KRITIK SOSIAL KARIKATUR
“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”
(Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
DIAN SANDRA PUSPITA SARI NPM : 0643010393
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kuasa yang Maha Pengasih dan Penyayang sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji
Penjara” (Studi semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik
Jeruji Penjara’ Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010).
Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
Bpk. Juwito, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis
bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Serta peneliti juga ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa
Timur
2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN
“Veteran” Jatim
3. Kedua Orang Tua peneliti, yaitu Bpk. Sismanto dan Ibu Anik Budiati yang
telah membantu baik secara materiil dan doa, adik peneliti yaitu Dian Ratih
Pratiwi dan Daud Satria yang memberikan support.
4. Teman sekaligus sahabat-sahabat saya, yaitu : Ike Pratiwi, Fadilla Dwi
Anggia, Erni Purnamawati dan Citra yang selalu memberikan semangat untuk
3
5. Asisten saya Rani Ayu yang selalu setia menemani saya dan memberikan
dukungan penuh kepada saya
6. Orang-orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Terimakasih bantuan
kalian sangat berarti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Surabaya, 15 Januari 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1 Landasan Teori ... 10
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa ... 10
2.1.2 Majalah ... 11
2.1.3 Media Cetak ... 12
2.1.4 Komunikasi Visual ... 13
5
2.1.6 Karikatur sebagai Kritik Sosial ... 16
2.1.7 Konsep Makna ... 17
2.1.8 Relasi Politik dengan Hukum ... 20
2.1.9 Pemaknaan Warna ... 21
2.1.10 Pendekatan Semiotika ... 25
2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce ... 28
2.2 Kerangka Berfikir ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Metode Penelitian ... 32
3.2 Definisi Konseptual ... 32
3.3 Korpus ... 33
3.3.1 Ikon (icon) ... 34
3.3.2 Indeks (index) ... 34
3.3.3 Simbol (symbol) ... 35
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.5 Teknik Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 40
4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” ... 40
4.2 Penyajian Data ... 44
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA“ ... 48
4.3.1 IKON ... 48
4.3.2 INDEKS ... 51
4.3.3 SIMBOL ... 54
4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” dalam Model Triangle of Meaning Pierce ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce ... 29
Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
9
ABSTRAKSI
Dian Sandra Puspita Sari. Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” (Studi Semiotik Terhadap Kritik Sosial Karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010). SKRIPSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010
Teori-teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu : Majalah sebagai Media Massa, Majalah, Media Cetak, Komunikasi Visual, Kartun, dan Karikatur, Karikatur sebagai Kritik Sosial, Konsep Makna, Pemaknaan Warna, dan Pendekatan Semiotika.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif, yang menggunakan analisis semiotic dari Charles Sanders Pierce. Korpus dari pemberitaan tersebut yaitu : Gambar Karikatur “ Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada Rubrik Kartun Majalah Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010.Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa ikon korpus tersebut adalah Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam , Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul hati warna pink, Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga hukum, dan Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang. mata terbelalak dan melirik, memakai topi bertulisakn SIGI,M memegang handycam, mulut membentuk huruf “O”, kaki menjuntai di jendela jeruji besi, gelang kaki bandul hati, baju safari biru dengan lencana lembaga hukum, tangan menepuk pundak,tangan menengadah, wajah menyeringai marah, dinding tak rata dan berwarna abu-abu, langit berwarna biru, tulisan 1000% fitnah, handycam yang mengarah ke dalam jendela jeruji penjara merupakan indeks dalam gambar tesebut. Sedangkan symbol dalam gambar ini adalah gelang kaki bandul hati, baju safari biru, lencana lembaga hukum, topi bertuliskan SIGI.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi antar manusia, maka media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indra selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media yang dimaksud ialah media yang digolongkan atas empat macam yakni media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan media massa.
Media massa adalah penyaji realita. Para pengelola media massa ibarat koki yang memproses peristiwa menjadi berita, features, investigative reporting, artikel, foto-foto, gambar bergerak, suara penyiar dan sounds effect, dialog interaktif, dan sebagainya untuk disajikan kepada para khalayak. Sang koki seharusnya memang merujuk pada fakta, akurasi, aktualitas, kaidah bahasa, dan etika. Namun ia boleh memasukkan subyektifitas dengan menentukan mana yang diletakkan pada bagian yang “sangat penting” atau “tidak penting” dan sebagainya agar mendapat perhatian dan minat khalayak.
