• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MANAJEMEN PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017 SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

DINI ANGRIANI NASUTION NIM. 121000465

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

MANAJEMEN PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

DINI ANGRIANI NASUTION NIM. 121000465

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Perencanaan Obat Di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau menutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2018

Yang membuat pernyataan

Dini Angriani Nasution

(4)
(5)

ABSTRAK

Manajemen perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah sakit, serta merupakan aspek penting karena ketidakefektifan dan ketidakefisienannya akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi, seperti biaya operasional rumah sakit dan keberhasilan manejemen obat di suatu rumah sakit secara keseluruhan.

Manajemen perencanaan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan belum dilakukan secara optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan data dan metode yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat belum lengkap dan akurat sehingga masih terjadi kekosongan obat. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana input (Sumber Daya Manusia, Data, dan Metode), proses (Pemilihan Jenis Obat dan Penentuan Jumlah Obat), dan output (Terpenuhinya Kebutuhan Obat Pada Tahun Yang Akan Datang) dalam manajemen perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan.

Kemudian tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan input, proses dan output dalam perencanaan obat di Instalasi Farmasi.

Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif interaktif. Metode pengumpulan data dengan observasi/pengamatan dan wawancara mendalam terhadap empat informan yang terdiri dari wakil direktur, kepala instalasi farmasi, kepala gudang farmasi, dan staf perencana obat. Analisis data dengan menggunakan teori Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada dibentuk tim perencanaan obat secara tertulis, namun petugas dibagian kefarmasian sudah berlatarbelakang pendidikan sesuai dengan bidangnya. Metode yang digunakan dalam perencanaan obat yaitu menggunakan metode konsumsi meskipun belum sesuai dengan langkah-langkah yang susah ditetapkan. Untuk data dalam pemilihan dan penentuan jumlah jenis obat yang dibutuhkan belum lengkap dan akurat.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada Direktur RSUD Kota Padangsidimpuan agar memebentuk tim perencanaan obat terpadu secara resmi dan mengeluarkan Surat Keputusan. Kemudian diharapkan agar melengkapi data perencanaan obat dengan metode sesuai dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan.

Kata kunci : manajemen perencanaan obat, instalasi farmasi

(6)

ABSTRACT

The management of medicine planning in hospital pharmacy is one of the decisive aspect for the success of the rational treatment program in the hospital and is an important aspect due to inefficiency and will negatively impact the hospital, both medically, socially and economically, such as operational costs hospital and medicine management success in a hospital as a whole. Management of medicines need planning in pharmacy installations public hospitals urban areas Padangsidimpuan hadn’t optimally. It is proved by the data and methods used in the planning needs of the medical were incomplated and accurated so there is still a vacuum of the problem in this study is how the input (human resources, data and methods), process (the selection of drugs and the determination of the number of medical), and output (the fulfillment of medicine requirements in the next year) in medica planning management in pharmaceutical installations.

This research was an interactive qualitative method. Data was collected by using observation and in-depth interview from 4 informant such as deputy director, head of pharmacy installation, head of pharmacy warehouse and medicine planner staff. Data was analyzed by using Miles and Haburman theory.

The result of this research showed that medicine planning team was not formed before, but the hospital pharmacy staffs have been working depend on their educational background. public hospitals urban areas Padangsidimpuan has been using consumption method in medicine planning eventhough it’s not suitable with the common steps that was determined.

The suggestion for the director of the public hospitals urban areas Padangsidimpuan are from an integrated team of medicine planning data by following the steps that was determined.

Keyword : management of medical planning, pharmaceutical installation

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dini Angriani Nasution yang dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1994 di Kota Padangsidimpuan. Beragama Islam dan bersuku Batak Mandailing, tinggal di Kota Padangsidimpuan Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kode Pos 22727. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Ayahanda Syarifuddin Nasution dan Ibunda Masriani Pulungan.

Jenjang Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak Kartika I - 49 Padangsidimpuan pada Tahun 1998 dan selesai Tahun 2000, Sekolah Dasar Negeri 200108 Padangsidimpuan pada Tahun 2000 dan selesai Tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Padangsidimpuan pada Tahun 2006 dan selesai Tahun 2009, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padangsidimpuan pada Tahun 2009 dan selesai Tahun 2012, pada Tahun 2012 melanjutkan Pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat dan mengambil Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MANAJEMEN PERENCANAAN OBAT DI INSTALASI

FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA

PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera 4. dr. Heldy B.Z, MPH selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(9)

5. dr. Fauzi, SKM selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku dosen penguji I skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

7. dr. Rusmalawaty, MKes selaku dosen penguji II proposal penelitian yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Ir. Etti Sudaryati, MKM, PhD selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan wantu dan memberi saran dan semangat kepada saya.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU terutama Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah banyak membantu saya, saya mengucapkan terimakasih setinggi-tingginya.

10. Terkhusus dan teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda Syarifuddin Nasution S.Sos dan Ibunda Masriani Pulungan S.Pdi yang senantiasa selalu memberikan do’a, kasih sayang, cinta, perhatian, dukungan yang tiada henti dalam bentuk apapun kepada penulis.

