Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
0611010011 / FE / IE MAMIK WAHJUANTO
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik tugas penyusunan skripsi ini dengan judul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia” sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian skripsi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di Surabaya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, serta motivasi yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.
ii
4. Bapak Prof. Dr. H. Djohan Mashudi, SE, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kedua Orang Tuaku beserta semua anggota Keluargaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan dan membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Badan Pusat Statistik di Kabupaten Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.
iii
Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Mei 2010
iv
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...x
ABSTRAKSI ...xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...11.2. Rumusan Masalah ...5
1.3. Tujuan Penelitian ...5
1.4. Manfaat Penelitian ...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ...72.2. Landasan Teori ...13
2.2.1. Pengertian Inflasi...13
2.2.1.1. Jenis Inflasi Menurut Penyebabnya...14
2.2.1.2. Inflasi Berdasarkan Asal Usul...17
v
2.2.3. Pengertian Produksi ...25
2.2.3.1 Faktor-faktor Produksi ...26
2.2.3.2. Jenis Proses Produksi ...27
2.2.4. Teori Permintaan dan Penawaran ...27
2.2.4.1. Teori Permintaan ...27
2.2.4.2. Teori Penawaran ...29
2.2.5. Pengertian Pengeluaran Pemerintah ...30
2.2.6. Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI ...32
2.2.7. Pengertian Kurs Valuta Asing ...34
2.2.7.1 Sistem Kurs Valuta Asing ...37
2.2.7.2. Pasar Valuta Asing ...39
2.2.7.3. Hubungan Antara Kurs dengan Inflasi ...40
2.3. Kerangka Pikir ...40
2.4. Hipotesis ...43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...443.2. Teknik Penentuan Sampel ...46
3.3. Jenis Data dan Teknik Populasi Data ...46
vi
3.5.1. Teknik Analisis ...51
3.5.2. Uji Hipotesis ...53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ...574.1.1. Kondisi Geografis ...57
4.1.2. Kependudukan ...58
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian. ...58
4.2.1. Perkembangan Laju Inflasi ...59
4.2.2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ...60
4.2.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ...61
4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) ...62
4.2.5. Perkembangan Kurs Valuta Asing ...63
4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik
(BLUE / Best Linier Unbiased Estimator) ………...…...644.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis …...………...68
4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan …………...…...…70
4.3.3. Uji Hipotesis Secara Parsial ………...…...….72
vii
5.2. Saran ...81 DAFTAR PUSTAKA
x
ix
1. Kurva Demand Pull Inflation ...15
2. Kurva Cost Push Inflation ...16
3. Kurva Permintaan ...28
4. Kurva Penawaran ...29
5. Kurva Tingkat Bunga ...34
6. Kurva Pergeseran Kurs Valuta Asing...39
7. Kerangka Pikir...42
8. Kurva Distribusi Daerah Keputusan Auto Korelasi...49
9. Kurva Daerah Krisis HO 10. Kurva Daerah Krisis H Melalui kurva Distribusi uji F...54
O 11. Kurva Statistik Durbin Watson……...…65
Melalui kurva Distribusi UJI t....………56
12. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan ...71
13. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah Uang Beredar (X1 14. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial ) terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ...73
Pengeluaran Pemerintah (X2 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial ) Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia(Y) ...74
Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Kurs Valuta Asing (X ) terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ...76
4 Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y) ……...…..77
viii Tabel:
1. Perkembangan Laju Inflasi Di Indonesia
Tahun 1995-2009 ...59
2. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Tahun 1995-2009 ...60
3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1995-2009 ...61
4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) Tahun 1995-2009 ...62
5. Perkembangan Kurs Valuta Asing Tahun 1995-2009 ...63
6. Tes Multikolinier ...66
7. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman ...67
8. Hasil Analisis Variabel Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga (SBI), Kurs Valuta Asing Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia ...68
9. Analisis Varian (ANOVA) ...70
xi Oleh
Mamik Wahjuanto
Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang melaksanakan proses pembangunan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kendala bagi laju perekonomian nasional. Timbulnya kekacauan pada iklim dunia usaha di Indonesia dikarenakan adanya ketidakpastian perekonomian, sehingga muncul kesulitan untuk para pelaku usaha dalam berinvestasi dan berproduksi.Di bidang moneter, otoritas moneter mengeluarkan kebijaksanaan moneter untuk mengantisipasi semakin tingginya tingkat inflasi, seperti kebijaksanaan menaikkan tingkat bunga, politik pasar terbuka dan menaikkan cash ratio maupun kebijaksanaan dalam mekanisme penentuan kurs valuta asing. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Suku Bunga (SBI), Kurs Valuta Asing terhadap Laju Inflasi di Indonesia.
Sampel data yang akan digunakan adalah data berkala (time series data) dalam periode selama 15 tahun yaitu dari tahun 1995 – 2009 di Indonesia. Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan dua macam metode yaitu Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif.
Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Jumlah Uang Beredar (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3) dan Kurs Valuta Asing (X4) terhadap variabel terikatnya Laju Inflasi (Y) diperoleh F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Laju Inflasi Di Indonesia. Terdapat pengaruh secara parsial variabel Jumlah Uang Beredar (X1) dan Tingkat Suku Bunga (SBI) (X3) berpengaruh Signifikan terhadap Laju Inflasi Di Indonesia, sedangkan variabel Pengeluaran Pemerintah (X2) dan Kurs Valuta Asing (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap Laju Inflasi Di Indonesia (Y).
1 1.1 Latar Belakang
Inflasi merupakan dilema yang menghantui perekonomian setiap
negara. Perkembanganya yang terus meningkat memberikan hambatan
pada pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Pembangunan
ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
yang sering kali diukur melalui tinggi rendahnya pendapatan penduduk
tiap tahunnya atau pendapatan perkapita. (Suparmoko,1992:5)
Hampir semua negara baik negara-negara yang maju maupun
negara yang sedang berkembang menghadapi masalah kestabilan serta
masalah pertumbuhan ekonominya. Indonesia sebagai salah satu negara
yang sedang berkembang dimana kehidupan ekonominya sangat
tergantung pada tata moneter dan perekonomian dunia, selalu menghadapi
masalah-masalah tersebut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
beberapa dasawarsa ini sangat terpuruk dan ini dibarengi dengan semakin
teritegritasnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi dunia.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai oleh
gairahnya perkonomian yang digerakkan oleh jumlah uang beredar yang
semakin meningkat dapat menimbulkan kenaikan harga-harga barang yang
cenderung akan menyebabkan inflasi. Di lain pihak pembangunan
bahwa semakin meningkatnya kegiatan pembangunan yang ditandai
dengan pertumbuhan pengeluaran negara akan menimbulkan tekanan
inflasi.
Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat
dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang
melaksanakan proses pembangunan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat
menyebabkan kendala bagi laju perekonomian nasional. Timbulnya
kekacauan pada iklim dunia usaha di Indonesia dikarenakan adanya
ketidakpastian perekonomian, sehingga muncul kesulitan untuk para
pelaku usaha dalam berinvestasi dan berproduksi.