11
pembacanya, karena ia sarat dengan analisis yang lebih dalam dibanding media lainnya (Cangara, 2005:128).
Majalah merupakan medium yang memiliki kualitas dalam menyajikan informasi. Majalah juga memiliki kemampuan membawa pesan yang sangat spesifik untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau hiburan dengan penyajian mendalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain. Pesan-pesan yang terdapat pada majalah dibentuk melalui proses interpretasi atau fenomena yang terjadi. Hal ini diperkuat sebagai berikut, di Indonesia sendiri majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan dan analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Tidak hanya itu saja, dalam kenyataannya, majalah ikut berperan dalam reformasi politik maupun sosial. Majalah tidak seperti koran yang biasanya memiliki perspektif nasional, sehingga terbebas dari sentimen kedaerahan. Bahkan majalah juga berjasa ikut memelihara kesadaran tentang kesatuan bangsa, dan menyodorkan berbagai topik diskusi kepada semua orang (River, 2003: 212).
selektif dalam memilih majalah sesuai dengan kebutuhan mereka terhadap informasi maupun hiburan.
Majalah merupakan media yang terbit secara berkala, yang isinya meliputi bermacam-macam artikel, cerita, gambar dan iklan (Djuroto, 2002: 32). Fungsi dari majalah adalah, menyebarkan informasi kepada masyarakat. Selain itu memberikan hiburan baik dalam bentuk tekstual atau visual seperti gambar kartun maupun karikatur. Artini Kusmiati juga mengatakan di dalam bukunya Teori Komunikasi Visual (1999:36) bahwa media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, juga secara individual mampu untuk memikat perhatian. Visualisasi adalah cara atau sarana yang paling tepat untuk membuat sesuatu yang abstrak menjadi lebih jelas. Penampilan secara visual selalu mampu untuk menarik emosi pembaca dan dapat memutuskan suatu problema untuk kemudian menghayalkan pada kejadian yang sebenarnya. Media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal (Waluyanto, 2000: 128).
13
Memahami makna karikatur sama susahnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Indarto (1999:1) menyatakan dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tindakan.
Karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural sangat bergantung pada isu besar yang berkembang dijadikan headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah satu wujud lambang (simbol) atau bahasa visual yang keberadaannya dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasa melecehkan atau bahkan mempermalukan.
Karikatur juga dapat menjadi kontrol sosial . keberadaan karikatur maupun gambar kartun dalam media massa cetak, khususnya pada majalah tidak hanya melengkapi artikel tulisan-tulisan di majalah saja, tetapi juga memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka tahu antara tindaka-tindakan mana yang layak dan tidak layak untuk dilakukan. Banyak kejadian yang dilaporkan dalam bentuk gambar (misalnya kartun) yang lebih efektif dibanding dengan kata-kata, karena kartun mempunyai kekuatan dan karakter sehingga pembaca tertarik untuk sekedar melihat atau bahkan berusaha memahami makna dan pesan yang terkandung dalam gambar kartun tersebut.
Kartun sendiri merupakan produk keahlian seorang kartunis, baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik menulis, psikologis, cara melobi, referensi, bacaan, maupun bagaimana tanggapan atau opini secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu. Karena itu kita bisa mendeteksi tingkat intelektual sang kartunis dari sudut ini. Juga cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2003:140).
15
pemberitaan tentang bisnis seks di penjara yang diberitakan dengan cara yang unik, salah satunya adalah lewat karikatur. Dan setiap gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Berita tentang bisnis seks di penjara tersebut menjadi perdebatan publik dan media massa karena tayangan peliputannya di televisi yaitu di SCTV sempat di cekal pada 13 oktober 2010 menjadi ditayangkan pada tanggal 27 oktober 2010 yang isunya, tayangan ini dicekal karena intervensi oleh beberapa pihak. Pada media cetak berupa majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang karikaturnya dimuat pada rubrik kartun dan ulasannya dimuat pada rubrik media.
berwarna abu-abu dan jendela jeruji besi. Dominan warna langit adalah biru dan ada tulisan 1000 % FITNAH.
Peneliti ingin sedikit mengingatkan pembaca tentang kebrobokan lembaga hukum di Indonesia. Belum selesai kasus perdaran jual beli narkoba di dalam penjara, kasus sel mewah di penjara, sekarang ditambah lagi dengan kasus bisnis seks di penjara. Hal ini juga dibahas di majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010
Tempo merupakan salah satu majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan karikatur. Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah dibredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan Majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh wilayah Indonesia (www.tempointeractive.com).
Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada majalah Tempo, terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hangat tentang politik yang masih banyak dibicarakan oleh masyarakat luas, salah satunya tentang koruptor. Dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya.
17
Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda-tanda yang digolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam karikatur pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana Kritik Sosial Karikatur Pada Rubrik Kartun Majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kritik sosial majalah Tempo dengan karikatur Bisnis Seks di balik jeruji penjara.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Teoritis
Kegunaan praktis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Majalah Sebagai Media Massa
Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan
produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai
pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang
mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki
kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita.
Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai
kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.
Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan
dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya
terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan dan bahkan ada pula yang
terbit triwulanan.
Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
1. Majalah Konsumen
Yakni majalah yang diarahkan pada para konsumen yang akan langsung membeli
barang-barang konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran,
2. Majalah Bisnis
Yakni majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis.
3. Majalah Pertanian
Yakni majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian
atau perkebunan.
Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis,
misalnya, majalah anak-anak, remaja, pria, remaja wanita, wanita dewasa atau pria
dewasa, ataupun secara geografis, psikografis dan dari segi kebijakan editorial. Dari segi
kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita (Tempo, Editor), Majalah
Umum (Intisari), Wanita (Femina, Kartini), Bisnis (Swasembada, Warta Ekonomi) dan
Special Interest (ASRI) dan lain-lain.
Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagai alat
yang ampuh untuk menyebarkan informasi, edukasi dan budaya. Dari media itu kita bisa
tahu mengenai apa yang wajar atau disetujui, apa yang salah dan apa yang benar, apa
yang mesti diharapkan sebagai individu, kelompok atau bangsa lain. Majalah memang
dianggap sebagai media massa, meskipun demikian masih tercatat ada ratusan majalah
khusus (special interest magazine), yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang
memiliki perhatian dan gaya hidup khusus (Shimp, 2003:517).
2.1.2 Majalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang
21
pembaca, artikel, sastra, dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas
majalah bulanan, majalah tengah bulanan, majalah mingguan dan sebagainya.
Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berupa ilustrasi foto, gambar
atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang
digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media
massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang merupakan cirri dari
komunikasi massa. Majalah adalah terbitan berkala yang berita bacaannya ditujukan
untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang popular sehingga
mudah dipahami oleh masyarakat.
Menurut Junaedhi (1991: 54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Majalah Umum
Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang
menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.
b. Majalah Khusus
Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus
seperti majalah keluarga, politik, dan ekonomi
2.1.3 Media Cetak
Media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa elektronik dan
media massa cetak. Media massa elektronik maupun cetak banyak yang digunakan oleh
masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media
kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa
dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang
melintasi jarak, waktu bahkan lapisan sosial dalam masyarakat.
Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang stastis yang
mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata,
gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali,1995:99).
2.1.4 Komunikasi Visual
Sejak awal sejarah terciptanya manusia di alam raya ini, komunikasi antar
manusia adalah bagian yang paling penting dalam berkomunikasi. Komunikasi visual
yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada
hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang,
lembaga atau kelompok masyarakat tertentu kepada yang lain (Pirous dalam Tinaburko,
2003:31-32).
Sebagai bahasa, maka efektifitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran
utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem
pemenuhan kebutuhan manusia dibidang informasi visual melalui lambang-lambang
kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir disegala sektor kegiatan,
lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda,
corporate identity, sampai berbagai display produk di pusat pertokoan dengan aneka daya
tarik.
Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang
23
Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia
dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan maupun ucapan.
Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain
komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual
pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang
visual berangkat dari premis (dasar pemikiran) bahwa bahasa visual memiliki
karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu
pada pengamatnya. Hal demikian ada kalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan
bahasa verbal.
Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai
seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi
dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut
maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif (Hadi dalam
Tinaburko, 2003:32-33).
2.1.5 Kartun dan Karikatur
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa karikatur seperti halnya kartun gags
(kartun kata), kartun komik dan kartun animasi adalah bagian dari apa yang dinamakan
kartun.
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang kartunis, baik dari segi
pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan,
intelektual seorang karikaturis dari sudut ini juga, cara dia mengkritik yang secara
langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum (Sobur, 2006:140).
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk
gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi
belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk
menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampaiannya
dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006:40).
