• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled Document

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Untitled Document"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 1

DEGRADASI LAHAN

(persepsi dan keperdulian terhadapnya)

Oleh:

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si

(1)

Seminar Berkala

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HKBP

NOMMENSEN

(2)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 2

I. PENDAHULUAN

Sebagian besar permukaan bumi kita sudah mengalami degradasi , sebagian sedang mengalami proses degradasi, dan selebihnya berada dalam resiko akan terdegradasi.

Lautan, air tawar, atmosfir (bahkan sampai ke ketinggian 40.000 km) dan sebagian besar lingkungan terestrial sudah terdegradasi dan terus mengalami degradasi.

Tulisan ini memfokuskan bahasan dalam hal degradasi terestrial, yaitu meliputi kerusakan lahan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan lahan adalah lapisan muka bumi yang berbatasan langsung dengan udara. Lahan terbuka terhadap berbagai pengaruh kompleks seperti atmosfer, proses geologi, cahaya matahari, terhadap keadaan yang paling kering, bahkan terhadap keadaan yang paling dingin dan berbagai bentuk ketidak ramahan lingkungan dan aktivitas organisma (Brrow, 1991)

Pendekatan yang dibicarakan dalam tulisan ini adalah meliputi semua kejadian yang dalam prosesnya baik perusakan , penurunan daya dukung lahan dan bahkan bagaimana mengontrol keadaan lahan dalam skala global baik berupa konsep lingkungan maupun ekosistem yang pada hakekatnya akhir-akhir ini sengat dipengaruhi oleh tingkahlaku dan campur tangan manusia.

Secara umum kebanyakan orang hanya menggolongkan lahan kedalam tiga kategori:

1. Lahan yang sedang digunakan,

2. Lahan yang mempunyai potensi penggunaan,

3. Lahan yang kelihatannya tidak mungkin untuk digunakan untuk

masa yang akan datang paling tidak untuk masa yang mungkin dapat kita ramalkan.

(3)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 3

Dalam prakteknya keduanya, baik barang ekonomis (barang yang dapat

diukur dalam satuan moneter) dan barang non ekonomis (barang yang tidak dapat diukur/ditaksir dalam satuan moneter) seperti kualitas keindahan atau penghargaan moral terhadap perlindungan atau konservasi suatu species tertentu, namun demikian meski hal kedua cukup dapat dipahami keberadaannya, namun hal nilai ekonomis suatu barang tersebut sangat lebih diutamakan penerapannya.

II. BATASAN DEGRADASI LAHAN

Degradasi lahan dapat dodefenisiakan sebagai berkurangnya tatau menurunnya bahkan hilangnya daya guna, ataupun potensi guna, pergantian keanekaragaman atau hilangnya organisme yang tidak dapat digantikan. Satu defenisi yang tepat untuk semua hal tidaklah mungkin, karena pada kenyataannya dalam hal ini banyak faktor yang terkait didalamnya.

Secara umum, bahwa degradasi lahan juga dapat berupa penurunan macam alternatif penggunaan suatu lahan atau status penggunaannya. Sebagai contoh, degradasi melalui hilangnya lapisan tanah, pergantian komposisi flora/fauna kepada yang lebih sederhana atau dalam bentuk pergantian suatu organik ke organik lainnya yang lebih sederhana/rendah.

Blaikie & Brookfield (1987) mencoba mengajukan suatu batasan bahwa suatu lahan dinyatakan mengalami degradasi bila lahan tersebut mengalami penurunan/kemunduran dalam kemampuan dan macam penggunaannya. Sehingga atas kenyataan ini bahwa jalan terbaik dalam pendefenisian degradasi lahan tersebut tidak hanya atas suatu arah/tujuan saja tetapi akan lebih baik jika dilihat merupakan salah satu hasil tekanan sebagai akibat tindakan manusia terhadap sumberdaya alam dalam upaya untuk mendapatkan suatu tempat untuk suatu kegiatan tertentu.

Chartres dalam (Chisolm & Dumsday, 1987) menyatakan bahwa degradasi

(4)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 4

Bukan tidak sering terjadi bahwa, karena degradasi lahan merupakan suatu hasil akhir dari serangkaian prosen pemanfaatan lahan, dan sering menjadi suatu konsekwensi yang tidak dapat diantisipasi dan dapat berakibat kepada terjadinya tingkat kerusakan lahan yang cukup besar bahkan merugikan manusia itu sendiri atau alam secara luas.

Permulaan dari permasalahan akibat kejadian di atas akan sulit untuk dipastikan atau diramalkan. Beberapa masalah kerusakan lahan terjadi sebagai akibat dari proses alamiah misalnya akitat dari proses biogeofisik, beberapa diantaranya bisa juga karena akibat tindakan manusia atau kombinasi dari hal-hal tersebut.