11. Abanganda, Syahrul Hidayat Nasution S.ked, adik-adik Doni Agung Nasution dan Syara Anggina Hidayah Nasution yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan sebagai tempat berbagi selama proses pengerjaan skripsi ini.

(10)

12. Sahabat-sahabat Rafika Putri Mandasari, SKM, Eva Marlina Simorangkir, SKM, Herly Yolela Manurung, Rizky Septiyanisah, SKM yang selama kuliah telah memberikan saran, perhatian, dukungan serta kasih sayang.

13. Sahabat-sahabat Zannuri Ulfah Harahap, Khairunnisah Siregar, Nahdiah Hilma Putri Harahap, Winda Aldriani Lubis, Tiara Tivani Mayusa, Ade Wahyuni Daulay, Febri Khairunnisa Pohan Yunita Aprilia Nasution, dan Nurul Noverina yang selama ini sudah setia memberi saran dan masukan, nasehat, semangat, perhatian dan kasih sayang.

14. Untuk teman-teman FKM 2012 khususnya Peminatan AKK 2012 yang telah memberikan arahan, bantuan dan dukungan kepada saya.

15. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, arahan dan dukungan yang diberikan.

Saya menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-NYA kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Januari 2018 Penulis

Dini Angriani Nasution

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit ... 7

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ... 7

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 7

2.1.3 Jenis dan klasifikasi Rumah Sakit... 8

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit... 10

2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi RumahSakit... 10

2.2.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit... 11

2.2.3 Struktur Organisasi ... 14

2.2.4 Sumber Daya Manusia... 15

2.2.5 Prosedur... 18

2.3 Perencanaan ... 20

2.3.1 Pengertian Perencanaan ... 20

2.3.2 Pentingnya Perencanaan... 21

2.3.3 Tujuan Perencanaan... 21

2.4 Perencanaan Obat... 22

2.4.1 Pemilihan... 24

2.4.2 Kompilasi penggunaan... 25

2.4.3 Perhitungan Kebutuhan... 25

2.5 Landasan Teori... 31

2.6 Kerangka Pikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi ... 35

(12)

3.2.2 Waktu Penelitian... 35

3.3 Sumber Informan Penelitian ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data... 36

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 37

3.5 Definisi Operasional... 37

3.6 Triagulasi ... 38

3.7 Metode Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 39

4.1.2 Visi, Misi, Motto danTujuan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ... 40

4.1.3 Instalasi Farmasi Merupakan Salah Satu Bagian di Rumah Sakit ... 42

4.2 Input dalam Perencanaan Kebutuhan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ... 43

4.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Terkait Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 43

4.2.2 Sumber Daya Manusia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 45

4.2.3 Metode Dalam Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 45

4.2.4 Data dalam Proses Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 45

4.2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Data Dalam Perencanaan Kebutuhan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ... 45

4.3 Proses dalam Perencanaan Kebutuhan Obat di InstalasiFarmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ... 45

4.3.1 Tahapan dalam Perencanaan Kebutuhan Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan... 46

4.3.2 Pemilihan Jenis Obat dalam Perencanaan Kebutuhan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan... 46

4.3.3 Penentuan Jumlah Obat dalam Proses Perencanaan Kebutuhan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ... 46

4.3.3.1 Perhitungan Kebutuhan Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan...46

(13)

4.4 Output dalam Perencanaan Kebutuhan Obat di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.. 47

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Masukan (Input) ... 48

5.1.1 Sumber Daya Manusia... 48

5.1.2 Metode ... 50

5.1.3 Data …... 51

5.2 Proses (Process) ... 52

5.2.1 Pemilihan Jenis Obat... 52

5.2.2 Penentuan Jumlah Obat... 53

5.3 Keluaran (Output) ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan metode konsumsi dan metode morbiditas...30 Tabel 3.1 Informan Petugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Padangsidimpuan ... ...36 Tabel 4.1 Sumber Daya Manusia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Padangsidimpuan ...43

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Prosedur Perencanaan Perbekalan Farmasi 23

Gambar 2.2 Landasan Teori 31

Gambar 2.3 Kerangka Pikir 32

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Padangsidimpuan 44

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Mendalam

Lampiran 2. Rencana Kebutuhan Obat Tahun 2017

Lampiran 3. Lembar Observasi di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian

(17)

DAFTAR ISTILAH Singkatan : Singkatan dari

DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional DPHO : Daftar Plafon Harga Obat EPO : Evaluasi Penggunaan Obat IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit JAMSOSTEK : Jaminan Sosial Tenaga Kerja JKN : Jaminan Kesehatan Nasional KEI : Komunikasi, Edukasi dan Informasi PIO : Pelayanan Informasi Obat

PKOD : Pemantauan Kadar Obat Darah PKRS : Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit PTO : Pemantauan Terapi Obat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SDM : Sumber Daya Manusia

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik dan pelayanan rawat inap (Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) secara umum adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi ; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Instalasi Farmasi sebagai salah satu bagian antar unit yang terpenting dalam organisasi rumah sakit memerlukan suatu manejemen yang cermat sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya dapat memenuhi kebutuhan pasien di dalam hal penyediaan obat- obatan yang bermutu dan dapat di jangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

(19)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2014).