Di bidang moneter, otoritas moneter mengeluarkan kebijaksanaan
moneter untuk mengantisipasi semakin tingginya tingkat inflasi, seperti
kebijaksanaan menaikkan tingkat bunga, politik pasar terbuka dan
menaikkan cash ratio maupun kebijaksanaan dalam mekanisme penentuan
kurs valuta asing. Dengan kebijaksanaan moneter, selain dapat dicapai
sasaran pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan
pembangunan juga dapat ditingkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
nilai rupiah, selanjutnya peningkatan efisiensi perbankan dan lembaga
keuangan non bank lain, diharapkan dapat mendorong investasi maupun
konsumsi. Investasi merupakan bagian dari pengeluaran total dimana
perubahan dalam pengeluaran total akan mempunyai efek ganda terhadap
Sedangkan hal-hal yang menyangkut kebijaksanaan fiskal yaitu
kebijaksanaan di bidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Peran pemerintah dalam hal ini sangat penting terhadap
pengendalian jumlah uang beredar dalam hubungannya terhadap laju
inflasi, sehingga diharapkan adanya anggaran yang berimbang yaitu
pengeluaran dan penerimaan sama, tabungan pemerintah diusahakan
mengalami peningkatan, objek pajak diperluas, memprioritaskan
pengeluaran hanya pada bidang yang produktif, pengeluaran rutin dibatasi
dan kebijaksanaan ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang potensial, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan nasional dan menekan laju inflasi.
Laju inflasi akhir tahun 2009 yang hanya 2,78 persen (tahunan)
merupakan salah satu figur inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. Sejak
tahun 1970, hanya ada dua periode dengan laju inflasi tercatat lebih
rendah, yaitu tahun 1971 yang mencapai 2,56 persen dan tahun 1999
sebesar 2,01 persen. Namun, publikasi data inflasi bulan Januari oleh
Badan Pusat Statistik beberapa waktu lalu menyiratkan bahwa tekanan
inflasi mulai kembali meningkat. Sepanjang Januari terjadi inflasi sebesar
0,84 persen. Besaran inflasi itu lebih tinggi dari estimasi banyak pihak,
yang memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,50 persen. Pada
2005-2008, inflasi yang terjadi pada Januari selalu berada di atas 1 persen.
Pada 2005 sebesar 1,43 persen, pada 2006 sebesar 1,36 persen, tahun 2007
menurunkan suku bunga acuan sampai 6,5 persen (tanpa melonggarkan
kebijakan moneter). Namun, pada saat yang sama BI juga membatasi
pasokan uangnya ke sistem dengan menyerap banyak dana perbankan
dengan penerbitan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (memperketat
kebijakan moneter). Beberapa indikator kemudian menunjukkan bahwa
pelonggaran kebijakan moneter yang dicanangkan BI sebenarnya belum
berhasil tercapai. Indikator tersebut misalnya pertumbuhan negatif uang
primer (M0), suku bunga pinjaman yang sulit turun, dan pertumbuhan
kredit yang terus menurun.Tekanan inflasi yang kembali meningkat pada
tahun 2010 tentu membatasi ruang BI untuk mempertahankan suku bunga
acuan di level yang rendah. Sampai dengan semester I-2010, laju inflasi
diperkirakan masih akan berada di kisaran 5 persen. Oleh karena itu,
sampai dengan pertengahan tahun 2010, BI kemungkinan besar masih
dapat mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sekarang. Tentu
perlakuan terhadap suku bunga acuan perlu dibarengi dengan pengelolaan
yang sesuai atas instrumen moneter pendukung, misalnya penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia. Hal ini penting agar kebijakan moneter yang
digariskan BI dapat benar-benar berdampak seperti yang diharapkan.
Dengan pengelolaan yang tepat, tingkat likuiditas di sistem keuangan akan
tetap terjaga. Kondisi ini akan mempermudah perbankan menjalankan
fungsi intermediasinya. Dengan dukungan yang cukup dari perbankan,
pemulihan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang berlangsung tentu
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti ingin
menganalisis pengaruh dari jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah,
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs valuta asing
terhadap laju inflasi di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat dirumuskan suatu permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs valuta asing berpengaruh
terhadap laju inflasi di Indonesia?
2. Manakah diantara jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat
suku bunga (SBI), dan kurs valuta asing yang paling besar pengaruhnya
terhadap laju inflasi di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas
1. Untuk menganalisis pengaruh jumlah uang beredar, pengeluaran
pemerintah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan kurs
valuta asing terhadap laju inflasi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah uang beredar,
pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga (SBI), dan kurs valuta asing
secara simultan maupun parsial mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
untuk digunakan :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait yang ada hubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia.
2. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang berhubungan
dengan masalah yang sama.
3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan yang diharapkan dapat bermanfaat
bagi penelitian yang akan datang.
4. Sebagai bahan referensi perpustakaan FE UPN “Veteran” Jawa Timur pada
7
2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam rencana penelitian ini menggunakan acuan dari penelitian
terdahulu, yang berhubungan dengan masalah inflasi yang pernah
disampaikan oleh penelitian sebelumnya.
a. Khadijah (1999), dengan judul penelitan “Beberapa Faktor yang
mempengaruhi Laju Inflasi di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor jumlah uang beredar (X1), produk
domestik bruto (X2) dan kurs rupiah terhadap dollar (X3
Dari hasil penelitian hipotesis secara menyeluruh atau simultan F
observasi yang diperoleh ada F hitung = 39,702 lebih besar dari F
tabel 4,75 pada tingkat α = 0,05 berarti terbukti bahwa variabel X
)
mempengaruhi inflasi (Y) di Indonesia dan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel (X1), (X2) dan (X3) secara
simultan maupun secara parsial mempengaruhi laju inflasi di
Indonesia.
1,
X2 dan X3 bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di
Indonesia sebesar 92,5%. Dan dari hasil pengujian secara parsial
dengan t hitung -2,74 < -t tabel sebesar -2,447, variabel jumlah uang
beredar (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi di Indonesia
1,684 < t tabel sebesar 2,447, maka variabel ini secara nyata tidak
berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel kurs rupiah
terhadap dollar (X3) nilai t hitung sebesar 6,084 > t tabel sebesar
2,447 jadi variabel ini berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y).
b. Pamungkas (2000), dengan judul penelitian “faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia”. Hasil pengujian hipotesis secara
menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh adalah F hitung
= 8,731 lebih besar dari F tabel = 4,35 pada tingkat xxx = 0,05,
berarti bahwa variabel pengeluaran pemerintah, jumlah uang beredar
dan tingkat suku bunga SBI bersama-sama berpengaruh terhadap
tingkat inflasi di Indonesia sebesar 78,91%. Dan dari hasil pengujian
secara parsial dengan t hitung sebesar 3,085 > t tabel sebesar Rp.
