PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK–PAIR-SHARE DENGAN BANTUAN SOFTWARE WINGEOM TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DI SMPN 37 MEDAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
Regina Sabariah Sinaga NIM. 8126171029
Program Studi Pendidikan Matematika PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ii
ABSTRAK
Regina Sabariah Sinaga. Pengaruh Model Pembelajaran Think–Pair-Share dengan Bantuan Software Wingeom terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa di SMPN 37 Medan: Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2014.
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbantuan software Wingeom pada materi persegi dan segitiga terhadap kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar siswa di SMPN 37 Medan. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang diperoleh, siswa diberikan tes kemampuan komunikasi matematis dan angket untuk mengukur skala sikap kemandirian belajar siswa. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar dianalisis dengan menggunakan gain ternormalisasi dan dan kemudian dilanjutkan dengan ANAVA dua jalur untuk mengetahui terdapat tidaknya interaksi antara kemampuan awal siswa terhadap model pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar. Pengaruh model pembelajaran berbantuan software Wingeom terhadap kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar dihitung dengan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan TPS berbantuan Wingeom lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model biasa dimana rata-rata N-gain pada kelas eksperimen 0,36226 dan rata-rata n-gain pada kelas kontrol adalah 0,0217, (2) peningkatan kemandirian belajar siswa yang diajar dengan TPS berbantuan Wingeom lebih baik daripada siswa yang diajar dengan model biasa, dimana rata-rata n-gain pada kelas eksperimen adalah 0,056857 sedangkan pada kelas kontrol adalah 0,035008, (3) tidak terdapat interaksi kemampuan awal terhadap model pembelajaran think-pair-share dan kemampuan komunikasi matematis siswa, (4) tidak terdapat interaksi kemampuan awal terhadap model pembelajaran think-pair-share terhadap kemandirian belajar siswa, (5) terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran think-pair-share berbantuan software Wingeom terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, (6) terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran think-pair-share berbantuan software Wingeom terhadap kemandirian belajar siswa.
iii
ABSTRACT
Regina Sabariah Sinaga. The Influence of Think-Pair-Share Model with Software Wingeom to Mathematical Communication Ability and Self Regulated Learning of SMPN 37 Medan: Thesis. State University of Medan. Post Graduate Program, 2014.
Type of this study is quasi experiment. This study aims to determine the influence of think-pair-share model with software Wingeom to mathematical communication ability and self regulated learning students at SMPN 37 Medan for square and triangle substance. To find out how much improvement is obtained, students were given a test of mathematical communication ability and questionnaire to find out how much the improvement of attitude scale of student. Increased capabilities of matematical communication and self regulated learning were first analyzed using the normalized gain and processed using two ways ANOVA formula. Two ways ANOVA formula is also used to determine whether an interaction between learning models and students abilitiy to increase mathematical communication abaility and self regulated learning. Simple linier regression is use to find out the influence of think-pair-share model. The result showed that (1) an increase of mathematical communication ability that student taught with think-pair-share model is better than mathematical communication ability that students are taught only through ordinary learning. N-gain average on experiment class is 0,36226 but n-gain average on control class is 0,0217, (2) an increase of self regulated learning that student taught with think-pair-share model is better than self regulated learning that students are taught only through ordinary learning N-gain average on experiment class is ,056857 but n-gain average on control class is 0,035008, (3) there is no interaction between the learning model, mathematical communication to the early ability, (4) there is no interaction betwwe the larning model, self regulated learning, to the early ability, (5) there is a significant influence of think-pair-share model to mathematical communication ability of student, (6) there is a significant influence of think-pair-share model to self regulated learning of student.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Yang Maha Kuasa
atas segala berkat dan lawatan kasih Nya yang tidak pernah berkesudahan sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Think–Pair-Share dengan Bantuan Software Wingeom terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa di SMPN 37 Medan”
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen yang melibatkan pelajaran
matematika dengan model pembelajaran think-pair-share. Penulisan hingga
penyelesaian tesis ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan membutuhkan
begitu banyak bimbingan, dorongan, bantuan serta semangat. Oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas semua pihak yang telah
membantu, menyemangati, membimbing dan juga mengajari dengan sangat iklhas.
Baik secara langsung maupun tidak langsung. Hanya ucapan terima kasih yang dapat
saya sampaikan kiranya Tuhan yang membalas kebaikan bapak/ibu dan teman-teman
seklaian. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd. dan Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc,.Ed,.Ph.D
selaku Dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah meluangkan waktu
di sela kesibukannya untuk memberikan ilmu, bimbingan, arahan dan
2. Bapak Prof. Dr. P.Siagian, M.Pd, Bapak Dr. M.Manullang, M.Pd. dan Bapak
Prof. Dr. Siman, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan
saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku
ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang
sangat berharga bagi penulis. Serta Bapak Dapot Tua Manullang selaku staf
pada program studi pendidikan matematika Pascasarjana UNIMED yang telah
membantu dan melayani dengan baik dalam hal-hal yang berkaitan dengan
pengurusan berkas penyelesaian tesis.
4. Direktur, Asisten I, Asisten II, beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan
tesis ini.
5. Kepala Sekolah SMP Negeri 37 Medan bapak Sahat Marulak, S.Pd, M.Hum
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian lapangan di sekolah, staf tata usaha, serta guru pelajaran matematika
Bapak J.Aritonang dan R.Manurung yang bersedia membantu dalam proses
penelitian.
6. Orangtua tercinta Bapak P.Sinaga B.A dan Ibu R.Siagian yang telah
memberikan doa, kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan dukungan moril
maupun materi sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan hingga menyelesaikan
pendidikan ini. Kalian adalah bagian terbaik dalam kisah ini. Saudara-saudara
Hatian Sinaga, S.Pd, Tiodornauli Sinaga, SKM, S.Pd, Aulia Sinaga, S.Pd yang
telah menjadi penawar hati disaat putus asa beserta kakak ipar semuanya,
terkhusus Pdt. Ebert Marbun, S.Th terimakasih atas printernya.
7. Rekan-rekan satu angkatan kelas A-1 Program Studi Pendidikan Matematika
Dira, Lilis, Juliana, Merry, K’Nisbah, K’Elvi ,Yuli, Suryani, Maysaroh, Auda,
yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis
ini.