Manajemen pengelolaan obat merupakan salah satu aspek penting di rumah sakit, karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional rumah sakit itu sendiri, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan dalam pelayanan kesehatan dan hal ini merupakan indikator kinerja rumah sakit secara keseluruhan. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efektif dan efisien, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yaitu, ketersediaan obat dan vaksin cukup baik tetapi pelayanan kefarmasian masih belum sesuai standar. Pada tahun 2013 instalasi farmasi rumah sakit yang memiliki pelayanan kefarmasian sesuai standar 41,72%. Penggunaan obat generik sudah cukup tinggi, tetapi penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan baru mencapai 61,9%. Hal ini di sebabkan oleh masih rendahnya penerapan formularium dan pedoman penggunaan obat secara rasional, di lain pihak penduduk yang mengetahui tentang seluk- beluk dan manfaat obat generik

(20)

masih sangat sedikit yakni 17,4% di pedesaan dan 46,1% di perkotaan.

Pengetahuan masyarakat tentang obat secara umum juga masih belum baik terbukti sebanyak 35% rumah tangga melaporkan menyimpan obat termasuk antibiotik tanpa adanya resep dokter (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan, baik di pusat pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan yang lebih tinggi.Keberadaan obat merupakan kondisi pokok yang harus terjaga ketersediaannya.Penyediaan obat sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu menjamin tersedianya obat dengan mutu terjamin dan tersedia merata dan teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan merupakan rumah sakit umum kekas B, miliki Instalasi Farmasi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di rumah sakit.Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Instalasi Farmasi, perencanaan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan bertujuan untuk mengoptimalkan persediaan perbekalan farmasi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien. Pada proses perencanaan dilakukan berdasarkan review dari

(21)

tahun sebelumnya dan jumlah obat sesuai dengan jenis penyakit yang dibutuhkan.

Namun dalam hal ini masih ada beberapa pasien BPJS yang mengalami kesulitan ketika obat yang diminta tidak tersedia dan mengharuskan mereka mengeluarkan biaya untuk membelinya ke apotek yang berada diluar rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian Malinggas (2015) menyebutkan bahwa pengelolaan obat di instalasi farmasi tidak menggunakan metode-metode yang tepat, sehingga terjadi kekosongan obat pada waktu-waktu tertentu.Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Malinggas yang mengungkapkan bahwa masih terdapat obat yang tidak tersedia di instalasi farmasi terutama pada obat fast moving.Hal ini mengakibatkan pasien harus membeli obat di luar instalasi farmasi rumah sakit.

Manajemen perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah sakit, serta merupakan aspek penting karena ketidakefektifan dan ketidakefisienannya akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi, seperti biaya operasional rumah sakit dan keberhasilan manejemen obat di suatu rumah sakit secara keseluruhan (Fakhriadi, dkk. 2011).

Oleh karena itu, obat tidak boleh kosong.Jika terjadi kekosongan dapat mengganggu kegiatan operasional rumah sakit.Maka perlu dilakukan penelusuran terhadap gambaran pengelolaan serta pendukung manajemennya agar dapat diketahui permasalahan dan kelemahan dalam pelaksanaannya sehingga dapat

(22)

dilakukan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Fakhriadi, dkk. 2011).

Selain itu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, tenaga kefarmasian rumah sakit tipe B minimal terdiri dari 13 orang. Sementara tenaga kefarmasian di instalasi farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan hanya terdiri dari 7 orang sehingga tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Dari penjelasan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Manajemen Perencanaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan obat di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran manajemen perencanaan obat di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi unsur-unsur input perencanaan obat (sumber daya manusia, metode dan data) di RSUD Kota Padangsidimpuan.

2. Untuk mengidentifikasi unsur-unsur proses perencanaan obat (pemilihan jenis obat dan penentuan jumlah obat) di RSUD Kota Padangsidimpuan.

(23)

3. Untuk mengidentifikasi unsur outputperencanaan obat (kebutuhan obat tahun yang akan datang) di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi RSUD Kota Padangsidimpuan

Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan menajemen perencanaan kebutuhan obat.

2. Manfaat bagi Penulis

Dengan masukan penelitian ini, peneliti memiliki pengalaman memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pengelolaan obat di rumah sakit dengan menerapkan teori yang peneliti dapat.

3. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai referensi ilmiah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang administrasi dan kebijakan kesehatan .

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugasnya, maka rumah sakit mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

(25)

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014, menjelaskan bahwa berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.Sedangkan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang terdiri atas rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Umum kelas A

Rumah sakit umum kelas A yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; 12 (dua belas)

(26)

pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; 16 (enam belas) pelayanan medik sub spesialis yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, serta gigi dan mulut; dan 7 (tujuh) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi dan penyakit mulut.