2,365, variabel pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara
nyata terhadap inflasi di Indonesia (Y). Untuk variabel jumlah uang
beredar (X2) nilai t hitung sebesar 2,946 > t tabel sebesar 2,365, maka
variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia
(Y). Variabel suku bunga SBI (X3
c. Astutik (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor
Yang mempengaruhi Laju inflasi di Indonesia”. Hasil pengujian
hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh
adalah F hitung = 44,290 lebih besar dari F tabel = 3,48 pada tingkat ) nilai t hitung sebesar -4,073 < -t
tabel sebesar -2,365 jadi variabel ini tidak berpengaruh inflasi di
α = 0,05, berarti bahwa variabel pengeluaran pemerintah, jumlah
uang beredar dan tingkat suku bunga SBI bersama-sama berpengaruh
terhadap tingkat inflasi di Indonesia sebesar 94,7%. Dari hasil
analisis uji t atau secara parsial dengan t hitung sebesar 2,320 > t
tabel sebesar 2,228, variabel jumlah uang beredar (X1) berpengaruh
secara nyata terhadap inflasi di Indonesia (Y). Untuk variabel produk
domestik bruto (X2) nilai t hitung sebesar -4,579 > t tabel sebesar
2,228, maka variabel ini secara nyata berpengaruh terhadap inflasi di
Indonesia (Y). Variabel suku bunga sertifikat Bank Indonesia (X3
d. Saputra (2003), dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia”. Dari hasil penelitian
hipotesis secara menyeluruh atau simultan F observasi yang diperoleh
adalah F hitung = 12,526 lebih besar dari F tabel 3,59 pada tingkat
α = 0,05 berarti terbukti bahwa variabel X
)
nilai t hitung sebesar -0,380 > t tabel sebesar 2,228 jadi variabel ini
tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y), variabel indeks
harga konsumen (X4) nilai t hitung 5,962 > t tabel sebesar 2,228
maka variabel ini berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.
1, X2 dan X3
bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia sebesar
77,5%. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung
sebesar -3,622 < -t tabel sebesar -2,201, variabel pengeluaran
pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi di
sebesar 4,758 > t tabel sebesar 2,201 maka variabel ini secara nyata
berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y). Variabel suku bunga
SBI (X3
e. Triwibowo (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi Di Surabaya”. Hal ini
diketahui dari uji-F yaitu diperoleh F hitung = 17,648 > F tabel =
3,49, sedangkan secara parsial variabel pengeluaran daerah (X ) nilai t hitung sebesar -2,454 < -t tabel sebesar -2,201 jadi
variabel ini tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia (Y).
1)
berpengaruh nyata terhadap inflasi di Surabaya (Y) dengan
menggunakan uji t dimana t hitung = -2,222 < t tabel = -2,179,
variabel tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia (X2
f. Jurnal Ekonomi
)
berpengaruh nyata terhadap inflasi di Surabaya (Y) dimana t hitung =
1,967 < t tabel = 2,179.
Huda. (2002), dengan judul penelitian “Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia”. Penelitian ini datanya
merupakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Statistik Jawa
Timur. Laju inflasi dicerminkan dengan perubahan Indeks Harga
Konsumen (1HK) tahun 1990 – 1999. Pengeluaran pemerintah
diperoleh dari angka-angka realisasi APBN dari tahun 1990 – 1999,
sedangkan uang beredar dan kurs valas diperoleh dari data tahun
Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas secara simultan
dilakukan dengan uji-F yang menghasilkan F hitung = 173,697
sedang F tabel adalah 4,76 sehingga F hitung > F tabel, yang berarti
ketiga variabel tersebut berpengaruh secara nyata terhadap perubahan
inflasi. Dan dari hasil pengujian secara parsial dengan t hitung
sebesar 6,943 > t tabel sebesar 2,447, variabel pengeluaran
pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap inflasi (Y). untuk
variabel jumlah uang beredar (X2) nilai t hitung sebesar -8,034 < t
tabel sebesar -2,447, maka variabel ini secara nyata berpengaruh
terhadap inflasi (Y). variabel kurs valuta asing (X3
g. Perbedaan Peneliti Terdahulu dengan Penulis
) nilai t hitung
sebesar -2,579 < -t tabel sebesar -2,447 jadi variabel ini berpengaruh
terhadap inflasi (Y).
1. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X1),
pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4
2. Penulis menggunakan variabel terikat Laju inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel yang jumlah uang beredar (X ), sedangkan
Khadijah (1999), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju
inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu jumlah uang
beredar, produk domestic bruto dan kurs rupiah terhadap dollar.
1),
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan
Pamungkas (2000), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju
inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu tingkat suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (X1), pengeluaran
pemerintah (X2) dan jumlah uang beredar (X3
3. Penulis menggunakan variabel terikat Laju Inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X ).
1),
pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan
Astutik (2003), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju inflasi
dan variabel bebasnya adalah jumlah uang beredar (X1), produk
domestic bruto (X2), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X3)
dan indeks harga konsumen (X4
4. Penulis menggunakan variable terikat laju inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X ).
1),
pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan
Saputra (2003), penelitian terdahulu variabel terikatnya laju
inflasi dan variable bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran
pemerintah (X1) jumlah uang beredar (X2) dan tingkat suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (X3
5. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel yaitu jumlah uang beredar (X ).
pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan
Tiwibowo (2003), penelitian terdahulu variable terikatnya laju
inflasi dan variable bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran
(X1), tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X2) dan kurs
valuta asing di Surabaya (X3
6. Penulis menggunakan variabel terikat laju inflasi dan variabel
bebasnya ada 4 variabel, yaitu jumlah uang beredar (X ).
1),
pengeluaran pemerintah (X2), tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) (X3) dan kurs valuta asing (X4), sedangkan
Huda (2002), jurnal penelitian terdahulu variabel terikatnya laju
inflasi dan variabel bebasnya ada 3 variabel yaitu pengeluaran
pemerintah (X1) jumlah uang beredar (X2) dan kurs valas (X3).
2.2. Landasan Teori
Landasan teori di dalam tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk
mengetahui dan menemukan dasar-dasar secara teoritis guna membantu
memecahkan permasalahan yang ada.
2.2.1. Pengertian Inflasi
Pengertian inflasi secara umum adalah proses kenaikan
ekonomi cukup banyak definisi atau pengertian tentang inflasi yaitu
antara lain definisi inflasi menurut:
• Boediono (1990 : 162), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
yang naik secara umum dan terus-menerus. Kenaikan tersebut meluas
kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian dari barang-barang yang
lain.
• Sinungan (1991 : 49), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk menaikkan secara terus-menerus.
• Nopirin (1993 : 25), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga
umum barang secara terus-menerus pada suatu periode tertentu.
Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa inflasi adalah harga barang-barang secara umum yang disebabkan
oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu.
2.2.1.1. Jenis Inflasi Menurut Penyebabnya
1. Inflasi Permintaan (Deman Pull Inflation)
Inflasi permintaan adalah inflasi yang timbul adanya permintaan
Gambar. 1: Demand Pull Inflation
Harga S
H
H
2
1 D2
D
Q
1 OUTPUT
1 Q2
Sumber: Boediono, 1998, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter, Edisi ketiga BPFE, UGM, Yogyakarta, Hal. 163.