Sekali lahan terdegradasi mungkin saja akan dapat dilakukan tindakan

rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi lahan sampai pada tingkat penggunaan tertentu yang mungkin bisa dicapai. Memang tidak mungkin mencapai kondisi lahan awal sebelum terdegradasi tetapi kondisinya akan lebih baik daripada kondisi lahan tersebut saat terdegradasi. Sebab dengan usaha perbaikian yang dilakukan akan dapat meningkatkan daya guna laha terdegradasi tersebut, dengan asumsi bahwa perlakuan, dana, teknologi dan organisasi untuk menangani degradasi lahan tersebut tersedia. Dengan demikian bagaimanapun kondisi degradasi lahan yang bersangkutan dan apapun penyebabnya akan menjadi mungkin dapat dikurangi dampak buruknya.

Restorasi lahan mengandung arti sebagai rehabilitasi lahan agar dapat dikembalikan kepada kondisi awalnya sebelum mengalami degradasi. Bentuk degradasi lahan juga bisa berakibat fatal dan tidak mungkin diperbaiki, dan salahsatu contoh degradasi yang bersifat permanen adalah punahnya suatu species tertentu. Pada prakteknya dalam kondisi tertentu bilamana kondisi lahan yang mengalami degradasi terlalu berat sehingga perkiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan dengan tingkat pengembalian yang akan diperoleh tidak memadai seringkali dilakukan rehabilitasi hanya sampai tingkat tujuan perbaikan tertentu saja. Bahkan tidak jarang sebagian lahan terdegradasi sering hanya ditinggalkan atau diterlantarkan begitu saja untuk jangka waktu yang cukup lama. Kemudian setelah jangka waktu tertentu lahan yang ditinggalkan tadi direhabilitasi agar dapat digunakan untuk pemanfaatan yang cukup sederhana, namun tidak sampai kepada kondisi lahan semula jika teknik, dana dan motivasi yang cukup mendukung tidak tersedia, hal demikian dikenal dengan istilah

(5)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 5

III. PERSEPSI TENTANG DEGRADASI LAHAN

Kemauan manusia, organisasi, pemerintah dan sebagainya untuk memanfaatkan, bahkan untuk melindungi, suatu lingkungan atau sumberdaya sangat tergantung terutama terhadap perspsi mereka terhadap kegunaannya dan sangat dipengaruhi oleh kedua hal berikut, yaitu baik sikap maupun keadaan genting yang sedang mereka hadapi.

Nilai dari suatu lahan atau sumberdaya dapat diukur dengan uang atau dari apa yang diperoleh dari lahan atau sumberdaya tersebut dengan pemakaian lahan terdahulu dengan pemanfaatannya (Cottrell, 1987),

Seluas lahan bisa mendapat berbagai persepsi tentang nilai lahan tersebut

Sebagai contoh hutan dapat menjadi:

- Sumber kayu,

- Areal konservasi,

- Pendukung rekreasi,

- Melindungi daerah aliran sungai dari banjir dan erosi,

- Bahkan sampai pada makna religius.

Persepsi ini tidak bersifat tetap, bisa akan sangat bervariasi dalam setiap waktu, bahkan bisa mempunyai persepsi yang berbeda walaupun dalam waktu yang bersamaan, sebab kelompok yang berbeda akan mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap suatu lahan tertentu pada waktu yang sama. Perlu diingat bahwa kebutuhan lahan juga sangat bervariasi dari satu tempat /daerah ke daerah lainnya (Imler,1986). Tidak semua kelompok masyarakat yang turut menikmati hasil penggunaan lahan yang sama sehingga tingkat penggunaan tertentu, malah kebanyakan orang hanya menanggung akibatnya saja.

Daya guna lahan sangat dipengaruhi berbagai faktor kompleks seperti:

- Iklim.

- Hukum dan peraturan,

- Komunikasi,

- Moral dan kebudayaan serta berbagai pertimbangan lainnya (seperti

(6)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 6

Daya guna suatu sumberdaya lahan sering juga menggambarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalam usaha mengeksploitasi lahan atau sumberdaya lainnya yang berhubungan. Ahli ekonomi Adam Smith dan David Ricardo telah menyatakan bahwa nilai ekonomi dari sumberdaya atau ekosistem sangat ditentukan oleh biaya produksi dari suatu pemanfaatan sumberdaya tersebut yang biasanya hal ini sangat didominasi oleh biaya masukan untuk tenaga kerja. Degradasi lahan akan berpengaruh merugikan terhadap hasil produksi karena bertambahnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam penanganan lahan terdegradasi tersebut. Dapat dimengerti bahwa tenaga kerja penanganan luasan lahan yang sama untuk lahan yang baik akan lebih kecil dibandingkan terhadap tenaga kerja yang diperlukan pada lahan yang sudah terdegradasi (Blaikie & Brookfield, 1987).