2. Rumah Sakit Umum kelas B

Rumah Sakit Umum kelas B yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi dan rehabilitasi medik; paling sedikit 8 (delapan) pelayanan dari 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain yaitu : pelayanan mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik; paling sedikit 2 (dua) pelayanan subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yaitu : pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, serta obstetri dan ginekologi; dan paling

(27)

sedikit 3 (tiga) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut yaitu : pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi dan orthodonti.

3. Rumah Sakit Umum kelas C

Rumah Sakit Umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu : pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi; 3 (tiga) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi dan patologi klinik;

dan paling sedikit 1 (satu) pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

4. Rumah Sakit Umum kelas D

Rumah Sakit Umum kelas D yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik umum yaitu : pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana; paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar yaitu : pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi;

dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis penunjang yaitu : pelayanan radiologi dan laboratorium.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009, dinyatakan bahwa instalasi farmasi adalah bagian dari rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan,

(28)

mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit.

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.

(Siregar dan Amalia, 2004)

2.2.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tugas IFRS, meliputi :

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etika profesi;

2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;

(29)

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5. Berperan aktif dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT);

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan kefarmasian;

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Fungsi IFRS, adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit;

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal;

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku;

d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit;

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

(30)

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

i. Melaksanakan pelayanan obat “unit dose” / dosis sehari;

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan);

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan;

m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat;

(31)

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien;

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain;

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) : Pemantauan Efek Terapi Obat; Pemantauan Efek Samping Obat; Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril : melakukan pencampuran obat suntik; menyiapkan nutrisi parenteral; melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik; melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil;

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar rumah sakit;

l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.2.3 Struktur Organisasi

IFRS harus memiliki suatu organisasi yang pasti dan sesuai dengan kebutuhan sekarang dan kebutuhan mengakomodasi perkembangan di masa depan, dan mengikuti visi yang telah ditetapkan pimpinan rumah sakit dan para apoteker rumah sakit. Suatu struktur organisasi IFRS terdiri atas penetapan

(32)

pekerjaan yang dilakukan beserta tanggung jawab dan hubungan hierarki untuk melaksanakan pekerjaan itu (Siregar dan Amalia, 2004).

Struktur organisasi tersebut harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepala instalasi, administrasi, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu (Permenkes RI No. 58 Tahun 2014).

2.2.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) di instalasi farmasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi. Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap 3 tahun sesuai kebijakan dan prosedur di instalasi farmasi rumah sakit.

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,

(33)

ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.

2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian, tenaga administrasi, dan pekarya/pembantu pelaksana.

Dalam Permenkes ini juga dijelaskan bahwa instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala instalasi farmasi rumah sakit diutamakan yang telah memiliki pengalaman bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 3 tahun.

Pada pelayanan kefarmasian di rawat inap, penghitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja idealnya dengan rasio 1 apoteker untuk 30 pasien.

Sedangkan pada pelayanan kefarmasian di rawat jalan, idealnya 1 apoteker untuk 50 pasien. Selain itu, diperlukan juga masing-masing 1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di ruang tertentu, yaitu unit gawat darurat, Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dan pelayanan informasi obat.

Pihak-pihak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan instalasi farmasi d irumah sakit adalah (Febriawati, 2013) :

1. Direktur rumah sakit

Direktur adalah orang yang wajib tahu tentang perkembangan dan keadaan obat maupun stok obat. Direktur pula yang harus memastikan bahwa formularium obat telah dijalankan dengan benar oleh para tenaga medis. Adanya

(34)

penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan bukan kesalahan direktur, namun pada akhirnya akan menjadi tanggung jawab direktur jika penyimpangan ini terus dibiarkan. Direktur harus bisa menjalankan fungsi monitoring, sebagai pengawas dan evaluasi.

2. Kepala instalasi farmasi rumah sakit

Kepala instalasi farmasi adalah orang yang paling berhak dan pertama kali tahu mengenai stok dan kebutuhan obat-obatan di rumah sakit. Tugas dari kepala instalasi farmasi adalah merencanakan pemesanan, menghitung kebutuhan, melaporkan pemakaian rumah sakit. Namun, kepala instalasi farmasi bukan yang bertanggung jawab atas pembelian obat-obatan di rumah sakit. Hal ini sangat penting dalam menjaga keadilan, transparansi dan mencegah terjadinya kesepakatan tersembunyi antara kepala instalasi farmasi dan perusahaan obat.

3. Bagian logistik rumah sakit

Bagian logistik adalah bagian yang bertugas untuk membeli obat dan menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan yang direkomendasikan oleh kepala instalasi farmasi. Semua pembelian obat-obatan dalam jumlah besar atau jumlah tertentu harus melalui logistik sehingga memudahkan pendataan, penghitungan pembiayaan dan pelaporan keuangan.