Gambar.1 Menggambarkan suatu kenaikan, karena
permintaan masyarakat akan barang-barang bertambah (misalnya,
karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan
pencetakan uang atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang
ekspor atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit
yang murah), maka kurva agregat demand bergeser dari D1 ke D2,
akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2
2. Inflasi penawaran (Cost Pull Inflation)
.
Inflasi penawaran adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya
Gambar. 2 : Cost Push Inflation
H2
H1
Sumber: Boediono, 1998, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter, Edisi ketiga BPFE, UGM, Yogyakarta, Hal. 163.
Pada gambar 2, kita lihat bahwa bermula pada H1 dan Q1.
kenaikan biaya produksi (misalnya, baik karena berhasilnya tuntutan
kenaikan upah oleh serikat buruh, ataupun kenaikan harga bahan
baku produksi yang didatangkan dari luar negeri serta karena
kenaikan harga bahan bakar minyak) maka akan menggeser kurva
total dari S1 menjadi S2 konsekuensinya harga naik menjadi H2 dan
produksi akan turun menjadi Q2
a. Perjuangan serikat buruh yang berhasil menuntut kenaikan upah. . (Nopirin, 1992 : 30)
Sebagai akibat kenaikan biaya produksi, kenaikan biaya
produksi ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, yaitu: S2
S1
b. Suatu industri yang sifatnya monopolistis, manajer dapat
menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan harga yang lebih
tinggi.
c. Kenaikan harga baku industri, salah satu contoh adalah naiknya
biaya produksi yang menyebabkan terjadinya penurunan
produksi.
2.2.1.2. Inflasi Berdasarkan Asal Usul
Berdasarkan asal-usul inflasi dibedakan menjadi dua sebagai berikut:
1. Inflasi yang berasal dari Dalam Negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul, misalnya karena defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru,
panenan yang gagal.
2. Inflasi yang berasal dari Luar Negeri (imported Inflation)
Yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri.
Kenaikan harga barang-barang yang kita impor akan mengakibatkan
sebagai berikut:
a. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian
yang tercakup didalamnya berasal dari impor.
b. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan
ongkos produksi (dan kemudian harga jual) dari berbagai barang
yang menggunakan barang mentah atau mesin-mesin yang harus
c. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam
negeri karena ada kemungkinan (tetapi tidak harus demikian)
kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan
pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi
kenaikan harga impor tersebut (demand full inflation)
2.2.1.3. Efek-efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi
faktor produksi serta produk nasional. Efek inflasi terhadap pendapatan
disebut dengan Equity Effect, sedang terhadap faktor produksi disebut
dengan efficiency effect dan terhadap produk nasional disebut dengan
output effect.
1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
dan ada pula diuntungkan. Pihak-pihak yang mendapat keuntungan
dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan
pendapatan dengan persentasi yang lebih ebsar dari laju inflasi
tersebut, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana
nilainya dengan persentase lebih besar dengan adanya laju inflasi.
Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan
umum. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam
pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat umum. Inflasi
ini seolah-olah merupakan pajak bagi beberapa pihak dan merupakan
subsidi bagi orang lain.
2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah alokasi faktor-faktor produksi.
Perubahan ini dapat pula terjadi melalui kenaikan tingkat permintaan
akan berbagai barang yang berkaitan dengan laju inflasi atau dapat
juga terjadi perubahan dalam beberapa barang tertentu.
Dengan adanya inflasi permintaan akan barang lebih besar dari
barang lain yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang
tersebut yang nantinya akan mengubah pola alokasi produksi yang
sudah ada.
3. Efek terhadap output
Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi yang
biasanya didahului kenaikan barang daripada upah, sehingga
keuntungan perusahaan naik. Kenaikan keuntungan ini akan
mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi cukup
tinggi (Hyper Inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni
penurunan output.
2.2.1.4. Sebab-Sebab Timbulnya Inflasi
Jika ekspor di suatu negara lebih besar dari pada impornya maka akan
timbul tekanan inflasi. Tekanan inflasi yang terjadi disini diakibatkan
oleh makin besarnya jumlah uang beredar di dalam negeri karena
penerimaan devisa dari luar negeri.
2. Sektor tabungan dan investasi
Bila investasi suatu negara lebih besar dari sektor tabungannya yang
hingga untuk membiayai investasi yang lebih besar dari tabungannya
itu harus diselesaikan dengan jalan mengeluarkan uang baru yang
intinya dapat menimbulkan tekanan inflasi.
3. Sektor penerimaan dan pengeluaran
Bila anggaran belanja suatu negara mengalami defisit, artinya
pengeluaran pemerintah adalah lebih besar dari penerimaannya,
sehingga untuk menutupi pengeluaran yang lebih besar tersebut harus
dikeluarkan uang baru yang akan menimbulkan tekanan inflasi.
2.2.1.5. Cara Mencegah Inflasi
Cara mencegah inflasi dapat menggunakan kebijaksanaan, yaitu:
1. Kebijaksanaan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah
uang beredar (M1). Salah satu komponen jumlah uang beredar adalah
giral (deman deposit). Uang giral dapat terjadi melalui dua cara,
pertama apabila seseorang memasukkan uang ke kas bank dalam
bank tidak diterima dalam kas tetapi dalam bentuk giro. Deposito
yang timbul dengan cara kedua, sifatnya lebih inflatoir daripada cara
pertama, sebab cara pertama hanyalah pengalihan bentuk dari uang
kas ke uang giral.
Bank Sentral dapat mengatur uang giral melalui penetapan
cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum
ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjadi kecil. Disamping cara
ini, Bank Sentral dapat menggunakan tingkat diskonto (discount
rate).
Discount rate adalah tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan
Bank Sentral kepada Bank Umum. Pinjaman ini biasanya berwujud
bertambahnya cadangan Bank Umum yang ada pada Bank Sentral.
Discount Rate ini bagi Bank Umum merupakan biaya untuk
pinjaman yang diberikan Bank Sentral. Apabila tingkat diskonto
dinaikkan (oleh Bank Sentral) maka gairah Bank Umum untuk
meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada Bank
Sentral juga mengecil. Akibatnya kemampuan Bank Umum
memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah
uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.
Instrumen lain dapat dipakai untuk mencegah inflasi
adalah politik pasar terbuka (jual beli surat berharga). Dengan cara
uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah. (Nopirin,
2000:34).
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran
pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat
mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan
mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan total,
kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran
pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan
total, sehingga inflasi dapat ditekan. (Nopirin, 2000:35)
3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output
Kenaikan output yang dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan
jumlah output ini dapat dicapai, misalnya dengan kenaikan penurunan
bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat.
Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan
harga. (Nopirin, 2000:35)
2.2.2. Pengertian Jumlah Uang Beredar
Menurut Gunawan (1991: 61), jumlah uang beredar (money
Supply) di Indonesia didefinisikan sebagai tagihan masyarakat terhadap
sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang
Arti uang kartal sendiri adalah uang tunai (yang dikeluarkan oleh
Bank Sentral) yang langsung berada di bawah kekuasaan masyarakat
(aman) untuk menggunakannya.