Mungkin juga terjadi bahwa kapasitas produksi/kegunaan suatu lahan atau sumberdaya tidak saja hanya ditentukan oleh masyarakat sekitar atau tempat dimana lahan atau sumberdaya tersebut berada, paling tidak dalam situasi tertentu. Misalnya bahwa mungkin saja hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kebutuhan orang-orang yang berada pada tempat yang sangat jauh dari lokasi sumberdaya atau lahan tersebut. Sebagai contoh nilai lahan perkebunan pisang di Carribean untuk produksi pisang, sangat bergantung kepada kebutuhan pisang masyarakat Eropa, jadi akan sangat dipengaruhi juga oleh kemampuan pengelola lahan mengangkut hasil ini ke pasar masyarakat Eropa. Dalam membicarakan lahan, tenaga kerja dan modal dalam prakteknya tidak bisa secara terpisah karena pada kenyataannya secara umum lahan mempunyai daya guna adalah karena tersedianya masukan, tenaga kerja dan modal.

(7)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 7

beberapa pola penggunaan lahan yang dapat mengakibatkan degradasi lahan yang sangat parah salah satu diantaranya adalah sebagai daerah percobaan pengujian senjata nuklir.

Untuk menentukan apakah suatu lahan sudah terdegradasi, atau belum terdegradasi atau sedang terdegradasi, akankah atau tida akan mengalami degradasi lahan memerlukan informasi keadaan lahan sebelumnya, pola penggunaan lahan saat ini serta pola penggunaan lahan yang akan dilakukan (yang diharapkan dari lahan tersebut) pada masa yang akan datatng harus ditetapkan terlebih dahulu dengan jelas. Untuk saat ini data penggunaan lahan sangat jarang diadakan dokumentasi yang baik, dan kalaupun ada ditemukan sering tidak dapat digunakan sebagai acuan dasar yang akurat. Informasi tentang keadaan masa lalu lahan dan pendugaan/peramalan pemanfaatan di masa yang akan datang sering tidak ditemui ataupun tidak akurat. Bentang alam yang ada saat ini bisa jadi hanya merupakan suatu hasil dari peninggalan sisa aktivitas manusia sebelumnya yang sudah dilupakan dalam jangka waktu yang sangat lama, misalnya pengurangan tipe bioma di daerah Mediterranian, sehingga lahan tersebut tidak mampu merepresentasikan kondisi lahan / potensi lahan yang sebenarnya yang pernah dimilikinya.

Sebagai kondisi Sebaliknya dijumpai juga bahwa lahan-lahan perladangan yang banyak di jumpai di Belanda saat ini justru saat dulu sudah pernah sebagai lahan yang didak produktiv, misalnya sebelumnya hanya berupa daerah bergaram atau lautan sempit yang sudah diperbaiki tingkat kegunaannya oleh perlakuan manusia.

Studi degradasi lahan sering terganggu karena keengganan peneliti dalam menerima informasi dan kurangnya akurasi dan objektivitas data yang diperoleh. Sebagai contoh, bukan tidak seing masyarakat Himalaya atau Andes merasa dituduh sebagai penyebab degradasi lahan yang sangat berat hanya karena terjadinya pendangkalan dan banjir pada dataran rendah. Sebagai bukti, ternyata bahwa keadaan di Himalaya dan Andes tersebut dengan sangat nyata memang telah terrusak oleh aktivitas manusia, dan bukti yang berkaitan terhadap penyebab pendangkalan dan banjir di dataran tinggi sangat nyata dan terperinci dan sering sangat berbahaya (Ives & Pitt, 1988).

(8)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 8

informasi yang dapat diperoleh dari para ahli ekologi bukan hanya untuk memperoleh informasi tentang masa lalu lahan, tetapi juga untuk memahami apakah ada indikasi bahwa ditenpat tersebut telah pernah terjadi berbagai masalah lahan atau kehancuran lahan yang mungkin telah diperbaiki masyarakat, dan jika itu sudah pernah terjadi tentu akan juga diketahui tentang strategi yang dikembangkan masyarakat sebelumnya yang mungkin tidak diterapkan atau tidak dihiraukan lagi oleh para pengguna lahan modern, yang mungkin dapat dijadikan suatu bukti yang sangat bermanfaat.

