• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat S1 dan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Idialis Sittus Pratama NIM. E0017230

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2021

(2)

I

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (SKRIPSI)

PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

Oleh:

Idialis Sittus Pratama NIM. E0017230

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta,14 Juli 2021

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H. Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

NIP. 197006212006042001 NIP. 197805012003121002

(3)

II

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19

Oleh

Idialis Sittus Pratama NIM. E0017097

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada:

Hari: Senin Tanggal: 19 Juli 2020 DEWAN PENGUJI 1. Dr. Agus Riwanto, S.H., S.Ag., M.Ag. :

NIP. 197308042000121001 Ketua

2.

Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H. : NIP. 197006212006042001

Sekretaris

3.

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum. : NIP. 197805012003121002

Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum

Prof. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M.

NIP. 197210092005012001

(4)

III

Surat Pernyataan

(5)

IV

ABSTRAK

Idialis Sittus Pratama. 2021. E0017230 PEMENUHAN HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19.

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang selalu dihadapi oleh dokter dan tenaga kesehatan mengenai negara dalam pemenuhan Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan, serta Untuk mengetahui tanggung gugat yang dapat dilakukan terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang- undangan dan pendekatan konseptual. Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan bahan melalui studi dokumen. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis bahan hukum dengan metode penalaran logika deduktif.

Penelitian ini menunjukan bahwa Indonesia sudah berada di tahap gawat darurat dalam menghadapi pandemi Covid-19, pengalaman dalam menghadapi pandemi di masa lalu ternyata tidak menjadi jaminan atas kemampuannya bagi suatu negara khusunya Indonesia dalam mengatasi pandemi di masa yang berbeda. Sebagai negara hukum tentu kesejahteraan masyarakat adalah tujuannya akan tetapi fakta di lapangan mengatakan sebaliknya, tingginya angka positif dan tidak sedikit juga nyawa yang harus melayang di masyarakat. Ditengah semua kondisi tersebut dokter dan tenaga kesehatan harus berjuang terus menerus sebagai garda terdepan dalam menghadapi Covid-19, sebagai pihak yang paling beresiko dan berkontribusi tidak menjamin bahwa mereka mendapatkan penghargaan atas kerja tersebut. Tidak sedikit yang harus meninggal, terkena penyakit jiwa, bahkan makan sehari-hari yang harus bergantung pada rumah sakit.

Kata Kunci: Indonesia, Covid-19,Pemenuhan Hak, Dokter dan Tenaga Kesehatan

(6)

V

ABSTRACT

Idialis Sittus Pratama. 2021. E0017230. Government Responsibility To Fulfill The Occupational health and safety protection rights Of Doctor And Medical Workers In The Time Of Covid-19.Legal Writing. Law Faculty of Sebelas Maret University.

This study aims to identify the problem that is doctor and medical workers always facing about the fulfillment of Occupational health and safety protection rights rights of doctor and medical workers,and knowing liability that what can be done against government responsibility to fulfill the occupational health and safety protection rights of doctor and medical workers in the time of Covid-19/

The research method used in this research is a descriptive analytical doctrinal research.

This research approach uses a statutory approach and conceptual approach. The types and sources of legal materials used in this study include primary and secondary legal materials.

Technique for collecting materials through document studies. The analysis technique used is a legal materials analysis technique with a method of deductive logic reasoning.

Right now Indonesia is at the state of emergency in facing the Covid-19, experienced in facing the Covid-19 in the past apparently not guarantee the ability of some country especially Indonesia in resolving pandemic at different times. As a state of law of course the prosperity of people is the purposes after all but in realities it says differently, in fact there is high number of positives and just not a few lives that must be lost in society. In the middle of this condition, doctor and medical workers must fight on the front line in facing Covid-19 as a part that have the most risk and contribution not guarantee that they got tribute for that risk. There’s not a few have to die, suffer from mental illness, even they must depend just on hospital for their eat routine.

Keywords: Indonesia, Covid-19,Fulfillment Of Rights, Doctor And Medical Workers.

(7)

VI

MOTTO

“this is how I am when I’m scared. It is unfamiliar to you but not to me. I can f*****g be scared and carry on. And it’s not pleasant to look at and no joy to be around”

-Thomas Shelby, Peaky Blinders

"I don't wanna conquer anything. It's just that the person with the most freedom on the sea is the Pirate King, and I Don’t Care If I Die For It."

-Monkey D. Luffy, One Piece

“If you don't play to win, don't play at all.”

-Tom Brady, QB Tampa Bay Buccaneers

PERSEMBAHAN

KEPADA ORANG-ORANG YANG SELALU PERCAYA DAN MENDUKUNG APAPUN LANGKAH YANG SAYA AMBIL,DARI KEDUA ORANG TUA,

SELURUH KELUARGA, DAN SEMUA TEMAN-TEMAN SAYA.