Sedangkan arti uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening
koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada Bank-Bank Umum. Saldo ini
merupakan bagian dari “dimiliki yang beredar” karena sewaktu-waktu
bisa digunakan oleh pemiliknya (masyarakat) untuk kebutuhan (transaksi,
berjaga-jaga, spekulasi). (Boediono, 1998: 18).
Perumusan jumlah uang beredar di atas dapat ditulis sebagai
berikut:
M1 = C + DD
(Boediono, 1998: 4)
Dimana:
M1 = Jumlah uang beredar
C = Uang Kartal
DD = Uang Giral
M1 di atas juga dikatakan sebagai jumlah uang beredar dalam
arti kecil atau sempit. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit
juga dapat diperluas menjadi jumlah uang beredar dalam arti luas atau
M2, dengan menambah tabungan atau Saving Deposit (SD) pada M1.
M2 = M1 + TD
(Boediono, 1998: 5)
M2
• Jumlah uang kartal dan giral
= Jumlah uang beredar dalam arti luas
TD = Time Deposit (deposito berjangka)
Dengan pengertian di atas jumlah uang beredar dalam arti luas terdiri dari
uang tunai (uang kartal), uang giro (uang giral) dan depositor berjangka
(time deposit). (Iswadono, 1990: 114)
Menurut Boediono (1998 : 83), Irving Fisher merumuskan
teorinya dengan suatu persamaan:
MV = PT
Dimana:
M = Jumlah Uang beredar
V = Perputaran Uang
P = Harga Barang
T = Jumlah barang yang diperdagangkan
Dari rumus di atas P (harga barang) dipengaruhi atau tergantung oleh M,
V, dan T.
Faktor-faktor yang termasuk dalam M adalah:
Faktor-faktor yang termasuk dalam V adalah:
• Keinginan masyarakat dalam menabung
• Perbandingan pengeluaran dan pemasukan masyarakat
Dan faktor-faktor yang termasuk dalam T adalah:
• Besarnya barang-barang yang diproduksi oleh produsen yang
mencakup sosial ekonomi, jumlah penduduk, teknologi dan
administrasi produksi.
• Ketergantungan produksi terhadap faktor-faktor produksi, struktur
dunia usaha dan lembaga-lembaga terkait pada akhirnya
mempengaruhi jumlah barang yang diproduksi.
Beberapa dugaan mengenai teori ini adalah sebagai berikut:
a. Bila M naik, V dan T tetap, maka P akan naik
b. Bila M turun, V dan T tetap, maka P akan turun
c. Bila V naik, M dan T tetap, maka P akan naik
d. Bila V turun, M dan T tetap, maka P akan turun
e. Bila T naik, M dan V tetap, maka P akan naik
f. Bila T turun, M dan V tetap, maka P akan turun
Pengamatan terhadap perekonomian Indonesia menunjukkan
bahwa ekspansi jumlah uang beredar akibat adanya pengaruh anggaran
pemerintah dan neraca pembayaran, merupakan faktor dominan penentu
inflasi di Indonesia.
Menurut Rosyidi (1996:56) produksi merupakan proses
menciptakan nilai atau memperbesar nilai barang atau dapat dikatakan
bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan, memperbesar
daya guna barang.
Sedangkan pengertian produksi menurut Sumarni dan
Soeprihanto(1998:205) adalah semua kegiatan untuk menciptakan dan
menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan memanfaatkan
faktor-faktor produksi yang tersedia.
2.2.3.1. Faktor-Faktor Produksi
Faktor Produksi adalah semua unsur yang menopang usaha
penciptaan nilai atau usaha untuk memperbesar nilai barang. Adapun
faktor-faktor produksi meliputi:
a. Tanah (Land)
Adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan
berasal dari atau disebabkan oleh alam atau dikatakan sebagai segala
sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia.
b. Tenaga Kerja Manusia (Labor)
Adalah semua kemampuan manusiawi yang dapat
disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya produksi barang dan
jasa, berupa kemampuan fisik dan mental.
Adalah semua barang atau dana yang digunakan untuk
menunjang kegiatan produksi.
d. Kecepatan tata laksana (Managerial skill)
Adalah suatu kemampuan yang dapat dihargai sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
2.2.3.2. Jenis Proses Produksi
Secara umum jenis produksi dapat dibedakan menjadi dua
golongan:
a. Proses produksi terus menerus (continous process)
Suatu proses yang ditandai dengan adanya aliran bahan baku
yang selalu tetap atau mempunyai pola yang selalu sama sampai produk
selesai dikerjakan.
b. Proses produksi terputus-putus (intermittent process)
Dalam proses ini aliran bahan baku sampai produk jadi tidak
memiliki pola yang pasti atau selalu berubah-ubah, antara produk jadi satu
dengan produk jadi satu dengan produk jadi yang lain berbeda-beda.
(Sumarni dan Soeprihanto,1998:207)
2.2.4. Teori Permintaan dan Penawaran
Menurut Marshall, seperti yang dikutip oleh Sudarsono (1995:1)
yang membahas permintaan dengan asumsi pendapatan adalah tetap.
Dengan demikian dalam metode grafis hanya bisa dilihat hubungan
antara dua variabel saja yaitu P (harga) dan Q (jumlah yang diminta)
yang digambarkan sebagai kurva permintaan sebagai berikut:
Gambar 3. Kurva Permintaan
P
P
P
1
P
O Q
2
1 Q Q2
Kurva permintaan tersebut berbentuk condong dari kiri atas
kekanan bawahkarena adanya hubungan hubungan yang berlawanan arah
antara P (harga) dan Q (jumlah yang diminta). Apabila harga naik dari
OP ke OP
Q
Sumber: Rosyidi, 1996, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Raja Wali Pers, Jakarta. Hal 242
1, menyebabkan turunnya jumlah barang yang diminta dari OQ
ke OQ1. Sebaliknya, turunnya harga dari OP ke OP2 akan mengakibatkan
disesuaikan dengan Paul A. Samuelson yang menyatakan tentang hukum
Permintaan yang menurun yang berbunyi : “Apabila harga suatu barang
dinaikkan, maka semakin berkurang jumlah barang yang diminta”.
(Rosyidi,1993:242)
2.2.4.2. Teori Penawaran
dalam usaha untuk meningkatkan perdagangan internasional
dasar yang digunakan adalah teori penawaran. Pengertian penawaran
adalah jumlah barang yang diproduksi dan dijual oleh perusahaan. Lebih
tepatnya kita menghubungkan jumlah barang yang ditawarkan dengan
harga pasarannya dengan menganggap hal-hal seperti biaya produksi,
harga barang yang berkaitan dan organisasi pasar tidak berubah.