4. Instalasi penerimaan dan pengadaan barang di rumah sakit

Instalasi penerimaan dan pengadaan barang mempunyai tugas melakukan penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi yang sudah dibeli oleh bagian logistik. Petugas gudang akan menghitung dan mencocokkan jumlah obat-obatan yang diterima dengan jumlah pesanan. Obat-obatan akan disimpan di dalam

(35)

gudang dan dikeluarkan sesuai dengan permintaan kepala instalasi farmasi.

Kepala instalasi penerimaan dan pengadaan barang harus sesering mungkin memberikan laporan kepada kepala instalasi farmasi, dengan tujuan agar kepala instalasi farmasi bisa merencanakan pembelian obat-obatan berikutnya.

5. Petugas gudang dan apoteke rumah sakit

Petugas gudang dan apoteker adalah orang yang bersentuhan langsung dengan produk atau obat-obatan yang dijual. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling rentan dan paling sering menjadi kambing hitam apabila ada stok atau obat- obatan yang hilang. Sebab itu, ada baiknya orang yang bekerja di profesi ini haruslah orang yang benar-benar jujur dan melakukan pelaporan setiap saat kepada atasannya. Petugas gudang melaporkan setiap kegiatannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi pengadaan barang, dan apoteker melaporkan kegiatan hariannya maupun kehilangan obat kepada kepala instalasi farmasi.

6. Dokter

Dokter sangat berperan dalam pengendalian stok obat, karena dokter merupakan end user.Obat-obat tidak bisa keluar jika tidak ada peresepan dokter.Direktur bersama dengan kepala instalasi farmasi harus selalu mengingatkan dokter mengenai penggunaan obat dan stok obat yang tersedia dan yang harus dihabiskan.

2.2.5 Prosedur

Menurut Siregar dan Amalia (2004), prosedur adalah suatu instruksi kepada personel, cara kebijakan dan tujuan dilakukan dan dicapai. IFRS

(36)

memerlukan berbagai prosedur yang terdokumentasi. Jika suatu prosedur didokumentasi, biasanya disebut prosedur tertulis. Salah satu prosedur yang diperlukan oleh IFRS adalah Prosedur Operasional Baku(POB), yang selalu digunakan untuk melakukan kegiatan tertentu dan rutin di IFRS. POB harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit. POB biasanya mencakup maksud suatu kegiatan, lingkup suatu kegiatan, tanggung jawab yang harus dilakukan dan oleh siapa, prosedur yang harus dilakukan, bahan, alat dan dokumen apa yang harus digunakan dan dokumentasi.

Inti POB perencanaan perbekalan kesehatan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, serta pembelian perbekalan kesehatan yaitu (Siregar dan Amalia, 2004):

1. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, yang digunakan di rumah sakit harus sesuai dengan formularium rumah sakit.

2. Semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang digunakan di rumah sakit harus dikelola hanya oleh IFRS.

3. IFRS harus menetapkan spesifikasi produk semua perbekalan kesehatan/sediaan farmasi yang akan diadakan berdasarkan persyaratan resmi (Farmakope Indonesia edisi terakhir) dan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh KFT.

4. Pemasok perbekalan kesehatan/sediaan farmasi harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh KFT.

(37)

5. Jika perbekalan kesehatan/sediaan farmasi diadakan dari suatu pemasok/

industri tersebut untuk memeriksa kesesuaian penerapan sistem mutu dan jaminan mutu.

2.3 Perencanaan

2.3.1 Pengertian Perencanaan

Menurut Hasibuan (2009), ada beberapa definisi perencanaan menurut beberapa ahli, yaitu :

1. Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan, prosedur-prosedur, program-program dari alternatif yang ada.

2. G.R Terry menyatakan perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3. Louis A. Allen menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

4. Billy E. Goetz menyatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatif- alternatif.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur, dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang.

(38)

2.3.2 Pentingnya Perencanaan

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, dan sebagai landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Menurut Hasibuan (2009), perencanaan itu sangat penting, karena :

1. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai.

2. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan.

3. Tanpa perencanaan, pengendalian tidak dapat dilakukan, karena perencanaan adalah dasar pengendalian.

4. Tanpa perencanaan berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen pun tidak ada.

2.3.3 Tujuan perencanaan

Hasibuan (2009) menyatakan bahwa tujuan perencanaan adalah:

1. Menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan.

2. Menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan.

3. Memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang.

4. Menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan.

5. Memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan.

6. Membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja.

(39)

7. Menjadi suatu landasan untuk pengendalian.

8. Menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan.

9. Membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi.

2.4 Perencanaan Obat

Perencanaan obat adalah kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga obat yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan menggunakan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Febriawati, 2013).

Tujuan perencanaan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Febriawati, 2013).

Tahapan prosedur perencanaan obat di rumah sakit adalah sebagai berikut (Febriawati, 2013).

1. Masing-masing ruangan pelayanan/user harus menyusun daftar kebutuhan barang farmasi dengan memperhatikan data konsumsi, data epidemiologi serta data/jumlah stok yang ada.