Studi singkat dengan mencoba memberi penjelasan tentang perubahan ekosistem sangat tidak efektiv, khususnya jika hal itu menyangkut organisme seperti pohon-pohonan yang mampu hidup dan hanya mampu berregenerasi dalam waktu beberapa ratus tahun. Sepuluh tahun terakhir, berkembangnya pengetahuan tentang struktur dan fungsi ekosistem, penginderaan jarak jauh dari satelit dan pesawat terbang dan kemajuan dalam penyimpanan data dan mudahnya untuk mengamati data informasi tersebut kembali, hal ini sangat membantu dalam mendapatkan data acuan untuk dapat digunakan sebagai dasar penelusuran apakan disana sudah terjadi degradasi lahan.

Namun penelusuran/pengawasan degradasi lahan bukanlah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sudah baku, dan kesulitan yang dihadapipun dalam melakukannya tidaklah mudah dikenali atau diramalkan bahkan sekalipun dilakukan dengan suatu pola studi terbaik.

Suatu alasan kenapa pengenalan degradasi lahan dapat tertunda, adalah merupakan konsekwensi atas sikap sebagian orang yang hanya mendasarkan pola pandangannya atas dasar jasa ekonomis saja terhadap

pembangunan, dan hanya bila penurunan kwalitas

lingkungan/sumberdaya dijabarkan de dalam kesulitan ekonomis yang

diakibatkannya barulah mereka memperdulikannya. Masyarakat

cenderung lebih memperhatikan pola kerusakan/degradasi lahan secara fisik yang dapat dilihatnya. Seperti terjadinya badai debu, parit-parit dalam, longsor dan sebagainya, padahal banyak degradasi lahan tersebut kejadiannya tersembunyi (tidak dapat diamati) tetapi sangat berbahaya.

(9)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 9

Bahkan hingga saat degradasi lahan sudah sangat jelas sekalipun, masyarakat masih sering untuk tidak memperdulikannya. Mengakui bahwa lahan mereka sedang mengalami erosi yang sangat buruk di lahan perladangannya dirasa akan sama saja mengakui bahwa terjadinya peggaraman pada jaringan irigasi dan lahan beririgasi atau pendangkalan atau pengotoran poada jaringan-jaringannya sebagai akibat ulah mereka, malah masyarakat tersebut akan bisa jadi menyalahkan pemerintah atau badan-badan lainnya.

Sebagian masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan yang tidak memiliki kuasa, sering memberi reaksi terhadap masalah degradasi lahan ini dengan cara yang berakibat sangat fatal. Mungkin mereka memang benar-benar perduli akan degradasi lahan yang terjadi dan paham akan pegaruh buruk yang disebabkannya untuk jangka waktu yang lama, tetapi mereka tidak mampu atau tidak berkeinginan untuk melakukan lebih dari pada tindakan untuk sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup saja.

Hal lain yang juga sering terjadi adalah bahwa para penguasa juga sering memindahkan sejumlah besar tanah dari sebidang lahan dengan tanpa menghiraukan degradasi lahan yang ditimbulkannya sebagai suatu masalah bahkan tidak ada usaha yang layak untuk mencoba menghentikan perlakuan buruk tersebut.

Bahkan pemerintah atau badan-badan yang sangat ramah sekalipun akan merasa terbebani jika harus mengeluarkan dana, tenaga kerja atau keuntungan jangka pendek mereka untuk memperoleh keuntungan jangka panjang dari usaha mengatasi degradasi lahan tersebut (Chisholm & Dumsday,1987). Hal ini juga bisa menjadi dilema bagi para investor yang hendak melakukan investasi dalam upaya pengendalian degradasi lahan. Sebab usaha dan dana yang akan mereka tanamkan dalam usaha tersebut akan jauh lebih menguntungkan jika dimanfaatkan untuk beberapa usaha lain. Kenyataan ini membuat para ekonom tidak berminat melakukannya dan membiarkan lahan tersebut terlantar.

(10)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 10

hutan menjadi lahan padang rumput akan disambut baik oleh peternak ataupoun petani, karena kebutuhan hidup mereka akan dapat dipenuhi dari daerah tersebut. Sebagai akibatnya kaum konservasi atau masyarakat penghuni hutan atau penduduk asli daerah tersebut akan merasa tidak dapast berterima.

Keinginan khusus dari kelompok-kelompok tertentu bahkan bisa saja pemerintah, bisa jadi suatu sebab ketidak yakinan terhadap kejadian atau tindakan penanganan degradasi lahan, sering terjadi bahwa pemerintah menetapkan suatu lahan untuk penggunaan yang kurang sesuai dengan kondisi lahan tersebut dan kemudian terus mempertahankan kegiatan tersebut tanpa pernah mau mempertimbangkan atau bertanggungjawab terhadap kerusakan-kerusakan yang diakibatkannya (Blaikie & Brookfield, 1987).