8. Pihak –pihak yang belum tersebutkan dan mungkin terlewatkan saya mohon
maaf
Diatas segalanya penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam tesis ini, dan dengan tangan terbuka penulis menerima segala
masukan dan saran untuk perbaikan terhadap dunia pendidikan kita.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Lampiran ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 20
1.3. Batasan Masalah ... 21
1.4. Rumusan Masalah ... 22
1.5. Tujuan Penelitian ... 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis ... 25
2.1.1 Pengertian Belajar ... 25
2.1.2 Belajar Matematika ... 27
2.1.3 Pengertian Komunikasi ... 28
2.1.4 Komunikasi Matematis ... 30
2.1.5 Mengungkapkan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 38
2.1.6 Kemandirian Belajar Siswa ... 40
2.1.7 Model Pembelajaran kooperatif ... 44
2.1.8. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share ... 45
2.1.9 Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif TPS ... 47
2.2. Teori Belajar yang Melandasi ... 48
A. Teori Belajar Vygostky ... 49
B. Teori Belajar Van Hiele ... 52
2.3 Hakikat Pembelajaran Biasa ... 55
2.4.1 Media Software Wingeom ... 58
2.5 Kerangka Konseptual ... 67
2.5.1 Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang diajar dengan Model TPS berbantuan Wingeom ... 67
2.5.2 Meningkatkan Kemandirian Siswa yang diajar dengan Model TPS berbantuan Wingeom ... 69
2.6 Materi Ajar ... 71
2.6.1 Proses Pembelajaran dengan menggunakan Model TPS dengan Bantuan Software Wingeom ... 79
2.7 Kajian Penelitian yang Relevan ... 87
2.8 Hipotesis Penelitian... 88
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 90
3.2. Tempat, Populasi, sampel dan Tehnik Pengambilan sampel ... 90
3.3. Desain Penelitian... 93
3.4. Metode dan Rancangan Penelitian ... 94
3.5. Defenisi operasional ... 95
3.6. Instrumen Pengumpul Data ... 97
3.6.1 Analisis Data ... 101
A. Uji Normalitas ... 103
B. Uji Homogenitas ... 104
3.6.2 Uji Hipotesis ... 106
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Penelitian ... 112
1.1 Analisis Data ... 112
1.2 Pengujian Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 116
1.2.1 Hasil Pretest Komunikasi ... 117
1.2.2 Hasil Posttest Komunikasi ... 120
1.3 Angket Skala Kemandirian Belajar Siswa ... 126
2 Pembahasan ... 143
2.1 Model Pembelajaran Think-Pair-Share ... 143
2.1.1 Komunikasi Matematis ... 147
2.1.2 Kemandirian Belajar ... 148
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 150
2 Saran ... 151
1. Kepada Guru ... 152
2. Kepada Lembaga Terkait ... 153
3. Kepada Peneliti yang Berminat ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 154
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Rubrik Penskoran Komunikasi Matematis Siswa ... 39
Tabel 2 Rubrik Kemandirian Belajar Siswa ... 43
Tabel 3 Sub menu pada Menu Windows Wingeom ... 59
Tabel 4 Sub menu pada Menu Line Wingeom ... 59
Tabel 5 Sub menu pada Menu Unit Wingeom ... 60
Tabel 6 Jumlah Seluruh Siswa ... 91
Tabel 7 Keterkaitan antara Variabel bebas dan Variabel terikat ... 97
Tabel 8 Keterkaitan Permasalahan Hipotesis dengan Uji statistik ... 102
Tabel 9 Interpretasi Koefisien Korelasi Komunikasi... 110
Tabel 10 Interpretasi Koefisien Korelasi Kemandirian ... 111
Tabel 11 Deskripsi data nilai pada tes KAM kedua kelas ... 114
Tabel 12 Perhitungan normalitas data KAM kedua kelas... 115
Tabel 13 Perhitungan homogenitas data KAM kedua kelas... 116
Tabel 14 Deskripsi Data Pretest siswa pada kedua kelas... 118
Tabel 15 Perhitungan Normalitas kedua kelas ... 119
Tabel 16 Perhitungan homogenitas data pretest kedua kelas ... 120
Tabel 17 Perbedaan rata-rata pretsest kedua kelas ... 121
Tabel 18 Deskripsi Data Postest kedua kelas ... 122
Tabel 19 Perhitungan normalitas Posttest ... 123
Tabel 20 Perhitungan homogenitas Posttest ... 124
Tabel 21 Peningkatan N-gain komunikasi matematis ... 125
Tabel 22 Peningkatan N-gain kemandirian belajar ... 127
Tabel 23 Perhitungan Normalitas skala I kemandirian ... 128
Tabel 24 Perhitungan Normalitas skala II Kemandirian ... 129
Tabel 25 Perhitungan homogenitas skala kemandirian belajar ... 130
Tabel 28 Hasil Perhitungan Interaksi Kemandirian Belajar ... 135
Tabel 29 Interpretasi Koefisien Korelasi Komunikasi ... 137
Tabel 30 Ringkasan Model ANOVA ... 138
Tabel 31 Taraf Signifikansi dan Koefisien Korelasi ... 138
Tabel 32 Interpretasi Koefisien Korelasi Kemandirian ... 140
Tabel 33 Ringkasan Model ANOVA ... 141
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Data Nilai Tes KAM Eksperimen dan Kontrol ... 114
Gambar 2 Penyebaran Data Nilai Pretest Kedua Kelas ... 118
Gambar 3 Penyebaran Data Nilai Postest Kedua Kelas ... 122
Gambar 4 Interaksi antara Kemampuan Komunikasi Matematis terhadap Model TPS dan Kemampuan Awal ... 134
Gambar 5 Interaksi antara Kemandirian Belajar terhadap Model TPS dan Kemampuan Awal ... 136
Gambar 6 Diagram Normalitas Komunikasi Matematis siswa ... 138
Gambar 7 Garis Regresi data Komunikasi ... 139
Gambar 8 Diagram Normalitas Kemandirian Belajar siswa ... 141
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 (Test Kemampuan Awal Siswa) ... 162
Lampiran 2 (Penyelesaian Tes kemampuan Awal) ... 163
Lampiran 3 (RPP 1 Kelas Eksperimen) ... 165
Lampiran 4 (LAS 1)... 172
Lampiran 5 (Penyelesaian LAS 1) ... 174
Lampiran 6 (RPP 2 Kelas Eksperimen) ... 179
Lampiran 7 (LAS 2)... 185
Lampiran 8 (Penyelesaian LAS 2) ... 188
Lampiran 9 (RPP 3 Kelas Eksperimen) ... 194
Lampiran 10 (LAS 3) ... 202
Lampiran 11 (Penyelesaian LAS 3) ... 204
Lampiran 12 (RPP 4 Kelas Eksperimen) ... 208
Lampiran 13 (LAS 4) ... 216
Lampiran 14 (Penyelesaian LAS 4) ... 218
Lampiran 15 (RPP 1 Kelas Kontrol) ... 222
Lampiran 16 (RPP 2 Kelas Kontrol) ... 224
Lampiran 17 (RPP 3 Kelas Kontrol) ... 226
Lampiran 18 (RPP 4 Kelas Kontrol) ... 228
Lampiran 19 (Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis) ... 230
Lampiran 20 (Pre test Kemampuan Komunikasi Matematis) ... 231
Lampiran 21 (Jawaban Instrumen Pre Test) ... 233
Lampiran 22 (Post Test Komunikasi Matematis) ... 238
Lampiran 23 (Jawaban Instrumen Post Test) ... 240
Lampiran 24 (Kisi-kisi Kemandirian Belajar) ... 245
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu sektor yang dapat menjadi indikator dalam kemajuan suatu
negara adalah pendidikan. Pendidikan adalah modal utama bagi seorang murid
dalam menghadapi masa depan yang terjadi secara global. Oleh karena itu
dibutuhkan dasar yang tepat bagi siswa, memiliki pola pikir yang lebih dewasa,
mampu bertanggungjawab dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
International Student Achievement in the TIMSS Mathematics Content and Cognitive Domains “Generally, TIMSS 2011 participants with the highest achievement overall also had the highest achievement in the mathematics content domains (e.g., number and algebra). Internationally, the fewest countries showed relative strength in geometry. Also, more countries demonstrated relative strengths in knowing mathematics than in applying and reasoning” (TIMSS, 2011 :1)
Subjek kajian TIMSS adalah siswa kelas VIII, sementara kajian dalam
bahasan ini adalah pada kelas VII. Akan tetapi dari pernyataan di atas terdapat
suatu benang merah yang dapat kita tarik yaitu, kekalahan Indonesia di TIMSS
pada tingkatan kelas VIII tidak lepas dari kelemahan di kelas VII. Merujuk pada
pernyataan di atas yaitu, pangikut TIMSS 2011 kebanyakan hanya memiliki
kemampuan di bidang bilangan dan aljabar. Sedangkan tuntutan secara
internasional adalah bahwa siswa harus juga mampu dalam kajian yang lain
misalkan geometri, (TIMSS and PIRLS 2011). Pemilihan materi dipilih
2
adalah hanya mempunyai kemampuan di bilangan dan aljabar sedangkan materi
geometri juga mempunyai kapasitas yang besar dalam materi matematika secara
keseluruhan. Geometri akan menjadikan siswa mampu bernalar dan kemampuan
menganalisa.
