• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGANAN PASCA PANEN PADI (Studi Kasus di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa) WAHYUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENANGANAN PASCA PANEN PADI (Studi Kasus di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa) WAHYUNI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANAN PASCA PANEN PADI (Studi Kasus di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa)

WAHYUNI 105 9600 469 10

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(2)

PENANGANAN PASCA PANEN PADI (Studi Kasus di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa)

WAHYUNI 105 9600 469 10

SKRIPSI

Sebagai salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

(3)
(4)

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

(5)

- i -

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsiyang berjudul :

PENANGANAN PASCA PANEN PADI (STUDI KASUS PETANI PADI DI DESA PARAIKATTE KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA.

Adalah benar merupakan hasil karya dan belum di ajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk tesdan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi ini.

Makassar, /Oktober/ 2014

WAHYUNI

(6)

- ii -

ABSTRAK

WAHYUNI. 105960046910. Pengetahuan Petani Dalam Penanganan Pasca Panen Padi (Oryza Sativa L) Di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Di bawah bimbingan RATNAWATI TAHIR dan FIRMANSYAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani dalam penanganan pasca panen padi (Oryza Sativa L) didesa Paraikatte kecamatan Bajeng kabupaten Gowa.

Penelitian ini dilaksanakan didesa Paraikatte kecamatan Bajeng kabupaten Gowa dengan populasi petani 150 jiwa yang tergabung dalam gapoktan Paraikatte. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (purposive random sampling). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang petani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan pasca panen padi dalam pengumpulan padi berkategori sedang jumlah persentasenya sebanyak 2,13%, untuk perontokan padi dikategorikan sedang dengan jumlah persentasenya 2,06%

sedangkan untuk pengeringan gabah berkategori rendah jumlah persentasenya 0,19%. Dan Penggilingan gabah berkategori sedang dengan persentase 2,17%.

(7)

- iii -

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Rabbil Alamin, Penulis panjatkan Kalimat Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa, atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir pada jurusan Agribisnis, Konsentrasi Penyuluh Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Tak lupa pula Salam dan Sholawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah member tauladan bagi kita semua.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini dengan ketulusan Penulis menyampaikan Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya Kepada Dr.Ir.Hj Ratnawati Tahir, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan Firmansyah, S.P.,M.Si selaku dosen pembimbing II dengan penuh ketulusan dan kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sampai terwujudnya skripsi ini.

Disadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, Oktober, 2014

WAHYUNI

(8)

- iv -

RIWAYAT HIDUP

Wahyuni dilahirkan Sileo pada tanggal 31 Agustus 1989 anak dari pasangan Bapak Nyomba’ dan Ibu Sawaria anak ke empat dari 5 bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui : SDI Tebbakang tamat tahun 2002, SMP NEG.3 Bajeng 2005, SMA Muhammadiyah Limbung 2008, Pada tahun 2010 masuk Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Pertanian pada Jurusan Agribisnis.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Penanganan Pasca Panen Padi (Studi kasus petani padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa)”.

(9)

- v -

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Petani ... 5

2.2 Penanganan Pacsa Panen Padi ... 5

2.3 Masalah Penanganan Pasca Panen Padi ... 8

2.4 Pasca Panen Padi ... 9

2.5 Pemanenan/Panen Padi ... 10

2.6 Alat dan Cara Panen Padi ... 12

(10)

- vi -

2.7 Tahapan-tahapan Penanganan Pasca Panen Padi ... 12

2.8.1 Pengumpulan Padi ... 13

2.8.2 Perontokan Padi ... 13

2.8.3 Pengeringan Gabah ... 14

2.8.4 Penggilingan Gabah ... 14

2.9 Kerangka Pikir ... 16

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Populasi dan Responden ... 18

3.3 Teknik Pengambilan Data ... 19

3.4 Teknik Analisis Data ... 19

3.5 Defenisi Operasional ... 20

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(11)

- vii -

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Klasifikasi penduduk menurut jenis kelamin ... 22

2. Klasifikasi penduduk menurut tingkat pendidikan ... 23

3. Klasifikasi penduduk menurut jenis mata pencaharian ... 24

4. Sarana dan prasarana ... 25

5. Tingkatan umur responden di desa paraikatte ... 26

6. Tingkatan pendidikan responden di desa paraikatte ... 27

7. Pengalaman usaha tani responden ... 29

8. Jumlah tanggungan keluarga petani responden ... 30

9. Besarnya kehilangan hasil pada setiap panen ... 31

10. Umur varietas tanaman padi ... 34

11. Pengetahuan petani dalam penanganan pasca panen padi ... 42

(12)

- viii -

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman 1. Pengambilan Data Primer Dengan Wawancara Langsung Kepada Petani

Responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa, 2014 ... 45 2. Pengambilan Data Sekunder di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten

Gowa, 2014 ... 46

(13)

- ix -

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman 1. Identitas Responden Petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten

Gowa, 2014 ... 42 2. Rekapitulasi Data Penelitian Pengetahuan Petani Dalam Penanganan Pasca

Panen Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa, 2014 ... 43

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya merupakan petani. Tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah padi.Padi yang menghasilkan beras merupakan bahan pangan pokok sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, padi sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian baik mengenai lahan, benih, cara budidaya maupun pasca panen. Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia karena penduduk Indonesia mengkonsumsi beras.Tingginya kebutuhan konsumsi beras disebabkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia beranggapan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang belum dapat digantikan keberadaannya. Apabila kegiatan usahatani dikelola dengan baik dan benar seharusnya petani akan memiliki pendapatan yang cukup tinggi (Wijono, 2005).

Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, terutama untuk usaha pertanian yang meliputi pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan serta perikanan.Dalam hal ini pembangunan pertanian itu bertujuan untuk selalu memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraan manusia terutama petani, baik perorangan maupun masyarakat pada umumnya.(Anonim, 2007).

Keberhasilan pembangunan pertanian antara lain ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sistem pertanian yang sesuai

(15)

2 dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Oleh karena itu, pemberdayaan manusia pertanian, utamanya petani, perlu terus ditingkatkan.Karena sebagaimana kondisi pengetahuan petani dalam penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa sangat memprihatinkan. Mengapa demikian karena petani belum sepenunya menggunakan alat-alat moderen yang sudah ada, seperti alat perontokan padi, alat pengumpulan padi, pengeringan gabah dan penggilingan gabah sehingga petani di Desa Paraikatte dalam penanganan pasca panen padi mengalami kualitas yang rendah karena tingginya kehilangan hasil padi,rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan, tingginya kadar kotoran dan gabah hampah serta butir mengapur yang mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling, dan sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara di banting atau dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang di peroleh mengandung kotoran dan gabah cukup tinggi.produksi gabah, menggunakan alat-alat moderen yang sudah ada.

Penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa dibagi menjadi 2 tahap yang dimana tahapanI adalah kegiatan petani diluar lapangan/sawah meliputi: pengumpulan padi, dan perontokan padi sedangkan yang dimaksud dengan tahapan II yaitu: kegiatan petani di dalam rumah seperti pengeringan gabah, dan penggilingan gabah. Pengetahuan usahatanitentang penanganan pasca panen padi pada umumnya diperoleh dari pengalaman berusahatani secara bertahun-tahun yang diperoleh secara turun- temurun dari keluarga dan lingkungan sekitarnya serta kontak dengan pembina

(16)

3 (penyuluh dan peneliti). bahwa, penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa masih kurang paham. Hal ini dikarenakan masih ada responden yang belum memahami tentang penanganan pasca panen padi dengan benar, seperti petani melakukan pengumpulan padi,perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah semua alat-alatnya belum sepenunyadipakai oleh petani, Sehingga mengakibatkan tingginya kehilangan hasil padi serta rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan oleh petani.

Butir mengapur yang dipengaruhi oleh faktor dalam yaitukandungan air dalam padi juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis yaitu cara perontokan padi dengan cara dibanting atau dengan menggunakan pedal thresher, sehingga gabah yang diperoleh mengandung kotoran cukup tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memilih judul penelitian ini yaitu: penanganan pasca panen padi (studi kasus petani padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa), sebagai suatu usaha dalam rangka meningkatkan produksi tanaman padi dan pendapatan petani.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimanapenanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

(17)

4 1.3. Tujuan Penelitian dan Kegunaan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan pasca panen padi diDesa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa .

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam peneliti ini:

1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah setempat dan sebagai penambah pengetahuan bagi mahasiswa terhadap penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupateng Gowa.

2. Sebagai acuan bagi masyarakat dalam penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

3. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lebih lanjut

(18)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Petani Padi

Petani adalah pelaku usaha budidaya dalam hal ini produksi hasil tanaman dan ternak, petani juga salah satu sumberdaya manusia pertanian terhadap yang perlu ditingkatkan kemampuannya yaitu pengetahuan dan keterampilan serta sikap dan wawasan yang dimilikinya agar kualitas dari petani dalam hal membudidayakan serta memproduksi tanaman dapat lebih baik (Anonim, 2000).

Sebagian besar pengetahuan yang diterapkan para petani berasal dari pengalaman mereka sendiri dalam bidang pertanian. Melalui kegiatan penelitian dan pengembangan In formal. Kelompok tani merupakan suatu kelompok dari para petani yang tentu saja tidak lepas dari kaidah-kaidah yang merupakan dasar bagi tumbuh dan berkembangnya usaha bersama ekonomi yang bersifat formasi dan komersial bagi petani.(Reijntjes, 1993).

2.2. Penanganan Pasca Panen

Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan (Anonim, 2000).

(19)

6 Adapun penanganan pasca penen yang dilakukan petani adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan terbagi atas 2 tahapan yaitu dimana tahapan pertama adalah kegiatanpetani diluar lapangan (sawah) yang meliputi:

pengumpulan padi dan perontokan padi sedangkan pada tahapan kedua yaitu:

kegiatan petani didalam rumah yang meliputi: pengeringan gabah dan penggilingan gabah. kendala yang dihadapi dilapangan pada saat melakukan pengumpulan padi yaitu:petani mengalami kesusahan jika terjadi hujan karena padi yang sudah dikumpulkan tergenang air sehingga terjadi kehilangan hasil panen padi. Dengan demikian pada perontokan padi kendala yang sering dialami oleh petani banyaknya padi yang jatuh ketanah pada saat perontokan atau pembantingan padi. Sedangakan pada pengeringan gabah biasanya kendala yang dihadapi petani pada saat pengeringan gabah dilapangan petani terburu-buru mengangkat gabah pada saat mendung/hujan sehingga padi yang di angkat secara terburu-buru biasanya banyak yang jatuh ketanah, serta banyak ayam yang memakan gabah tersebut.Dalam penggilingan gabah kendala yang sering dihadapi oleh petani seperti pada saat melakukan penggilingan gabah biasanya terlalu banyak yang dlambil oleh pemilik pabrik sehingga gabah yang sudah digiling hasilnya berkurang, serta jauhnya pabrik penggiling gabah sehingga petani kian sulit menjangkau pabrik tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah yang dihadapi petani. Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua

(20)

7 masalah secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan diatasi, (Anonim 2000)

Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan (Anonim, 2000).

Penanganan pascapanen hasil pertanian bertujuan untuk menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja serta melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup.

Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah yang dihadapi petani.Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua masalah secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan diatasi.

Penanganan pasca panen padi merupakan kegiatan sejak padi dipanen sampai menghasilkan produk antara (intermediate product ) yang siap dipasarkan.

Dengan demikian, kegiatan penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap

(21)

8 kegiatan yaitu proses pemanenan, pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengangkutan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan, serta penggilingan. Dalam setiap tahapan kegiatan pascapanen dapat dipastikan bahwa terjadi susut atau kehilangan.Besarnya nilai susut yang terjadi berubah-ubah menurut kebiasaan pascapanen yang sering dilakukan petani serta kebudayaan suatu daerah tertentu.Selain kedua haltersebut, hal lainnya juga dapat mempengaruhi besarnya susut dalam kegiatan pascapanen. Tingkat kehilangan pascapanen sangat ditentukan oleh varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisipertanian di masing-masing Negara ( Ditjendral, 2010 ).

2.3. Masalah Penanganan Pascapanen Padi

Menurut (Dirjen, 2007) Secara nasional masalah panen dan pascapanen padi telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar, khususnya bagi petani.

Secara umum masalah yang ada antara lain adalah sebagai berikut : 1. Tingginya kehilangan hasil padi

2. Rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan

3. Tingginya kadar kotoran dan gabah hampa serta butir mengapur yang mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling

4. Butir mengapur selain dipengaruhi oleh faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan, sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu cara perontokan.

5. Sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran dan gabah hampa cukup tinggi.

(22)

9 2.4. Pasca Panen Padi

Pasca panen padi merupakan kegiatan tahap yang terahir dilakukan dalam penanganan pasca panen padi.Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan. Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri (Anonim, 2000)

Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil (pemanenan), perawatan,pengawetan,pengangkutan,penyimpanan,pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu dan penanganan limbah.(Dirjen, 2007).

Penanganan pascapanen hasil pertanian bertujuan untuk menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan daya simpan

(23)

10 dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja serta melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup.

2.5. Pasca Panen

Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan.(Tjahjohutomo, 2008).

Menurut (Sitrisno dan Sigit Nugraha 2000) Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentuproses selanjutnya.

Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapatmempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen.Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada padi yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat penundaan waktu panen. Penundaan waktu panenjuga dapat menyebabkan keretakan pada biji-bijian sehingga akan mudah rusak pada proses pengolahannya. Untuk mengatasinya maka harus dilakukan pemanenan sesuai dengan umur panen yang tepat.Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panenpadi.Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yangtinggi dan mutu gabah/beras yang rendah.

(24)

11 Menurut (Soemartono,1980) mengemukakan bahwa waktu panen yang tepat adalah dilakukan pada fase menguning (bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah yang hijau). Sebab pada fase ini hasilnya adalah yang tertinggi.Selain itu juga mengurangi rontoknya gabah, daripada kalau dipanen pada fase lewat masak.Cara panen dilakukan secara bersama-sama dengan bantuan petani yang lainnya.

Menurut (DitjenPengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2010), penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Pengamatan visual, dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi apabila butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi. Penanganan panen dan pascapanen padi memiliki kontribusi cukup besar terhadap pengamanan produksi beras nasional.Teknologi panen dan pascapanen padi dalam upaya menekan kehilangan hasil dan meningkatkan mutu beras serta pemahaman petani/pengguna teknologi terhadap upaya menekan kehilangan hasil panen. Teknologi dimaksud mencakup penentuan umur panen, cara panen, perontokan gabah, pengeringan, penggilingan, pelembutan lapisan aleuron, dan peningkatan mutu beras. Berkaitan dengan mutu beras, hasil pemeriksaan mutu beras pada tujuh kabupaten dan kota di Sumatera Barat menunjukkan bahwa beras kelas terbaik hanya menempati mutu II mengacu kepada standar SNI 2008. Ditinjau dari sisi petani/pengguna teknologi, tidak

(25)

12 semua petani mampu dan mau menerapkan teknologi pascapanen karena dipengaruhi oleh kemampuan, budaya seperti kebiasaan petani yang belum mau menerima pembaharuan, serta masalah sosial lainnya.Kelembagaan petani di Sumatera Barat sebagian masih berorientasi untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya berperilaku untuk memanfaatkan usaha tersebut sebagai penopang ekonomi.

2.6. Alat dan Cara Panen Padi

Menurut (Dirjen, 2007). Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah sabit biasa, sabit bergerigi dan ani-ani Cara panen padi tergantung kepada alat perontok yang digunakan. Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan cara memotong pada tangkainya. Cara panen padi varietas unggul baru dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah atau potong bawah tergantung cara perontokannya. Cara panen dengan potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan cara dibanting atau menggunakan pedal thresher. Panen padi dengan cara potong atas atau potong tengah bila dilakukan perontokannya menggunakan mesin perontok.

2.7. Tahapan-Tahapan Penanganan Pasca Panen padi

Menurut (Ditjendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2010), tahapan-tahapan penanganan pasca panen padi antara lain:

(26)

13 2.7.1. Pengumpulan Padi

Menurut (Ditjendral, 2010) Penumpukan atau pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan atau pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi.Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas.Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil.

2.7.2. Perontokan padi

Setelah dipanen, padi harus segera dirontokkan dari malainya.Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah.Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia.Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul- pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar padi rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal).Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara.Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang

(27)

14 tidak terpakai.Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm. (Nugraha et al. 2007).

2.7.3. Pengeringan Gabah

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan.Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari.Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka.Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah.Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran.Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal.Hal ini dilakukan agar gabah tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.(Thahir, 2000).

2.7.4. Penggilingan Gabah

Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya.Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu.Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu.Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk.Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk

(28)

15 gabah.Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa.Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai.Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.(Tjahjohutomo 2008).

2.7.5. Penyimpanan Beras

Beras yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan.Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.

Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani.Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.

Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk.

Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus

(29)

16 kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal.Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.(Satake, 2009).

2. 8. Kerangka Fikir

Petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri khusunya padi. Penanganan pasca panen padi merupakan inovasi yang perlu digalakkan dan ditumbuhkan kepada masyarakat untuk peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi.

(30)

17 Kerangka pikir dari penilitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Gambar Skema kerangka pikir Petani Padi

Pasca panen

 Pengumpulan

 Perontokan

 Pengeringan

 Penggilingan

 Penyimpanan

Teknologi Pasca Panen

 Sabit

 Ani – ani

 Alat Perontokan Padi

Mutu Beras dan Gabah

(31)

18

III. METODE PENELITIAN

3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Agustus sampai dengan Oktober yang bertempat di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa 2014.

3. 2. Teknik Penentuan Sampel

Populasi yang akan diteliti adalah petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa yang yang melakukan kegiatanpasca panen padi berjumlah 150 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan secaraacak sederhana (simple random sampling), dimana dari jumlah populasi diambil 20%,sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini 30 orang petani.

3. 3. JenisPengambilan Data

a. Data primer dikumpulkan melalui wawancara masing-masing responden, yang meliputi : data identitas Pengetahuan Petani dalam Peningkatan Pasca Panen Padi

b. Data sekunder diperoleh dari kantor Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

(32)

19 3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi: Pengambilan data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada penanganan pasca panen padi yang akan diteliti di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

b. Wawancara: pengambilan data yang dilakukan secara wawancara langsung langsung dengan petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

c. Dokumentasi:mengumpulkan data dengan cara mengambil data-data dari catatan,dokumentasi sesuai dengan masalah yang diteliti.

3. 5.Analisis Data

Dalam menganalisis data yang diperoleh dalam wawancara menggunakan koesioner dan observasi atau pengamatan langsung baik data sekunder maupun data primer dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu teknik menganalisis data dengan menggunakan metode deskriptif, yang hanya menjelaskan secara umum indikator-indikator penelitian yang diteliti atau memberikan gambaran umum tentang karakteristik responden.Adapun rumus yang digunakan adalah rumus persentase (Sugiyono, 2005).

Kelas kategori:

(33)

20 Kategori

1,00-1,66 = rendah 1,67-2,33 = sedang 2,34-3,00 = tinggi

3. 5. Definisi Operasional.

1.Pengetahuan petani adalah segala informasi yang diberikan petani dalam penanganan pasca panen padi melalui penyuluhan pertanian.

2. Petani adalah orang yang melakukan penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte Kecamatanm Bajeng Kabupaten Gowa.

.3.Penanganan pasca panen padi merupakan kegiatan tahap yang terakhir dilakukan dalam penanganan pasca panen padi di mana pengumpulan padi merupakan tahap penanganan pasca panen padi setelah padi di panen, perontokan yaitu, dimana perontokan ini dilakukan setelah pengumpulan padi, pengeringan gabah yaitu,dimana padi yang sudah dirontok siap untuk dikeringkan dilahan yang terbuka seperti dilapangan, penggilingan gabah yaitu,kegiatan memisahkan beras dari kulitnya dengan cara di pabrik.

4. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena hingga kini beras masih merupakan makanan pokok bagi semua masyarakat.

(34)

21

IV. GAMBARAN UMUM LOKASIPENELITIAN

4.1. Luas dan Batas Wilayah

Luas wilayah desa paraikatte, kecamatan bajeng, kabupaten gowa adalah

±5.000 hektar yang terbagi atas lima dusun, yaitu dusun Sileo, dusun Sileo II, dusun Te’ne Pa’mai, dusun Lonrong dan dusun Pattunggalengang. Untuk batas wilayah desa Paraikatte yang menjadi lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Julu Pa’mai Kecamatan Pallangga - Sebelah Timur berbatas dengan Desa Lassang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pa’bentengang Kecamatan Bajeng.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Maccini Baji Kecamatan Bajeng

4. 2. Pola Penggunaan Lahan.

Lahan merupakan komponen dari desa sebagai tempat berpijak dan melaksanakan berbagai aktivitas hidup dari manusia dengan mahluk lainnya.Desa paraikatte mempunyai luas area tanah ± 5.000 hektar yang dapat difungsikan pada berbagai jenis pola penggunaan.

Pola penggunaan lahan desa Paraikatte meliputi; untuk lahan pemukiman±

597 ktar ha, dan untuk lahan pertanian ± 293 hektar.( Kantor Desa Paraikatte Kec.

Bajeng).

(35)

22 4. 3.Keadaan Iklim

Desa Paraikatte memiliki iklim dengan tipe D4 (3,032) dengan ketinggian 200-700 dari permukaan laut dan dikenal 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau terjadi pada bulan juni hingga september sedangkan pada musim hujan dimulai pada bulan september sampai dengan bulan bulan maret. Keadaan seperti itu bergantian setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan (musim pancaroba) sekitar bulan april – mei dan bulan oktober – november. Jumlah curah hujan di desa Paraikatte tertinggi pada bulan januari mencapai 1.182 M (hasil pantauan stasiun/pos pengamatan) dan terendah pada bulan agustus – september.

4. 4.Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk merupakan subjek sekalugus objek pembangunan apabila dimanfaatkan secara maksimal akan menjadi potensi pembangunan untuk memajukan bangsa dan negara. Keadaan penduduk desa Paraikatte memiliki jumlah ± 2.807 jiwa. Klasifikasi keadaan penduduk desa paraikatte disajikan berdasaarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian.

4.4.1. Klasifikasi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Untuk mengetahui penyebaran penduduk desa Paraikatte berdasarkan jenis kelaminnya dapat dilihat tabel berikut:

(36)

23 Tabel 1: Klasifikasi penduduk menurut jenis kelamin desa Paraikatte Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa.

No Nama Dusun

Jenis Kelamin

Jumlah Persentase Laki-

laki Perempuan

1 Sileo I 385 301 686 24,44

2 Sileo II 150 177 327 11,65

3 Te’ne Pa’mai 340 326 666 23,72

4 Lonrong 330 311 641 22,84

5 Pattunggalengang 236 251 487 17,35

Jumlah 1.441 1.366 2.807 100

Berdasarkan tabel 1Desa Paraikatte memiliki 5 (lima) Dusun; untuk dusun sileo jumlah penduduknya sebanyak 686 jiwa persentase 24,44% dengan pembagian laki-laki sebanyak 385 jiwa dan perempuan sebanyak 301 jiwa. Dusun Sileo II sebanyak 327 jiwa persentase11,65% dengan pembagian laki-laiki sebanyak 150 jiwa dan perempuan sebanyak 177 jiwa. Dusun Te’ne Pa’mai sebanyak 666 jiwa persentase 23,72% dengan pembagian laki-laki sebanyak 340 jiwa dan perempuan sebanyak 326 jiwa. Dusun Lonrong sebanyak 641 jiwa persentase 22,87% dengan pembagian laki-laki sebanyak 330 jiwa dan perempuan sebanyak 311jiwa. Dusun Pattunggalengang 487 jiwa persentase 17,35% dengan pembagian laki-laki sebanyak 236 jiwa dan perempuan sebanyak 251 jiwa.

4.4.2. Klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

Untuk mengetahui penyebaran penduduk desa Paraikatte berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat tabel berikut:

(37)

24 Tabel 2: Klasifikasi penduduk menurut tingkat pendidikan desa Paraikatte

Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa..

No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase

1 Pra Sekolah 502 17,88

2 Sekolah Dasar 983 35,02

3 Sekolah Menengah Pertama 772 27,50

4 Sekolah Menengah Atas 500 17,82

5 Diploma/Sarjana 50 1,78

Jumlah 2.807 100

Sumber: Data Primer setelah data diolah 2014

Berdasarkan tabel 2 masyarakat Desa Paraikatte memiliki kualifikasi yang berbeda-beda. Kualifikasi pendidikan yang paling banyak adalah sekolah dasar dengan jumlah 983 jiwa dengan persentase 35,02% dan kualifakasi terendah adalah Diploma/sarjana dengan jumlah 50 jiwa dengan persentase 1,78%.

(38)

25 4.4.3. Klasifikasi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian.

Untuk mengetahui kualifikasi penduduk berdasarkan jenis mata pencarian dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 3: Kualifikasi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

No Mata Mencaharian Jumlah Persentase

1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 45 2,32

2 Polri 30 1,55

3 TNI 45 2,32

4 Pengusaha 50 2,58

5 Pedagang 78 4,02

6 Tukang Batu 120 6,19

7 Sopir 320 16,51

8 Petani 1.260 64,50

Jumlah 1.938 100

Sumber data: Data Primer setelah data diolah 2014

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa mata pencaharian terbesar adalah petani dengan jumlah 1.260 jiwa dengan penrsentase 64,50%. Ini berarti masyarakat desa Paraikatte mayoritas penduduknya adalah petani dari jumlah penduduk keseluruhan desa paraikatte yang jumlahnya 2.807 jiwa.

4. 5.Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena sangat berhubungan dengan berbagai segi kehidupan jasmani dan rohani. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut tentu akan memperlancar kegitan masyarakat.

(39)

26 Tabel 4: Sarana dan Prasarana Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten

Gowa.

No Jenis Sarana dan Prasarana Desa Jumlah

1 Kantor Desa 1

2 Sekolah Dasar 5

3 Pesantren Sultan Hasanuddin 1

4 Masjid 6

5 Pos Kamling 5

6 Posyandu 1

7 Jalan Aspal 4 km

8 Jalan Tanah/Pengerasan 5 km

Sumber data: Monografi Desa Paraikatte 2014

Berdasarkan tabel 4: sarana dan prasarana di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa telah di simpulkan bahwa masyarakat masih banyak kebutuhan yang ingin dicapai seperti pengaspalan yang masih pengerasan/jalan tanah, karena sangat berhubungan dengan berbagai segi kehidupan untuk memperlancar kegiatan masyarakat.