Di Amerika Serikat, padaf tahun 1930-an, penulis seperti Steinback, penyanyi lagu-lagu etnik seperti Woody Guthrie, dan sejumlah aktivis lingkungan kontemporer, berusaha keras untuk mempublikasikan kejadian Dust Bowl dan menenkankan betapa pentingnya untuk sesegera mungkin untuk mengatasi gejala tersebut di daerah Barat Tengah.

Aktivitas mereka pada saat itu sangat tenar dengan julukan sebagai un-American and Subversive. Pemahaman terhadap pemecahan masalah degradasi lahan sepertinya tidak begittu dihargai, sebagai contoh di dunia Barat digunakan pupuk kimia buatan pada tanah tererosi atau yang kesuburannya menurun, meski demikian hal ini hanya mampu melihat pengaruh perlakuan dari simtom yang ada dan bukan memecahkan masalah sebenarnya (penurunan kesuburan tanah itu sendiri), mungkin bisa saja dengan pemupukan tersebut penurunan produksi dapat diperlambat tetapi solusi nyata sangatlah sulit untuk ditemukan.

IV. PEMBANGUNAN DAN KEPERDULIAN TERHADAP DEGRADASI LAHAN

Degradasi lahan sering dipandang sebagai konsekwensi atau efek sampingan dari pembangunan. Secara singkat, untuk mendefenisikan pembangunan yang bisa diterima secara umum agak sulit, dan ini memerlukan suatu pemikiran yang bijaksana yang melebihi dari sekedar mengamati kenyataan yang terlibat didalamnya.

IUNC et. al. (1980) mencoba mengajukan defenisi tentang pembangunan

(11)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 11

untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dan untuk tujuan meningkatnya kwalitas hidup manusia tersebut.

Resolusi PBB 2626 (xxv) pada 24 Oktober 1970, menyatakan bahwa tujuan tertinggi dari suatu pembangunan adalah perbaikan hidup yang bermanfaat bagi semua orang (Ghosh, 1984).

Kenyataannya untuk mendukung pembangunan dibutuhkan dukungan kemampuan lahan maupun lingkungan secara keseluruhan yang pada dasarnya hampir selalu diikuti oleh degradasi terhadap lingkungan atau lahan tersebut.

Masalah degradasi lahan bukanlah masalah baru, begitu juga keperdulian yang makin meningkat terhadapnya (Roberts, 1989; Bunny, 1990). Misalnya para penulis Greek dan Roma sudah lama berkomentar atas:

erosi tanah, penggundulan hutan, dan berbagai masalah lingkngan lainnya, bahkan keperdulian terhadap lingkungan sudah melembaga dan membentuk perkumpulan seperti oleh para Confucian di China. Hal yang serupa juga ditemukan di Eropa, St.Francis dari Asisi menekankan akan pentingnya meningkatkan keperdulian terhadap lingkungan dan pada pertengahan abad ke 17 Francis Bacon menekankan bahwa kita tidak dapat memerintah alam, kita harus tunduk kepadanya. Benyamin Franclin mencatat bahwa dalam keterlibatan kita dalam mengendalikan dunia ini harus bertindak sehati-hati mungkin dan berusaha untuk sekecil mungkin melakukan perusakan dibandingkan terhadap manfaat yang diperoleh (Silverman,1986).

(12)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 12

Setelah abad ke 18, Eropa berkembang menjadi negara industri, laju kelahiran meningkat. Hal ini suatu dorongan yang mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk dunia misalnya ke Amerika atau bagian negara lainnya dan hal ini terus meningkat, yang kemudian perpindahan ini mengararah ke Eropa Barat hususnya United Kingdom. Sehingga pada akhir abad ke 18 hingga awal abad 19 mulai ada gejala yang mengarah kepada tindakan penutupan perbatasan (sekitar 1798-1803).

Meski Thomas Malthus sudah mencoba mengutarakan, keterkaitan populasi dengan ketersediaan sumberdaya, namun essay dari Malthus ini ditentang oleh para utopian dan para panguasa dengan menyatakan bahwa manusia tidak merubah alam dan berbagai sumber daya lainnya, hanya sedikit saja yang dapat dilakukan usaha untuk mengatasi kemiskinan (yang berujung pada muncullnya masalah degradasi lahan).