Geometry offers a means of describing, analyzing, and understanding the world and seeing beauty in its structures. Geometric ideas can be useful both in other areas of mathematics and in applied settings. For example, symmetry can be useful in looking at functions; it also figures heavily in the arts, in design, and in the sciences. Properties of geometric objects, trigonometric relationships, and other geometric theorems give students additional resources to solve mathematical problems.(NCTM, 2000: 309)
Pembelajaran materi geometri akan menjadikan siswa mampu untuk
mengembangkan kemampuan bernalar dan keahlian dalam pembuktian. Geometri
mengarahkan siswa untuk mampu memvisualisasikan, kemampuan bernalar
spasial dan memodelkan geometri untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu
geometri adalah salah satu kajian yang memiliki peranan penting dalam
pembelajaran matematika.
Selain itu kebanyakan negara peserta seperti Indonesia hanya mampu serta
mengetahui saja tanpa mampu untuk mengaplikasikan dan mampu bernalar yang
tepat. Indonesia selaku negara peserta dengan prestasi yang kurang baik termasuk
dalam hal ini, dimana siswa hanya mengerti dan mampu menjawab tantangan
tanpa memahami konsep.
Hal ini pasti sudah menjadi bahan pemikiran para pemerhati pendidikan di
dalam negeri ini. Oleh karena itu posisi pada beberapa tolak ukur secara
internasional seharusnya menjadi cambuk bagi negara Indonesia dalam usaha
3
juga pemerintah. Keberhasilan tingkat pendidikan dalam negara mampu memicu
peningkatan terhadap sektor yang lainnya. Oleh karena itu sangatlah diperlukan
perhatian yang lebih terhadap sektor pendidikan supaya lebih baik dari waktu ke
waktu sehingga akan membawa negara ke arah yang lebih baik. Terlebih bagi
negara Indonesia sebagai negara berkembang yang masih membutuhkan
perbaikan dari waktu ke waktu dari segala bidang termasuk sektor pendidikan.
Perbaikan – perbaikan yang dilakukan akan mampu membawa negara
Indonesia ke posisi yang lebih baik di antara negara-negara yang sedang
berkembang lainnya. Perbaikan tersebut harus didasarkan pada indikasi-indikasi
kesulitan serta persepsi siswa di lapangan. Beberapa persepsi yang muncul adalah
persepsi yang negatif terhadap salah satu mata pelajaran yaitu matematika,
fasilitas pembelajaran yang kurang, lingkungan belajar yang kurang mendukung,
dan termasuk kesulitan-kesulitan dalam proses belajar mengajar di sekolah yang
dari waktu ke waktu selalu berubah seiring dengan perubahan kurikulum yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para siswa tidaklah hanya
disebabkan oleh tingkat inteligensi (IQ) yang rendah, akan tetapi juga oleh
fakto-faktor lain seperti non inteligensi. Misalnya pada mata pelajaran matematika,
siswa-siswa tersebut merasa takut apabila berhadapan dengan sang guru karena
beberapa guru matematika diungkapkan terlalu kejam, terlalu monoton dan serius
hingga akan menyebabkan kesulitan siswa terhadap mata pelajaran tersebut dan
4
matematika yang abstrak sehingga membuat siswa juga mengalami kesulitan
untuk mempelajarinya.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor: internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal yaitu karena adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar adalah adalah faktor belajar yaitu strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi , pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat (Abdurahhman, 2009: 13)
Kesulitan – kesulitan ini juga telah menjadi kajian bagi beberapa ahli dan forum
yang peduli terhadap sektor pendidikan. Para ahli tersebut melakukan survei dan
penelitian tentang hal-hal apa yang menyebabkan kesulitan-kesulitan tersebut
terjadi, yang dikaji dari segi pendidik ataupun terdidik.
Hal lain yang juga menyebabkan kesulitan tersebut adalah materi
matematika yang bersifat hierarki dan berkelanjutan. Kesulitan pada salah satu
bagian materi akan menyebabkan kesulitan pada materi yang selanjutnya.
Misalnya untuk mempelajari materi perkalian, maka apabila siswa tidak berhasil
dalam memahmi materi penjumlahan, maka materi perkalian tidak akan tuntas
karena perkalian tersebut adalah konsep dari penjumlahan berulang. Demikianlah
bagaimana materi matematika yang saling berhubungan, kajian matematika yang
abstrak, akan mempengaruhi tingkat pemahaman siswa, padahal matematika
adalah salah satu kunci dalam menjalani perkembangan zaman dan teknologi.
Untuk memberikan hasil yang lebih akurat penulis juga telah melakukan
wawancara langsung dengan beberapa siswa untuk mengetahui faktor-faktor apa
5
wawancara tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa cara mengajar guru
yang kurang menarik dan cenderung monoton menyebabkan siswa cenderung
merasa bosan. Siswa tersebut mengatakan bahwa mereka akan lebih semangat jika
diadakan diskusi dan siswa diberi kebebasan untuk saling mengajari selama
proses belajar berlangsung.
