• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITIK SOSIAL KARIKATUR “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KRITIK SOSIAL KARIKATUR “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010)."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KRITIK SOSIAL KARIKATUR

“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”

(Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

DIAN SANDRA PUSPITA SARI NPM : 0643010393

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kuasa yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji

Penjara” (Studi semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik

Jeruji Penjara’ Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010).

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

Bpk. Juwito, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis

bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Serta peneliti juga ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa

Timur

2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN

“Veteran” Jatim

3. Kedua Orang Tua peneliti, yaitu Bpk. Sismanto dan Ibu Anik Budiati yang

telah membantu baik secara materiil dan doa, adik peneliti yaitu Dian Ratih

Pratiwi dan Daud Satria yang memberikan support.

4. Teman sekaligus sahabat-sahabat saya, yaitu : Ike Pratiwi, Fadilla Dwi

Anggia, Erni Purnamawati dan Citra yang selalu memberikan semangat untuk

(3)

3

5. Asisten saya Rani Ayu yang selalu setia menemani saya dan memberikan

dukungan penuh kepada saya

6. Orang-orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Terimakasih bantuan

kalian sangat berarti.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, 15 Januari 2011

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa ... 10

2.1.2 Majalah ... 11

2.1.3 Media Cetak ... 12

2.1.4 Komunikasi Visual ... 13

(5)

5

2.1.6 Karikatur sebagai Kritik Sosial ... 16

2.1.7 Konsep Makna ... 17

2.1.8 Relasi Politik dengan Hukum ... 20

2.1.9 Pemaknaan Warna ... 21

2.1.10 Pendekatan Semiotika ... 25

2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce ... 28

2.2 Kerangka Berfikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Metode Penelitian ... 32

3.2 Definisi Konseptual ... 32

3.3 Korpus ... 33

3.3.1 Ikon (icon) ... 34

3.3.2 Indeks (index) ... 34

3.3.3 Simbol (symbol) ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 40

4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” ... 40

(6)

4.2 Penyajian Data ... 44

4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA“ ... 48

4.3.1 IKON ... 48

4.3.2 INDEKS ... 51

4.3.3 SIMBOL ... 54

4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” dalam Model Triangle of Meaning Pierce ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(7)

7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce ... 29

Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce ... 29

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

9

ABSTRAKSI

Dian Sandra Puspita Sari. Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010). SKRIPSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010

Teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu : Majalah sebagai Media Massa, Majalah, Media Cetak, Komunikasi Visual, Kartun, dan Karikatur, Karikatur sebagai Kritik Sosial, Konsep Makna, Pemaknaan Warna, dan Pendekatan Semiotika.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif, yang menggunakan analisis semiotic dari Charles Sanders Pierce. Korpus dari pemberitaan tersebut yaitu : Gambar Karikatur “ Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010.Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa ikon korpus tersebut adalah Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam , Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink, Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum, dan Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. mata terbelalak dan melirik, memakai topi bertulisakn SIGI,M memegang handycam, mulut membentuk huruf “O”, kaki menjuntai di jendela jeruji besi, gelang kaki bandul hati, baju safari biru dengan lencana lembaga hukum, tangan menepuk pundak,tangan menengadah, wajah menyeringai marah, dinding tak rata dan berwarna abu-abu, langit berwarna biru, tulisan 1000% fitnah, handycam yang mengarah ke dalam jendela jeruji penjara merupakan indeks dalam gambar tesebut. Sedangkan symbol dalam gambar ini adalah gelang kaki bandul hati, baju safari biru, lencana lembaga hukum, topi bertuliskan SIGI.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indra selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media yang dimaksud ialah media yang digolongkan atas empat macam yakni media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa.

Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa ibarat koki yang memproses peristiwa menjadi berita, features, investigative reporting, artikel, foto-foto, gambar bergerak, suara penyiar dan sounds effect, dialog interaktif, dan sebagainya untuk disajikan kepada para khalayak. Sang koki seharusnya memang merujuk pada fakta, akurasi, aktualitas, kaidah bahasa, dan etika. Namun ia boleh memasukkan subyektifitas dengan menentukan mana yang diletakkan pada bagian yang “sangat penting” atau “tidak penting” dan sebagainya agar mendapat perhatian dan minat khalayak.

(11)

11

pembacanya, karena ia sarat dengan analisis yang lebih dalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).