(40)

27

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1.Identitas Responden 5.1.1Tingkat Umur

Umur responden sangat mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan berfikir. Petani yang berumur lebih tua mempunyai kapasitas dalam mengolah lahan pertanian yang lebih baik serta mempunyai kehati-hatian dalam memberikan perlakuan kepada lahan pertanian, disebabkan petani yang lebih tua mempunyai banyak pengalaman. Sedangkan petani yang lebih muda mempunyai kemampuan/tenaga yang lebih besar dari petani yang lebih tua, yang muda cenderung menerima hal-hal yang baru dianjurkan untuk menambah pengalaman dalam berusaha dibidang pertanian. Keadaan umur responden dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5 : Umur Responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No Kelompok umur Jumlah

responden

Persentase (%)

1 23 – 28 7 23,64

2 29 – 34 4 13,33

3 35 – 40 2 6,66

4 41 – 46 5 16,67

5 47 – 52 8 26,67

6 53 – 58 4 13,33

Jumlah 30 100,00

Sumber data: data primer setelah diolah 2014

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa kelomkok umur 23 – 28 jumlah respondennya sebanyak 7 orang dengan persentase 23,64%, kelompok umur 29 – 34 jumlah respondennya sebanyak 4 orang dengan persentase 13,33%, kelompok umur 35 – 40 jumlah respondennya sebanyak 2 orang dengan

(41)

28 persentase 6,66%, kelompok umur 41 – 46 jumlah respondennya sebanyak 5 orang dengan persentase 16,67%, kelompok umur 47 – 52 jumlah respondennya sebanyak 8 orang dengan persentase 26,66%, sedangkan kelompok umur 53 – 58 jumlah respondennya sebanyak 4 orang dengan persentase 13,33%. Dari data ini petani masih tergolong produktif di dalam mengolah usaha pertaniannya.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan pada dasarnya sangat berpengaruh terhadap pola pikir seorang petani. Petani yang lebih tinggi tingakatan pengetahuan akan lebih cepat menyerap hal-hal baru berupa inovasi mulai dari cara pengolahan lahan, bercocok tanam, pemeliharaan sawah dan tanaman sampai kepada cara pengolahan hasil pertanian yang diperoleh. Keadaan tingkatan pendidikan responden dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6: Pendidikan Responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No Pendidikan Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 Sekolah Dasar 12 40,00

2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 10 33,33

3 Sekolah Menengah Atas (SMA) 6 20.00

4 Diploma/Sarjana 2 6,67

Jumlah 30 100,00

Sumber data : Data Primer setelah data diolah 2014

Berdasarkan tabel 6 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) memiliki responden terbesar dengan jumlah 12 orang dengan persentase 40%, SMP respondennya 10 orang dengan persentase 33,33%, SMA respondennya 6 orang dengan persentase 20% sedangkan diploma/sarjana responnya 2 orang dengan persentase 6,67.

(42)

29 Hal ini menunjukkan bahwa inovasi baru dalam dunia pertanian mampu diserap dan diterima olah masyarakat sehingga perubahan cara bertani serta penanganan hasil pertanian akan lebih baik.

5.1.3.Pengalaman Usaha Tani

Pengalaman dalam dunia pertanian dapat terlihat dari lamanya seorang petani menekuni dunia usaha dalam pertanian. Semakin lama menekuni usaha pertanian maka semakin besar pula pengalaman yang dimiliki oleh seorang petani.

Dengan pengalaman yang cukup lama dibidang pertanian maka akan berkembang kemampuan, keterampilan dan keahlian dalam bercocok tanam, perawatan sampai kepada pengolahan hasil panen dan pasca panen.

Adapun pengalaman usaha tani responden di desa Paraikatte yang menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 7: Pengalaman usaha tani responden desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

No Pengalaman Usaha Tani Jumlah

responden Persentase

1 4 – 9 10 33,33

2 10 – 15 3 10,00

3 16 – 21 3 10,00

4 22 – 27 4 13,33

5 28 – 33 5 16,67

6 34 – 39 5 16,67

Jumlah 30 100,00

Sumber data : Data Primer setelah data diolah 2014

Berdasarkan tabel 7 diatas menunjukkan bahwa pengalaman petani antara 4 – 9 tahun memiliki responden terbanyak yaitu 10 dengan pesentase 33,33%.

Untuk pengalaman petani 10 – 15 tahun dan 16 – 21 tahun masing-masing memiliki responden 3 orang dengan persentase 10%. Untuk 22 – 27 tahun

(43)

30 memiliki responden 4 orang dengan persentase 13,33%. Sedangkan pengalaman petani antara umur 28 – 33 tahun dan 34 – 39 tahun masing-masing memiliki responden 5 orang dengan persentase 16,67%.

5.1.4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Penggambaran jumlah anggota keluarga bertujuan untuk melihat seberapa besar jumlah tanggungan setiap kepala keluarga dalam keluarga petani tersebut.

Sebagian besar petani yang ada didesa Paraikatte kecamatan Bajeng kabupaten Gowa menggunakan tenaga kerja dari anggota keluarga sendiri.Tanggungan keluarga petani respondendapat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 8: Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

No Tanggungan Keluarga Jumlah

responden Persentase

1 0 – 1 2 6,67

2 2 – 3 15 50,00

3 4 – 5 10 33,33

4 6 – 7 3 10,00

Jumlah 30 100.00

Sumber data : Data Primer setelah data diolah 2014

Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tiap responden. Jumlah tanggungan keluarga 0 – 1 sebanyak 2 orang dengan persentase 6,67%. Untuk 2 – 3 tanggungan jumlah respondennya sebanyak 15 orang dengan persentase 50 %. Sedangkan untuk jumlah tanggungan 4 – 5 dan 6 – 7 masing-masing memiliki responden sebanyak 10 dan 3 orang dengan persentase masing-masing 33,33% dan 10%.

(44)

31 5.2. Penanganan Pasca Panen Padi Sawah

Penaganaan pasca penen padi dibagi menjadi dua bagian yaitu; tahapan I dan tahapan II. Untuk tahapan I meliputi pengumpulan padi, perontokan padi.

Untuk tahapan II meliputi pengeringan gabah penggilingan gabah 5.2.1. Penanganan Tahap I

a. Pengumpulan Padi

Didalam pengumpulan padi, petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa masih banyak yang menggunakan tikar. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil panen padi serta pengumpulan untuk penumpukan padi harus menggunakan alas. supaya tidak terjadi kehilangan hasil yang banyak.