Sedangkan kartun sendiri merupakan suatu keahlian seorang kartunis, baik dari
segi pengetahuan, intelektual, tekhnik melukis, psikologis, cara melobi, referensi bacaan,
maupun bagaimana dia memilih isu yang tepat. Kartun merupakan tanggapan atau opini
secara subjektif terhadap suatu kejadian, tokoh, suatu soal, pemikiran atau pesan tertentu.
Karena itu bisa mendeteksi tingkat intelektual yang membuat kartun dari sudut ini. Juga
cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang dikritik justru tersenyum
(Sobur, 2003:140).
Kartun mempunyai keunggulan sekaligus kelemahan. Ia dapat ditangkap pikiran
orang, tetapi tidak mampu menjelaskan persoalan secara lengkap dan tuntas. Kemudahan
dan daya tembus sebuah kartun dapat diterima oleh semua kalangan mulai dari rakyat
yang buta huruf sampai intelektual yang sarat dengan cara pandang kritis. Menurut ketua
PAKARTI (Persatuan Kartunis Indonesia) Pramono, kartun yang baik antara lain
memiliki misi pendidikan, yaitu meningkatkan kemampuan berpikir dan perenungan bagi
penikmatnya, meskipun mediumnya berupa humor. Oleh Karena itu kartun yang berhasil
25
2.1.6 Karikatur Sebagai Kritik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang
bertujuan atau berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat, dalam konteks inilah kritik sosial merupakan unsur penting
dalam memelihara sistem sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi
sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat
(Masoed, 1999:47).
Krtitik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial, bahwa kritik sosial menjadi
sarana komunikasi, gagasan baru, sembari menilai gagasan yang lama untuk suatu
perubahan sosial. Persepsi kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum
kritis dan strukturalis. Mereka melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk
suatu tujuan perubahan sosial (Masoed, 1999:49). Kritik sosial yang murni kurang
didasarkan pada peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru melibatkan dan
mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nyata
dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan pada rasa tanggung jawab
bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan
sosialnya.
Kritik memiliki fungsi taktis dan peranan strategis dalam menumbuhkan berbagai
kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan pemerintahannya. Kontrol sosial dan kritik
sosial merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, yang selalu ada didalam masyarakat
manapun. Dengan demikian, apabila kontrol sosial cenderung dipahami sebagai aktivitas
pengendalian, kritik sosial cenderung dianggap sebagai aktivitas pembebasan dari segala
Kritik sosial sebenarnya bagian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya
pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan
sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat dan juga merupakan apresiasi
dari masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para
desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial seringkali ditemui di dalam berbagai
media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kritikan-kritikan yang jenaka
disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan
(Wijana, 2004:4).
2.1.7 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah
yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Ogden dan Ricards
dalam Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai
makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:248),
merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para
teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan
makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemikir besar telah sering
mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak
pengungkapan mental dari Locke sampai kerespon yang dikeluarkan Skinner. “tetapi”
(Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008:47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang
langsung telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan
27
Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “Kita”
lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan
makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari
pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi
adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang
ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf sehubungan dengan usaha menjelaskan
istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2)
mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi
(Kempson dalam Sobur, 2004:258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model
konsep makna (Johnson dalam Devito, 2997:123-125) sebagai berikut:
1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata, melainkan pada
manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap
menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita
gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan
proses ini adalah proses yang bisa saja salah.
2. Makna berubah. Kata-kata relative statis, banyak dari kata-kata yang kita gunakan
200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah, ini khusus
3. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia
nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia
atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan
bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat
penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara
tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep-konsep lain yang
serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa
berbagi makna dengan lawan bicara.
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu
bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita
mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata
diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
6. Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu
kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari
makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut
yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin
juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur,
2003:285-289).
2.1.8 Relasi Politik Dengan Hukum
Hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk
mewujudkan nilai-nilai keadilan. Ciri-ciri hukum mengandung perintah dan larangan,
menuntut kepatuhan dan adanya sangsi, hukum yang berjalan akan menciptakan
29
resmi oleh penguasa negara, hukum adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang
dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bagaimana
hukum tersebut dijalankan., kaidah hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara
langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati/ditetapkan
sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.
Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat
terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang
berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya
lembaga-lembaga hukum harus bekerja secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi
hukum yang berkeadilan.