Para penyair pada paruh ke dua abad ke 19 mulai menunjukkan

keperdulian terhadap lingkungan seperti Wordsworth, William Blake dan

Emerson, mereka menyatakan bahwa para industriawan adalah para pemusnah alam. Chadwick dan para intelektual lainnya membentuk suatu

forum yang dikenal nadengan anti kemapan karena mereka mulai melihat

penurunan kesehatan dan moral masyarakat sebagai konsekwensi dari industrialisaasi dan urbanisasi dan mencoba mengajarkan penggunaan alam menurut pandangan para pencinta lingkungan.

Pada masa itu aktivitas para ilmuan dibidang lingkungan sangat dapat bermanfaat dan mulailah ada upaya mencoba memperkenalkan usaha konservasi di USA oleh George Parkins Mars (1864), dan sebagian mulai

melakukan lobby aktivitas konservasi, di Afrika Selatan misalnya seperti

dilakukan di Provinsi Cave (Anderson & Grove, 1987; Grove, 1990). Banyak

orang berpendapat bahwa buku Marsh yang berjudul Manusia dan Alam

(1864) merupakan awal dimana peradaban modern mulai membicarakan tentang masalah lingkungan.

Tinjauan pustaka mulai 1960-an hingga sekarang telah mulai mencoba mengkategorikan beberapa penyebab dari terjadinya degradasi lahan seperti diutarakan berikut ini:

(13)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 13

lahan yang keliru hususnya pada lahan-lahan marginal. Hal yang serupa

juga diutarakan para pengikut paham Gandhi atau yang sering disebut

sebagai paham Batas Pertumbuhan.

Perspectiv ekonomis mengutarakan penyebab degradasi lahan adalah penggunaan lahan/sumberdaya yang tidak rasional, hal ini ditelusuri melalui analisis ekonomis produksi penggunaan lahan tersebut hususnya timbulnya hubungan kepemilikan yang tidak sempurna dan kesulitan dalam menata sumberdaya umum.

Argumen kedua untuk paham perspektiv ekonomis ini menyatakan bnahwa pertambashan penduduk mengakibatkan pengrusakan sumber daya umum sebagai akibat dari usaha individu dalam upaya

memaksimalkan pendapatan mereka tanpa mempertimbangkan

dampaknya terhadap kerusakan yang ditimbulkannya untuk masyarakat

luas. Perlu diutarakan juga disini bahwa seperti di Afrika, meski

pemerintah mencoba berperan lebih bnyak terhadap penguasaan dan pengelolaan lahan maupun sumberdaya lainnya, tidak terlihat adanya cara ini akan lebih efektif dalam mengatasi pengrusakan lahan. Karena masyarakat berupaya berlomba mengambil manfaat dari lahan umum sebelum anggota masyarakat lainnya melakukannya.

Pandangan perspektiv ketergantungan mengutarakan bahwa kerusakan lahan lebih diakibatkan oleh faktor eksternal seperti transfer teknologi yang tidak tepat, promosi strategi pola pertanian yang kurang tepat, hubungan dagang dan bantuan yang ada.

Pemikiran para ahli ekonomi, ketidak-sempurnaan pemikiran para ahliekonomi akan mempengaruhi keptusan yang akan diambil, yang mana mereka ini memandang Bumi sebagai sumber daya tak terbatas sehingga tak jarang mereka hanya memikirkan pengolahan sumberdaya untuk manfaat sesaat tanpa pernah mempertimbangkan apa akibat jangka panjang yang belum diketahui dan dengan biaya yang belum dapat diramalkan.

(14)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 14 Sikap para pangamat etika (peradaban), manusia memandang dirinya lebih tinggi dari alam dan berada terpisah dari alam itu sendiri (hususnya

di Dunia Barata), untuk menguasainya tanpa merasa ada

tanggungjawab/kewajiban untuk mengelolanya (untuk berperan sebagai pelayan bagi alam). Sehingga dalam prakteknya seluruh individu pengguna lahan yang tanpa memperhatikan etika dalam pemanfaatan lahan akan

terjerumus kepada bias/kekeliruan akan pengambilan keputusan hanya

sebatas keuntungan atau manfaat jangka pendek saja.

Dari 1950-an (Thomas, et al. 1956) dan hususnya dari awal 1970-an kekhawatiran terhadap krisis lingkungan sebagai sesuatu yang tidak

tercegah sudah banyak disuarakan. Pada tahun 1971, UNESCO

memunculkan program manusia dan biosfer dengan maksud untuk membantu mengembangkan keperdulian manusia terhadap struktur dan fungsi lingkungan dimana manusia berinteraksi dengan alam. The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) menerbitkan The World Conservation Strategy (IUCN, 1980), lebih dari itu United Nations Environment Program (UNEP) juga sudah mulai dibentuk, namun efektivnya gerakan untuk keperdulian lingkungan, baru antara tahun 1975-1978. Pada Tabel 1 berikut mencoba menggambarkan pola penggunaan lahan Global (situasi 1977).