Gambar 4. Kurva Penawaran
P
S
C A
B A
2
O D E Q
Sumber : Rosyidi, 1996, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta. Hal 195
kurva penawaran tersebut berbentuk condong dari kiri bawah
kekanan atas. Bentuk tersebut dikarenakan adanya hubungan yang secara
antara P (harga) dan Q (jumlah yang diminta). Apabila harga naik dari OB
ke OC maka akan menyebabkan kenaikan jumlah barang yang ditawarkan
dari OD ke OE atau dari A1 ke A2
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat
APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia .
Menurut Sukirno (1994:61) Hukum penawaran adalah “makin
tinggi harga suatu barang maka makin banyak jumlah barang yang akan
ditawarkan”.
2.2.5. Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah adalah merupakan bagian dari anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), akan tetapi tidak seluruh
pengeluaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan
pengeluaran pemerintah. Hal ini harus diteliti dahulu pos-posnya dan
hanya pos-pos yang bersangkutan pembelian barang dan jasa hasil
produksi pada tahun bersangkutan.
Pemerintah menggunakan anggaran untuk mengendalikan dan
mencatat masalah fiskalnya. Suatu anggaran menunjukkan rencana
pengeluaran dan penerimaan yang akan dilakukan nantinya dalam satu
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31
Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN
setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kita mempunyai
dua sisi, yaitu sisi yang mencatat semua kegiatan output dan sisi yang
mencatat semua kegiatan output dan sisi yang mencatat input. Sisi output
mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan dana dalam
pelaksanaannya.
Pengeluaran pembangunan bersifat social motif, hal ini didasari
bahwa hasil Pembangunan yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat dapat terpenuhi.
Saran dan prasaran yang disediakan oleh pemerintah sangat diperlukan
untuk membantuk memperlancar kegiatan-kegiatan yang bersifat
ekonomis. Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat
mempertinggi tingkat efisiensi dan kualitas output masyarakat. Pada
hal-hal tertentu akan berpengaruh pada meningkatnya permintaan dan
penawaran, tingkat harga maupun pendapatan. (Zulkarnaen, 1993: 70).
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan
pengeluaran antara lain:
• Adanya perang
• Adanya urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) yang
membarengi perkembangan ekonomi.
• Perkembangan demokrasi yang memerlukan biaya yang besar.
2.2.6. Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI
SBI (Sertifikat Bank Indonesia) merupakan surat berharga atau
unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dalam sistem diskonto oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan hutang yang berjangka pendek. SBI
sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1970 tetapi kemudian dihapus,
kembali pada tahun 1971 sejak terbitnya sertifikat diskonto.
Pada tahun 1974, pemerintah selain menerapkan pengaturan
suku bunga deposito juga menerapkan sistem pengendalian moneter
secara langsung dengan cara memberlakukan pagu kredit. Sejak tahun
1983, pengaturan suku bunga deposito dan pagu kredit ini dihapus dan
seiring dengan itu system pengendalian moneter secara langsung ini
kemudian diubah menjadi sistem pengendalian tidak langsung. Sejalan
dengan perbahan di dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter maka
diperkenalkan SBI kembali pada tanggal 1 Februari 1989.
Tujuan diterbitkannya SBI (Sertifikat Bank Indonesia) ini adalah
agar:
1. SBI dapat menjadi surat berharga yang marketabel (dapat
baik dengan baik-bank, lembaga keuangan bukan bank,
lembaga-lembaga keuangan maupun dunia usaha pada umumnya.
2. SBI dapat menjadi media pinjam meminjam antar bank dalam arti:
Pinjam meminjam antar bank yang selama ini dilakukan dengan cara
jual beli SBI.
SBI dapat diperjual belikan baik secara out right, yaitu transaksi
penjualan ataupun pembelian surat-surat berharga dengan tidak
ketentuan untuk membeli atau menjual kembali surat-surat berharga
tersebut kemudian hari. Atau repo (repurchase argument), yaitu
transaksi penjualan atau pembelian surat-surat berharga dengan suatu
perjanjian untuk membeli atau menjual kembali hari.
3. Penyelesaian jual beli SBI dapat dilakukan melalui kliring, baik
bersamaan dengan kliring penyerahan maupun dengan transaksi
pinjam-meminjam antar bank.
Tingkat suku bunga menurut teori Keynes, yaitu:
Dalam teori Keynes, tingkat suku bunga ditentukan oleh
interaksi antar sector riil dan sektor moneter yang mana analisa sector riil
(barang dan jasa) berupa pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi
dan pengeluaran pemerintah, sedangkan analisa sector moneter, tingkat
bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan
dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi Gross
National Product (GNP). Sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat
investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi Gross National
Product.
Uang menurut Keynes merupakan salah satu bentuk kekayaan
yang dimiliki seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam
bentuk tabungan di bank, saham, surat berharga lainnya. Keynes hanya
membagi susunan kekayaan dalam dua bentuk yakni: uang kas dan surat
berharga (obligasi). Kekayaan dalam bentuk uang kas digunakan untuk
transaksi tanpa adanya kerugian nilai, sedangkan surat berharga dapat
naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik
maka harga surat berharga turun dan sebaliknya) sehingga aka nada
kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss/gain.
Tapi surat berharga mendatangkan pendapatan yang berupa bunga.
(Nopirin, 2000: 94).
Gambar 5: Teori Keynes tentang tingkat bunga
Sumber: Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta, Halaman 95.
req
Jumlah uang
Liquidity preference
Permintaan akan uang oleh Keynes disebut dengan “liquidity
preference” (permintaan uang) tergantung daripada tingkat bunga.
(Nopirin, 2000:94).
Dimana di dalam teori ini membedakan permintaan akan uang
menurut motivasi masyarakat untuk menahannya. Keynes membagi
motivasi menahan uang:
a. Motivasi pertama untuk melayani kebutuhan transaksi.
b. Motivasi kedua untuk berjaga-jaga menghadapi keperluan yang tidak
terduga dari semula.
c. Motivasi ketiga adalah motif spekulasi, yakni untuk mencari untung
dari perbedaan tingkat bunga.
Dengan demikian, jelaslah bahwa teori Keynes adalah teori yang
menjelaskan keadaan ekonomi jangka pendek sebelum mencapai keadaan
Full Employment (kesempatan kerja penuh).
2.2.7. Pengertian Kurs Valuta Asing
Menurut Nopirin (2000: 163) definisi nilai tukar merupakan
harga di dalam bertukaran dan dalam bertukaran antara dua macam mata
uang yang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara
kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut Kurs
Valuta Asing (Exchange Rate).
Menurut Nopirin (2000:164), perbedaan tingkat kurs timbul
• Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta
asing/Bank menjual valuta asing. Selisih kurs tersebut merupakan
keuntungan bagi para pedagang.
• Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu
pembayaran. Di dalam pembayaran valas yang lebih cepat akan
mempunyai kurs yang lebih tinggi.
• Perbedaan kurs karena tingkat keamanan dalam penerimaan
pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang
berasal dari bank asing yang sudah terkenal kursnya lebih tinggi
daripada yang belum terkenal.
Jadi pasar valuta asing tidaklah hanya menyangkut kurs/harga
valuta asing saja, tetapi juga pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Pihak-pihak ini antara lain: eksportir-importir, bank, pedagang perantara
dan Bank Sentral.