2.1.9 Pemaknaan Warna
Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna
majemuk. Setiap kata dari kata-kata, seperti: merah, kuning, hitam, dan putih memiliki
makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana
(2003, 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa
kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat
dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif,
misal: daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.
Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna
putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan
kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur,
2001:25).
Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna
merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan
dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat
bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan
sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan,
namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam
tergantung dari situasi.
Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat.
Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan,
transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna orange yang berarti energi,
keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut
budaya barat (Mulyana, 2003:376).
Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. Dalam bukunya “periklanan”
memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan
kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak
khalayak, diantaranya:
1. Merah
Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya,
kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh
berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk
31
2. Orange
Orange merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan,
pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan
pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang
tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent.
3. Kuning
Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi.
Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna
yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik
perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.
4. Merah Muda
Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan
kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting
dalam kebudayaan di bumi.
5. Hijau
Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi,
penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman
dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas,
daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan,
ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan
elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima
pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh,
6. Biru
Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan,
keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi,
spiritual, kelembutan, dinamis, air , laut, kreativitas, cinta, kedamaian, kepercayaan,
loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan,
kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin,
konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan,
menenangkan namun juga dapat berarti dingin dan depresi. Sebagai dari akibat efek
menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.
7. Abu-abu
Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan,
reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif,
praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.
8. Putih
Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidakbersalahan, steril, kematian,
kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau
kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni,
ringan, netral dan fleksibel.
9. Hitam
Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan,
kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat,
formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan
ketangguhan.
33
Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,
kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi,
aspirasi yang tinggi, upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi,
ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri,
independensi, kontemplasi, dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim,
artistik, kuno dan romantik.
11. Cokelat
Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga
membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta
membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan rasa
kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.
2.1.10 Pendekatan Semiotika
Kata “Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik
dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika adalah cabang sebuah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana “kata” adalah
tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur
karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat dianggap
sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan
suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat
komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda
akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang ilmu
yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika
memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, “there is
nothing outside language”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai “teks” atau “tanda”.
Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting dalam kehidupan umat manusia
sehingga: “manusia yang tak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup”
(Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan
ahli terkemuka dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa, manusia hanya
dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan
sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang
bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur,
komposisi dan sebagainya. Tanda-tanda yang bersifat verbal adalah objek yang
dilukiskan seperti objek manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal-hal abstrak lainnya.
Apapun alasannya (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya adalah sesuatu yang
kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang
kasat mata dan merupakan media antar perupa (seniman) dengan pemerhati atau
penonton. Seniman dan designer membatasi bahasa rupa dalam
segitiga,estetis-simbolis-bercerita (story telling). Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup
makna yang luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.
Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna
dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu membahas tiga elemen, antara
lain:
1. Sign atau tanda itu sendiri
Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam
memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga
35
Dalam hal ini tanda dipahami sebagai konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai
oleh orang-orang yang telah menciptakannya.
2. Codesi atau kode
Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam
usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi media
komunikasi yang sesuai dengan transmisi pesan mereka.
3. Budaya
Lingkungan dimana tanda dan kode itu berada. Kode dan lambang tersebut segala
sesuatunya tidak dapat lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang
itu digunakan.
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari berbagai ahli, seperti
Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model
semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan
analisisnya pada studi linguistik.
Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat berbagai macam
tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk memberikan pesan atau
informasi bagi khalayak berupa karikatur. Berbagai macam tanda itulah yang hendak
dikaji dalam sebuah tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.
2.1.11 Semiotika Charles S. Pierce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori,
namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur, 2004:83). Bagi Pierce tanda “is
misalnya dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) menurut Pierce salah
satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object
dan interpretant (Sobur, 2004:41).
Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang
objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam
benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda
tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika
tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan,
2008:37).
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga
kategori yaitu: ikon, indeks, dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan
penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah
hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya, potret dan
peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan
penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung
,mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api.
Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvesi. Tanda seperti itu adalah
tanda konvensional yang biasa disebut simbol tanda yang menunjuk hubungan alamiah
antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004: 42). Hubungan
segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalam gambar berikut ini: (Fieske dalam
Sobur, 2001:85)
37
Gambar 2.1 Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce
Charles S. Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga
kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam
sebuah model segitiga sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Oleh Pierce
2.2 Kerangka Berfikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai
sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of
Experience) dan pengetahuan (Field Of Preference) yang berbeda-beda pada individu
tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam
objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Icon
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan
lambang dalam hal ini adalah karikatur “Bisnis Seks di dalam penjara” dalam majalah
Tempo Edisi 25-31 Oktober 2010. Tanda–tanda yang terdapat dalam setiap
penggambaran karikatur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai
dengan peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan karikatur dalam cover Tempo, yang
dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan warna.