(8)

VII

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga Saya akhirnya dapat menyelesaikan penelitian ini dan dituangkan dalam Penulisan Hukum (Skripsi) dari segala yang kami peroleh dengan judul “Pemenuhan Hak Insentif Bagi Dokter Dan Tenaga Kesehatan Selama Masa Pandemi Covid-19”.

Penulisan hukum ini diawali hanya karena rasa penasaran penulis akan yang dirasakan oleh para pejuang untuk negara kita dalam menghadapi pandemi yang begitu kejam, dan pandemi ini sangat berat banyakk nyawa yang terenggut serta orang-orang yang kita sayangi satu persatu mendahului kita tanpa menunggu kesiapan dari kita. Salah satu teman pernah mengatakan memang yang paling tidak adil adalah waktu lalu dengan bahan hukum primer dan sekunder yang terbatas, saya tetap berusaha menyelesaikan penulisan hukum ini. Saya sangat sadar atas kekurangan diri sebagai manusia maka dari itu apapun bentuk pesan baik dalam saran maupun kritik pasti akan Saya dengarkan untuk bisa membuat diri menjadi sosok yang lebih baik lagi. Karena kesadaran atas kekurangan itu tentu Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai macam kalangan, maka dari itu Saya Ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini:

1.

Ibu Prof. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani,S.H.,M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2.

Bapak Supanto S.H.,M.Hum. selaku pembimbing akademik yang banyak memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan kepada penulis selama mengemban ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3.

Ibu Maria Madalina,S.H.,M.Hum. selaku Kepala Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

4.

Ibu Dr.Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H.. dan Bapak Dr.

Isharyanto,S.H.,M.Hum selaku pembimbing skripsi penulis yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan dalam penyusunan penulisan hukum;

5.

Semua Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang menyempatkan baik memberikan Ilmunya ataupun bantuannya selama Saya belajar di sini

6.

Kedua Orang Tua Saya

7.

Panitia Forum Mahasiswa Hukum Indonesia 2018 yang selalu mengingatkan Saya betapa pentingnya untuk mengakui kekurangan tidak akan membuatmu jauh dari sebuah kesuksesan,

8.

Sekolah Penerus Bangsa 2017 dengan luar biasanya mempercayakan Saya

(9)

VIII

pertama kalinya untuk menjadi seorang yang harus mampu mengemban tanggung

jawab besar

9.

Keluarga Besar BEM FH UNS, dari Kementerian Hubungan Mahasiswa dan Jaringan, Kementerian Luar Negeri. Yang memberikan Saya banyak kesempatan untuk mengenal orang-orang hebat di dalamnya.

10.

Keluarga Besar BEM UNS, dari Kementerian Kolaborasi Mahasiswa Hingga Kementerian Harmonisasi Kampus. Karena kalian memberikan ku pandangan betapa luasnya dunia.

11.

Khusus kepada Deputi Politik jaringan dan Kementerian Harmonisasi Kampus, kalian semua yang tidak bisa kusebutkan satu persatu membantuku untuk menjadikan diriku lebih baik lagi

12.

Untuk UNS, atas menariknya kampus dengan segala isinya.

13.

Terakhir Semua teman-teman yang sangat kusayangi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, jujur tanpa kalian Saya tidak bisa tetap berdiri hingga sekarang karena kalian Saya yakin dan berani dalam menentukan segala langkah yang akan diambil. Saya Janji, tidak akan berhenti.

Surakarta, Juli 2021 Penulis

Idialis Sittus Pratama

(10)

IX

DAFTAR ISI

PEMENUHAN HAK PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN ... 1

KESELAMATAN KERJA BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN ... 1

SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 ... 1

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... I PENGESAHAN PENGUJI ... II SURAT PERNYATAAN ... III ABSTRAK ... IV MOTTO ... VI PERSEMBAHAN ... VI KATA PENGANTAR ... VII BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

A. RUMUSAN MASALAH ... 3

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 4

D. METODE PENELITIAN ... 4

E. PENDEKATAN PENELITIAN ... 5

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM ... 7

BAB II ... 10

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. KERANGKA TEORI ... 10

B. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

BAB III ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. URGENSI NEGARA MEMENUHI HAK INSENTIF BAGI DOKTER DAN TENAGA KESEHATAN SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 ... 22

B. TANGGUNG GUGAT TERHADAP TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MEMENUHI HAK INSENTIF ... 30

BAB IV ... 37

PENUTUP ... 37

A. KESIMPULAN ... 37

B. SARAN ... 37

(11)

X

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanpa disadari hampir satu tahun Indonesia hidup beriringan dengan virus Covid- 19, dari waktu ke waktu angka positif terus melunjak. Virus ini berawal dari kasus pneumonia di Kota Wuhan, China pada Desember akhir 2019. Awalnya penyakit ini disebut sebagai Pneumonia Wuhan akan tetapi setelah beberapa proses diketahui penyebabnya merupakan virus baru yang secara resmi oleh WHO pada 12 Februari 2020 disebut sebagai coronavirus 2019 (COVID-19).