Majalah merupakan medium yang memiliki kualitas dalam menyajikan informasi. Majalah juga memiliki kemampuan membawa pesan yang sangat spesifik untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain. Pesan-pesan yang terdapat pada majalah dibentuk melalui proses interpretasi atau fenomena yang terjadi. Hal ini diperkuat sebagai berikut, di Indonesia sendiri majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan dan analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Tidak hanya itu saja, dalam kenyataannya, majalah ikut berperan dalam reformasi politik maupun sosial. Majalah tidak seperti koran yang biasanya memiliki perspektif nasional, sehingga terbebas dari sentimen kedaerahan. Bahkan majalah juga berjasa ikut memelihara kesadaran tentang kesatuan bangsa, dan menyodorkan berbagai topik diskusi kepada semua orang (River, 2003: 212).

(12)

selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka terhadap informasi maupun hiburan.

Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002: 32). Fungsi dari majalah adalah, menyebarkan informasi kepada masyarakat. Selain itu memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar kartun maupun karikatur. Artini Kusmiati juga mengatakan di dalam bukunya Teori Komunikasi Visual (1999:36) bahwa media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, juga secara individual mampu untuk memikat perhatian. Visualisasi adalah cara atau sarana yang paling tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas. Penampilan secara visual selalu mampu untuk menarik emosi pembaca dan dapat memutuskan suatu problema untuk kemudian menghayalkan pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000: 128).

(13)

13

Memahami makna karikatur sama susahnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Indarto (1999:1) menyatakan dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tindakan.

Karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang dijadikan headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu wujud lambang (simbol) atau bahasa visual yang keberadaannya dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

(14)

kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasa melecehkan atau bahkan mempermalukan.

Karikatur juga dapat menjadi kontrol sosial . keberadaan karikatur maupun gambar kartun dalam media massa cetak, khususnya pada majalah tidak hanya melengkapi artikel tulisan-tulisan di majalah saja, tetapi juga memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka tahu antara tindaka-tindakan mana yang layak dan tidak layak untuk dilakukan. Banyak kejadian yang dilaporkan dalam bentuk gambar (misalnya kartun) yang lebih efektif dibanding dengan kata-kata, karena kartun mempunyai kekuatan dan karakter sehingga pembaca tertarik untuk sekedar melihat atau bahkan berusaha memahami makna dan pesan yang terkandung dalam gambar kartun tersebut.

Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).

(15)

15

pemberitaan tentang bisnis seks di penjara yang diberitakan dengan cara yang unik, salah satunya adalah lewat karikatur. Dan setiap gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Berita tentang bisnis seks di penjara tersebut menjadi perdebatan publik dan media massa karena tayangan peliputannya di televisi yaitu di SCTV sempat di cekal pada 13 oktober 2010 menjadi ditayangkan pada tanggal 27 oktober 2010 yang isunya, tayangan ini dicekal karena intervensi oleh beberapa pihak. Pada media cetak berupa majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang karikaturnya dimuat pada rubrik kartun dan ulasannya dimuat pada rubrik media.

(16)

berwarna abu-abu dan jendela jeruji besi. Dominan warna langit adalah biru dan ada tulisan 1000 % FITNAH.

Peneliti ingin sedikit mengingatkan pembaca tentang kebrobokan lembaga hukum di Indonesia. Belum selesai kasus perdaran jual beli narkoba di dalam penjara, kasus sel mewah di penjara, sekarang ditambah lagi dengan kasus bisnis seks di penjara. Hal ini juga dibahas di majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010

Tempo merupakan salah satu majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan karikatur. Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah dibredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan Majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh wilayah Indonesia (www.tempointeractive.com).

Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada majalah Tempo, terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat tentang politik yang masih banyak dibicarakan oleh masyarakat luas, salah satunya tentang koruptor. Dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya.

(17)

17

Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda-tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana Kritik Sosial Karikatur Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kritik sosial majalah Tempo dengan karikatur Bisnis Seks di balik jeruji penjara.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Teoritis

(18)

Kegunaan praktis

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa

Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan

produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai

pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang

mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki

kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita.

Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai

kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.

Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan

dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya

terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan dan bahkan ada pula yang

terbit triwulanan.

Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga

jenis, yaitu:

1. Majalah Konsumen

Yakni majalah yang diarahkan pada para konsumen yang akan langsung membeli

barang-barang konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran,

(20)

2. Majalah Bisnis

Yakni majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis.