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan Global (situasi 1977)

Pola Penggunaan Lahan L u a s

( juta hektar)

Lahan usaha 1.462

Padang rumput 3.058

Hutan 4.077

Penggunaan lain 4.476

Tertutup es 1.400

TOTAL 14.473

Sumber: Wolman & Fourier

V. BAGAIMANA PENTINGNYA MASALAH DEGRADASI LAHAN

(15)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 15

yang terjadi, adakah atau tidak kerusakan yang dapat ditangani atau bersifat dapat pulih.

Mengukurunya adalah sangat sulit. Adanya suatu komplikasi dalam penentuan kondisi tersebut,sehingga akan mungkin terjadi bahwa degradasi lahan yang terjadi pada dua daerah dengtan tingkat yang serupa tetapi terjadi pada dua kondisi tanah yang berbeda pada kedua daerah tersebut oleh perbedaan flora dan faunanya dan lain sebagainya sehingga efek dari degradasi tersebut akan sangat berbeda.

Sebagai contoh, erosi yang terjadi mungkin akan segera mempengaruhi terhadap produktivitas lahan dengan tanah dangkal , disa saja tidak akan berbahaya/berpengaruh hingga sampai ratusan tahun jika hal itu terjadi pada tanah yang dalam, baik terhadap vegetasi yang menutupinya, maupun terhadap kesuburan tanah tersebut (Harlin & Berardi, 1987).

Degradasi lahan tidak mudah untuk mengukurunya, sebelum tahun 1970-an s1970-angat sedikit data y1970-ang ada tent1970-ang kerusak1970-an ekosistem dunia

seperti yang tercantum pada Tabel 1, yang mencoba memberikan

gambaran tentang penggunaan lahan. Para ahli ekonomi pada era 1970-an cenderung bersikap bahwa faktor lingkungan merupakan suatu faktor yang tak dapat tersentuh, sehingga hanya sedikit dilakukan pengujian

sebelum terlanjur masalah tersebut sudah menjadi parah (Eyre, 1978 dan

Immler, 1986).

Seseorang tidak dapat berasumsi bahwa kondisi lahan hari ini, sosial ekonomi, budaya dan kondisi lingkungan lainnya adalah sama seperti kondisinya pada masa lalu, bahkan mereka juga tidak akan menetap kondisinya dimasa mendatang, jadi perlu ada kesadaran tentang betapa sulitnya untuk memprediksi kerusakan/degradasi lahan tersebut. Suatu areal hutan yang dibabat habis mungkin akan mengalami erosi yang sangat gawat, hingga saat tanaman yang di atasnya mulai kembali tumbuh atau adanya pertumbuhan kembali tanaman hutan di atasnya yang kemudian akan menekan eriosi hingga mencapai tingkat laju erosi sebelumnya sampai suatu saat ada perubahan penggunaan lahan tersebut di masa yang akan datang.

(16)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 16

mengalami hal tersebut. Masalah ini tidak hanya terjadi pada daerah dengan kepadatan populasi tinggi saja, sperti di daerash Australia atau di Amazon, dimana penduduk sangat jarang dan pendudukan yang menetap hanya relatip masih merupakan fenomena baru, tetapi disanapun terjadi degradasi lahan.

Pengaruh dari degradasi lahan bisa terjadi pada daerah/lokasi dimana degradasi lahan berlangsung atau dan berbagai daerah lainnya yang disekitarnya. Sebagai contoh, deforestasi akan memacu naiknya harga kayu bakar di suatu daerah yang sangat jauh dari daerah kejadian penebangan hutan tersebut, namun erosi yang merusak lahan di daerah pertanian di daerah dataran tinggi juga akan menimbulkan akibat pengotoran yang sangat parah pada lahan beririgasi bahkan mungking akan mengakibatkan banjir pada daerah yang sangat jauh di daerah dataran rendah.

Penyebab degradasi lahan beraneka ragam dan kompleks, dan ada beberapa kecenderungan yang jelas. Satu diantaranya adalah tanah kehilangan kemampuannya untuk dipakai dalam pemanfaatan yang produktiv dalam laju yang menakutkan. Sejak manusia mulai bergantung pada pertanian menetap, diduga bahwa 430 juta hektar lahan olah dan padang rumput telah mengalami degradasi yang sangat parah. Ada juga kekhawatiran bersamaan dengan itu terjadi kepunahan flora dan fauna dalam tingkat yang sangat menakutkan (WCED, 1987).