Teori kurs valuta asing yang menjelaskan batas-batas
kemungkinan perubahan kurs mata uang, yaitu:
Teori Purchasing Power Parity (PPP)
Teori ini dikemukakan oleh Gustav Cassel, seorang ahli ekonomi Swedia
Terdapat dua versi teori tersebut:
1. Versi Mutlak
Versi mutlak menyatakan bahwa suatu kurs keseimbangan suatu
Negara mencerminkan rasio tingkat harga umum domestic terhadap
tingkat harga umum luar negeri.
2. Versi Relatif
Versi relative menyatakan bahwa perubahan kurs keseimbangan
harga mencerminkan perubahan rasio tingkat harga umum di luar
negeri. Ini mewujudkan bahwa semakin banyak unit, maka uang
domestk yang diperlukan untuk membeli satu unit mata uang asing
karena barang domestik telah meningkatkan relative terhadap harga
luar negeri dan daya beli internasional mata uang domestik telah
turun atau dengan kata lain rupiah mengalami depresiasi. Atas dasar
teori tersebut, maka terdapat pengaruh tingkat kurs terhadap inflasi.
2.2.7.1 Sistem Kurs Valuta Asing
Sifat kurs valutas sangat tergantung dari sifat pasar, apabila
transaksi jual-beli valas dapat dilakukan secara bebas maka kurs valas
akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan
Sistem kurs valas ada beberapa macam, antara lain:
1. Sistem kurs berubah-ubah
Banyak istilah digunakan untuk mengungkapkan system kurs
berubah-ubah diantaranya yang paling popular ialah flexible exchange
rates system akan tetapi istilah yang sekarang paling banyak
dipergunakan ialah system kurs mengambang atau foating rates
system. Dalam system ini kurs valuta asing tidak ditentukan oleh
pemerintah tetapi ditentukan sepenuhnya oleh pasar. Kalau
pemerintah berusaha menstabilkan kurs valuta asing, yang dilakukan
pemerintah ialah dengan jalan mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing di pasar dan bukannya dengan melalui dekrit.
2. Sistem kurs stabil
Istilah system kurs stabil lebih terkenal dengan istilah kurs tetap atau
fixed exchange rates system. Sistem kurs tetap atau kurs stabil
dipertahankan melalui intervensi pemerintah.
3. Sistem pengawasan devisa
System devisa yang paling sedikit memperoleh perhatian para
pemikir ekonomi ialah sistem pengawasan devisa atau exchange
control system. System pengawasan devisa merupakan system
penjatahan valuta asing yang dipergunakan secara menyeluruh dan
seluruh valuta asing yang diperoleh para penghasil valuta asing
Gambar 6. Pergeseran Kurva Permintaan Dan Penawaran Kurs
Sumber: Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Edisi Pertama, BPFE – UGM, Yogyakarta, Halaman 175.
Pergerakan di dalam satu kurve berarti bahwa kenaikan/penurunan
kurs akan mengakibatkan penurunan/kenaikan jumlah valuta asing
yang diminta. Sedang pergeseran kuve permintaan (dari D0 D0 ke D1
D1
Pasar valuta asing adalah pertukaran kurs valas yang mempunyai
fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran
internasional, antara lain:
) diakibatkan misalnya, oleh kenaikan pengeluaran pemerintah,
kenaikan jumlah uang beredar, selera masyarakat yang bergeser dari
barang buatan dalam negeri ke barang-barang import atau aliran
modal barang keluar negeri sebagai akibat kepanikan yang terjadi di
dalam negeri.(Nopirin,2000:175)
1. Memperoleh penukaran valas serta pemindahan dana dari suatu
Negara ke Negara lain (clearing).
2. Memberikan kemudahan untuk dilaksanakan perjanjian atau kontrak
jual beli dengan kredit.
3. mempermudah dilakukan “headging” yaitu membantu pedagang
yang melakukan transaksi jual beli valas di pasar yang berbeda, yang
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko akibat
perbandingan kurs.
2.2.7.3. Hubungan Antara Kurs dengan Inflasi
Makin tinggi tingkat pertumbuhan, makin besar kemungkinan
untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan akan valuta asing.
Kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun).
Demikian inflasi, akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang
mengakibatkan kurs valuta asing naik. Disamping faktor-faktor ekonomi,
ada faktor non ekonomi misalnya factor politis dan psikologis. Semua
faktor tersebut akan mempengaruhi pergeseran kurva permintaan dan
penawaran. (Nopirin, 2000:172 - 175).
2.3. Kerangka Pikir
Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang secara umum
itu naik dengan prosentase yang sama mungkin dapat menjadi kenaikan
harga umum barang-barang secara selama periode tertentu.
Jumlah Uang Beredar tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang.
Kontrol Jumlah Uang Beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim
yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol
bagi kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas
harga sangat penting artinya untuk menekan tingkat inflasi. (Judisseno,
2002:21).
Kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan kenaikan
Jumlah uang beredar sehingga laju inflasi juga mengalami peningkatan.
Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah yaitu dengan menambah
pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan anggaran defisit, sehingga
harus sibiayai dengan kenaikan pajak atau pengeluaran Obligasi. Tetapi
pada akhirnya pertambahan pengeluaran pemerintah tidak dapat
mendorong kegiatan ekonomi karena kenaikan pengeluaran Pemerintah
akan mendorong tingkat bunga naik, sehingga akan menurunkan
investasi, peristiwa ini disebut “(Crowding Out)”. (Nopirin,1993:64).
Kenaikan tingkat SBI (Sertifikat Bank Indonesia) akan
mengakibatkan suku bunga tabungan juga mengalami penurunan, hal
tersebut mengakibatkan masyarakat enggan menyimpan uangnya di Bank
dan lebih memilih memegang uang (Opportunity Cost), maka hal tersebut
mengakibatkan Jumlah Uang Beredar tinggi dan harga barang dan jasa
uang oleh Keynes disebut “Liquidity Preference” (permintaan uang)
tergantung dari tingkat bunga. (Nopirin,2000:94).
Nilai tukar merupakan harga di dalam bertukaran dan dalam
bertukaran antara dua macam mata uang yang berbeda, akan terdapat
perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut.
Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan Kurs Valuta Asing,
dengan meningkatnya kurs valuta asing maka akan menyebabkan
kenaikan biaya produksi untuk mendorong harga barang, sehingga
mengakibatkan meningkatnya laju inflasi di Indonesia.
(Nopirin,1993:173).
Gambar 7: Kerangka Pikir “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi
Laju Inflasi di Indonesia
Sumber: Peneliti
Jumlah uang beredar (X1)
Tingkat Suku Bunga SBI (X3)
Opportunity Cost pemegang uang tunai
Kurs Valuta Asing (X4)
Biaya Produksi
Keterangan:
Apabila Jumlah Uang Beredar naik, maka ada indikasi permintaan dan
penawaran uang meningkat sehingga laju inflasi meningkat.
Pengeluaran Pemerintah yang ditandai dengan peningkatan barang dan
jasa, apabila permintaan barang dan jasa mengalami kenaikan maka inflasi
akan meningkat.