3. Majalah Pertanian

Yakni majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian

atau perkebunan.

Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis,

misalnya, majalah anak-anak, remaja, pria, remaja wanita, wanita dewasa atau pria

dewasa, ataupun secara geografis, psikografis dan dari segi kebijakan editorial. Dari segi

kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita (Tempo, Editor), Majalah

Umum (Intisari), Wanita (Femina, Kartini), Bisnis (Swasembada, Warta Ekonomi) dan

Special Interest (ASRI) dan lain-lain.

Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagai alat

yang ampuh untuk menyebarkan informasi, edukasi dan budaya. Dari media itu kita bisa

tahu mengenai apa yang wajar atau disetujui, apa yang salah dan apa yang benar, apa

yang mesti diharapkan sebagai individu, kelompok atau bangsa lain. Majalah memang

dianggap sebagai media massa, meskipun demikian masih tercatat ada ratusan majalah

khusus (special interest magazine), yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang

memiliki perhatian dan gaya hidup khusus (Shimp, 2003:517).

2.1.2 Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang

(21)

21

pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas

majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar

atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang

digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media

massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan cirri dari

komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan

untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga

mudah dipahami oleh masyarakat.

Menurut Junaedhi (1991: 54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua

jenis, yaitu:

a. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang

menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.

b. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus

seperti majalah keluarga, politik, dan ekonomi

2.1.3 Media Cetak

Media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa elektronik dan

media massa cetak. Media massa elektronik maupun cetak banyak yang digunakan oleh

masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media

(22)

kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa

dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang

melintasi jarak, waktu bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang stastis yang

mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata,

gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali,1995:99).

2.1.4 Komunikasi Visual

Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar

manusia adalah bagian yang paling penting dalam berkomunikasi. Komunikasi visual

yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada

hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang,

lembaga atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain (Pirous dalam Tinaburko,

2003:31-32).

Sebagai bahasa, maka efektifitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran

utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem

pemenuhan kebutuhan manusia dibidang informasi visual melalui lambang-lambang

kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir disegala sektor kegiatan,

lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda,

corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya

tarik.

Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang

(23)

23

Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia

dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan maupun ucapan.

Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain

komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual

pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang

visual berangkat dari premis (dasar pemikiran) bahwa bahasa visual memiliki

karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu

pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan

bahasa verbal.

Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai

seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi

dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut

maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif (Hadi dalam

Tinaburko, 2003:32-33).

2.1.5 Kartun dan Karikatur

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa karikatur seperti halnya kartun gags

(kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan

kartun.

Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi

pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan,

(24)

intelektual seorang karikaturis dari sudut ini juga, cara dia mengkritik yang secara

langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006:140).

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk

gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi

belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk

menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya

dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006:40).

Sedangkan kartun sendiri merupakan suatu keahlian seorang kartunis, baik dari

segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan,

maupun bagaimana dia memilih isu yang tepat. Kartun merupakan tanggapan atau opini

secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu.

Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga

cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum

(Sobur, 2003:140).

Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat ditangkap pikiran

orang, tetapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dan tuntas. Kemudahan

dan daya tembus sebuah kartun dapat diterima oleh semua kalangan mulai dari rakyat

yang buta huruf sampai intelektual yang sarat dengan cara pandang kritis. Menurut ketua

PAKARTI (Persatuan Kartunis Indonesia) Pramono, kartun yang baik antara lain

memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan berpikir dan perenungan bagi

penikmatnya, meskipun mediumnya berupa humor. Oleh Karena itu kartun yang berhasil

(25)

25

2.1.6 Karikatur Sebagai Kritik Sosial

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang

bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial

atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting

dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi

sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat

(Masoed, 1999:47).

Krtitik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik sosial menjadi

sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu

perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum

kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk

suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49). Kritik sosial yang murni kurang

didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan

mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata

dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab

bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan

sosialnya.

Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai

kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik

sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada didalam masyarakat

manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas

pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala

(26)

Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya

pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan

sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi

dari masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para

desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial seringkali ditemui di dalam berbagai

media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka

disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan

(Wijana, 2004:4).

