• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Tipe Kecemburuan pada Gay Terhadap Komunitas Pasangan di Komunitas Gay "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Tipe Kecemburuan pada Gay Terhadap Komunitas Pasangan di Komunitas Gay "X" Bandung."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan guna memeroleh gambaran tipe kecemburuan pada pasangan gay di komunitas “X” Bandung. Teori yang digunakan adalah teori tipe kecemburuan yang dikemukakan oleh Salovey (1991). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Jumlah sampel di dalam penelitian sebanyak 100 orang.

Alat ukur yang digunakan untuk menjaring data tipe kecemburuan adalah Multidimesional Jealousy Scale (MJS) yang dikembangkan oleh Pfeiffer dan Wong. Alat ukur yang dibuat berdasarkan teori tipe kecemburuan dari Salovey. Berdasarkan Alat ukur ini memiliki 24 item untuk mengukur aspek-aspek tipe kecemburuan dan diterjemahkan oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasangan gay di komunitas “X” Bandung sebesar 70% (70 responden) memiliki tipe kecemburuan suspicious jealousy yang tergolong tinggi. Sisanya sebesar 30% (30 responden) memiliki tipe kecemburuan reactive jealousy.

(2)

Abstract

The research was designed and conducted to acquire the description about the type of jealousy in gay couples in the “X” community in Bandung based on Salovey’s theory (1991). This descriptive study used survey method with 100 respondents .

MJS (Multidimesional Jealousy Scale), developed by Pfriffer and Wong. Measuring instrument that is based on the theory of jealousy type of Salovey, was used to measure the type of jealousy. the 24 items to measure type of jealousy aspects then its translated by Researchers into Indonesian.

The results showed that the majority of gay couples, 70 % ( 70 respondents ) in the "X" community in Bandung had a high suspicious type of jealousy while 30% (30 respondents) had a high reactive type of jealousy.

(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI………vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………1

1.2.Identifikasi Masalah………...11

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian……….11

1.3.1. Maksud Penelitian……….11

1.3.2. Tujuan Penelitian………..11

1.4.Kegunaan Penelitian………..…11

1.4.1. Kegunaan Teoretis………11

1.4.2. Kegunaan Praktis………...12

1.5.Kerangka Pikir………12

(4)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...21

2.1. Jealousy...21

2.1.1 Definisi kecemburuan……….………..21

2.1.2 Sumber kecemburuan lainnya………...21

2.1.2.1 Jenis-jenis Emosi yang Berperan Dalam Kecemburuan……23

2.1.3 Tipe-tipe Kecemburuan………24

2.2 Penyebab Terjadinya Kecemburuan……….26

2.3 Tahap-tahap Kecemburuan……….30

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemburuan………..34

2.5 perkembangan Dewasa Awal……….………36

2.5.1 Karakteristik Dewasa Awal………....37

2.6 Gay ………...37

2.6.1. Pengertian gay ……….……37

2.6.2. Jenis-jenis Gay………...38

2.6.3. Tipe Hubungan Pada Gay………39

2.7. Pacaran ………..41

(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

2.7.2 Fungsi Pacaran ………....42

2.7.3 Tahap Pacaran ………43

2.7.4 Pacaran Pada Gay………46

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ………49

3.2. Bagan rancangan penelitian……… 50

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...50

3.3.1. Variabel Penelitian………...50

3.3.2. Definisi Konseptual……….50

3.3.3. Definisi Operasional………...51

3.4. ALat Ukur………..51

3.4.1. Alat Ukur Tipe Kecemburuan………..51

3.4.2. Data Penunjang dan Data Pribadi………..53

3.4.3. Validitas Alat Ukur……….………54

3.4.4. Reliabilitas Alat Ukur………55

(6)

3.5.1. Populasi Sasaran………...56

3.5.2. Teknik Penarikan Sampel………..……56

3.6. Teknik Analisis Data………...56

DAFTAR PUSKATA………58

DAFTAR RUJUKAN………59

(7)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gaya hidup masyarakat dewasa ini semakin modern mengikuti

perkembangan zaman yang begitu pesat. Perkembangan dan perubahan gaya

hidup yang ada tidak terbatas pada aspek perkembangan teknologi dan informasi,

namun juga pada aspek kehidupan lain yang lebih prinsipil seperti berkomitmen

dengan pasangan. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka semakin bergeser

pula nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh manusia itu sendiri. Salah satu

nilai yang mengalami pergeseran adalah nilai dalam menjalin relasi sosial,

terutama relasi dari munculnya orientasi seksual yang dianggap tidak wajar di

masyarakat luas. Relasi yang terjalin antara pria dengan pria, maupun wanita

dengan wanita, atau yang biasa lebih di kenal dengan istilah “homoseksual”.

Berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab otrang menjadi

homoseksual dapat dilihat dari faktor biologis seperti susunan kromosom, ketidak

seimbangan hormon, struktur otak, dan kelainan susunan syaraf. Sedangkan

menurut beberapa Sigmund Freud terjadinya homoseksual karena dipengaruhi

oleh masa pengenalan identitas. Dimana pada anak laki-laki Freud percaya bahwa

Ibunya pada anak laki-laki pada masa ini adalah objek anak ingin melakukan n

hubungaseks. Faktor lain yang dapat menyebabkan orang menjadi homoseksual,

(8)

2

dan seksologi ) selain faktor biologis (kelainan otak dan genetic), adalah adanya

faktor sosiokultural, yaitu adanya adat istiadat yang memberlakukan hubungan

homoseksual dengan alasan yang tidak benar, dan terakhir adalah faktor

lingkungan, dimana memungkinkan dan mendorong hubungan para pelaku

homoseksual(http://www.e-psikologi.com/artikel/klinis/definisi-proses

homoseksual , Diakses 23 Agustus 2014).

Masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai ketimurannya menilai bahwa

hubungan sesama jenis adalah tabu dan terlarang. Setiap agama di Indonesia pun

memiliki pandangan yang serupa terhadap homoseksual. Diamana pada setiap

agama tersebut terdapat larangan yang jelas adanya hubungan antara sesama jenis.

Bagi kalangan yang kontra terhadap hubungan sesama jenis, menilai bahwa

hubungan sesama jenis merupakan hal yang salah dan berdosa, kondisi ini

menyebabkan terbentuknya perilaku yang mendasar dalam masyarakat yang

mengakibatkan suatu ancaman sosial bagi para gay. Hal ini menyebabkan kaum

gay kerap menerima perlakuan yang kurang menyenangkan baik secara verbal

ataupun fisik dalam lingkungan sosialnya yang menyebabkan mereka juga takut

akan perlakuan negatif, pengucilan, dan pernyataan negatif yang merupakan

ancaman sosial-agama yang muncul dari masyarakat (Dede Oetomo,2006).

Homoseksual merupakan orientasi seksual pada sesama laki-laki ataupun

sesama wanita (Kelly, 1980). Homoseksual terbagi lagi menjadi dua kelompok

besar yaitu gay dan lesbian. Gay merupakan laki-laki yang memiliki orientasi

seksual pada laki-laki. Kaum gay tidak menunjukan perilaku ketertarikannya pada

(9)

3

Universitas Kristen Maranatha ketakutan mereka terhadap pandangan masyarakat yang cenderung mencela dan

membuat mereka merasa dikucilkan, sehingga dalam masyarakat yang luas ini

mereka menjadi minoritas.

Gay merupakan hal yang dianggap tidak lazim oleh masyarakat di

Indonesia dan tidak banyak orang yang mau mengakui bahwa dirinya adalah

seorang gay. Hal ini karena di Indonesia masih banyak pertentangan mengenai

keadaan mereka, baik itu secara agama maupun budaya. Hasil suatu survei dari

Yayasan Priangan pada tahun 2004 yang lalu menyebutkan bahwa ada 21%

pelajar SMP dan 35% SMU yang pernah terlibat dalam perilaku gay. Data lain

menyebutkan kaum gay di tanah air memiliki sekitar 221 tempat pertemuan di 53

kota-kota di Indonesia (www.wikimu.com/News). Menurut hasil observasi

peneliti dan data yang di dapat dari catatan LSM Abiasa dan Komisi

Penanggulangan AIDS Jawa Barat yang terlibat pendampingan untuk HIV/ AIDS,

di Kota Bandung saja, tak kurang dari 656 orang tercatat sebagai pria gay, dan di

Jawa Barat diperkirakan tak kurang dari 6.000 orang, bahkan di salah satu daerah

terbesar di kota Bandung telah menjadi tempat perkumpulan terbesar komunitas

lesbian dan gay. Hal di atas menggambarkan bahwa jumlah kaum gay tidaklah

sedikit. Semenjak abad 20 pandangan tentang gay berubah dari adanya

penyimpangan seksual menjadi sebuah pilihan gaya hidup (Mary Crawford &

Rhoda Unger, 2004).

Gaya Nusantara merupakan salah satu contoh perkumpulan gay di

Indonesia, mencatat bahwa 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah

(10)

4

nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia (Gatra,

2003). Homoseksual pada tahun 1973, di dalam buku DSM III yang diterbitkan

tidak lagi tercantum di dalamnnya sampai revisinya yang terakhir, yakni DSM

IV-TR dan DSM V, APA tidak lagi mencantumkan homoseksual dalam daftar

gangguan jiwa. Pada tanggal 17 mei 1990, WHO pun mengikuti jejak APA dan

menyatakan bahwa homoseksual bukanlah gangguan kejiwaan. Mayoritas budaya

di dunia menganggap homoseksual sebagai tindakan menyimpang. Namun dalam

era millenium seperti saat ini homoseksual lebih bisa diterima secra luas, bahkan

berdasarkan buku DSM V homoseksual tidak lagi ditemukan sebagai

psikopatologis (Davidson & Neale, 1984).