Berdasarkan landasan tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode
semiotik dari Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle meaning),
yang terdiri dari tanda, objek dan interpretant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk,
sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks,
dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi
mengenai kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Yang Tertunda” dalam rubrik kartun
Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
Analisis Semiotik Charles Sander Pierce
Sign
Object
Gambar karikatur “Bisnis Seks di balik jeruji penjara” pada
Interpretant
3.1
Jenis PenelitianPenelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan
semiotik. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa
faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah
menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif
kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti,
ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan
banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 220:33).
Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu suatu metode
yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajian, serta bagaimana
menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda akan teks tersebut.
3.2
Definisi KonseptualPenelitian ini memperhatikan beberapa hal, pertama adalah konteks atau situasi
sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat
memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu
produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara
bersama, ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui
41
Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu
atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Dengan menggunakan
metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi
simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam cover
karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini
adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui Kritik Sosial Karikatur
“Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun Majalah Tempo Edisi 25-31
Oktober 2010.
3.3
KorpusKorpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen.
Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam,
sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus
bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian
kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi
alternatif.
Makna yang digali adalah makna eksplisit dan makna yang berdasarkan apa yang
tampak (denotatif), serta makna yang mendalam yangt berkaitan dengan
pemahaman-pemahaman ideology dan cultural (konotatif)
Korpus pada penelitian kualitatif ini adalah gambar karikatur “ Bisnis Seks Yang
Tertunda ” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010 yang berupa
karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara”, yang berupa gambar, tulisan, benda dan
warna yang terdapat pada karikatur di rubrik kartun majalah Tempo tersebut
benda berupa handycam, topi bertuliskan SIGI yang merekam kejadian di balik penjara
dan ditepuk pundaknya secara tiba-tiba oleh petugas lembaga hukum dengan wajah
marah dan meminta handycam dan seorang petugas lembaga hukum lain yang
mengatakan 1000 % FITNAH yang seolah-olah menjadi pelengkap di dalam karikatur,
serta warna background yang sangat dominan. Dimana kemudian ini diinterpretasikan
dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
3.3.1
Ikon (icon)Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.
(Sobur, 2001:41). Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang
dimaksudkan. Apabila pada rubric kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010
ditunjukkan:
1. Seorang laki-laki yang mengenakan kemeja warna coklat, topi berwarna coklat
bertuliskan SIGI, tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam
2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela memakai gelang kaki dengan bandul
hati warna pink.
3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga
hukum
4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya
tampak badan bagian belakang.
3.3.2
Indeks (index)Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda
dan pertanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat (Sobur, 2004:42). Pada
cover majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010, ditunjukkan dengan:
43
2. Memakai topi bertuliskan sigi
3. Memegang handycam
4. Mulut membentuk huruf “o”
5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji
6. Gelang kaki bandul hati di kaki
7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum
8. Tangan menepuk pundak
Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara petanda dengan
penandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian
masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober
2010 ditunjukkan dengan:
1. Baju safari warna biru
2. Gelang kaki bandul hati warna pink
3. Lencana lembaga hukum
4. Topi bertuliskan SIGI
`Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari
penempatan tanda-tanda dalam rubrik kartun majalah tersebut, di atas, yang mana sebagai
ikon, mana sebagai indeks dan mana sebagai simbol tersebut hanya sebagai subyektifitas
peneliti, bukan menjadi sesuatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut
pandang khalayak yang memaknai karikatur pada karikatur rubrik kartun majalah Tempo
edisi 25-31 Oktober 2010 sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.4
Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pengamatan secara langsung
karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi
25-31 Oktober 2010. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan
dokumenter seperti majalah, studi ke perpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan
referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-data akan dianalisis berdasarkan
landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan
untuk mengetahui kritik sosial karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik
kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
3.5
Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif.
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adanya
penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi
jawaban terhadap objek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini
berdasarkan model semiotik dari Charles Sanders Pierce, yaitu sistem tanda (sign) dalam
karikatur yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda
dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Pierce terbagi kedalam tiga kategori
45
Dengan studi semiotik penelitian dapat memaknai gambar dan pesan yang
terdapat dalam karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” serta membentuk berbagai
pemaknaan terhadap karikatur ini. Rubrik Kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober
2010 ini akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat
dalam setiap penggambaran karikatur, untuk mengetahui kritik sosialnya.