2.1.7 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah

yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Ogden dan Ricards

dalam Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai

makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:248),

merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para

teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan

makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemikir besar telah sering

mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak

pengungkapan mental dari Locke sampai kerespon yang dikeluarkan Skinner. “tetapi”

(Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008:47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang

langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan

(27)

27

Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “Kita”

lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan

makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari

pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi

adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang

ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf sehubungan dengan usaha menjelaskan

istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2)

mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi

(Kempson dalam Sobur, 2004:258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model

konsep makna (Johnson dalam Devito, 2997:123-125) sebagai berikut:

1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata, melainkan pada

manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap

menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita

gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan

proses ini adalah proses yang bisa saja salah.

2. Makna berubah. Kata-kata relative statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan

200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah, ini khusus

(28)

3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia

nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia

atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan

bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat

penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara

tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang

serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa

berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu

bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita

mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata

diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu

kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari

makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut

yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin

juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur,

2003:285-289).

2.1.8 Relasi Politik Dengan Hukum

Hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk

mewujudkan nilai-nilai keadilan. Ciri-ciri hukum mengandung perintah dan larangan,

menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, hukum yang berjalan akan menciptakan

(29)

29

resmi oleh penguasa negara, hukum adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang

dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana

hukum tersebut dijalankan., kaidah hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara

langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati/ditetapkan

sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.

Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat

terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang

berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya

lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan

perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi

hukum yang berkeadilan.

2.1.9 Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna

majemuk. Setiap kata dari kata-kata, seperti: merah, kuning, hitam, dan putih memiliki

makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana

(2003, 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa

kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat

dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif,

misal: daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna

putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan

(30)

kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur,

2001:25).

Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna

merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan

dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat

bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan

sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan,

namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam

tergantung dari situasi.

Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat.

Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan,

transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna orange yang berarti energi,

keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut

budaya barat (Mulyana, 2003:376).

Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. Dalam bukunya “periklanan”

memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan

kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak

khalayak, diantaranya:

1. Merah

Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya,

kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh

berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk

(31)

31

2. Orange

Orange merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan,

pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan

pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang

tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent.

3. Kuning

Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi.

Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna

yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik

perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.

4. Merah Muda

Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan

kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting

dalam kebudayaan di bumi.

5. Hijau

Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi,

penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman

dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas,

daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan,

ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan

elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima

pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh,

(32)

6. Biru

Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan,

keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi,

spiritual, kelembutan, dinamis, air , laut, kreativitas, cinta, kedamaian, kepercayaan,

loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan,

kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin,

konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan,

menenangkan namun juga dapat berarti dingin dan depresi. Sebagai dari akibat efek

menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.

7. Abu-abu

Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan,

reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif,

praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.

8. Putih

Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidakbersalahan, steril, kematian,

kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau

kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni,

ringan, netral dan fleksibel.

9. Hitam

Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan,

kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat,

formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan

ketangguhan.

(33)

33

Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,

kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi,

aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi,

ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri,

independensi, kontemplasi, dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim,

artistik, kuno dan romantik.

11. Cokelat

Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga

membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta

membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan rasa

kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.

2.1.10 Pendekatan Semiotika

Kata “Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik

dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah

tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur

karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap

sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan

suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat

komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda

akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu

yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika

(34)

memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is

nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”.

Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia

sehingga: “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup”

(Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan

ahli terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya

dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan

sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang

bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur,

komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang

dilukiskan seperti objek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal abstrak lainnya.

Apapun alasannya (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang

kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang

kasat mata dan merupakan media antar perupa (seniman) dengan pemerhati atau

penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa dalam

segitiga,estetis-simbolis-bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup

makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.

Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna

dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen, antara

lain:

1. Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam

memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga

(35)

35

Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai

oleh orang-orang yang telah menciptakannya.

2. Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam

usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media

komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala

sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang

itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti

Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model

semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan

analisisnya pada studi linguistik.

Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat berbagai macam

tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk memberikan pesan atau

informasi bagi khalayak berupa karikatur. Berbagai macam tanda itulah yang hendak

dikaji dalam sebuah tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.

2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce

Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori,

namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:83). Bagi Pierce tanda “is

(36)

misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) menurut Pierce salah

satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.

Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object

dan interpretant (Sobur, 2004:41).

Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang

objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam

benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda

tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika

tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan,

2008:37).