Selain bersumber dari siswa, penulis juga mewawancara guru matematika
di sekolah tersebut yaitu: Ibu Sumiati, S.Pd selaku guru matematika SMP Negeri
37 Medan,
“Para murid masih kurang mampu untuk mengerjakan soal–soal tentang
Lingkaran. Soal–soal yang mudah juga terkadang masih susah untuk
dikerjakan oleh sebagian siswa, namun ada juga siswa yang telah mampu
untuk mengerjakan soal–soal yang diatas kategori sedang. Banyak siswa
masih kurang mampu menerjemahkan soal–soal yang diberikan guru
tersebut sehingga tidak mampu menjawab soal tersebut. Mungkin itu
disebabkan oleh pengetahuan dasar mereka kurang bagus”.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas meliputi banyak kegiatan
misalkan adalah guru memberikan materi pelajaran, guru memberikan soal dan
pada saat murid diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal tersebut beberapa
siswa sudah memiliki cara pengerjaan sudah benar akan tetapi siswa belum
mampu menerjemahkan apa yang ditanyakan oleh soal sehingga siswa
memberikan jawaban yang salah. Kesalahan para siswa dalam menjawab soal
adalah dikarenakan ketidakmampuan siswa untuk mengkomunikasikan materi
6
telah dijelaskan sebelumnya oleh guru bidang studinya, siswa juga kurang
memiliki kemampuan untuk menerjemahkan bentuk soal cerita ke dalam bentuk
kalimat matematika.
Keadaan di dalam kelas yang biasa dan tidak terdapat pembaruan juga
akan menyebabkan siswa untuk cepat merasa bosan di dalam kelas. Matematika
dengan kajian yang membutuhkan daya bernalar tinggi terkadang hanya dapat
dicapai oleh siswa dengan kemampuan yang diatas rata- rata, sedangkan bagi
siswa yang dibawah rata-rata membutuhkan bantuan dari teman sebaya, karena
pengajaran dari teman sebaya menghilangkan kecanggungan. Oleh karena itu
apabila kelas hanya dirancang dalam bentuk yang biasa dimana murid yang pintar
berada pada zona nyamannya sendiri, dan murid yang kurang pintar tertinggal di
belakang maka murid yang pintar hanya akan pintar bagi dia sendiri akan tetapi
tidak sanggup menggungkapkan ide dan pendapat mereka. Komunikasi matematis
sangat penting utnuk membangun pola pikir siswa. Demikianlah bagaimana
peranan komunikasi dalam proses pembelajaran siswa untuk mengkonstruk
pemikiran siswa ke dalam arah yang lebih terbuka.
Proses penyampaian ide dan pendapat siswa ini akan membentuk
pemahaman baru bagi siswa dengan kemampuan yang kurang yang mereka
peroleh dengan mendengar. Proses komunikasi pada tahapan mendengar juga
akan memberikan sumbangan besar bagi siswa itu sendiri dalam berkomunikasi
baik bagi dirinya sendiri. Masalah yang sering ditemui adalah bahwa peristiwa ini
jarang ditemukan di dalam kelas, oleh karena itu guru diharapkan mampu
7
kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga matematika mempunyai
kontribusi yang mumpuni terhadap perkembangan teknologi yang dihadapi siswa.
Matematika sebagai ilmu yang universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peranan besar dalam perkembangan berbagai
disiplin ilmu dan akan membantu mengembangkan daya pikir manusia. Oleh
karena itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang berpengaruh besar
dalam kehidupan manusia perlu disampaikan kepada para siswa secara lebih
menarik dan bervariasi, untuk menghilangkan keraguan dan kecemasan siswa,
sehingga siswa mampu untuk mempunyai pikiran yang terbuka, lebih mampu
menggunakan logika serta mempunyai pola pikir yang lebih kreatif dan kritis.
Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan besar dalam
perkembangan teknologi moderen dan terus berkembang dari zaman ke zaman.
Peranan yang sangat besar itu telah hampir dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat pada umunya. Hal ini dapat diketahui melalui kegiatan manusia yang
kerap sekali terkait dengan matematika. Demikian juga bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat tergantung pada perkembangan
pendidikan dan pengajaran di sekolah – sekolah terutama pendiidkan matemtaika.
Oleh karena itu matematika harus dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran
yang dapat menghasilkan SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.
Kurikulum pembelajaran yang dikeluarkan oleh pemerintah pada
akhir-akhir ini yaitu Kurikulum 2013 juga menuntut perubahan dalam proses
8
dimana terdapat elemen perubahan yang dituntut dalam proses pembelajaran yaitu
penggunaan teknologi serta kompetensi masa depan yang harus dicapai seorang
siswa adalah mampu berkomunikasi dan juga mempunyai tanggung jawab dalam
segala tahapan– tahapan belajar yang dialaminya. Standart kompetensi lulusan
yang dituntut dalam kurikulum terbaru ini adalah siswa diharapkan memiliki
perilaku yang menccerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri
dan bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam, serta memilki kemampuan berpikir dan tindakan yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Terkait dengan yang dipelajari di sekolah
maka siswa diharapkan memiliki ilmu pengetahuan faktual, konseptual dan
prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, budaya, humaniora,
dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan dan peradaban, untuk itu diperlukan
kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thingking) yaitu berfikir logis,
kritis dan mampu bekerjasama dan berkomunikasi secara proaktif serta memiliki
kemandirian belajar (self regulated learning).
Siswa yang lulus nantinya diharapkan tidak akan hanya memiliki ilmu
pengetahuan saja. Pengetahuan lain yang perlu dimiliki siswa adalah tentang
teknologi, seni budaya, humaniora. Untuk memiliki pengetahuan tentang
teknologi, maka dengan demikian, pada proses pembelajaran guru menggunakan
bantuan teknologi yaitu komputer dan software untuk mempercepat pemahaman
siswa.
Model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum pembelajaran
9
pendekatan yang menuntut siswa untuk mampu mengamati, menanya, dan dari
hasil pengamatan dan menanya guru maka siswa akan mampu bereksperimen dan
mengekslpore kemampuan dirinya sendiri. Hal ini ditandai dengan siswa mampu
mengidentifikasi dan menjelaskan siswa juga mampu menggambar atau melukis
juga mampu melakukan pengukuran menentukan jenis, sifat dan karakteristik
hingga pada akhirnya siswa akan mendiskusikan serta mampu untuk menjelaskan
apa yang dia peroleh melalui pengamatan atau eksperimen.