Penurunan tingkat Suku Bunga SBI akan mengakibatkan laju inflasi
meningkat.
Kenaikan nilai tukar Valuta Asing dalam hal ini nilai mata uang Dollar
terhadap Rupiah akan mengakibatkan laju inflasi meningkat.
2.4. Hipotesis
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan
teori yang dikemukakan terdahulu, maka dapat ditarik suatu dugaan
sementara atau hipotesis. Adapun hipotesis yang dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga
SBI dan kurs valuta asing berpengaruh terhadap laju inflasi di Indonesia.
2. Diduga variabel tingkat suku bunga (SBI) yang dominan pengaruhnya
44 3.1. Definisi Operasional
Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah suatu definisi
yang diberikan kepada variabel dengan cara memberi arti atau spesifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi
operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari :
a. Variabel terikat (Dependent Variable)
Laju Inflasi (Y) adalah kenaikan harga secara umum sebagai variabel
terikat (Y) yang diukur dengan perhitungan yang menggunakan IHK
(Indeks harga konsumen) dari tahun ke tahun di 33 kota di Indonesia.
Secara kumulatif bulanan pengukuran inflasi ini dinyatakan dalam
satuan prosentase (%).
b. Variabel bebas (Independent Variable) yaitu:
1. Jumlah Uang Beredar (X1
Dalam arti sempit (M1), yaitu yang meliputi seluruh uang kartal
dan uang giral yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat.
Uang kartal dan uang kas atau uang tunai yang dipegang oleh
masyarakat, sedangkan uang kertas dan uang logam yang
termasuk uang beredar. Pada perbankan jumlah uang beredar
dihitung berdasarkan milyar rupiah (Milyar Rp).
2. Pengeluaran Pemerintah (X2
Pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran pemerintah
dalam periode tahun anggaran tertentu, pengeluaran tersebut
tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Yang termasuk pengeluaran pemerintah adalah
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengukuran
variabel ini dinyatakan dalam milyar rupiah (Milyar Rp). )
3. Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) (X3
Tingkat suku bunga SBI adalah tingkat suku bunga sertifikat
Bank Indonesia yang terjadi pada lelang mingguan dan harian
sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia. Variabel ini dinyatakan dalam satuan prosentase (%). ).
4. Kurs Valuta Asing (X4
Kurs valuta asing adalah nilai tukar US $ (Dollar Amerika
Serikat) terhadap rupiah yang terjadi pada pasar spot pada
transaksi antar bank di Jakarta. Pengukuran kurs valuta asing ini
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time
series, yaitu data yang diurutkan berdasarkan urutan waktu. Teknik
penentuan sampelnya non random sampling, untuk data yang diambil
adalah data tahunan dalam jangka waktu lima belas tahun yaitu tahun
1995 sampai 2009.
3.3. Jenis Data dan Teknik Populasi Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data yang
dikumpulkan dari instansi-instansi yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Sumber data diantaranya diperoleh dari kantor Biro
Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
2. Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Laju Inflasi di Indonesia (Y)
b. Jumlah uang beredar (X1
c. Pengeluaran pemerintah (X )
2
d. Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (X )
3
e. Kurs valuta asing (X
)
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data a. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Surabaya. Dan sumber data yang
telah dikumpulkan dari instansi-instansi diambil berdasarkan data
tahunan.
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Studi kepustakaan atau libraryresearch
Data yang diperoleh dengan membaca buku-buku, majalah serta
tulisan laporan-laporan yang berkaitan dengan pembahasan ini.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data
sekunder yang diperlukan dalam penulisan skripsi.
Data diperoleh dengan mengambil laporan, catatan-catatan yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas pada Badan Pusat
Statistik Jawa Timur.
3.4. Asumsi Analisis Regresi Linier Klasik
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya
autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas dalam hasil
estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik
dan secara statistic dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh, untuk
itu dilakukan uji asumsinya.
Tujuan utama penggunaan uji asumsi lasik adalah untuk
mendapatkan koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE:
Best Linear Unbiased Estimator), sifat dari BLUE itu sendiri adalah:
a. Best = Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan
buku terhadap α dan β
b. Linier = Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam
penaksiran.
c. Unbiased = Nilai jumlah sample sangat besar penaksiran parameter
diperoleh dari sample besar kira-kira lebih mendekati
nilai parameter sebenarnya.
d. Estimate = e diharapkan sekecil mungkin.
Adapun hal-hal yang perlu dihindarkan adalah:
1. Autokorelasi
Satu asumsi penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa
kesalahan atau gangguan Ui
Sedangkan yang dimaksud dengan autokorelasi yaitu keadaan dimana
kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkorelasi
dengan kesalahan pengganggu periode lain. Pengujian terhadap gejala yang masuk ke dalam fungsi regresif
populasi adalah randm atau tidak berkorelasi. Jika ini dilanggar, kita
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin
e adalah residual (perbedaan variabel tak bebas yang sebenarnya
dengan variabel tak bebas yang ditaksir) dari setiap periode waktu.
Sedangkan et-1
Sumber: Gujarati, Uji Statistik Durbin Watson, penerbit Erlangga Jakarta, Halaman 216.
Hipotesa:
Ho : ada autokorelasi positif atau autokorelasi negative adalah residual dari waktu sebelumnya.
Gambar 8. Distribusi daerah keputusan Autokorelasi
Uji autokorelasi ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
residu/sisa regresi pada kasus ke-n dengan residu kasus ke- (n-1).
2. Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada
kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal
tersebut dilabangkan sebagai:
E (Ui2) σ2
Dimana:
σ2
3. Multikolinieritas = varian
i = 1, 2, 3 …… n
apabila didapat varian yang sama maka asumsi heteroskedasitas
(penyebaran yang sama) diterima.
Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih
variabel independent terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel
independent lainnya, dengan kata lain satu atau lebih variabelnya
merupakan suatu fungsi linier dari variabel independent yang lain.
Untuk mempermudah dalam melakukan pengujian maka terlebih
dahulu dilakukan uji korelasi. Uji korelasi ini dilakukan untuk
melihat hubungan masing-masing variabel independent. Kemudian
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis
Untuk menaksir dan menganalisa pengaruh yang diajukan dalam
hipotesis beberapa variabel yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia
akan dilakukan beberapa analisa yang mendukung tujuan dari penelitian
ini.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menganalisis
penelitian ini adalah:
Analisis regresi linear berganda dengan asumsi klasik BLUE (Best,
Linear, Unbiassed, Estimator) yang bertujuan untuk menentukan arah dan
kekuatan pengaruh dari masing-masing variabel. Adapun bentuk
persamaan untuk menentukan hubungan variabel depedent dengan
variabel independent, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3,
X4)………...………(3.1)
Model fungsional tersebut di atas ditetapkan pada model regresi berganda
baik linear maupun non linear seperti rumus di bawah ini:
Y = β0 + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 +
U………..(3.2)
Dimana:
Y = Inflasi
X1 = Jumlah Uang Beredar