2. Daftar kebutuhan tersebut dikirim ke kepala instalasi pelayanan dimana ruangan pelayanan/user tersebut berada.

(40)

3. Kepala instalasi pelayanan merekap seluruh usulan ruangan-ruangan yang ada dalam organisasinya menjadi daftar kebutuhan instalasi.

4. Mengirim daftar usulan kebutuhan tersebut ke instalasi farmasi.

5. Di instalasi farmasi usulan kebutuhan tersebut akan dibandingkan dengan data pemakaian periode yang lalu, dikurangi jumlahnya dengan jumlah persediaan yang ada, dihitung nilai uangnya untuk memperkirakan alokasi anggaran yang diperlukan.

6. Diusulkan ke pengendali program dan diteruskan ke pengendali anggaran.

7. Dibuat surat perintah untuk panitia penerimaan barang farmasi, dan panitia pembelian akan melaksakan tender.

8. Pemenang tender akan mengirim barang ke panitia penerimaan barang farmasi.

9. Barang yang tidak bermasalah dikirim ke gudang instalasi farmasi untuk disimpan dan disalurkan, sedangkan barang yang masih bermasalah dikirim ke gudang transito/karantina.

Tahapan prosedur perencanaan tersebut jika dibuat dalam bentuk alur adalah sebagai berikut.

(41)

Gambar 2.1 Tahapan prosedur perencanaan perbekalan farmasi

Menurut Kemenkes RI (2010), kegiatan-kegiatan dalam perencanaan obat meliputi pemilihan, kompilasi penggunaan dan perhitungan kebutuhan.

2.4.1 Pemilihan

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium Rumah Sakit, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014, formularium rumah sakit disusun mengacu kepada formularium nasional.

Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. Formularium

(42)

rumah sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus dilakukan secara rutin dan direvisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.

2.4.2 Kompilasi Penggunaan

Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.Informasi yang didapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi adalah (Kemenkes RI, 2010) :

a. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing unit pelayanan.

b. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total penggunaan setahun seluruh unit pelayanan.

c. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.

2.4.3 Perhitungan Kebutuhan

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit.Masalah kekosongan atau kelebihan obat dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan-tahapan tersebut, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, dan tersedia pada saat dibutuhkan (Kemenkes RI, 2010).

(43)

Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu :

1. Metode Konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah obat yang dibutuhkan adalah (Kemenkes RI, 2010):

a. Pengumpulan dan pengolahan data

Sumber data adalah melalui pencatatan, pelaporan dan informasi yang ada. Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana, daftar obat-obat yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata- rata tahunan, indeks musiman, waktu tunggu, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan.

b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi

Analisa data konsumsi tahun sebelumnya dimaksudkan untuk melihat lebih mendalam pola penggunaan obat, untuk meningkatkan efektifitas penggunaan dana dan obat, serta optimasi penggunaan dana obat. Hasil analisis dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun anggaran/perencanaan penggunaan obat tahun berikutnya.

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat

Langkah-langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat adala:

1) Menghitung pemakaian nyata per tahun (a)

(44)

Pemakaian nyata per tahun adalah jumlah obat yang dikeluarkan dengan kecukupan untuk jangka waktu tertentu.

(a) = stok awal + penerimaan – sisa stok* - jumlah obat hilang/rusak/kadaluarsa

*sisa stok dihitung per 1 November

2) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b) (b) = (a) : n (bulan)

3) Menghitung kekurangan obat (c)

Kekurangan obat adalah jumlah obat yang diperlukan pada saat terjadi kekosongan obat.

(c) = waktu kekosongan obat x (b)

4) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya (riil) per tahun (d)

Adalah jumlah obat yang sesungguhnya dibutuhkan selama satu tahun.

(d) = (a) + (c)

5) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e)

Kebutuhan obat yang akan datang adalah ramalan kebutuhan obat yang sudah mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk yang akan dilayani.

(e) = (d) + y%

y = kenaikan jumlah penduduk per tahun 6) Menghitung waktu tunggu (lead time) (f)

Jumlah waktu tunggu adalah jumlah obat yang diperlukan sejak rencana kebutuhan diajukan sampai dengan obat diterima.

(45)

(f) = (b) x n2

n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan sampai dengan obat diterima

7) Menentukan stok pengaman (g)

Adalah jumlah obat yang diperlukan untuk menghindari terjadinya kekosongan obat. Nilai stok pengaman dapat diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring dinamika logistik.

8) Menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang (h)

(h) = (e) + (f) + (g)

9) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan datang (i)

(i) = kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada.Langkah-langkah dalam metode ini adalah (Kemenkes RI, 2010):

a. Pengumpulan dan pengolahan data

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara : 1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani

Untuk menentukannya sangat diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah penduduk yang akan diobati serta distribusi umur penduduk.

(46)

2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit Jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit atau yang memerlukan pelayanan kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu data-data mengenai gejala, diagnosa atau jenis pelayanan kesehatan.

b. Menyediakan formularium/standar/pedoman pengobatan yang digunakan untuk perencanaan.

Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah kebutuhan obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat. Standar pengobatan untuk tujuan perencanaan harus spesifik yang terdiri dari informasi kode International Classification of Disease (ICD) dan nama penyakit, nama obat (dalam bentuk generik) kekuatan dan bentuk sediaan, dosis rata-rata, jumlah dosis per hari, lama pemberian, dan jumlah obat yang diperlukan per episode.

c. Menghitung perkiraan kebutuhan obat

Dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode epidemiologi perlu dilakukan langkah-langkah berikut :

1) Menghitung jumlah kebutuhan setiap obat, dengan menghitung jumlah masing-masing obat yang diperlukan per penyakit serta mengelompokkan dan menjumlahkan masing-masing obat

2) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan mempertimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman

(47)

3) Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan datang

4) Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan d. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.Acuan yang digunakan yaitu DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, data catatan medik/rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit, sisa persediaan, data penggunaan periode yang lalu dan rencana pengembangan (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Febriawati (2013), dalam setiap metode tersebut terdapat kelebihan dan kekurangan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perbandingan kelebihan dan kekurangan antara metode konsumsi dan metode epidemiologi

Kelebihan Kekurangan

I. Metode Konsumsi a. Data konsumsi akurat, metode

yang paling mudah

b. Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien yang dapat diandalkan mungkin sulit diperoleh c. Tidak memerlukan data

epidemiologi maupun standar pengobatan

d. Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan perskripsi

(48)

e. Bila data konsumssi lengkap, pola preskripsi tidak berubah dan kebutuhan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil

f. Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan, obat yang berlebihan atau adanya kehilangan

g. h. Tidak memerlukan pencatatan dan

morbiditas yang baik II. metode Epidemiologi

i. Perkiraan kebutuhan yang mendekati kebenaran

j. Membutuhkan waktu dan tenag yang terampil

k. Dapat digunakan pada program- program baru

l. Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor

m. Standar pengobatan dapat mendukung usaha memperbaiki pola penggunan obat

n. Memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan

- - Pola penyakit dan pola preskripsi

tidak selalu sama

-

- dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil tidak terpenuhi

- -variasi obat terlalu luas

2.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan siklus pengelolaan obat menurut WHO (2004) yang mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi serta penggunaan obat, sebagai berikut :

(49)

Gambar 2.2 Landasan Teori 2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui manajemen pengelolaan obat di RSUD Kota Padangsidimpuan melalui salah satu fungsinya yaitu perencanaan. Gambaran mengenai perencanaan obat di RSUD Kota Padangsidimpuan diperoleh dengan memperhatikan masukan (input), proses (process) dan keluaran (output) dari kegiatan perencanaan obat. Menurut Azwar (1996), masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut, proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem yang berfungsi mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan, dan keluaran (output) adalah bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem tersebut.

Manajemen pendukung :

• Organisasi

• Pembiayaan

• Manajemen Informasi

• Sumber daya manusia

(50)

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori serta mengacu pada Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit menurut Kemenkes RI tahun 2010, maka peneliti merumuskan kerangka pikir penelitian melalui pendekatan sistem adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian, sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam melaksanakan perencanaan obat di RSUD Kota Padamgsidimpuan, meliputi :

a. Sumber daya manusia adalah orang-orang yang terlibat dalam perencanaan obat di rumah sakit.

b. Prosedur adalah tahapan untuk melakukan perencanaan obat secara tertulis.

c. Metode adalah cara yang digunakan untuk melakukan perencanaan obat di rumah sakit.

OUTPUT PROCESS

INPUT

(51)

d. Data adalah bahan acuan atau informasi untuk melakukan perencanaan obat.

2. Proses (process) adalah kegiatan-kegiatan dalam perencanaan obat di RSUD Kota Padangsidimpuan, meliputi :

a. Pemilihan jenis obat adalah proses yang dilakukan untuk menentukan jenis obat yang dibutuhkan di rumah sakit.

b. Penentuan jumlah obat adalah proses yang dilakukan untuk menentukan jumlah obat yang dibutuhkan.

3. Keluaran (output) adalah hasil dari perencanaan obat yaitu kebutuhan obat tahun yang akan datang.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif interaktif karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2012).

3.2. Lokasidan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Padangsidimpuan, karena dalam manajemen perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan belum berjalan secara optimal.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini di mulai pada bulan Januari s/d bulan Agustus 2017.

3.3 Sumber Informasi Penelitian

Untuk mendapatkan data yang tepat perlu juga ditentukan sumber informasi yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan data (purposive). Dengan demikian penentuan informasi dilakukan dengan teknik purposive sampling, karena penentuan sumber informasi secara purposive sampling cocok dengan penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009).

Teknik Purposive Sampling, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mengetahui permasalahan dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data

(53)

yang baik serta bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu pelaksanaan manajemen perencanaan obat di instalasi farmasi rumah sakit terkait.