Untuk mampu mencapai tahapan – tahapan tersebut maka di dalam kelas
matematika diperlukan bentuk komunikasi yang tepat, sehingga guru dapat
mengonstruksi pemikiran siswa dan siswa juga dapat mempaparkan apa yang
telah dia ketahui, dan juga apa yang belum diketahui. Baik kepada guru maupun
kepada teman sebaya. Menurut Ansari (2009: 11) komunikasi matematis ada dua
jenis: komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Lisan seperti
membaca (reading), mendengarkan (listening), diskusi (dicussing), menjelaskan
(explaining), dan berbagi (sharing). Komunikasi tulisan seperti: mengemukakan
ide matematika dalam fenomena dunia nyata melalui gambar/grafik, tabel
persamaan aljabar ataupun dalam bahasa sehari-hari (written words).
Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan
menyebabkan siswa tidak dapat mengggunakan kemampuan komunikasi
matematisnya. Tugas guru bukanlah hanya sebagai pemberi informasi (transfer
knowledge) akan tetapi juga sebagai pendorong siswa belajar (stimulation
10
Peran dan tugas guru sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan 1)melibatkannya secara aktiv dalam eksplorasi matematika: 2) mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada: 3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan strategi: 4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam mneyelesaiakan soal: 5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengar ide temannya. (Sullivan dalam Ansari, 2009: 3)
Kemampuan komunikasi yang akan diukur dalam hal ini adalah
kemampuan komunikasi tertulis dan komunikasi lisan siwa. Siswa dituntut untuk
mampu menyatakan ide matematis melalui ucapan, tulisan demonstrasi
dan melukiskan secara visual dalam tipe yang berbeda; memahami, menafsirkan
dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual;
mengonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam–macam reperentasi
ide dan hubungannya.
Siswa harus mampu untuk menyatakan secara personal apa yang dia
mengerti dari penjelasan guru sehingga mampu menyatakan ide matematisnya
melalui demonstrasi di depan teman-temannya ataupun di depan kelas. Serta
mampu untuk memberikan bentuk yang lain dari ide yang telah dimilikinya saat
berhadapan dengan teman-temannya. Siswa juga mampu untuk berpikir secara
mandiri dan berbagi kepada temannya dalam lingkungan yang sempit serta
berbagi dalam lingkungan teman yang luas yaitu di depan kelas.
Selain kepentingan menulis dan berinteraksi dengan teman adalah salah
satu aspek didalam komunikasi, menuntut siswa untuk berinteraksi terhadap
teman dan juga untuk berinteraksi kepada dirinya sendiri yang harus ditingkatkan
11
kemandirian belajar, maka apabila siswa belum memiliki aspek ini guru
berkewajiban untuk menekankan kepada siswa bahwa kemandirian belajar adalah
salah satu aspek berhasilnya siswa dalam belajar matematika.
Apabila kemandirian ditelusuri dari makna leksikalnya maka kemandirian
artinya adalah mampu mengeksplore kemampuan diri sendiri serta mengetahui hal
yang baik dan buruk terhadap perkembangan prestasi belajarnya. Kemandirian
belajar mencakup kemampuan model kognitif, belajar tehnik pembelajaran, dan
belajar sepanjang masa. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Schunk dan
Zimmerman: ”yang mengkategorikan kemandirian belajar sebagai dasar
kesuksesan belajar, problem solving, transfer belajar dan kesuksesan akademis
secara umum yang menyangkut penerapan dari model regulasi umum dan regulasi
diri dalam proses belajar”.
Prinsip – prinsip pembelajaran mandiri adalah: yaitu dalam kategori penilaian diri sebagai refleksi bagaimana para guru dapat menganalisis gaya belajar mereka sendiri, mengevaluasi pemahaman mereka sendiri, dan model pemantauan kognitif, dalam kategori pengelolaan diri, sebagai refleksi bagaimana para guru dapat meningkatkan penguasaan orientasi tujuan, waktu, sumber daya menajemen dan menggunakan kegagalan sebagai instropeksi diri. Pengaturan diri dapat diajarkan sebagai isntruksi langsung, metakognitif diskusi, pemodelan dan penilaian kemajuan diri. (Fauzi, 2010: 49 )
Berdasarkan asumsi diatas kemandirian belajar adalah proses aktif dan
kontruktif dengan cara siswa menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan
berusaha memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku
yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan
dengan konteks lingkungan. Kemandirian belajar akan mengarahkan siswa untuk
12
sendiri motivasi serta keinginan dan tujuan dalam dirinya terhadap pelajaran yang
dihadapi. Selain itu siswa juga harus mampu untuk mengarahkan dirinya serta
proses belajar yang telah dia konstruk sendiri ke tujuan belajar yang sebenarnya,
serta juga harus mampu untuk mengontrol emosi serta motivasi terhadap dirinya
sendiri. Kesatuan segala komponen diatas akan menjadikan siswa dikatakan
memiliki kemandirian belajar. Oleh karena itu yang dikatakan dengan
kemandirian belajar tidak hanya terbatas pada mampu untuk mengerahkan
kemampuan sendiri, akan tetapi juga harus mampu untuk mengontol emosi,
motivasi dan perilaku supaya selalu berada di koridor tujuan yang akan dicapai
oleh siswa dalam proses belajar, khususnya dalam belajar matematika yang
memiliki peranan besar dalam total proses pembelajaran siswa.
Merujuk pada defenisi kemandirian belajar, sebagai usaha siswa untuk
mempunyai wilayah atas dirinya sendiri serta memberikan ruang bagi dirinya
sendiri untuk menjawab suatu tantangan, maka kurikulum pendidikan 2013 juga
mendukung terhadap hal tersebut. Hal ini terlihat pada kompetensi inti kedua pada
silabus pendidikan bahwa, siswa diharapkan mampu untuk menghargai dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, serta memilki rasa
percaya diri. Rasa percaya diri siswa sangat diperlukan untuk membentuk siswa
yang mampu mempunyai sikap yang mandiri. Dengan rasa percaya diri, maka
siswa akan termotivasi untuk menghadapi tantangan secara pribadi.
Oleh karena peranan matematika yang sangat besar, seharusnya
matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan menarik, sehingga
13
Keinginan dan semangat yang meningkat itu akan dapat menjalin komunikasi
matematis antar siswa, dan hal ini tidaklah berjalan dengan sendirinya akan tetapi
juga harus didukung oleh adanya keyakinan dan kemandirian belajar dari siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika dan berbagai aspek yang
perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran.
Kendala yang dihadapi oleh guru dalam mengajarkan materi matematika
sangat banyak. Salah satu kendala adalah kurangnya minat siswa dalam menerima
pembelajaran yang diberikan oleh guru. Proses pembelajaran tidak selamanya
efektif dan efisien seperti model pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru
terhadap siswa kurang tepat. Bukan berarti model tersebut salah, akan tetapi ada
kalanya terhadap salah satu materi membutuhkan model yang menekankan
kepada komunikasi siswa sehingga akan mampu meningkatkan kemandirian
belajar siswa.