Segala peristiwa di masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk menangani situasi dan kondisi serupa di masa sekarang, beberapa negara mencoba penerapan Herd Immunity untuk mengatasi pandemi COVID-19.Herd Immunity sendiri berlandaskan prinsip Utilitarianisme yang memiliki arti Kebahagiaan terbesar dari jumlah terbesar orang atau dalam konteks pandemi ini selama dapat terwujudnya sebagian besar populasi yang kebal terhadap Virus, akan tetapi hal ini bertentangan dengan hak setiap individu (Gusti, 2020). Dengan kondisi serta situasi baik ilmu pengetahuan dan teknologi maka Hak Individu sudah seharusnya dijadikan prioritas oleh negara sesuai yang tercantum pada pasal 28H UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

Setiap orang berhak atas hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

Indonesia sebagai negara hukum tentu saja sudah mengatur terkait wabah penyakit seperti COVID-19 yang menjamin kesehatan bagi warga negaranya berdasar pada pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945. Artinya pemerintah memiliki tugas untuk menjamin seluruh warga negara Indonesia sesuai dengan konsep Hak Asasi Manusia untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia(Juaningsih, Consuello, Tarmidzi, & NurIrfan, 2020). Aturan terkait tanggapan atas sebuah wabah penyakit sendiri sudah tercantum secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular yang bermaksud dan tujuan untuk melindungi penduduk dari malapetaka wabah dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai wabah dengan status bencana nasional yang dikategorikan bencana non alam. Secara yuridis Poin Kesatu Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Pemerintah memiliki

(13)

2

kewajiban untuk memastikan memberikan segala pembiayaan yang bersangkutan dengan

pelayanan kesehatan berdasar pada Pasal 82 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Lalu setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU- XIII/2015, dokter ,dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis tidak lagi digolongkan sebagai tenaga kesehatan yang akhirnya di definisikan sebagai tenaga medis.

sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Tenaga kesehatan dan tenaga medis sebagai garda terdepan sekaligus benteng terakhir sudah seharusnya dijamin haknya dalam menerima penghargaan Berdasarkan pasal 9 Undang- Undang nomor 4 tahun 1984 Menyatakan:

(1)

Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat(1) dapat diberikan ganti rugi.

(2)

Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Angka kematian dokter dan tenaga kesehatan terus meningkat sampai saaat ini(“Statistik Kematian Tenaga Kesehatan,” n.d.), pada Mei 2021 terdapat 923 dokter dan tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini dapat terjadi meliputi: kurangnya alat pelindung diri (APD) yang belum terdistribusi secara merata di luar pulau Jawa, masyrakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, kesalahan prosedur penggunaan APD, rumah sakit yang tidak mempunyai strategi dan Langkah yang jelas, serta jam kerja yang melelahkan dokter dan perawat. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh tenaga kesehatan juga seperti pemberian dana insentif yang tertunda dan diskriminasi serta stigmatisasi terhadap tenaga kesehatan (Miftahul Choir &

Fian Alaydrus, 2020) Lalu hingga 24 Maret 2021 masih terjadi penunggakan insentif untuk tenaga kesehatan sebesar Rp.3,39 triliun di 2020, hal ini pun berdampak pada kondisi tenaga kesehatan itu sendiri yang bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan harian hingga berencana untuk mengakhiri masa baktinya sebagai garda terdepan untuk menekan Covid-19(“Pencairan Insentif Tenaga Kesehatan Covid-19 Tersendat,” 2021). Karena hal ini pemerintah telah melanggar UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang mengarahkan pemerintah agar memberikan sebuah penghargaan atas resiko yang ditanggung dalam menjalankan tugasnya.

Penelitian ini perlu dilakukan karena penulis berpandangan bahwa negara memiliki urgensi untuk memenuhi kewajibannya atas meningkatnya angka kematian dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia selama masa pandemi apabila hal tersebut tidak dapat terpenuhi menurut penulis terdapat tanggung gugat antara tenaga medis dan negara.