Untuk mengetahui hubungan antara tanda, penggunaan tanda dan realitas
eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda
(gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang digunakan sebagai
indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif
karikatur “Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi
25-31 Oktober 2010.
Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur surat
pembaca, peneliti mengamati signs atau system tanda yang tampak dalam cover,
kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik
Pierce, yang terdiri dari:
1. Obyek
Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah karikatur
“Bisnis Seks Di Balik Jeruji Penjara” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31
Oktober 2010.
2. Sign
Adalah segala sesuatu yang ada dalam gambar karikatur tersebut. Sign dalam
penelitian ini adalah seorang laki-laki, repoter SIGI yang sedang memegang
handycam yang mengenakan kemeja warna coklat,topi berwarna coklat bertuliskan
yang diarahkan ke jendela dan tangan kiri memegang dinding sehingga badan
menempel pada dinding, mata terbelalak dan melirik ke belakang. kaki kanan
seseorang yang menjuntai ke luar jendela sebatas betis dan memakai gelang kaki
dengan bandul hati warna pink.seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru
dengan lencana lembaga hukum di dada sebelah kiri berdiri dibelakang reporter
dengan tangan kanan menepuk pundak reporter tadi dan tangan kiri menengadah
meminta handycam dan mata tatapan marah. seorang laki-laki memakai pakaian
safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya tampak badan bagian belakang
dan terlihat setengah badan saja dengan tangan kiri menengadah.
3. Interpretant
Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah
tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi peneliti. Berdasarkan
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data
4.1.1 Kritik Sosial Terhadap Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI
PENJARA”
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang menjadi objek
penelitian ini dimuat pada rubrik kartun majalah Tempo edisi 25-31 Oktober 2010.
Gambar yang mengangkat masalah penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan.
Dimana dalam gambar ini menggambarkan adanya bisnis seks dalam penjara yang
penayangan kejadian ini sempat dicekal penayangannya pada tanggal 13 Oktober 2010
“BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” tersebut adalah sebagai suatu reaksi atau
refleksi terhadap fenomena yang sedang berkembang dan menonjol ditengah masyarakat
pada awal Oktober 2010 kemarin, yaitu tentang penyimpangan fungsi lembaga
pemasyarakatan. Karikatur ini merupakan salah satu bentuk pesan dalam bentuk non
verbal yang memang diciptakan dengan kesengajaan agar pembaca dapat dengan aktif
memahami pesan yang terkandung didalamnya.
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” diciptakan sebagai sebuah
wahana untuk memberikan informasi kepada masyarakat seputar kabar tentang masih
adanya penyimpangan fungsi lembaga pemasyarakatan di tanah air, yang membuktikan
bahwa di dalam penjara justru masih berjalan perilaku yang melanggar aturan dan
kesusilaan.
4.1.2 Majalah Tempo
Tempo edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971, Tempo keluaran
yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa
sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi Tempo sebenarnya sama sekali tidak
berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik, perhatian yang utama justru tertuju
pada misi panjangnya untuk membangunkan kesadaran yang telah lama diracuni dengan
media yang tunduk pada rezim yang represif. Ketegasannya untuk mempertahankan
kebebasan jurnalistik telah membuat Tempo sebagai legenda dan menjadi ikon didalam
industri pers di Indonesia selain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara.
Tempo pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1984, Tempo tidak pernah berhenti
untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kendaraan atau sarana
49
Tempo adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya sekalu
dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan
pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagaimana, seperti
tahun 1971, Nama “TEMPO” dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau
cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan
selalu dijadikan perbandingan. Tempo hari ini adalah sebuah tongkat ukuran yang ditiru
oleh semuanya tetapi tetap tidak akan tertandingi. Sebagai Majalah berita tertua di
Indonesia. Tempo kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga
kekuasaan dalam bersuara.
Pada tahun belakangan ini Tempo tanpa disadari menjadi legenda, namun perlu
dicatat ini merupakan realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan
tenaga muda penuh harapan. Tempo tanpa risau menghadapi masalah tersebut untuk
mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dan merebut hati dari
pembaca-pembaca terbarunya terutama adalah lapisan urban kelas menengah. Mereka itulah yang
secara ekonomis mampu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi
Negara selalu dalam keadaan yang dinamis. Tempo kembali bersikulasi tepatnya 6
Oktober 1998, dimana pada saat itu keadaan pasar telah berubah secara signifikan sejak
tahun 1994, oleh sebab itu Tempo menjelajah setiap kesempatan dengan semangat
perubahan dan pembaharuan.