Pada pria gay berpasangan atau pacaran merupakan aktifitas yang tetap

dilakukan. Berpasangan atau pacaran tidak memandang orientasi seksual

seseorang. Savin-William & Cohen (1996) menyatakan bahwa berpasangan atau

pacaran adalah saat dimana suatu hubungan romantis dibangun dan dialami. Gay

yang memiliki pacar akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, penerimaan diri

yang lebih tinggi, dan akan lebih terbuka kepada lingkungan mengenai identitas

diri sebagai seorang gay (Savin-William & Cohen, 1996).

Saat pria gay mulai menemukan pasangan yang sesuai, sama halnya

dengan kebanyakan orang, mereka akan mulai membangun relasi dan hubungan

yang mendalam secara intim satu sama lain. Keintiman dalam berelasi mulai

muncul pada saat mereka menemukan orang yang tepat. Keintiman merupakan

cara bagaimana merasa dekat dengan seseorang dan dapat berkomunikasi secara

(11)

5

Universitas Kristen Maranatha pasangan heteroseksual dengan gay hanyalah penerimaan lingkungan terhadap

hubungan yang mereka jalani, dimana pasangan heteroseksual bisa dengan

terang-terangan memperlihatkan hubungan mereka dengan pasangan kepada masyarakat.

Namun, dalam hubungan pasangan gay tentu saja tidak semulus yang

diduga dalam menjalani suatu hubungan pasti banyak hal-hal yang menjadi faktor

penghalang antara keduanya untuk menciptakan hubungan yang harmonis, salah

satunya adalah munculnya kecemburuan. Kecemburuan sering muncul diantara

dua orang yang memang sudah terlibat dalam hubungan romantis. Kecemburuan

sering dilihat sebagai salah satu dari perasaan yang kuat, lazim dan juga yang

sering terjadi, yang terdapat di dalam suatu hubungan yang intim (Aune &

Comstok dalam Demirtas, 2006). Sebagaimana manusia lainnya, para gay pun

memiliki perasaan yang sama dengan manusia normal lainnya seperti perasaan

marah, kesal, sedih, cemburu, dan bahagia..

Kecemburuan atau Jealousy didefinisikan sebagai suatu pengalaman

emosi ketika seseorang merasa terancam hilangnya suatu hubungan yang penting

atau bermakna dengan pasangannya akibat muncul seorang rival yang benar-benar

ada ataupun yang hanya khayalan (Salovey, 1991). Kecemburuan dapat memiliki

konsekuensi positif dan negatif terhadap suatu hubungan, tergantung kepada

Kecemburuan yang sifatnya merusak ini dapat mengarah kepada berakhirnya

suatu hubungan, terjadinya berbagai macam bentuk kekerasan, dan bahkan dapat

mengarah kepada pembunuhan, baik itu kepada diri sendiri, pasangan atau

(12)

6

Pengendalian cukup penting mengingat gay mempunyai derajat

kecemburuan yang lebih tinggi dan hubungan yang penuh dengan kecemburuan

dapat menimbulkan hubungan yang penuh dengan kecurigaan dan juga ketidak

harmonisan dari pasangan gay tersebut. Kecemburuan yang tidak terkendali dapat

berakibat fatal. Seperti yang terjadi pada kasus pembunuhan mutilasi yang

dilakukan oleh Ryan (wartakota/dtc/kompas). Pembunuhan ini terjadi karena rasa

cemburu dan dendam antara gay Ryan terhadap seseorang yang dianggap sebagai

saingannya yang telah menggoda pasangan kekasih nya. Ryan melakukan

pembunuhan karena dirinya mendengar secara langsung kekasihnya ditawar oleh

korban sehingga Ryan pun merasa cemburu dan marah sampai nekad melakukan

pembunuhan tersebut. (wartakota/dtc/kompas).

Fenomena kecemburuan yang dipaparkan sebelumnya banyak terjadi pada

pasangan gay di komunitas “X” Bandung. Guna mengetahui lebih lanjut

kecemburuan seperti apa yang terjadi, peneliti melaksanakan wawancara awal

kepada 10 pria gay. Berdasarkan hasil wawancara, 8 dari 10 pria gay

menggolongkan mereka memiliki kecemburuan yang tinggi. Hal ini terlihat dari

bagaimana mereka menampilkan perilaku yang tidak menyenangkan melalui

perkataan maupun perbuatan bila pasangan mereka menunjukan sikap yang sudah

mulai mencurigakan, misalnya dengan menghina pasangan yang diketahui telah

berselingkuh dengan orang lain, atau dengan melakukan konfrontasi langsung

pada pihak ketiga yang dianggap telah atau akan merusak hubungan romantis

(13)

7

Universitas Kristen Maranatha Respon-respon kecemburuan yang muncul dikarenakan adanya kejadian

aktual yang dianggap mengancam hubungan, misalnya seperti ketika pasangan

berkenalan dengan orang lain yang dianggap menarik secara fisik. Mereka sering

kali mencurigai bahwa pasangannya berselingkuh meskipun tidak ada bukti nyata

ataupun gejala aktual, sering kali hal ini disebabkan karena adanya perubahan

pola interaksi dalam hubungan mereka. Ketika pasangan begitu sibuk dengan

karirnya, individu merasa kurang diperhatikan dan kemudian mengembangkan

pula kekhawatiran bahwa di luar rumah (di tempat kerja), pasangan telah

menemukan orang lain yang menggantikan tempatnya.