(14)

3

Diharapkan nantinya riset ini dapat membuat dokter dan tenaga kesehatan lebih yakin

dalam berjuang bahwa mereka tidak lagi bekerja di tengah ketidakpastian namun sudah selayaknya mendapatkan sebuah penghargaan atas pengorbanan waktu dan tenaga untuk menghentikan laju angka penderita Covid-19. Riset terkait Tenaga Kesehatan sudah pernah dilakukan antara lain oleh (Pesulima & Hetharie, 2020; Rosita, 2020; Sholiki, 2020) Akan tetapi riset tersebut membahas perlindungan hukum bagi Tenaga Kesehatan itu sendiri walaupun di beberapa bagian pembahasan sempat disinggung terkait insentif namun tidak membahas mendalam dan lebih kepada aspek pelaksanaan Standar Operasional Prosedur yang harus dijalankan oleh Dokter dan Tenaga kesehatan sehingga tidak membicarakan aspek ketatanegaraan dalam hal kewajiban pemerintah untuk pemenuhan hak bagi dokter dan tenaga kesehatan oleh negara pada masa pandemi.

Berdasarkan penjelasan singkat diatas, Penulis tertarik untuk mengetahui Bagaimana Negara memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan serta tanggung gugat yang dapat dilakukan terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi COVID-19 . Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk menuliskannya dalam permasalahan hukum (skripsi) dengan judul :

“Pemenuhan Hak Insentif bagi Dokter dan Tenaga Kesehatan Selama Masa Pandemi COVID-19

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana bentuk-bentuk Negara memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19?

2. Bagaimana tanggung gugat yang dapat dilakukan terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19?

B. Tujuan

Tujuan penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif yaitu tujuan yang dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam rangka menjawab rumusan permasalahan, dari penelitian. Sedangkan tujuan subjektif yaitu tujuan yang didapat guna memenuhi kepentingan dari penulis dan bermanfaat bagi penulis itu sendiri atau perorangan .Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Tujuan Objektif

a.

Untuk mengetahui Jawaban atas permasalahan yang selalu dihadapi oleh dokter dan tenaga kesehatan mengenai negara memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19

(15)

4 b.

Untuk mengetahui tanggung gugat yang dapat dilakukan terhadap tanggung jawab

negara dalam Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19

2. Tujuan Subjektif

a.

Untuk memperoleh data penyusunan skripsi sebagai syarat wajib dalam rangka meraih gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b.

Untuk menambah, memperluas serta mengembangkan kembali ilmu pengetahuan serta pengalaman penulis dibidang ilmu Hukum Tata Negara.

c.

Untuk mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh Penulis selama masa studi, guna memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat.

C. Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum tata negara pada khususnya.

b.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur serta dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan maupun penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban ilmiah atas permasalahan yang telah dirumuskan penulis sehingga memberikan manfaat bagi institusi dimana penulis menimba ilmu.

b.

Diharapkan penelitian ini dapat mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

D. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dan menganalisisnya berdasarkan metode, pemikiran, dan sistematika tertentu. Metode penelitian diperlukan dalam penelitian hukum sebagai cara untuk mencapai penelitian yang diharapkan. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis pada penelitian hukum ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam rangkaian kegiatan penelitian ini adalah adalah penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum

(16)

5

doktrinal. Jenis penelitian hukum doktrinal berfokus pada kegiatan yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder berupa bahan hukum priemer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Seiring dengan berkembangnya kaidah keilmuan, penelitian normatif tidak perlu disebut sebagaimana seharusnya, namun cukup dengan penelitian hukum saja. hal ini dikarenakan penelitian hukum atau dalam bahasa inggris biasa disebut legal research sudah pasti selalu bersifat normative (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56).

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan. Bersifat preskriptif, artinya ilmu hukum mempelari tujuan hukum, nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep- konsep dan norma-norma hukum yang bertujuan memberikan argumentasi dari hasil penelitian. Sedangkan preskriptif ilmu terapan, dalam pelaksanaan aktivitas hukum disertai oleh standar prosedur, ketentuan, dan rambu-rambu ilmu hukum. (Peter Muhammad Marzuki, 2011: 22). Penulis ingin mempelajari konsep hukum dan ketentuan peraturan perundang- undangan serta praktik yang berkaitan dengan Pemenuhan Hak Insentif bagi Dokter dan Tenaga Kesehatan Selama Masa Pandemi COVID-19.

E. Pendekatan Penelitian

Terdapat beberapa pendekatan dalam Penelitian normatif yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (Comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Muhammad Marzuki, 2011: 93). Dalam penelitan ini penulis menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah berbagai ketentan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan hukum yang dibahas. Adapun pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap beberapa kasus yang berkaitan dengan isu hukum ini. Pendekatan konseptual dilakukan untuk memahami secara mendalam suatu konsep hukum dan pengaturan hukum sehingga dapat digunakan untuk merekonstruksi solusi khusunya terkait dengan isu hukum yang sedang diteliti.

a.