Kenyataan yang ditemukan dilapangan adalah bahwa para siswa belum
mampu berkomunikasi secara baik, baik antar siswa, maupun komunikasi dalam
bentuk pertanyaan dan pernyataan kepada guru dan teman sendiri. Proses
komunikasi akan berjalan dengan lancar, kesulitan-kesulitan akan teratasi , dan
konsep-konsep yang kurang dipahami akan lebih terpecahkan saat para siswa
berdiskusi antar sesama temannya.
Mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran guru
memerlukan terobosan baru dalam memperbaiki kemampuan berkomunikasi dan
14
dimana dalam terobosan baru ini materi perlu dikemas dengan lebih baik, dan
menarik sehingga para siswa lebih mudah mengerti materi yang disampaikan oleh
guru dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran
dengan temannya sendiri.
Oleh karena itu diperlukan usaha yang lebih keras dari guru mata
pelajaran, yang mampu menciptakan suasana menarik dan membuat para siswa
lebih aktif dalam belajar dan dalam berkomunikasi serta mengeksplore
kemampuan mereka sendiri yaitu dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif ini merupakan model pembelajaran yang
menggunakan kelompok kecil dimana siswa dituntut bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif juga selain
mampu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisa siswa juga akan
dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa karena dalam sistem pembelajaran
kooperatif siswa tidak hanya dibentuk untuk bekerja kelompok, akan tetapi juga
harus terdapat bentuk tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Suatu proses pembelajaran yang diharapkan dapat mengeksplore
kemampuan siswa dalam berkomunikasi. Seperti yang telah mereka sebutkan
bahwa terkadang belajar matematika itu pada saat sendiri akan menyebabkan
kebosanan, oleh karena itu diperlukan teman berbagi ilmu dan pengetahuan yang
mereka miliki. Proses komunikasi yang kurang akan menyebabkan siswa tidak
mampu berkomunikasi secara matematika yang akan mengakibatkan siswa tidak
15
yang positif antara kesulitan siswa dalam berbahasa dengan kesulitan mereka
dalam mempelajari matematika.
Proses pembelajaran matematika memiliki beberapa model pembelajaran
kooperatif yang yang dapat digunakan, salah satunya adalah model pembelajaran
Think-Pair-Share. Model pembelajaran think-pair-share pertama kali
dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif
untuk mengganti suasana pola diskusi kelas. Prosedur yang digunakan dalam
think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak untuk berfikir, merespon, dan
untuk saling membantu.
Model pembelajaran think-pair-share (saling bertukar pikiran) merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang efektif untuk meningkatkan daya pikir siswa. Hal ini memungkinkan dapat terjadi karena prosedurnya telah disusun sedemikian sehingga dapat memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berfikir, sserta merespon sebagai salah satu cara yang dapat membangkitkan bentuk partisipasi siswa (Ansari, 2009: 63)
Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah model pembelajaran yang
mampu untuk membantu siswa dalam menemukan dan lebih mudah untuk
memahami materi-materi pembelajaran matematika dikarenakan oleh kemampuan
komunikasi akan lebih terpacu dalam model pembelajaran ini dan juga karena
dengan penggunaan model pembelajaran ini para siswa akan lebih terbuka untuk
berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya, dikarenakan rasa canggung
mereka seperti terhadap guru akan lebih sedikit saat berdiskusi dengan teman.
Think-Pair-Share akan menjadikan siswa mempunyai kesempatan berdiskusi
16
membantu siswa untuk menemukan kemampuan berifikir kritis dan kemampuan
membantu teman saat mereka saling mendiskusikan suatu permasalahan.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi satu sama lain
akan memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk saling berbagi kesusahan
serta ilmu yang mereka miliki untuk membantu teman yang membutuhkan.
Keadaan ini akan membawa membantu siswa dalam memahami materi yang
kurang dia pahami. Model think – pair-share dirancang untuk mengetahui pola
interaksi siswa dan dapat memberikan waktu lebih banyak bagi siswa untuk
berfikir, untuk merespon dan saling membantu. (Trianto, 2011: 81). Prosedur
yang tidak bertele-tele dalam proses pembelajaran akan menyebabkan siswa tidak
kebingungan dalam kelas, sehingga guru akan mudah dalam mengorganisir siswa
dalam kelompok yang tepat, dan siswa pun tidak akan kebingungan dalam
kegiatan ini, demikianlah bagaimana TPS sangat efektif utnuk diterapkan dalam
pembelajaran.
Proses belajar yang mampu untuk mengeksplorasi kemampuan
komunikasi matematis siswa akan tetapi juga memberikan ruang lingkup yang
besar bagi siswa itu sendiri dalam mengatur dan mengelola dirinya sendiri akan
lebih menyenangkan dan efektif karena siswa mempunyai ruang lingkup untuk
dirinya sendiri dan kemudian disempurnakan dengan hasil diskusi dengan teman.
Bantuan yang diperoleh dari teman sebaya akan membantu siswa pada saat yang
tepat. Ketidaktahuan siswa akan diisi oleh pengetahuan temannya, dan apabila
pasangan ini tidak mampu, maka tersedia diskusi yang lebih besar yang akan
17
siswa dalam proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Think-Pair-Share, hal ini akan memudahkan siswa untuk mengerti materi matematika
yang diajarkan oleh guru.
Sejalan dengan kurikulum 2013 yang diadakan oleh pemerintah pada saat
ini yang menuntut untuk menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik
adalah pendekatan dimana prosedurnya seperti yang terjadi dalam laboratorium
yaitu siswa menemukan sendiri konsepnya. Pembelajaran adalah proses ilmiah,
oleh karena itu siswa dalam kurikulum 2013 diharapkan mampu untuk
mengamati, menanya, menalar. Pada model pembelajaran think-pair-share
tahapan – tahapan yang terjadi adalah siswa harus berusaha untuk memahami
sendiri konsep dan pemecahan masalah yang dihadapi. Dan kemudian berbagi
dengan teman satu kelompoknya, dan berusaha dalam kelompok masing-masing
untuk menemukan solusinya, dan apabila terdapat kendala yang susah diahadapi
maka guru memberikan bantuan kepada siswa. Pendekatan saintifik akan
membantu siswa untuk lebih berusaha atas kemampuannya sendiri, dan
meregulasikan kemampuan dirinya sendiri serta meningkatkan kemampuan
berkomunikasi terhadap tantangan yang dihadapi. Prosedur yang seperti ini akan
menajadikan siswa lebih mudah untuk mengingat karena siswa menemukan
sendiri solusi atas tantangan yang dimilikinya.