Di saat-saat tertentu, individu dapat menjadi sangat curiga dan mulai

membatasi ‘pergerakan’ pasangannya, seperti menanyakan dengan detail kegiatan

pasangan di luar rumah setiap harinya, menghubungi pasangan dengan intensitas

yang tinggi, bahkan sampai diam-diam memeriksa handphone pasangan untuk

mengetahui siapa saja orang yang menjalin interaksi dengan pasangan. Sedangkan

2 orang lainnya digolongkan sebagai gay yang memiliki derajat kecemburuan

yang rendah. Mereka lebih dapat memberikan kepercayaan kepada pasangannnya,

meskipun mereka tinggal di Kota yang berbeda dan bila salah satu dari mereka

merasa curiga pada pasangannya mereka lebih memilih untuk membicarakannya

secara baik-baik daripada menggunakan kekerasan secara fisik atau kekerasan

secara verbal.

Hasil wawancara awal menunjukkan adanya fenomena yang menarik

dalam pola hubungan romantis pasangan gay. Kecemburuan menjadi salah satu

(14)

8

ini dapat terjadi karena gay mempunyai kesulitan untuk mencari pasangan,

sehingga ketika mereka mempunyai satu pasangan maka mereka akan sangat

posesif dan tidak menginginkan pasangannya tersebut berselingkuh atau diganggu

oleh gay lainnya. Pentingnya pengendalian kecemburuan dalam suatu hubungan

pasangan gay terutama pada gay menjadi salah satu kunci keberhasilan hubungan.

Survei awal ini berdasarkan tipe kecemburuan sebagaimana yang

dijabarkan oleh Salovey (1991). Berdasarkan hasil survei awal, ditemukan bahwa

4 dari 10 pria gay menghayati bahwa dirinya akan cemburu bila pasangannya

pergi berdua dengan pria gay lainnya. Mereka juga menghayati dirinya sering

merasa cemburu saat mengetahui dan melihat pasangan mereka sedang saling

menggoda atau digoda oleh pria lainnya. Hal ini menunjukkan adanya indikasi

tipe reactive jealousy. Sedangkan 6 dari 10 pria gay seringkali merasakan bahwa

mereka seringkali cemburu meskipun pasangannya sedang tidak berbincang

maupun bepergian dengan pria lain. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak

dapat mengetahui seluruh kegiatan pasangannya sehingga hal ini menyebabkan

mereka cemburu. Bila dikaitkan dengan tipe kecemburuan yang diutarakan

Salovey, maka ini menjadi indikasi tipe suspicious jealousy.

Attridge (2013) mengutarakan bahwa tipe kecemburuan yang ada dapat

berguna bagi kelangsungan suatu hubungan.Tipe reactive jealousy dinilai sebagai

hal yang baik dalam hubungan karena dapat menyeimbangkan antara kecurigaan

dengan kenyataan. Selain itu, tipe ini menggambarkan adanya perhatian dan rasa

percaya dari individu gay terhadap pasangannya. Sebaliknya pada tipe suspicious

(15)

9

Universitas Kristen Maranatha terkadang kecemburuan yang dirasakannya hanya lah khayalan dan tidak

didasarkan hal yang nyata. Hal ini dapat merusak hubungan yang terjalin di

kemudian hari. Tipe ini menurut Attridge (2013) dinilai sebagai tipe yang buruk.

Maka penting untuk meneliti mengenai tipe kecemburuan pada gay, untuk melihat

seberapa banyak gay yang memiliki tipe suspicious jealousy yang

kecemburuannya didasarkan atas kecurigaan, kecemasaan, dan perasaan takut

terhadap pasangannya yang belum tentu kebenarannya dan hanya berdasarkan

khayalan saja. Melihat bagaimana pemikiran terhadap pasangan, perasaan

terhadap pasangannya, dan apa yang akan dilakukan oleh dirinya terhadap

pasangan bila gay ini memiliki tipe suspicious jealousy. Begitupun dengan

melihat tipe reactive jealousy dimana tipe ini akan merasa cemburu bila dirinya

melihat atau menemukan secara langsung pasangannya berselingkuh dengan

adanya bukti nyata dan tidak berdasarkan khayalan. Melihat bagaimana pemikiran

gay terhadap pasangan, perasaan, dan perilaku atau tindakan yang akan gay oleh dirinya terhadap pasangan.

Berdasarkan fenomena, hasil wawancara beserta survei awal yang ada, dan

kegunaan yang ada, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

mengenai tipe kecemburuan pada pasangan gay di komunitas gay “X” di Kota

Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana tipe kecemburuan pada kelompok gay terhadap pasangannya

(16)

10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe kecemburuan pada gay

terhadap pasangan di komunitas gay “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud mengetahui gambaran tipe kecemburuan pada

gay terhadap pasangan di komunitas gay “ X “ Bandung berdasarkan aspek yang

terdapat pada kecemburuan yaitu pikiran, perasaan, dan perilaku serta kaitannya

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi bagi

bidang klinis maupun bidang sosial mengenai tipe kecemburuan pada gay

terhadap pasangan di komunitas gay “X” Bandung.

2. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi

peneliti yang tertarik untuk meneliti kaum gay dengan tipe kecemburuan

suspicious jealousy atau reactive jealousy.

(17)

11

Universitas Kristen Maranatha Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai

tipe kecemburuan dalam kaum gay agar lebih menyadari keadaan dirinya

dan mengendalikan perilaku mereka dalam hubungannya dan

merefleksikan diri agar dapat membantu mereka untuk menjaga hubungan

agar menjadi lebih harmonis lagi dengan pasangan dan memperlakukan

pasangan dengan lebih baik lagi.

1.5 Kerangka Pikir

Pasangan gay di komunitas “X” tergolong ke dalam Santrock (2002),masa

perkembangan dewasa awal usia 20-40 tahun. Masa ini merupakan masa

pasangan gay mencoba untuk mandiri dalam menjalani kesehariannya. Selain

mandiri, pasangan gay juga diharapkan dapat menentukan pekerjaan atau karirnya

dan menjalin hubungan intim dengan individu lainnya. Pada saat menjalin

hubungan intim dengan individu lain, dapat terjadi suatu bentuk kecemburuan.

Kecemburuan adalah suatu pengalaman emosi ketika seseorang merasa

terancam hilangnya suatu hubungan yang penting atau bermakna dengan

pasangannya akibat muncul seorang rival yang benar-benar ada ataupun yang

hanya khayalan (Salovey, 1991). Kecemburuan meliputi beragam emosi dan

umumnya bersifat negatif. Dalam Kecemburuan pada pasangan gay di komunitas

“X”, terdapat tiga jenis emosi yang umumnya terdapat dalam Kecemburuan.

(18)

12

Sifat stimulus pada dasarnya menyebabkan kecemburuan akibat

ketidaksetiaan yang dilakukan oleh pasangan gay sehingga menyebabkan

kecemburuan .terdapat dua bentuk stimulus yang menyebabkan kecemburuan

yaitu stimulus seksual dan stimulus emosional. Stimulus seksual mengarah pada

kecemburuan individu gay karena ketidaksetiaan pasangan melakukan kegiatan

hubungan fisik seperti pelukan, ciuman, atau hubungan seksual dengan orang lain.

Stimulus emosional mengarah pada kecemburuan individu gay pada pasangannya

akibat ketidaksetiaan emosional pasangannya. Pasangan individu gay terkait lebih

akrab (seperti rindu atau ingin selalu berbicara) dengan orang lain dibandingkan

dengan individu gay tersebut.

Kedua stimulus ini memberikan dampak pada tahap-tahap terjadinya

kecemburuan pada individu gay. White (dalam Brehm, 1992) menyebutkan

bahwa kecemburuan terjadi melalui tahap primary appraisal, secondary

appraisal,dan emotional reaction hingga akhirnya menyebabkan jealous) yang diliputi perasaan hurt, fear, dan anger. Pada tahap primary appraisal, individu

gay merasakan adanya ancaman pada hubungan intim dengan pasangannya.Tahap

ini juga dapat menunjukkan ambang batas kecemburuan individu gay.

Kecemburuan pada individu gay didasarkan pada kualitas dari hubungan itu

sendiri dan juga seberapa besar ancaman yang muncul.

Individu gay yang merasakan ada ancaman kemudian berusaha untuk

memahami situasi tersebut dengan lebih baik dan berpikir bagaimana cara

mengatasinya. Tahap ini disebut sebagai secondary appraisal. Tahap ini juga

(19)

13

Universitas Kristen Maranatha ekstrem berdasarkan kemungkinan yang terburuk. Individu gay terkait setelah

menjalani proses secondary appraisal akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu

emotional reaction. Pada tahap ini individu gay mengalami reaksi emosional dan umumnya tidak menyadari bahwa yang mereka pikirkan adalah hal yang tidak

rasional. Jenis-jenis emosi yang umumnya muncul pada individu gay di tahap

emotional reactionadalah marah (anger), cemas akan kehilangan pasangannya (fear), dan merasa sakit hati (hurt). Ketiga emosi terkait mengindikasikan

terbentuknya kecemburuan pada diri individu gay terhadap pasangannya.

Ketika kecemburuan muncul pada diri individu gay terhadap pasangannya,

individu gay dapat melakukan suatu tindakan untuk mengatasi situasi

kecemburuan pada diri individu gay terkait (Salovey, 1991). Tindakan yang akan

dilakukan ini didasari oleh pikiran dan perasaan yang ada pada diri individu.

Pikiran pasangan gay yang cemburu akan selalu dipenuhi oleh kecurigaan,

ketidakpercayaan, dan khawatir atas keberadaan serta tingkah laku yang

pasangannnya lakukan saat tidak bersama.