Jenis Dan Sumber Bahan Hukum

Jenis data yang akan digunakan penulis dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui pengkajian Pustaka yang ada serta berhubungan dengan isu hukum penelitian ini. Sumber-sumber penelitian hukum dibedakan menjadi

(17)

6

sumber sumber penelitian berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang berarti mempunyai otoritas sebagai bahan hukum utama. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundangundangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yaitu berupa buku- buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan.

Jenis dan sumber bahan hukum yang akan digunakan penulis adalah bahan hukum primer dan sekunder yang meliputi:

a.

Bahan hukum primer

1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;

3)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;

4)

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;.

5)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

6)

Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/8/HK.04/V/2020 Tentang perlindungan pekerja/buruh dalam program jaminan kecelakaan kerja pada kasus penyakit akibat kerja karena Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

7)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/392/2020 Tentang pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

b.

Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan, pemahaman mengenai bahan hukum primer, diantaranya yaitu buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum atapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, termasuk diantaranya skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal- jurnal hukum.

b.

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan cara untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan adalah teknik studi dokumen atau yang biasa disebut studi kepustakaan (library research). Studi dokumen merupakan alat untuk mengumpulkan bahan hukum tertulis yang dilakukan dengan mempergunakan analisis isi (content

(18)

7

analysis). Teknik ini bertujuan untuk memperoleh landasan teori dengan mengkaji,

mempelajari bukubuku, peraturan perundang-undangan, dokumen, dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. (Peter Muhammad Marzuki, 2011: 21). Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diinventarisir dan diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan hukum yang dibahas dan dijadikan dasar pertimbangan dalam menjawab permasalahan hukum.

c.

Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum berkaitan dengan penggunaan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum. Adapun teknik yang digunakan adalah metode silogisme yang menggunakan pola pikir deduktif. Metode deduktif berpangkal dari premis mayor (pernyataan yang bersifat umum) kemudian ditarik ke premis minor (bersifat khusus), kemudian dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.

(Peter Muhammad Marzuki, 2011: 47)

Berkaitan dengan rumusan masalah dari penelitian ini yaitu mengenai Negara Memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid- 19 serta konsekuensi bagi negara jika tidak memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19, maka penulis akan mengkaji dan menganalisis peraturan perundang- undangan mulai dari UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan merupakan gambaran secara umum dan menyeluruh mengenai sistem penulisan hukum yang sesuai dengan kaidah dalam penulisan hukum. Penulis membagi penulisan hukum ini ke dalam 4 (empat) bab yang tiap babnya terbagi ke dalam subsub bagian.

Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian.

Sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

B.

Rumusan Masalah

C.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Objektif

2.

Tujuan Subjektif

(19)

8 D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

2.

Manfaat Praktis

E.

Metode Penelitian

F.

Sistematik Penulisan Hukum BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kerangka Teori

1.

Tinjauan tentang Negara Hukum, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia

2.

Tinjauan tentang Perlindungan Hukum dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja

3.

Tinjauan tentang Tanggung Gugat terhadap Wewenang Negara

B.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran akan dituangkan dalam bentuk bagan yang berfungsi untuk menunjukkan alur berpikir yang digunakan penulis dalam penelitian ini.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan dan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan secara komprehensif berdasarkan 2 rumusan

permasalahan berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk Negara memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19

2. Bagaimana tanggung gugat yang dapat dilakukan terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi hak perlindungi Kesehatan dan keselamatan kerja?

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menarik simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta penulis juga akan memberikan saran terkait dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian. Adapun sistematika pada bab penutup yaitu:

a.

Simpulan

b.

Saran

(20)

9

(21)

10

BAB II

Tinjauan Pustaka A. Kerangka Teori

a.

Tinjauan tentang Negara Hukum

Sebuah pemikiran terkait negara hukum sudah berkembang dari tradisi yunani kuno(Jimly Ashiddiqie, 1994: 11) para filsuf yunani pada masa sekitar abad V sebelum Masehi, telah menggagas cita-cita negara hukum yang ideal, di mana pada waktu itu lebih dikenal sebagai negara polis(Dahlan Thaib, 2000). Sosok-sosok seperti Plato(429-347 SM), Aristoteles(384 SM) dan beberapa filsuf lainnya berupaya agar dapat merumuskan sebuah negara ideal bagi manusia. Seiring berjalannya waktu perumusan negara hukum ini terus berlanjur dengan beberapa nama-nama baru yang diantaranya Thomas Hobbes(1588- 1679), John Locke(1632), Montesquieu (1689), dan J.J. Rousseau (1712). Akan tetapi istilah negara polis mulai berganti menjadi istilah baru, pembahasan terkait negara hukum sering diidentikkan dengan istilah rechtsstaat, sedangkan Rule of law sering digunakan oleh penganut paham Anglo Saxon.