Walaupun jumlah lahan yang dapat digunakan/potensil dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan umat manusia untuk masa depan jangka pendek, namun pola strategi pertanian sekarang menggambarkan distribusi yang tidak berimbang dalam hubungannya dengan populasi

(Ghos, 1984). Perlu disadari bahwa ada beberapa bagian tanah di Bumi

kita ini lebih rentan terhadap kerusakan dibandingkan yang lainnya. Pada akhirnya yang kita juga harus akui adalah bahwa lahan yang dapat digunakan adalah terbatas, dan kebutuhan lahan ini semakin meningkat oleh adanya peningkatan populasi, meningkatnya tuntutan kebutuhan, sedangkan lahan berkurang karena degradasi.

(17)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 17

mengagumkan dalam peningkatan produksi hasil pertanian sejak perang dunia ke dua akan sangat sulit dipertahankan jika degradasi lahan yang terjadi sekarang ini tidak dikendalikan dengan benar, meskipun ada kasus-kasus tertentu yang memperlihatkan peningkatan produksi, ini mungkin hanya bersifat sementara, hasil dari modernisasi yang menciptakan hasil tinggi itu sendiri, paling tidak sebagian merupakan penyebab dari degradasi lahan tersebut. Sering terjadi bahwa harapan untuk memperoleh hasil dalam jangka pendek dalam produksi pertanian atau dalam pertumbuhan gross produksi nasional merupakan pemicu ilusi perkembangan, sementara degradasi lahan yang terjadi terus bertambah tanpa mendapat perhatian yang layak hingga tingkat yang sangat parah.

DAFTAR PUSTAKA

Brrow, C.J. 1991. Land Degradation. Cambridge University Press. Cambridge New York, Port Chester, Melbourne, Sydney.

Blaikie, P. 1989. Explanation and Policy in Land Degradation and Rehabilitation for Developing Countries. Methuem. London.

---. Land Degradation and Society. Methum. London.

Brown, L. R. 1987. The Worldwide Loss of Croopland. Worldwatch Institute.

Bunney, S. 1990. Prehistoric Farming Caused devastating Soil Erosion. New Scientist.

Cadwell, J.C. 1977. Demographic Aspects of Drought, an Examination of the Africa Drough. LAI. London.

Chisolm, A. And Doomsday, R. 1987. Land Degradation, Problems and Policies. CUP. London.

Dowson, J.A and Dornkamp, J.C. 1973. Evaluating the Human Environment, Essay in Applied Geography. EA. London

De Vos, A. 1 5. Africa, the De astated E iro e t, Ma ’s i pact o

the Ecology of Africa.

(18)

Parlindungan Lumbanraja, Ir., M.Si., Degradasi Lahan, persepsi dan keperdulian

terhadapnya; Seminar Berkala Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen; Medan 25 Oktober 2007. Dimuat pada Prosiding Seminar. Page 18

IUCN, UNEP & WWF. 1980. World Conservation Strategy, Living Resource Conservation for Sustainable Development.

Regnold, J. 19 . Far i g’s Orga ic Future. Ne Scie tist.

Simon, J,L. 1981. The Ultimate Resource. Martin Robertson. Oxford.

Gambar

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan Global (situasi 1977)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemeliharaan terencana adalah porses pemeliharaan yang diatur dan diorganisasikan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi terhadap peralatan di waktu yang akan datang.

Hasil analisis statistik terhadap bobot badan akhir yang diperoleh pada akhir penelitian menunjukkan bahwa bobot badan akhir pada perlakuan R2 nyata (P<0,05) lebih

WAKATOBI, TEL-U – Muhammad Erfan Apriyanto, mahasiswa Teknik Industri Fakultas Rekayasa Industri Telkom University, menjadi wakil di Indonesia Student & Youth Forum

Peraturan daerah yang mengatur tentang Larangan Dan Pengawasan Hutan Mangrove Di Kota Tarakan adalah ….. Penanaman pohon dalam rangka memperbaiki lahan gundul di luar

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) yang dilakukan pada UMKM pembibitan dan penggemukan sapi potong di kecamatan Kedungpring kabupaten Lamongan untuk menjawab permasalahan belum

Pentingnya pendekatan partisipatif masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa (KKNM) Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya disebabkan

Black hole (Indonesia: lubang hitam) merupakan bagian dari alam semesta yang menempati ruang Black hole (Indonesia: lubang hitam) merupakan bagian dari alam semesta yang menempati

Oleh karena itu, pada penulisan skripsi ini akan diteliti dan dianalisis mengenai karakteristik UPS untuk berbagai jenis beban dengan beberapa variasi tingkat