Tabel 9: Rekapitulasi Hasil pengumpulan padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

NO Pengumpulan padi Jumlah

Rata-

Rata Kategori 1.

2.

3.

Alat pengumpulan padi Kehilangan hasil pengumpulan padi Cara melakukan pengumpulan padi

80 58 54

2,67 1,93 1,80

Sedang Rendah Rendah

Jumlah 192 6,4

Sumber:Data Primer Setelah Diolah 2014

Berdasarkan Tabel 9 hasil pengumpulan padi di Desa paraikatte alat pengumpulan padi berkategori sedang di karenakan petani belum sepenuhnya menggunakan alat moderen yang ada selain itu juga petani mengatakan masih terbiasa dengan cara-cara yang dulu, serta petani ragu akan kehilangan hasil panen

(45)

32 padi yang berkategori rendahjika menggunakan alat-alat yang moderen.Hal ini menggambarkan bahwa setelah melakukan cara pengumpulan padi melalui tempat yang sederhana seperti ember, dan baskong berkategori rendah karena petani belom mengenal tempat pengumpulan padi yang modern.

b. Perontokan padi

Sistem perontokan padi di Desa paraikatte masih tradisional karena tenaga yang di gunakan dalam perontokan padi masih menggunakan tenaga manusia selain itu pula petani di Desa Paraikatte kekurangan biaya untuk menyewa apalagi untuk membeli alat-alat moderen yang sudah ada. Sebagai mana kegiatan perontokan padi dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10: Rekapitulasi Hasil Perontokan padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

NO Perontokan padi Jumlah

Rata-

Rata Kategori 1.

2.

3.

Perontokan padi secara tradisional atau moderen Tenaga dalam

melakukan perontokan padi

Adanya mesin baru dalam perontokan padi mampu di pertahankan

53 64

69

1,76 2,13

2,30

Rendah Sedang

Sedang

Jumlah 186 6,19

Data :Data Primer setelah Diolah, 2014

Dari tabel 10 berdasarkan hasil perontokan padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa berkategorikan sedang karena petani masih menggunakan alat tradisional ini di karenakan belum ada alat modern yang masuk

(46)

33 di desa tersebut sehingga petani melakukan perontokan padi dengan menggunakan tenaganya sendiri.

Pada pekerjaan perontokan jumlah kehilangan gabah diperkirakan antara 2% - 6% tergantung pada jenis padi dan cara-cara perontokannya).Cara-cara perontokan yang telah umum dikerjakan, yaitu dengan cara diinjak-injak (diiles) dan dibanting, dipukul/ditumbuk.

Cara perontokan dengan diinjak-injak/diiles.Untuk pekerjaan ini sediakan

terlebih dahulu alas (tikar atau lembar anyaman bambu), tempatkan potongan- potongan tangkai gabah di atasnya, selanjutnya diinjak-injak (diiles) sehingga gabah-gabah terlepas dari tangkainya, tangkai kemudian dipisahkan dari gabahnya. Dapat pula dibuat meja pengiles, ukuran panjang 2 m, lebar 1 m, bagian atasnya diberi berlubanglubang dan sisi-sisinya agak ditinggikan untuk menahan gabah berjatuhan ke bagian samping. Dibawah meja disiapkan tikar atau lembar anyaman bambu sebagai penampung gabah-gabah yang berjatuhan melalui lubang-lubang tadi.Potongan-potongan cabang padi ditempatkan di atas meja, lalu diinjak-injak/diiles sehingga gabah berlepasan dan jatuh ke bawah melalui lubang- lubang tadi. Potonganpotongan cabang padi ditempatkan di atas meja, lalu diinjak-injak/diiles sehingga gabah berlepasan dan jatuh ke bawah melalui lubanglubang meja, dengan cara demikian sekaligus dapat dipisahkan antara gabah-gabah dengan jerami (cabang-cabang tanamannya tadi).

Cara perontokan dengan dipukulkan dan dibanting. Untuk pekerjaan demikian selain diberi pengalas tikar atau lembar anyaman bambu, sekeliling alas itu dikelilingi lembaran plastik atau anyaman bambu atau tikar, dengan demikian

(47)

34 pada waktu pembantingan atau dipukul-pukulkan, dengan cara demikian jarang sekali butir-butir gabah yang akan terlempar ke luar pembatas, sehingga kehilangan gabah dapat ditekan/dicegah.

5.2.2. Penanganan Tahap II A. Pengeringan gabah

Gabah-gabah yang telah diangkut ke tempat penyimpanan sementara (belum dimasukkan gudang atau lumbung) perlumendapat penanganan lebih lanjut, seperti pengeringan, pembersihan akhir, pengepakan dan penggudangan.

Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk disimpan dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan, yaitu dengan cara mengurangi air pada bahan (gabah) sampai kadar air yang dikehandaki.

Dengan demikian maka pengeringan merupakan daya upaya untuk mengurangi atau menurunkan kandungan kadar air pada bahan (gabah) sampai pada kadar air tertentu. Tujuan pengeringan gabah (seperti telah dikemukakan di atas) kalau dijabarkan lebih lanjut yaitu : untuk memudahkan penggarapan/pengelolaan selanjutnya, mencegah kerusakan karena perkembangan hama dan jamur, mencegah kemunduran sifat-sifat fisik dan biologis gabah dan mempertahankan nilai gizi pada gabah.

Mengapa gabah selepas panen harus segera dikeringkan. Hal ini perlu diperhatikan, sebab kadar air pada gabah selepas dipanen masih cukup tinggi sekitar 25% - 30%, bahkan kadang-kadang lebih. Kalau gabah itu terus disimpan

(48)

35 tanpa pengeringan terlebih dahulu maka gabah jelas akan mengalami kerusakan- kerusakan sebagai berikut :

(1). kerusakan karena gabah terangsang daya pertumbuhannya yang dalam hal ini gabah akan berkecambah.

(2). kerusakan karena mikroba akan terangsang perkembangannya, sehingga praktis gabah dalam penyimpanan akan mengalami serangan-serangannya, seperti terlihat pada penjelasan berikut :

(a) kadar air gabah 16% - 30% menjadikan gabah itu busuk yang disebabkan oleh panas akibat respirasi yang berlangsung terus, pembusukan mana ternyata berkaitan dengan pertumbuhan jamur yang serba cepat.

(b) kadar air gabah yang sedikit turun sampai sekitar 12% - 16% masih memberi kesempatan besar kepada jamur untuk tumbuh pada gabah dan serangga dapat berkembang.

(c) tetapi apabila kadar itu dapat diturunkan sampai sekita 9% - 12% (karena pengeringan) jamur tidak dapat tumbuh pada gabah, dan kalau kadar air ini lebih diturunkan lagi sampai di bawah 9% maka hama serangga (kutu- kutuan) tidak akan dapat berkembang baik dalam gabah.

