal penting yang menentukan cepatnya adopsi dan keberlanjutan model KRPL tersebut.

KESIMPULAN

1. Pengembangan KRPL perlu didukung oleh kinerja aspek perbenihan atau Kebun Bibit Desa (KBD), aspek pengelolaan kawasan, dan aspek kelembagaan m-KRPL yang dikelola dengan baik.

2. Kinerja aspek perbenihan yang sangat baik, harus didukung oleh cukupnya ketersediaan media tanam, cukupnya ketersediaan air, sumber benih yang digunakan, ketepatan waktu distribusi bibit, ketersediaan fasilitas dan peralatan KBD yang cukup, serta ketersediaan stok benih/bibit yang ada dan kontinu.

3. Kinerja aspek pengelolaan kawasan yang meliputi perkembangan RPL, jumlah komoditas yang ditanam, pola pemanfaatan lahan pekarangan yang diterapkan, perolehan sumber bibit mayoritas KRPL, pemanfaatan hasil panen, permodalan, administrasi pengelolaan m-KRPL, serta kemandirian kawasan masih cukup baik.

4. Aspek kelembagaan pengelola KRPL, seperti kreativitas tokoh masyarakat (local champion), keterlibatan aparat desa, petugas lapang/PPL, dan aparat/unsur kabupaten/kota masih memiliki performa kerja yang cukup baik.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Andianyta, H, dkk. 2012. Modul Training of Trainers Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari: Menumbuhkan dan Mengembangkan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.

Astuti.U.P., dkk. 2012. Laporan Akhir Tahun: Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Provinsi Bengkulu TA 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Astuti, U.P. 2012. Petunjuk Teknis: Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Provinsi Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Astuti.U.P., dkk. 2013. Laporan Akhir Tahun: Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Provinsi Bengkulu TA 2013. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Kementerian Pertanian.

Jakarta.

Mardiharini, M. 2011. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Pengembangannya ke Seluruh Provinsi di Indonesia.http://www.himagrounpad.org/2012/02/model-kawasan-rumah-pangan-lestari-dan.html (8 Oktober 2012).

Mardiharini, M. 2013. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Sinergi Program TA. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Purnomo, Sudarmadi. 2013. Panduan Pelaksanaan Kelembagaan Manajemen Kebun Bibit Desa (KBD) pada Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Teknis Sebelum

dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya.Palembang.

Saliem, Purwati Handewi. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) tanggal 8-10 November 2011.http://www.opi.lipi.go.id/data/ 1228964432/ data/ 13086710321319802404.makalah.pdf.

Werdhany, I W dan Gunawan. 2012. Teknik Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Volume 16, Nomor 2, Desember 2012.

Gambar

Tabel 3.  Tingkat Kinerja Aspek Perbenihan/KBD m-KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013
Tabel 4.  Tingkat Kinerja Aspek Pengelolaan Kawasan m-KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013
Tabel 5.  Tingkat Kinerja Aspek Kelembagaan Pengelolaan KRPL di Provinsi Bengkulu Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang digunakan meliputi : analisis deskriptif untuk menggambarkan karakteristik sari buah belimbing produk petani dan sistem usaha taninya serta

Gapoktan ini merupakan gabungan dari lima kelompok wanita tani yang mengolah hasil pertanian dari kebun kelompok diantaranya adalah ubi kayu yang diolah menjadi

Penurunan persentase serangan hama PBK pada pengamatan ke-4, menunjukkan hasil berbeda nyata pada penyarungan buah dimana persentase buah terserang 40,00% lebih

Surmaini et al., (2011) menyatakan bahwa penyesuaian waktu dan pola tanam merupakan upaya yang sangat strategis guna mengurangi atau menghindari dampak perubahan

Pengaruh Pemupukan dan Pemangkasan Terhadap Kualitas Buah Jeruk Gerga Jumlah buah jeruk dan produktivitas tanaman yang dihasilkan dari kajian ini disajikan pada Tabel

Berdasarkan hasil analisis keragaman pada taraf nyata 5% tampak bahwa perlakuan ekstrak akar tiga varietas juwet pada Fusarium jam ke-24,48,72 tidak menunjukkan perbedaan

Pemanfaatan limbah hasil perkebunan (pelepah sawit dan kulit buah kakao) yang dilakukan pengolahan dengan cara fermentasi ternyata memberikan dampak positif terhadap

Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi Bali yang terendah adalah pada perlakuan P1 (sapi yang diberikan pakan hijauan 10% dari bobot badan ditambah