Pasangan gay yang mengalami kecemburuan juga akan merasakan emosi

negatif seperti kesal, marah, atau bahkan murka pada pasangannya. Pikiran dan

perilaku pasangan gay yang cemburu pada akhirnya mengarahkan mereka untuk

mencari tahu kepastian pasangannya. Perilaku pasangan gay yang cemburu

terlihat dari frekuensi mereka mentelefon berulang kali dalam satu waktu tertentu,

memeriksa pesan singkat atau telfon yang masuk ke ponsel pasangannya.

Kecemburuan individu gay tersebut menurut Salovey (1991) dapat dibagi

(20)

14

Suspicious jealousy mengarah pada kecemburuan individu gay yang melihat suatu ancaman terhadap hubungan antara diri individu gay dengan pasangannya

walaupun ancaman tersebut hanyalah berdasarkan kecurigaan. Pada tipe

suspicious jealousy individu gay seringkali cemburu meskipun ancaman tersebut bisa saja tidak nyata ada.

Tipe reactive jealousy terjadi pada saat ancaman terhadap hubungan antara

individu gay dengan pasangannya benar-benar hadir dalam keseharian dan bersifat

merusak hubungan. Kecemburuan tipe ini berdasarkan fakta, sesuatu yang

diketahui telah terjadi oleh individu gay terkait. Kedua tipe kecemburuan ini dapat

berdiri sendiri dari stimulus yang menyertainya. Dapat juga terjadi tumpang tindih

antara suspicious jealousy dan reactive jealousy pada saat reactive jealousy

menghasilkan suspicious jealousy.Meskipun seorang individu gay telah secara

jelas mengetahui dan mendapati peristiwa yang membuat ia cemburu hadirnya di

depannya, namun terkadang hal tersebut masih meninggalkan banyak sekali

pertanyaan dan ketidak jelasan.

Pikiran, perasaan, dan perilaku memengaruhi bagaimana pasangan gay

tergolong ke dalam dua tipe kecemburuan. Pikiran dapat dipengaruhi oleh

pengalaman masa lalu (past experience) dari gay itu sendiri, nilai (mate value)

dari pasangan gay itu, dimana gay tersebut menganggap pasangannya sebagai

individu yang akan disukai banyak orang. Perasaan dapat dipengaruhi dengan

perasaan dependence bahwa individu yang sangat tergantung pada pasangannya

bahwa meyakinkan dirinya hanya pasangannya saja yang dapat membuat dirinya

(21)

15

Universitas Kristen Maranatha perilaku dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, nilai dari pasangan (mate value),

depedence, dan sexual exclusivity dimana individu gay menginginkan dan mengharapkan pasangannya tetap setia hanya kepada dirinya saja, dan tidak

memperbolehkan pasangan untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain.

Pada tipe reactive jealousy terjadi ketika suatu ancaman yang terjadi pada

hubungan mereka itu, benar-benar muncul, nyata, dan tidak ambigu yang sifatnya

dapat merusak. Sedangkan tipe kecemburuan suspicious jealousy akan timbul

ketika individu melihat ancaman yang dapat merusak hubungan mereka, namun

hanya didasari pemikiran kecurigaan semata ataupun ketika ancaman tersebut

tidak nyata hadir di hadapan mereka. Hal-hal yang membedakan kedua tipe

kecemburuan ini, dimana reactive jealousy akan terjadi bila objek hadir secara

nyata, sedangkan suspicious jealousy akan terjadi walaupun objek yang dapat

membuat tipe kecemburuan ini timbul itu belum nyata hadir dihadapannya.

Tipe kecemburuan yang dialami oleh pasangan gay dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu attachment style, personality trait, dan traditional gender

role. Attachment Style adalah pola hubungan yang terjadi di antara pasangan gay. Bila pola hubungan yang ada tergolong secure dimana pada tipe ini individu

mengalami ketakutan ketika nilai hubungan tidak jelas, tipe ini memiliki perasaan

layak untuk dicintai dalam diri individu, adanya harapan bahwa pasangannya

secara umum dapat menerima dan bersikap responsive terhadap dirinya sehingga

menjalin hubungan dengan pasangannya maka akan memiliki pandangan yang

positif terhadap pasangannya. Maka tipe kecemburuan yang dapat muncul adalah

(22)

16

mereka sehingga dibutuhkan ancaman yang nyata dan dapat merusak hubungan

antara mereka berdua agar kecemburuan dapat muncul pada diri mereka.

Sebaliknya, pada pola hubungan yang preoccupied individu akan

berkecenderungan curiga terhadap pasangannya. Hal ini dikarenakan individu gay

merasa dirinya kurang mendapatkan perhatian dari pasangannya sehingga

pasangan gay dengan pola hubungan ini cenderung mengalami tipe suspicious

jealousy. Individu gay dengan fearful juga merasa gelisah membayangkan pasanganmereka akan mengabaikan mereka, jadi mereka mengalami kekhawtiran

dan kecurigaan biasanya pada individu ini memiliki tipe kecemburuan suspicious

jealousy. Sedangkan individu gay dengan dismissing mereka merasa diri cukup baik dan mencoba untuk tidak bergantung pada pasangan adalah cara untuk dapat

mengurangi bahkan menghindari rasa cemburu, pada individu gay ini mereka

memiliki tipe kecemburuan reactive jealousy.