(3) Kerusakan karena kehilangan berat dan turunnya nilai gizi, yang dalam hal ini perlu diketahui bahwa kadar air gabah yang masih cukup tinggi (belum mendapat pengeringan) yaitu sekitar 25% ke atas dimasukkan ke dalam ruang penyimpanan (biasanya bertemperatur sekitar 280C – 300C) aktivitas pernafasannya akan terangsang sehingga cukup besar, akibat dari kejadian ini temperatur ruangan menjadi tinggi, uap air dan gas asam arang makin banyak

(49)

36 dikeluarkan gabah dan dengan demikian kehilangan berat dan turunnya nilai gizi tidak dapat dihindarkan.

Demikianlah, maka pengeringan itu harus diperhatikan, dan jangan sekali- kali menyimpan gabah langsung selepas panen tanpa mendapat perlakuan pengeringan terlebih dahulu. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara alami dan secara mekanis. Pengeringan secara alami mengandalkan pada teriknya sinar matahari, sedang pengeringan secara mekanis dengan menggunakan alat bantu seperti mesin pengering.

(1). Pengeringan Secara Alami

Pengeringan gabah secara alami dilakukan di atas lantai yang terbuat dari semen, yang dalam hal ini lantai bersih dan tidak ada genangan-genangan air.

Gabah dihamparkan di atasnya setebal 3 – 5 cm pada pagi hari (sekitar jam 08.00) kalau keadaan udara cerah. Sekiranya lapisan atas gabah telah kering lakukan pembalikan baik dengan menggunakan tangan atau sekop, pembalikan hendaknya dilakukan secara berulang-ulang. Sore hari sekitar jam 16.00 dilakukan pengumpulan gabah dengan bantuan alat penggaruk sehingga merupakan gunungan kecil, kemudian gunungan kecil ditutup dengan lembaran plastik yang lebar, sehingga tidak ada bagian yang terbebas, untuk melindunginya kalau-kalau turun hujan dan dari pengaruh embun. Tetapi sekiranya jumlah yang dikeringkan tidak terlalu banyak, angkutlah gabah ke tempat penyimpanan sementara.

Lakukan pengeringan seperti di atas selama 2 sampai 3 hari. Setelah itu dilakukan dengan cara menggenggam dan melepaskan sekumpulan gabah atau menggosok- gosoknya dan apabila suaranya gemeresik tandanya gabah telah kering, pengujian

(50)

37 selanjutnya dilakukan dengan cara menggigit gabah atau memutarnya di atas lantai dengan tumit dan apabila gabah patah dengan kulit terkelupas, yakinlah gabah telah kering setingkat dengan yang dikendaki.

Dalam pengeringan gabah secaraalami ini hendaknya diperhatikan aktivitas pembalikan gabah, karena hamparan gabah yang menerima teriknya sinar matahari yang lama tidak dibalik-balikkan, maka lapisan bawah dekat alantai akan mengalami kerusakan yang biasa disebut kasus pengerasan bahkan ada yang mengalami kegosongan. Penjemuran yang terlalu lama sedang cuaca sukar terkontrol, juga dapat menimbulkan kerusakan, yaitu dengan terjadinya kontaminasi oleh jamur atau penyakit lainnya. Pengawasan perlu pula diperhatikan untuk mencegah kehilangan, misalnya terhadap unggas (ayam dan burung). Kehilangan pada waktu pengeringan cukup banyak, yaitu sekitar 1,5% - 2% dari jumlah gabah yang dikeringkan.

(2). Pengeringan Secara Mekanik

Kalau pengeringan secara alami tidakbisa dilakukan karena adanya gangguanalami, seperti hari-hari hujan, cuacamendung sepanjang hari, dan lainsebagainya, pada waktu sekarang tidak perlulagi merisaukan para petani atau industri-industripengolahan gabah karena parateknisi pertanian telah dapat menciptakan alatpengering gabah mekanis, seperti BatchDryer dan Continue.

(51)

38 Tabel 11: Rekapitulasi Hasil pengeringan padi di Desa Paraikatte Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa

NO Pengeringan gabah Jumlah

Rata-

Rata Kategori 1.

2.

3.

Pengeringan gabah dalam bentuk sinar matahari Pengeringan gabah dengan ruang terbuka

Alat pengeringan gabah

44 58 72

1,46 1,93 2,4

Rendah Sedang Sedang

Jumlah 174 5,79

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2014

Dari Tabel 11 hasil pengeringan gabah di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa berkategori rendah karena petani hanya menggunakan tempat pengeringan yang sederhana seperti ruang terbuka atau lapangan yang berkategori sedang karena petani akantakut kehilangn hasil yang banyak apabila terjadi hujan ini bisa menyebabkan gabah basah sampai hasil yang didapatkan petani kurang.Dalam penggunaan alat pengeringan gabah berkategori sedang karena petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa hanya menggunakan alat pengeringan yang secara mekanis seperti: Batch Drayer.

B. Penggilingan gabah

Dalam penggilingan gabah petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupateng Gowa saat ini sudah menggunakan alat moderen selain untuk menghemat tenaga kerja juga langsung dan aluh sudah dihilangkan karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan gabah dari kulitnya dilakukan dengan cara modern. Jadi menggunakan alat tradisional yang sederhana seperti lesung dan alu.

(52)

39 Tabel 12: Rekapitulasi Hasil penggilingan gabah di Desa Paraikatte Kecamatan

Bajeng Kabupaten Gowa

NO Penggilingan gabah Jumlah

Rata-

Rata Kategori 1.

2.

3.

Alat penggilingan gabah tradisional

Mesin penggilingan gabah yang baru sudah

digunakan

Mesin penggilingan gabah yang tradisional

54 72

70

1,80 2,40

2,33

Rendah Sedang

Sedang

Jumlah 196 6,53

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2014

Dari Tabel 12 hasil penggilingan padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa dalam penggunaan alat penggilingan gabah masih tergolong rendah, karena petani masih mengangkut sendiri dengan menggunakan gerobak untuk mengangkut gabah ke tempat penggilingan. Dan telah disimpulkan bahwa didalam penggunaan penggilingan gabah berkategori sedang karena petani sudah menggunakan alat yang sudah modern yang dulunya alat tradisional setelah petani mengenal alat yang modern dan daya kerja cepat maka petani menghilangkan alat tradisional tersebut yang cara kerjanya lambat.

C. Penyimpanan Beras

Beras yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan.Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual.

Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg.

(53)

40 Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani.Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.

Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk.

Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal.Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan (Satake, 2009).

5.2.2. Penaganan Pasca Panen Padi Sawah

Penanganan pasca panen padi sawah petani di Desa Paraikatte meliputi pengumpulan padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah.