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga

kategori yaitu: ikon, indeks, dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan

penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah

hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan

peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan

penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung

,mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api.

Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah

tanda konvensional yang biasa disebut simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah

antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena,

hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004: 42). Hubungan

segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini: (Fieske dalam

Sobur, 2001:85)

(37)

37

Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce

Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga

kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam

sebuah model segitiga sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce

2.2 Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai

sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of

Experience) dan pengetahuan (Field Of Preference) yang berbeda-beda pada individu

tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam

objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Icon

(38)

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan

lambang dalam hal ini adalah karikatur “Bisnis Seks di dalam penjara” dalam majalah

Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010. Tanda–tanda yang terdapat dalam setiap

penggambaran karikatur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai

dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan karikatur dalam cover Tempo, yang

dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan warna.

Berdasarkan landasan tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode

semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle meaning),

yang terdiri dari tanda, objek dan interpretant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk,

sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang

dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks,

dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi

mengenai kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Yang Tertunda” dalam rubrik kartun

Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.

Analisis Semiotik Charles Sander Pierce

Sign

Object

Gambar karikatur “Bisnis Seks di balik jeruji penjara” pada

Interpretant

(39)
(40)

3.1

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan

semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa

faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah

menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif

kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti,

ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan

banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 220:33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode

yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana

menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda akan teks tersebut.

3.2

Definisi Konseptual

Penelitian ini memperhatikan beberapa hal, pertama adalah konteks atau situasi

sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat

memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu

produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara

bersama, ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui

(41)

41

Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu

atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Dengan menggunakan

metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi

simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover

karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini

adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui Kritik Sosial Karikatur

“Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31

Oktober 2010.

3.3

Korpus

Korpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen.

Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam,

sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus

bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian

kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi

alternatif.

Makna yang digali adalah makna eksplisit dan makna yang berdasarkan apa yang

tampak (denotatif), serta makna yang mendalam yangt berkaitan dengan

pemahaman-pemahaman ideology dan cultural (konotatif)

Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur “ Bisnis Seks Yang

Tertunda ” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang berupa

karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara”, yang berupa gambar, tulisan, benda dan

warna yang terdapat pada karikatur di rubrik kartun majalah Tempo tersebut

(42)

benda berupa handycam, topi bertuliskan SIGI yang merekam kejadian di balik penjara

dan ditepuk pundaknya secara tiba-tiba oleh petugas lembaga hukum dengan wajah

marah dan meminta handycam dan seorang petugas lembaga hukum lain yang

mengatakan 1000 % FITNAH yang seolah-olah menjadi pelengkap di dalam karikatur,

serta warna background yang sangat dominan. Dimana kemudian ini diinterpretasikan

dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).

3.3.1

Ikon (icon)

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.

(Sobur, 2001:41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang

dimaksudkan. Apabila pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010

ditunjukkan:

1. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat

bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam

2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul

hati warna pink.

3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga

hukum

4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya

tampak badan bagian belakang.

3.3.2

Indeks (index)

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda

dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004:42). Pada

cover majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010, ditunjukkan dengan:

(43)

43

2. Memakai topi bertuliskan sigi

3. Memegang handycam

4. Mulut membentuk huruf “o”

5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji

6. Gelang kaki bandul hati di kaki

7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum

8. Tangan menepuk pundak

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara petanda dengan

penandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian

masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober

2010 ditunjukkan dengan:

1. Baju safari warna biru

2. Gelang kaki bandul hati warna pink

3. Lencana lembaga hukum

4. Topi bertuliskan SIGI

`Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari

(44)

penempatan tanda-tanda dalam rubrik kartun majalah tersebut, di atas, yang mana sebagai

ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebagai subyektifitas

peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut

pandang khalayak yang memaknai karikatur pada karikatur rubrik kartun majalah Tempo

edisi 25-31 Oktober 2010 sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3.4

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pengamatan secara langsung

karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi

25-31 Oktober 2010. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan

dokumenter seperti majalah, studi ke perpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan

referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan

landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan

untuk mengetahui kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik

kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.

3.5

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya

penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi

jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini

berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam

karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda

dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori

(45)

45

Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan pesan yang

terdapat dalam karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” serta membentuk berbagai

pemaknaan terhadap karikatur ini. Rubrik Kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober

2010 ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat

dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui kritik sosialnya.

Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan realitas

eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda

(gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai

indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif

karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi

25-31 Oktober 2010.

Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur surat

pembaca, peneliti mengamati signs atau system tanda yang tampak dalam cover,

kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik

Pierce, yang terdiri dari:

1. Obyek

Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur

“Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31

Oktober 2010.

2. Sign

Adalah segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut. Sign dalam

penelitian ini adalah seorang laki-laki, repoter SIGI yang sedang memegang

handycam yang mengenakan kemeja warna coklat,topi berwarna coklat bertuliskan

(46)

yang diarahkan ke jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badan

menempel pada dinding, mata terbelalak dan melirik ke belakang. kaki kanan

seseorang yang menjuntai ke luar jendela sebatas betis dan memakai gelang kaki

dengan bandul hati warna pink.seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru

dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri berdiri dibelakang reporter

dengan tangan kanan menepuk pundak reporter tadi dan tangan kiri menengadah

meminta handycam dan mata tatapan marah. seorang laki-laki memakai pakaian

safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang

dan terlihat setengah badan saja dengan tangan kiri menengadah.

3. Interpretant

Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah

tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi peneliti. Berdasarkan

(47)

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI

PENJARA”

Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang menjadi objek

penelitian ini dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.

Gambar yang mengangkat masalah penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan.

Dimana dalam gambar ini menggambarkan adanya bisnis seks dalam penjara yang

penayangan kejadian ini sempat dicekal penayangannya pada tanggal 13 Oktober 2010

(48)

“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” tersebut adalah sebagai suatu reaksi atau

refleksi terhadap fenomena yang sedang berkembang dan menonjol ditengah masyarakat

pada awal Oktober 2010 kemarin, yaitu tentang penyimpangan fungsi lembaga

pemasyarakatan. Karikatur ini merupakan salah satu bentuk pesan dalam bentuk non

verbal yang memang diciptakan dengan kesengajaan agar pembaca dapat dengan aktif

memahami pesan yang terkandung didalamnya.

Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” diciptakan sebagai sebuah

wahana untuk memberikan informasi kepada masyarakat seputar kabar tentang masih

adanya penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan di tanah air, yang membuktikan

bahwa di dalam penjara justru masih berjalan perilaku yang melanggar aturan dan

kesusilaan.

4.1.2 Majalah Tempo

Tempo edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971, Tempo keluaran

yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa

sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi Tempo sebenarnya sama sekali tidak

berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik, perhatian yang utama justru tertuju

pada misi panjangnya untuk membangunkan kesadaran yang telah lama diracuni dengan

media yang tunduk pada rezim yang represif. Ketegasannya untuk mempertahankan

kebebasan jurnalistik telah membuat Tempo sebagai legenda dan menjadi ikon didalam

industri pers di Indonesia selain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara.

Tempo pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1984, Tempo tidak pernah berhenti

untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana

(49)

49

Tempo adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya sekalu

dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan

pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagaimana, seperti

tahun 1971, Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau

cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan

selalu dijadikan perbandingan. Tempo hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru

oleh semuanya tetapi tetap tidak akan tertandingi. Sebagai Majalah berita tertua di

Indonesia. Tempo kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga

kekuasaan dalam bersuara.

Pada tahun belakangan ini Tempo tanpa disadari menjadi legenda, namun perlu

dicatat ini merupakan realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan

tenaga muda penuh harapan. Tempo tanpa risau menghadapi masalah tersebut untuk

mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dan merebut hati dari

pembaca-pembaca terbarunya terutama adalah lapisan urban kelas menengah. Mereka itulah yang

secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi

Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. Tempo kembali bersikulasi tepatnya 6

Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak

tahun 1994, oleh sebab itu Tempo menjelajah setiap kesempatan dengan semangat

perubahan dan pembaharuan.

Kehadiran kembali Tempo disambut dengan antusias oleh Indonesia, sehingga sejak

dari edisi pertamanya Tempo akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula

sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang

setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum

pembredelan Tempo 21 Juni 1994. Hingga saat ini Majalah Tempo berhasil menguasai

(50)

misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.

Peluncuran Tempo edisi berbahasa Inggris pada pada tanggal 12 September 2000

didesain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global.