Tabel 3.1 Informan Petugas Rumah Sakit

No Jabatan Pendidikan Jenis Kelamin Umur (Tahun) 1 Wakil Direktur Pelayanan

Medis

S2 Perempuan 54

2 Kepala Instalasi Farmasi S1 Perempuan 37

3 Staf Perencanaan Obat D3 Perempuan 30

4 Staf Gudang Instalasi Farmasi

D3 Perempuan 30

Berdasarkan tabel diatas dilihat bahwa jumlah informan petugas rumah sakit yang telah diwawancarai terdiri dari 4 informan, terdiri dari seorang informan Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis RSUD Kota Padangsidimpuan yang berusia 54 tahun dengan pendidikan S2, seorang informan Kepala Instalasi Farmasi berusia 37 tahun dengan pendidikan S1, seorang informan Staf Perencanaan Obat berusia 30 tahun dengan pendidikan D3, seorang informan Staf Gudang Instalasi Farmasi berusi 30 tahun dengan pendidikan D3.

3.4. MetodePengumpulan Data 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Primer

Pada penelitian ini, data primer diperoleh melalui hasil observasi/pengamatan dan wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan

(54)

cara mengajukan sejumlah pertanyaan kepada informan yang dijadikan objek penelitian.

2. Data Sekunder

Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari dokumen instalasi farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan dan referensi dari buku-buku serta hasil penelitian yang berhubungan dengan manajemen pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yaitu instrument penelitian adalah peneliti sendiri. Dalam wawancara mendalam (Indepth Interview) peneliti menggunakan pedoman wawancara mendalam disertai dengan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan menggunakan alat bantu berupa voice recorder, notes dan alat tulis.

3.5 Definisi Operasional

Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsisimpuan, meliputi:

1. Sumber Daya Manusia atau Tenaga adalah orang dengan latar belakang ahli dibidang kefarmasian yang bertugas mengelola obat di Instalasi Farmasi RSUD Kota Padangsidimpuan.

2. Metode adalah cara yang digunakan untuk merumuskan atau menyusun perencanaan obat meliputi penentuan dan jenis obat.

3. Data adalah dokumen yang digunakan sebagai patokan dalam merencanakan kebutuhan obat.

(55)

Proses (process) adalah pelaksanaan atau tahapan yang harus dilakukan untuk merencanakan kebutuhan obat, meliputi : pemilihan dan penentuan jumlah obat.

a. Pemilihan jenis obat adalah pelaksanaan perencanaan jenis obat yang sesuai dengan data katalog elektronik dan formularium nasional sehingga obat yang diadakan sesuai dengan kebutuhan.

b. Penentuan jumlah obat adalah cara atau proses menghitung kebutuhan obat dengan menggunakan metode konsumsi atau morbiditas sehingga obat yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan.

Keluaran (output) adalah hasil dari input dan proses yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan obat padatahun yang akan datang.

3.6 Triangulasi

Untuk menjaga validitas data maka dilakukan dengan triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2009).

3.7 Metode Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2009) analisa data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

(56)

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya RSUD Kota Padangsidimpuan

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu rumah sakit milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didirikan pada tahun 1937 yang memiliki wilayah area lahan rumah sakit seluas 32.206 m2, dimana letak bangunannya berada di Jl. Dr. Ferdinand LumbanTobing, Kelurahan Wek IV Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Tanggal 22 Februari 1979 Nomor 51/MENKES/SK/11/1979 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai rumah sakit berstatus tipe “C”, dan dengan struktur hirarki rumah sakit milik Pemerintah daerah telah ditetapkan dalam keputusan Gubernur Sumatera Utara Tanggal 10 Maret 1983 Nomor : 061-1-1- 58/K/Tahun 1983 tentang Susunan dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan, selanjutnya dikembangkan dalam Keputusan Gubernur Sumatera Utara tanggal 21 Juni 1996 No. 11 Tahun 1996.

Untuk memenuhi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang terus menerus meningkat disertai dengan keberhasilan pengolahan dan pembangunan yang dilaksanakan, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan dinaikkan kelasnya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Tipe

“B” Non Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Gambar

Gambar 2.1 Tahapan prosedur perencanaan perbekalan farmasi
Gambar 2.2 Landasan Teori 2.6 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Pikir
Tabel 3.1 Informan Petugas Rumah Sakit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano belum berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan

Untuk mengetahui output dari proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Achmad Mochtar Kota Bukittinggi yaitu terjaminnya persediaan obat yang memenuhi

Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi dengan Minat Pasien Menebus Kembali Resep Obat di Instalasi Farmasi RSUD

Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengelolaan manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD Lanto Daeng Pasewang mulai dari perencanaan (dilaksanakan oleh

Untuk mengetahui sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Naibonat yang meliputi pengaturan tata ruang, cara penyimpanan obat,

Diharapkan kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji Medan untuk melaksanakan perencanaan obat, melakukan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melakukan

Pendistribusian dilakukan setiap hari.Pendistribusian obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Malingping merupakan kegiatan penyaluran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan obat-obatan di gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr.R.Soedjono Selong sudah baik dan benar