Cara lain yang juga direncanakan akan digunakan guru adalah dengan
menggunakan bantuan teknologi. Perkembangan dalam bidang teknologi
informasi dapat meningkatkan pembaharuan media belajar yang lebih cocok,
18
mempelajari suatu mata pelajaran akan meningkatkan pemahaman dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian diperlukan berbagai usaha dari pihak pendidik
supaya menjadikan proses pembelajaran tersebut menjadi menarik dan mampu
dipahami oleh para murid materi yang disampaikan. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis diperlukan adanya suatu
pembelajaran yang membutuhkan visualisasi. Kesulitan dalam mempelajari
konsep mengenai bangun ruang disebabkan karena tidak adanya visualisasi atau
animasi bergerak dari konsep tersebut. Tidak cukup hanya dari membaca dan
mendengarkan konsep dari pelajaran tersebut, tetapi perlu adanya visualisasi akan
mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis mengenai bangun ruang.
Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran adalah juga salah satu elemen
perubahan dalam kurikulum 2013. Pembelajaran akan lebih mudah untuk diterima
siswa apabila menggunakan teknologi, karena siswa tidak akan mudah merasa
bosan dan monoton. Pengaruh besar teknologi dalam proses pembelajaran yang
akan membantu proses belajar maka penggunaannya sangat dianjurkan karena
dapat membantu guru dalam menyampaikan materi ataupun bagi siswa untuk
memahami materi akan lebih mudah, karena dengan bantuan teknologi maka
pembelajaran akan lebih menarik, tidak monoton.
Jenis teknologi yang akan digunakan adalah dengan bantuan Software
Wingeom. Wingeom adalah Open Source Software yang banyak dipakai didunia
pendidikan matematika sebagai software unttuk bahan ajar matematika. Program
Wingeom merupakan salah satu perangkat lunak komputer matematika dinamik
19
digunakan untuk membantu pembelajaran geometri dan pemecahan masalah
geometri. Program Wingeom merupakan program yang dapat diperoleh dan
digunakan secara gratis (totally freeware ), dengan mengunduh (download) dari
website atau situs internet
Program Wingeom ini dapat digunakan untuk membantu pembelajaran
geometri dan pemecahan masalah geometri. Program ini akan sangat membantu
dalam merancang pembelajaran geometri yang interaktif, dimana siswa dapat
bereksplorasi dengan program tersebut. Dalam kata lain, program ini dapat
dijadikan sebagai Mindtools (alat bantu berpikir) siswa, sehingga siswa dapat
mengonstruksi sendiri pengetahuannya.
Sebagaimana tujuan dari digunakannya bantuan teknologi adalah untuk
membantu siswa dalam mempercepat pemahaman. Oleh karena itu Wingeom
diharapkan dapat siswa dapat mengeksplorasi, mengamati, melakukan animasi
bangun-bangun dan tampilan materi geometri dimensi. Program Wingeom
diharapkan dapat membantu memvisualisasikan suatu konsep geometri dengan
jelas sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep geometri.
Teknologi di dalam kurikulum 2013 juga telah menjadi satu kajian yang
diaharapkan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Bentuk teknologi
diharapkan dapat mempermudah pemahaman siswa. Teknologi dalam kurikulum
2013 dengan pendekatan saintifik juga mempunyai hubungan yang erat .
Sesuai dengan pemaparan tersebut diatas maka diharapakan bahwa model
pembelajaran Think-Pair-Share adalah model pembelajaran yang mampu untuk
20
dengan bantuan software Wingeom, siswa akan mampu untuk memahami
konsep-konsep yang telah diberikan oleh guru bidang studinya, mampu untuk
mengungkapkan pendapat serta ide, memiliki konsep pertanggungjwaban
terhadap diri sendiri, mampu memotivasi dirinya sendiri dan mempunyai rasa
percaya diri atas hasil pekerjaan tangannya sendiri.
Oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
Pengaruh Model Pembelajaran Think-Pair-Share dengan Bantuan Software Wingeom terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswadi SMPN 37 Medan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan sebelumnya maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan
membosankan sehingga murid kesulitan dalam memahami matematika
2. Guru matematika terlalu monoton, serius dan beberapa diantaranya kejam,
sikap guru yang demikian menyebabkan murid menjadi enggan dan tidak
tertarik belajar matematika.
3. Proses pemahaman siswa akan berkurang karena siswa masih canggung
untuk bertanya secara langsung kepada guru bidang studi, sedangkan
kesempatan untuk bertanya kepada teman tidak cukup bahkan sering tidak
diberikan kesempatan.
4. Proses pembelajaran yang berlangsung selama ini, kurang menunjang
21
5. Tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, siswa
kurang mampu untuk menerjemahkan bahasa sehari- hari menjadi bahasa
matematika.
6. Sistem pembelajaran yang digunakan guru belum mampu untuk
membangun ketertarikan siswa, yaitu penyamarataan antara model yang
digunakan terhadap materi yang berbeda.
7. Kemandirian belajar siswa masih rendah, sehingga siswa tidak mempunyai
tanggungjawab kepada diri sendiri atas pelajaran yang sedang dia hadapi
dan juga tanggungjawab atas pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.
8. Salah satu tuntutan dalam kurikulum terbaru yaitu 2013 adalah
penggunaan teknologi dalam pembelajaran disarankan dan diharapkan
digunakan guru untuk membenatu proses pemahaman.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini supaya lebih spesifik dan terfokus
mengingat luasnya aspek yang dapat diteliti maka masalah penelitian ini dibatasi
pada hal – hal dibawah ini:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model
pembelajaran Think-Pair-Share dengan bantuan software Wingeom pada
pokok bahasan persegi dan segitiga.
2. Peningkatan kemandirian belajar siswa dengan model pembelajaran
Think-Pair-Share dengan bantuan software Wingeom pada pokok
22
3. Interaksi kemampuan awal siswa, kemampuan komunikasi matematis
terhadap model pembelajaran Think – Pair – Share dengan bantuan
software Wingeom pada pokok bahasan persegi dan segitiga.
4. Interaksi kemampuan awal siswa, kemandirian belajar siswa terhadap
model pembelajaran Think – Pair – Share dengan bantuan software
Wingeom pada pokok bahasan persegi dan segitiga.
5. Pengaruh model pembelajaran Think-Pair-Share terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa dengan bantuan software Wingeom pada
pokok bahasan persegi dan segitiga.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah
terdapat pengaruh Think -Pair-Share terhadap kemampuan komunikasi matematis
dan kemandirian belajara siswa. Dari rumusan masalah tersebut, peneliti membuat
rincian berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diberi pembelajaran menggunakan model Think-Pair-Share dengan
bantuan Software Wingeom pada pokok bahasan persegi dan segitiga
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa ?
2. Apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang diberi
pembelajaran menggunakan model Think-Pair-Share dengan bantuan
Wingeom pada pokok bahasan segimpat dan segitiga lebih baik
23
3. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal terhadap model
pembelajaran think-pair-share berbantuan software wingeom dan
kemampuan komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan persegi
dan segitiga ?
4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal terhadap model
pembelajaran think-pair-share berbantuan software wingeom dan
kemandirian belajar siswa pada pokok bahasan persegi dan segitiga?