(www.tempointeractive.com)

Adapun spesifikasi yang terdapat pada majalah Tempo adalah sebagai berikut:

Isi Halaman

LAPORAN UTAMA :

Orang-orang di sekeliling Presiden 26

PRELUDE:

Album

Etalase

Inovasi

Kartun

10

12

14

16

NASIONAL :

Momen

Politik

20

36

(51)
(52)

HUKUM :

Hukum 140

Ekonomi :

Momen 158

INTERNASIONAL :

Internasional

Momen

161

168

TOKOH:

Obituari

Wawancara

174

171

HUKUM:

Hukum 140

(Majalah Tempo Edisi Oktober 2010)

4.2 Penyajian Data

Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada majalah Tempo mengenai

pemaknaan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” maka akan

disajikan data-data yang didapat dari gambar dan warna yang dimuat pada rubrik kartun

(53)

53

spesifik yang akan dipilah-pilah yang disesuaikan dengan materi yang tersedia. Tanda

tersebut berupa, tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang

digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian. Pengkategorian tanda pada

karikatur ini berdasarkan landasan teori Semiotika Charles Sanders Pierce, dimana untuk

mengetahui makna yang terkandung dalam karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI

PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010.

Pierce membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Untuk

mengungkap makna serta pesan yang disampaikan dalam penggambaran karikatur

tersebut, sistem tanda dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda Pierce.

Dalam pendekatan Semiotik Pierce terdapat tiga komponen, yaitu: Tanda (sign),

Objek (object), Interpretan (interpretant).

Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar karikatur “BISNIS SEKS DI

BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo yang dijadikan korpus

(sample terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam

model Semiotik Pierce yang membagi tanda atas tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan

simbol, sehingga akan diperoleh interpretasi dari karikatur melalui kategori tanda

tersebut.

Ikon, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI BESI” adalah :

1. Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI,

tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam

2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki

(54)

3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga

hukum

4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya

tampak badan bagian belakang.

Indeks, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”

adalah :

1. Mata terbelalak dan melirik

2. Memakai topi bertuliskan sigi

3. Memegang handycam

4. Mulut membentuk huruf “o”

5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji

6. Gelang kaki bandul hati di kaki

7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum

8. Tangan menepuk pundak

9. Tangan menengadah

10.Tatapan menyeringai

11.Dinding tidak rata warna abu-abu

12.langit berwarna biru

13.tulisan 1000 % FITNAH

14.handycam yang mengarah kedalam jendela

Simbol, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”

(55)

55

1. Baju safari warna biru

2. Gelang kaki bandul hati warna pink

3. Lencana lembaga hukum

4. Topi bertuliskan SIGI

Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang tersapat dalam rubrik

kartun majalah tempo jika di gambarkan dalam model Semiotik Pierce adalah sebagai

berikut :

IKON

(56)

Gambar 4.1

Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam kategori tanda

Pierce

4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI

Gambar

Gambar 4.1 Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam
Gambar Karikatur “Bisnis Seks yang Tertunda”.............................................
Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce
Gambar karikatur “Bisnis Seks
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ikon dalam tampilan karikatur “KESETRUM TENDER PROYEK LISTRIK” majalah TEMPO edisi 16-22 Januari 2012 adalah wajah seorang laki-laki gemuk yang mengenakan pakaian hitam

Ikon dalam tampilan karikatur “KESETRUM TENDER PROYEK LISTRIK” majalah TEMPO edisi 16-22 Januari 2012 adalah wajah seorang laki-laki gemuk yang mengenakan pakaian hitam

dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran makna karikatur “Kesaksian Menjerat Miranda” pada cover majalah. Tempo edisi

Goenawan Mohamad dalam rubrik Catatan Pinggir majalah Tempo edisi Agustus-.. dalam tulisan Goenawan Mohamad di Catatan Pinggir majalah Tempo

AJI WIDODO, PEMAKNAAN KARIKATUR “ANCANG-ANCANG CICAK VS BUAYA (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” Pada Majalah Tempo Edisi 3-9 Agustus

Teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu : Majalah Sebagai Media Massa, Majalah, Media Cetak, Ilustrasi Cover, Komunikasi visual, Kartun Dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna karikatur “Ahmadiyah Tanpa Negara” pada cover majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011.. Teori yang digunakan adalah semiotik

Keberadaan karikatur maupun gambar kartun dalam media massa cetak, khususnya pada majalah tidak hanya melengkapi artikel tulisan-tulisan dimajalah saja, tetapi juga