Tabel 13.Rekapitulasi Hasil penanganan pasca panen padi sawah Petani dalam penanganan pasca panen padi di Desa Paraikatte kabupaten Gowa.

No

Pengetahuan Petani dalam Penanganan Pasca Panen Padi

Jumlah Rata-rata Kategori 1.

2.

3.

4.

Pengumpulan padi Perontokan Padi Pengeringan gabah Penggilingan gabah

192 186 174 196

2,13 2,06 0,19 2,17

Sedang Sedang Rendah Sedang Data: Primer Setelah Diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 13 penanganan pasca panen padi sawah berkategori sedangsebagai mana pengumpulan padi 192 dengan persentase (2,13), ini dikarenakan kurangnya pemahaman petani dalam s pengumpulan padi yang masih menggunakan alat-alat sederhana seperti tikar. Didalam Perontokan padi

(54)

41 berkategori sedang 186 dengan persentase (2,06), karena petani melakukan perontokan dengan cara yang sederhana seperti dengan menggunakan tenaga sendiri. Pengeringan gabah berkategori rendah 174 dengan persentase (0,19),karena dalam penggunaan pengeringan tersebut petani hanya bisa mengeringkan gabahnya pada tempat yang sederhana seperti ruang terbuka/lapangan yang terbuat dari semen.Sedangkan pada penggilingan gabah berkategori sedang 196 dengan persentase (1,17) karena petani di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupateng Gowa yang dulu belum berkembang karena alat yang digunakan masih tradisional akan tetapi setelah petani mengenal alat yang modern dan daya kerja cepat maka petani menghilangkan alat-alat tradisional tersebut yang proses kerjanya lambat.

(55)

42

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa, penangan pasca panen padi sawah berkategori sedang karena petani dalam melakukan penanganan pasaca panen seperti : pengumpulan padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabahbelum sepenuhnya menggunakan alat mederen yang sudah ada di karenakan petani masih terbiasa dengan cara yangtradisional serta terbatas oleh biaya atau modal untuk membeli alat moderen yang sudah ada.

6.2. Saran

1. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), selaku tangan panjang pemerintah di sektor pertanian diharapkan secara rutin melaksanakan penyuluhan ditingkat kelompok tani, terutama materi penanganan pascapanen.

2. Petani harus melakukanpenanganan pasca panen padi secara berkesinambungan dan menyeluruh agar hasil yang diperoleh memiliki kuantitas yang tidak berkurang dan kualitas yang baik.

(56)

43

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Pengertian petani . yogyakarta: kanisius.

Al Jabri, 2004. http://www.pustaka-deptan.go.id. Mengapa Harus Pemupukan Berimbang. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor 3 Desember 2008.

Dirjen, 2007. Alat dan cara Panen, Penanganan pasca panen

Hartulistiyoso dan Setyono, Sutrisno dan Sigit Nugraha. 2000. Pengujian pemanenan padi sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan jasa perontok Masalah Pasca Panen padi . Disampaikan pada Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Balitpa, Sukamandi 10-11 Nopember 2000.

Hartulistiyoso, Edy, 2009. http://www. deptan.go.id./news/detail.go.id. Dunia Mengakui Swasembada Beras Indonesia. Atase Pertanian. 21 Januari 2009.

Pratomo, Agustinus dan Rido Dida, 2003. Pengkajian Sistem Usaha Tani padi di Ekoregion Lahan Sawah yang Menderita Stagnasi Pertumbuhan dan Kekuningan (Asem-aseman). Prosiding Seminar dan Eksposes Teknologi. Bogor.

Reitjntjes 1993. Panen dan pasca panen Padi

Saranga P, 1998. Teknologi Produksi Tanaman Pangan Padi. Akademi Penyuluhan Pertanian, Departemen Pertanaian, Makassar.

Setyono, A., Sutrisno dan Sigit Nugraha. 2000. Pengujian pemanenan padi sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan jasa perontok. Disampaikan pada Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Balitpa, Sukamandi 10-11 Nopember 2000.

Sudarta, 2002. Pengetahuan Petani Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. http://pustaka.litbang.deptan.go.id [13 April 2012].

Tahir,2000.PengeringanPadi.http://agribisnis.deptan.go.id/web/dipertantb/Juklak/

pasca_panen di.htm, [14 September 2009].

(57)

44 Tjahjohutomo, 2008. Penggilingan Padi, dan Pengaruh konfigurasi mesin penggilingan padi rakyat terhadap rendemen dan mutu beras giling. Jurnal Enjiniring Pertanian

Wirawan, dan Wahyuni, 2002. Memproduksi benih bersertifikat. Swadaya.

Jakarta.

(58)

45

Gambar

Gambar 1. Gambar Skema kerangka pikir Petani Padi       Pasca panen   Pengumpulan   Perontokan   Pengeringan   Penggilingan   Penyimpanan
Tabel 3:   Kualifikasi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian desa  Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa
Tabel  5  :  Umur  Responden  di  Desa  Paraikatte  Kecamatan  Bajeng  Kabupaten  Gowa
Tabel 6: Pendidikan Responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten  Gowa  No   Pendidikan  Jumlah  Responden  Persentase (%)  1  Sekolah Dasar  12  40,00
+6

Referensi

Dokumen terkait

Setelah ekstraksi ciri, kemudian dilakukan proses deteksi atau pengelompokkan citra menjadi beberapa kelas dimana terdapat kelas bukan gigi, gigi normal, pulpitis

Dalam konteks ini, surat edaran Mendagri tentang pedoman umum penyusunan APBD 2005 secara eksplisit menegaskan dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan

Studi ini menunjukkan bahwa teknik genetika molekuler dapat dijadikan metode untuk mengidentifikasi jenis dari Cetacea hingga tingkat spesies, terutama bagian tubuh

PERATURAN PERMARKAHAN KERTAS 2 3756/2 Prinsip Perakaunan Kertas 2 2020 2 1/2 jam. PROGRAM GEMPUR KECEMERLANGAN SIJIL PELAJARAN

Dari ketiga aspek tersebut, tampak bahwa pendidikan mitigasi bencana COVID-19 di Lembaga PAUD belum dilakukan, padahal merupakan solusi internal sekolah dalam

(1998) mengenai tanggapan seseorang dalam mengawal penggunaan masa dan perkaitannya dengan stres dalam kalangan pelajar universiti (n=164) menunjukkan bahawa pelajar

1) Pengujian dan penghilangan kesalahan sulit karena tidak dapat dipisahkan dan dilokalisasi, namun praktik pemrograman yang berdisiplin bagus dapat mempermudah

( I ) Perusahaan atau Perseorangan yang telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib menyampaikan laporan mengenai