5. Berapa besar pengaruh Think–Pair–Share terhadap kemampuan
komunikasi matematika siswa yang menggunakan Wingeom pada
pokok bahasan persegi dan segitiga?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah jawaban dari rumusan masalah agar suatu
penelitian lebih terarah dan terdapat batasan-batasannya tentang objek yang akan
diteliti. Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diberi pembelajaran menggunakan model Think-Pair-Share dengan
bantuan Software Wingeom dibandingkan dengan pembelajaran biasa
2. Untuk mengetahui peningkatan kemandirian belajar siswa yang diberi
pembelajaran menggunakan model Think-Pair-Share dengan bantuan
Software Wingeom dibandingkan dengan pembelajaran biasa
3. Untuk mengetahui efek interaksi antara kemampuan awal terhadap model
24
kemampuan komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan persegi dan
segitiga
4. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan awal terhadap model
pembelajaran think-pair-share berbantuan software wingeom dan
kemandirian belajar siswa pada pokok bahasan persegi dan segitiga
5. Untuk mengetahui besar pengaruh Think-Pair-Share terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa yang menggunakan Wingeom.
6. Untuk mengetahui besar pengaruh Think-Pair-Share terhadap kemandirian
150
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab IV dan temuan
selama pembelajaran dengan model pembelajaran think-pair-share,
diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model
think-pair-share berbantuan software Wingeom lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Rata-rata kemampuan
komunikasi matematis siswa di kelas eksperimen lebih besar
dibandingkan di kelas kontrol. Rata-rata N-gain pada kelas eksperimen
adalah sebesar 0,36226 sementara rata-rata n-gain pada kelas kontrol
adalah sebesar 0,0217.
2. Peningkatan skala sikap kemandirian belajar siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan model pembelajaran think-pair-share berbantuan
software Wingeom lebih baik dibandingkan dengan kemandirian siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa. Hal ini sesuai dengan n-gain di
kelas kontrol adalah 0,035008 sedangkan pada kelas eksperimen adalah
151
3. Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal siswa terhadap
kemampuan komunikasi matematis pada pokok bahasan persegi dan
segitiga dan model pembelajaran Think-Pair-Share
4. Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal siswa terhadap
kemandirian belajar siswa dan terhadap model pembelajaran
Think-Pair-Share
5. Terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran
Think-Pair-Share terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada
pokok bahasan persegi dan segitiga
6. Tidak terdapat pengaruh antara model pembelajaran Think-Pair-Share
terhadap kemandirian belajar siswa pada pokok bahasan persegi dan
segitiga.
2. Saran
Penelitian mengenai penerapan model pembelajaran
think-pair-share berbantuan software Wingeom ini, masih merupakan langkah awal
dari upaya meningkatkan kompetensi dari guru, maupun kompetensi
siswa. Namun telah terasa dampaknya pada penampilan sikap dan aktivitas
siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi
ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya
dilaksanakan oleh guru matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang
berminat. Namun selain itu juga terdapat kelemahan-kelemahan selama
152
waktu yang lebih lama akan menjadikan siswa mampu melewati masa
adaptasi dan mulai menikmati proses belajar yang sedang dihadapinya.
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran dengan model pembelajaran think-pair-share
berbantuan software Wingeom merupakan salah satu alternatif
bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran
matematika dan akan lebih baik apabila guru memberlakukannya
di dalam kelas karena tidak akan terjadi keterbatasan waktu.
b. Dalam menerapkan model pembelajaran think-pair-share
berbantuan software Wingeom memerlukan perencanaan yang
tepat, alokasi waktu yang pas dan juga sosialisasi yang cukup
kepada para siswa.
c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana
belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan
cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa
menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif.
d. Guru juga sebaiknya memberikan kesempatan yang lebih besar
bagi siswa untuk menggali kemampuannya sendiri lebih dalam
sehingga pada saat siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya
siswa sudah mempunyai modal untuk berdiskusi, sehingga diskusi
153
2. Kepada lembaga terkait
Pembelajaran dengan model pembelajaran think-pair-share berbantuan
software Wingeom, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama
pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan
oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar
siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
dan sikap kemandirian belajar siswa yang tentunya akan berimplikasi
pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi
matematika.
3. Kepada peneliti yang berminat
Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat
dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum
terjangkau saat ini misalkan sosialisasi lebih lama bagi siswa
sebelum penggunaan software Wingeom, dengan terlebih dahulu
154
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan bagi Anak Kesulitan
Belajar.Jakarta: Rineka Cipta
Adinawan, M. C, Sugijono. 2007. Matematika SMP Jilid 1B Kelas VII. Jakarta: Penerbit Erlangga
Azizah Noer. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Tipe Think-Pair- Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ansari,B. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi, Jakarta : Pena . Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit
Rhineka Cipta.
Arnita. 2013. Pengantar Statistika. Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis
Asmin. 2012: Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modren, Medan: Larispa.
Fauzi, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Tidak Diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Husna, dan Ikhsan. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS).Jurnal Peluang. Volume 1 Nomor 2. ISSN: 2302-5158
Hudojo.2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang
Isoda, Masami. 2011. Problem Solving Aprroaches in Mathematics Education as a Product of Japanese Lesson Study. Jurnal Of Science and Mathematics Education in Southeast Asia. Volume 34
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Diklat Guru dalam Rangka Implementassi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan Guru
Khaing, T.T, etc. 2007. Development Mathematical Communication in the Classroom. APEC-TSUKUBA International Conference III. Tokyo
155
Macpherson, Alice. 2007. Cooperative Learning Group Activities for College Courses. Kwantien. Kwantien University College
NCTM. 2000. Principles and Standards For School Mathematics. National Council of Teacher of Mathematics Inc, Reston
NCTM.. 2000. Executive Summary: Principle and Standards for School Mathematics
Nugroho, Y.A. 2011. It’s Easy Olah Data dengan SPSS. Yogyakarta.Skripta Media Cerative
Paris and Paris. 2001: Classroom Application Of Research On Self Regulated Learning. Educational Psychcologist. Vol 36(2). Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Ruseffendi. 1991: Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Ruseffendi. 2005: Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA.
Sipangkar, T. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di Kelas VIII SMP Swasta Katolik St. Thomas 3 Medan. FMIPA Universitas Negeri Medan
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
TIMSS and PIRLS.2011, International Result in Mathematic. TIMSS and PIRLS Togi. 2009. Penilaian Hasil Belajar Matematika. Medan: FMIPA Universitas
Negeri Medan
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Media Group.
156
Zimmerman. 2008. Investigating Self-Regulation and Motivation Historical Background, Methodological Development, and Future Prospect. American International Research Journal Vol.45, No. 1, pp 166-183
Zumbrunn, S, et all, 2011. Encouraging Self-Regulated Learning in the Classroom: A Review of the Literature: Metropolitan Educational Research