Aristoteles melalui karyanya Politica buku IV (baru ditemukan tahun 1891) menerangkan keharusan suatu negara dengan konstitusi dan kedaulatan hukum(recht souvereniteit). Berkaitan dengan itu seperti yang dikutip oleh Azhari, Aristoteles mengatakan:

“Konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara, dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan, dan apa akhir dari setiap masyrakat, konstitusi merupakan aturan-aturan, dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut” (Azhari, 1995: 12)

Negara hukum secara umum memiliki arti bahwa kekuasaan negara dibatasi oleh hukum yang berlaku, Segala sikap pemerintahan atau aparatur negara maupun warga negara harus sesuai dengan hukum. Sudargo Gautama berpendapat, ada tiga ciri atau unsur-unsur Negara Hukum, yakni:

a.

Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya adalah negara tidak dapat bertindak sewenang- wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak terdapat negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.

b.

Asas Legalitas yang berarti bahwa setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparatnya

(22)

11 c.

Pemisahan Kekuasaan(Abdul Aziz Hakim, 2011: 117-118)

Pendapat berikut didasarkan pendapat oleh F.J. Stahl yang mengemukakan bahwa elemen dari negara hukum antara lain: (1) adanya jaminan; 2) adanya pembagian kekuasaan Pemerintah berdasarkan peraturan hukum; 3) danya peradilan administrasi negara(Abdul Aziz Hakim, 2011: 10)

Albert Van Dicey mengemukakan ada tiga unsur utama dalam negara yang memiliki konsep hukum Anglo Saxon, meliputi:

a)

Supremacy of law adalah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ialah hukum (kedaulatan hukum).

b)

Equality before the law ; kesamaan bagi kedudukan di depan hukum untuk semua warga negara, baik selaku pribadi maupun sebagai pejabat negara .

c)

Constitution based on individual right; konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak asasi manusia dan jika hak asasi manusia diletakan dalam konstitusi itu hanyalah sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus dilindungi.

Utrecht berpendapat negara hukum memiliki perkembangan yang menyesuaikan dengan perkembangan masyrakatnya itu sendiri, terdapat dua macam(Uthrecht, 1962: 9) yaitu negara hukum formil dimana negara memiliki tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ketertiban(

nactwackerstaats) lalu dalam negara hukum materiil tugas bagi negara tidak sekedar melaksanakan ketertiban melainkan juga mencapai kesejahteraan masyrakat untuk tercapainya keadilan (welfarestate). Negara hukum ini materiil memprioritaskan negara sebagai pelayan bagi masyarakat agar dapat tercapainya kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya.

Menurut Maria Farida(Maria Farida Indrati, 1998: 1), Indonesia sebagai negara yang sudah melewati cukup pengaruh sistem negara hukum yang ada sebelumnya berprinsip sebagai negara pengurus(Verzonginstaat). Hal ini ditegaskan juga pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea IV, frasa

“kesejahteraan” menjadikan Indonesia memiliki prinsip yang hampir mirip dengan konsep negara hukum kesejahteraan. Penegasan yang ada memunculkan sebuah konsekuensi pada negara Indonesia yang tidak hanya tunduk pada hukum dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara(Pasal 1 ayat(3) UUD NRI 1945).

Akan tetapi juga menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.

(23)

12 b.

Tinjauan tentang Demokrasi

Demokrasi itu sendiri berasal dari dua kata, yaitu demos yang memiliki arti rakyat dan kratein yang memiliki arti pemerintahan. Hans Kelsen berpendapat Demokrasi berarti bahwa “kehendak” yang dinyatakan dalam tatanan hukum negara identik dengan kehendak dari para subyek hukum(Hans Kelsen, 2006:

402) Demokrasi langsung merupakan demokrasi yang memiliki ciri-ciri seperti fakta dalam pembuatan undang-undang dan juga fungsi eksekutif dan yudkatif dilaksanakan oleh rakyat di dalam rapat umum untuk mekanisme keberjalanan pemerintahan negara sebagai salah satu bentuk mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara yang dijalankan pemerintah tersebut.(Hans Kelsen, 2006: 409)

Ajaran Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan yang dikenal sebagai Trias Politika dimana ajaran ini juga yang menentukan tipe demokrasi modern dan ajaran Rousseau(Soehino, 2005: 146). Dalam ajaran Trias Politika ada tiga jenis kekuasaan negara, yaitu (Soehino, 2005: 146):

a)

Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang presentatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas, atau

sistem presidensiil.

b)

Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan, tetapi di antara badan legislatif dengan badan eksekutif, ada hubungan yang bersifat timbal balik, dapat saling mempengaruhi, atau sistem parlementer.

c)

Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang reprsentatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan, dan dengan control secara langsung dari rakyat.

“pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” merupakan sebuah adegium yang dikemukan oleh Abrahan Lincoln tentang bagaimana dia menerjemahkan demokrasi itu sendiri. Ciri demokrasi dari penjelasan tersebut seperti kekuasaan berada ditangan rakyat, rakyat merupakan penguasa, dan pemerintahan yang diperoleh dari rakyat di berikan kembali pada rakyat juga. Akhirnya dapat ditemukan ruang politik yang memungkinkan bagi rakyat untuk bisa berkembang serta partisipasi dalam politik terbuka. Selain itu demokrasi juga memberikan kondisi bahwa rakyat tetap menjadi tujuan utama yang tidak hanya sekedar menjadi pemberi suara dalam pemilu.

William Andrews menyatakan bahwa negara demokrasi modern berdiri di atas basis kesepakatan umum mayoritas rakyat terkait struktur negara yang di

(24)

13

idealkan(Jimly Ashiddiqie, 2009: 398). Dari pendapat tersebut berarti perkembangan

demokrasi modern rakyat lah yang menjadi tujuan dari segala keputusan, pembangunan negara, dan kebijakan- kebijakan negara.

Negara Demokrasi tentu akan berjalan beriringan juga dengan pemenuhan hak dari masyarakat dari negara tersebut.

c.

Tinjauan tentang HAM

10 Desember 1948 PBB memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang terdapat 30 pasal menjelaskan tentang hak dan kewajiban umat manusia. Menurut Jerome J. Shestack, Ilmu tentang ketuhanan menghadirkan landasan untuk suatu teori HAM yang berasal dari hukum yang lebih tinggi daripada negara dan sumbernya adalah langsung dari Tuhan (Supreme Being). Tetapi istilah

‘HAM’ tidak ditemukan dalam agama manapun. Teori ini mengandaikan adanya penerimaan dari doktrin yang dilahirkan sebagai sumber dari HAM(Theodor Meron, 1992: 76). Hak Asasi Manusia adalah hak yang sudah melekat pada diri manusai sejak manusia itu dilahirkan dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan merupakan anugerah Tuhan yang wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah , dan setiap orang demi perlindungan serta kehormatan harkat martabat manusia (Michael W. Giles & Arth(Asri Wijayanti, 2009: 10)ur Evans, 1986)

Dalam pasal 1 DUHAM ditegaskan : “Semua Manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak mereka dikarunia akal dan hati nurani dan harus bertindak sesama manusia dalam semangat persaudaraan.” Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental.

John Locke berpendapat hak asasi manusia adalh suatu hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karena itu tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak tersebut.

Hak ini sifatnya sangat mendasar(fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia da merupakan suatu hak yang sudah kodrati dan berarti tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia(Masyhur Effendi, 1994: 3) Dalam persoalan HAM, ada beberapa teori yang penting dan relevan, antara lain yaitu: “teori hak-hak kodrati(natural rights theory), teori positivisme (posistivist theory), dan teori relativisme budaya (cultural relativist theory).

Teori hak-hak yang kodrati menegaskan bahwa HAM adalah suatu hak- hak yang sepantasnya dimiliki oleh semua orang karena telah dilahirkan sebagai manusia.

HAM memiliki sifat yang universal maka pengakuan dari pemerintah ataupun hukum tidak dibutuhkan karena sumber HAM sebenarnya dari manusia. (Todung Mulya

(25)

14

Lubis, 1993: 15-16) lalu penganut teori positivis berpendapat bahwa sesungguhnya

sesuatu eksistensi hak hanya dapat diturunkan dari suatu hukum negara. Sedangkan penganut teori relativisme budaya, berpendapat bahwa tidak ada suatu hak yang bersifat universal dan hak-hak yang dimiliki seluruh manusia berlaku setiap saat dan di setiap hak- hak yang dimiliki seluruh manusia berlaku setiap saat dan di setiap tempat seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi, hukum atau kontrak yang menjadikan manusia terlepas secara sosial dan budaya.

HAM pada hakikatnya harus dihormati dan dilindungi untuk menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu sebuah keseimbangan natara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum(Tim ICCE UIN Jakarta, 2003:201) Menurut Rhons K.M. Smith prinsip hak asasi manusia ada tiga, yaitu kesetaraan, non- diskriminasi, dan kewajiban positif setiap Negara. Prinsip kesetaraan, larangan dalam diskriminasi, dan kewajiban positif yang dibebankan kepada negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu yang lebih luas. Ketiga prinsip yang ada sudah sangat memberikan cerminan tersendiri tentang HAM itu sendiri.