Personality Traits adalah sifat dasar yang dimiliki oleh individu gay. Pada individu gay yang memiliki trait neurotic maka kecemburuan yang ada seringkali

mengarah pada tipe suspicious jealousy. Individu gay dengan trait agreeable akan

lebih sulit untuk merasakan kecemburuan karena mereka lebih mudah percaya

pada pasangannya. Umumnya individu gay yang agreeable, extrovert, terbuka

pada pengalaman barumemiliki tipe reactive jealousy. Sebaliknya,individu gay

yang cenderung neurotic, conscientious berlebih akan condong memiliki tipe

suspicious jealousy.

(23)

17

Universitas Kristen Maranatha yang macho dan wanita yang anggun akan lebih sering mengalami rasa cemburu

dibandingkan mereka dengan karakter androgini. siapa yang berperan sebagai

“wanita” dan siapa yang berperan sebagai “pria”. Ketika pasangan gay di

komunitas “X”memiliki traditional gender role yang tinggi maka akan

menghasilkan tipe kecemburuan suspicious jealousy, sedangkan yang memiliki

traditional gender role rendah akan menghasilkan tipe kecemburuan reactive jealousy. Kemungkinan hal ini dikarenakan aturan tradisional cenderung ketat. Dengan segala ekspektasi mereka yang kaku, hanya ada sedikit ruang bagi

perilaku tertentu dalam hubungan yang tradisional, dan akan timbul masalah besar

ketika pasangan melanggar batas tertentu.

Pemaparan mengenai pasangan gay di komunitas “X” dapat dirangkum

(24)

18

Tahap – Tahap Kecemburuan

Bagan 1.1. Kerangka Pikir Pasangan gay di

Komunitas “X” Bandung

Perkembangan dewasa awal :

- Mandiri

- Menjalin intimacy

Primary appraisal Secondary appraisal Emotional reaction TIPE KECEMBURUAN Suspicious jealousy - Ancaman belum muncul

Reactive jealousy

- Ancaman sudah muncul

Faktor- faktor berpengaruh: - Attachment style - Personality traits - Traditional roles

Aspek

- Kognitif

- Afektif

- Konatif

(25)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Kecemburuan terjadi akibat faktor personal, yaitu dependence, mate value,

sexual exclusivity, serta past experience, dan stimulus yang terbagi menjadi kecemburuan seksual serta kecemburuan emosional.

• Kecemburuan pada pasangan gay di komunitas “X” Bandung melewati

beberapa tahap yaitu primary appraisal, secondary appraisal, dan

emotional reaction.

• Pasangan gay di komunitas “X” Bandung memiliki kecemburuan.

• Kecemburuan pada pasangan gay di komunitas “X” Bandung terbagi

menjadi dua tipe yaitu suspicious jealousy dan reactive jealousy.

Faktor yang mempengaruhi tipe kecemburuan adalah attachment style,

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap gay di komunitas

“X” Bandung, dapat disimpulkan bahwa :

• Sebagian besar gay (70% ) di komunitas “X” Bandung memiliki tipe

kecemburuan suspicious jealousy. Responden sering merasa cemburu pada

pasangannya meskipun alasan dan bukti atau objek yang dapat

mengancam hubungannya dengan pasangan tidak nyata.

Respondendengan tipe ini cenderung melihat ancaman yang dapat

mengancam hubungan mereka didasari oleh persaan cemas, ketakutan,

kecurigaan, dan pemikiran negatif yang berlebihan dan akan berperilaku

seperti memata-matai pasangannya tersebut meskipun tidak ada bukti

nyata.

• Sebanyak 30% responden gay di komunitas “X” Bandung mempunyai tipe

kecemburuan reactive jealousy. Tipe kecemburuan ini menunjukkan

responden akan merasa cemburu bila memang ada objek nyata yang dapat

mengancam hubungannya dengan pasangan. Responden dengan tipe ini

akan merasakan cemburu terhadap pasangannya bila ada objek yang nyata

bahwa pasangannya menjalin hubungan dengan orang lain. Responden

tidak mudah mersa khawatir dan cemas terhadap psangan, namun tetap

(27)

77

Universitas Kristen Maranatha

Faktor-faktor yang memengaruhi tipe kecemburuan suspicious jealousy

dan reactive jealousy pada pasangan gay di komunitas “X”Bandung

adalah attachment style, personality traits, traditional roles. Namun, pada

hasil penelitian ini faktor-faktor tersebut kurang mempengaruhi secara

signifikan.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan saran yang diharapkan

dapat berguna, yaitu sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

1. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk lebih melihat kontribusi faktor

penunjang pada tipe kecemburuan.

2. Disarankan untuk mencoba meneliti anggota gay pada komunitas lain yang

memiliki karakteristik yang berbeda dengan komunitas “X” Bandung seperti

usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, sehingga diperoleh gabaran yang lebih

bervariasi dari penelitian sebelumnya.

3. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk lebih melihat dan melakukan

(28)

78

5.2.2 Kegunaan Praktis

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan pasangan gay pada komunitas

“X” Bandung lebih mengetahui tipe kecemburuan yang terdapat pada diri mereka,

dan dapat mengendalikan rasa kecemburuan yang dirasakan agar tidak merugikan

diri sendiri dengan melihat bukti nyata yang dapat mengakibatkan kecemburuan

tersebut. Pasangan gay juga diharapkan dapat menjalin hubungan dengan saling

pengertian satu sama lainnya, dan diharapkan setiap pasangan gay ketika merasa

cemburu terhadap pasangan tidak langsung berprasangka buruk, khawatir , dan

memikirkan hal yang tidak-tidak atau berpikiran negatif yang tidak beralasan dan

(29)

79

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Attridge, Mark. 2013. Jealousy and Relationship Closeness: Exploring the Good (Reactive) and Bad (Suspicious) Sides of Romantic Jealousy. Sage Publications.

Buss, David. 2000. The Dangerous Passion: Why Jealousy Is as Necessary as Love and Sex. Free Press.

Brehm, Sharon. 2002. Intimate Relationships. University of Virginia: McGraw-Hill.

Collins. 1990. Adult Attachment Scale. University of Santa Barbara.

Crawford, Mary dan Rhoda Unger. 2004. Women and Gender: A Feminist Psychology. New York: McGraw-Hill.

Davidson, Gerald C .& John M. Naele.1974. Abnormal Psychology : An Experimental Clinical Approach. New York: John Wiley & Sons,Inc.

John dan Srivastava. 1999. The Big-Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. dalam L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of personality: Theoryand research (Vol. 2, pp. 102–138). New York: Guilford Press. Kelly, James. (1980). Homosexuality and agingdalam J. Marmor (Ed.), Homosexual

Behavior: A Modern Reappraisal. New York: Basic Books Inc. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology. London: SAGE Publication.

Lemme, Barbara Hansen. 1995. Development in Adulthood. Boston: Allyn and Bacon Publishing.

Lucas, Pereira, dan Esgalhado. 2012.Evaluation of Romantic Jealousy: Psychometric Study of the Multidimensional Jealousy Scale for the Portuguese Population. Psychology, Community, & Health Vol. 1 No. 2.

Miller, Rowland S. et al, 2007.Intimate Relationship 4th edition. New York: McGraw-Hill.

Nunnally, J. C. & Bernstein, I. H. (1994). Psychometric Theory. New York: MGraw-Hill.

Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Paul, William. 1982. Homosexuality. California: Sage Publications, Inc.

Pfeiffer dan Wong. 1989. Multidimensional Jealousy Scale.

Savin-Williams, R. C. & Cohen, K. M. (Eds.). 1996. The lives of lesbians, gays, and bisexuals: Children to adults. Fort Worth: Harcourt Brace College Publishing.

(30)

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, Volume 5. Jakarta : Erlangga.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika, edisi ke 6. Bandung: Tarsito.

(31)

81

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://en.wikipedia.org/wiki/Jealousy_definitions

http://en.wikipedia.org/wiki/Relationship

http://en.wikipedia.org/wiki/Fear

http://en.wikipedia.org/wiki/Anger

http://en.wikipedia.org/wiki/Hurt

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/03/23/1153081/Pelaku.Mutilasi.Ryan.Hadapi.Tunt utan.Jaksa

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/291273-cemburu-buta--gay-bunuh-pelajar-smp?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook

“Definis Proses Homoseksual”

Referensi

Dokumen terkait

Pernah terjadi salah kaprah yang telah dilakukan oleh beberapa keluarga ketika melaksanakan upacara Qing Ming ditempat pemakaman dengan menyuguhkan hiburan musik

Rekapitulasi Hasil Angket dan Wawancara Pandangan Guru Selama Kegiatan Inkuiri Ilmiah Berlangsung... Hasil Uji Prasyarat dan Uji Statistik D.1 Uji Prasyarat

Pembuatan Aplikasi Pembacaan 10 Surat Terpendek Dalam Juz Amma Dengan Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 merupakan sebuah aplikasi multimedia yang berisi 10 surat juz amma

Riset Perpustakaan yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data dari buku-buku literature atau referensi

Nilai budaya yang pertama adalah kerja sama. Dalam cerita itu ter- nyata kerja sama telah dilakukan oleh masyarakat seten:q)at. Mereka ber- sama-sama memohon kepada Dewata

Laporan keuangan konsolidasi mencakup laporan keuangan Perusahaan dan entitas yang dikendalikan oleh Perusahaan (Catatan 1c). Pengendalian ada apabila Perusahaan mempunyai hak

Judul : Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Daun Jati (Tectona grandis Linn. F.) sebagai Pengganti Pewarna Sintetik Pada Produk Minuman1. Pewarna alami sebagai

Kesimpulan : Masalah keperawatan utama pada kasus ini adalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral, Hambatan mobilitas fisik, Hambatan komunikasi verbal, Evaluasi, dari