Kehadiran kembali Tempo disambut dengan antusias oleh Indonesia, sehingga sejak
dari edisi pertamanya Tempo akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula
sebagai pemimpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang
setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum
pembredelan Tempo 21 Juni 1994. Hingga saat ini Majalah Tempo berhasil menguasai
misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.
Peluncuran Tempo edisi berbahasa Inggris pada pada tanggal 12 September 2000
didesain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global.
(www.tempointeractive.com)
Adapun spesifikasi yang terdapat pada majalah Tempo adalah sebagai berikut:
Isi Halaman
LAPORAN UTAMA :
Orang-orang di sekeliling Presiden 26
PRELUDE:
Album
Etalase
Inovasi
Kartun
10
12
14
16
NASIONAL :
Momen
Politik
20
36
HUKUM :
Hukum 140
Ekonomi :
Momen 158
INTERNASIONAL :
Internasional
Momen
161
168
TOKOH:
Obituari
Wawancara
174
171
HUKUM:
Hukum 140
(Majalah Tempo Edisi Oktober 2010)
4.2 Penyajian Data
Dari hasil pengamatan peneliti yang dilakukan pada majalah Tempo mengenai
pemaknaan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” maka akan
disajikan data-data yang didapat dari gambar dan warna yang dimuat pada rubrik kartun
53
spesifik yang akan dipilah-pilah yang disesuaikan dengan materi yang tersedia. Tanda
tersebut berupa, tanda (gambar, warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) yang
digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian. Pengkategorian tanda pada
karikatur ini berdasarkan landasan teori Semiotika Charles Sanders Pierce, dimana untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI
PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo edisi Oktober 2010.
Pierce membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan simbol. Untuk
mengungkap makna serta pesan yang disampaikan dalam penggambaran karikatur
tersebut, sistem tanda dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda Pierce.
Dalam pendekatan Semiotik Pierce terdapat tiga komponen, yaitu: Tanda (sign),
Objek (object), Interpretan (interpretant).
Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar karikatur “BISNIS SEKS DI
BALIK JERUJI PENJARA” pada rubrik kartun majalah Tempo yang dijadikan korpus
(sample terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam
model Semiotik Pierce yang membagi tanda atas tiga kategori, yaitu: ikon, indeks, dan
simbol, sehingga akan diperoleh interpretasi dari karikatur melalui kategori tanda
tersebut.
Ikon, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI BESI” adalah :
1. Seorang laki-laki yang mengenakan topi berwarna coklat bertuliskan SIGI,
tas pinggang warna coklat yang sedang memegang handycam
2. Kaki seseorang yang menjuntai ke luar jendela dan memakai gelang kaki
3. Seorang laki-laki memakai pakaian safari warna biru dengan lencana lembaga
hukum
4. Seorang memakai pakaian safari warna biru yang membelakangi sehingga hanya
tampak badan bagian belakang.
Indeks, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”
adalah :
1. Mata terbelalak dan melirik
2. Memakai topi bertuliskan sigi
3. Memegang handycam
4. Mulut membentuk huruf “o”
5. Kaki menjuntai ke atas di jendela jeruji
6. Gelang kaki bandul hati di kaki
7. Baju safari biru dengan lencana lembaga hukum
8. Tangan menepuk pundak
9. Tangan menengadah
10.Tatapan menyeringai
11.Dinding tidak rata warna abu-abu
12.langit berwarna biru
13.tulisan 1000 % FITNAH
14.handycam yang mengarah kedalam jendela
Simbol, dalam tampilan karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA”
55
1. Baju safari warna biru
2. Gelang kaki bandul hati warna pink
3. Lencana lembaga hukum
4. Topi bertuliskan SIGI
Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI PENJARA” yang tersapat dalam rubrik
kartun majalah tempo jika di gambarkan dalam model Semiotik Pierce adalah sebagai
berikut :
IKON
Gambar 4.1
Gambar karikatur ”Bisnis Seks di Balik Jeruji Penjara” dalam kategori tanda
Pierce
4.3 Analisis Pemaknaan Karikatur “BISNIS SEKS DI BALIK JERUJI