Prinsip kewajiban positif ada sebagai konsekuensi dari adanya ketentuan menurut hukum HAM internasional bahwa individu adalah pihak memegang HAM (right bearer) sedangkan Negara berposisi sebagai pemegang kewajiban terhadap HAM, yaitu kewajiban untuk: melindungi, menjamin, dan memenuhi HAM setiap individu.

d.

Tinjauan tentang Perlindungan Hukum dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja Philipus berpendapat, “Perlindungan hukum selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha.” (Asri Wijayanti, 2009: 10). Menurut Setiono, Perlindungan hukum merupakan upaya untuk melindungi masyrakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.(Setiono, 2004: 3)

Kedua penjelasan tersebut bermaksud bahwa rakyat mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan yang memerlukan perlindungan hukum baik dalam hubungan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum maupun dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi. Berkaitan dengan tenaga kerja berarti hukum

(26)

15

memberikan perlindungan terhadap hak-hak tenaga kerja dalam kesehatan dan

keselamatan kerja(K3). Seorang ahli dalam keselamatan dan kesehatan kerja yaitu Willie Hammer mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja di adakan karena 3(tiga) alasan penting, meliputi:

1)

Alasan berdasarkan prikemanusiaan

Pertama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan kerja atas dasar prikemanusiaan yang sesungguhnya, mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan pekerja yang menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan mengenai akibat kecelakaan kerja.

2)

Alasan berdasarkan Undang-Undang

Ada juga alasan yang mengadakan progam keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan undang-undang. Sekarang di Amerika Serikat terdapat Undang-Undang federal, Undang- Undang Negara bagian dan undang-Undang kota Praja tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bagi mereka yang melanggar ketentuan akan dikenakan denda dan sanksi.

3)

Alasan Ekonomis

Dengan tingginya biaya akibat kecelakaan bagi perusahaan, akhirnya mereka sadar pentingnya progam keselamatan dan kesehatan kerja (Wilson, 2012).

Berdasarkan Undang-Undang terdapat Pengaturan K3 dalam sistem perundang-undangan di Indonesia yang telah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja(UU Keselamatan Kerja). UU ini dibentuk Keselamatan Kerja dapat diatur sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi dan teknologi serta terdapat pengakuan bahwa tenaga kerja mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional(Sholiki, 2020: 6). Lalu sebagai hak dasar pekerja, K3 juga menegaskan pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang saat ini menjadi dasar pengaturan hubungan ketenagakerjaan.Pasal 96 ayat (1) dan ayat (2) mengatur:

1)

Setiap pekerja/ Buruh mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas:

a)

keselamatan dan kesehatan kerja;

(27)

16 b)

moral dan kesusilaan; dan

c)

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2)

Untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mewajibkan setiap pengelola tempat kerja untuk menerapkan K3. Pengaturan K3 rumah sakit(K3RS) secara teknis telah diatur dalam Permenkes K3RS. Penerapan K3 merupakan kewajiban bagi pengelola rumah sakit. Rumah sakit merupakan industri jasa yang melibatkan pekerja sangat banyak (labour intensive), padat modal dan padat teknologi sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sangat tinggi, oleh karena itu upaya K3 sudah menjadi suatu keharusan.(Sri Rejeki, 2016: 160). Selain pengaturan pada Permenkes K3RS, upaya serupa juga diatur dalam Permenkes PPI. Permenkes PPI ini khusus mengatur upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit. Setiap fasilitas layanan kesehatan harus melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi. Penyakit Infeksi terkait dengan layanan kesehatan merupakan salah satu masalah bidang kesehatan dan berdampak secara langsung sebagai beban ekonomi negara sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Ini menunjukkan upaya perlindungan pekerja dan masyarakat yang berada di rumah sakit memiliki prioritas yang sangat tinggi.

Pelaksanaan program PPI sangat penting dan menjadi keharusan diterapkan di rumah sakit. Program ini melengkapi K3RS yang berupaya mewujudkan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja, masyrakat dan lingkungan di sekitar rumah sakit. Akan tetapi kewaspadaan terkait K3RS dan PPI pada masa pandemi meningkat disbanding pada situasi normal. Selain itu ketersediaan alat pelindung diri dan peralatan- peralatan penunjang lainnya juga harus mendapat perhatian lebih. Hingga kini masih terdapat kejadian tenaga medis dan kesehatan yang terpapar COVID-19 bahkan beberapa kejadian mengakibatkan meninggal dunia. Kejadian ini menjadi tantangan besar di tengah masih terjadinya pandemi COVID-19 mengingat tenaga medis dan kesehatan menjadi unsur utama dan terdepan dalam melakukan penanganan COVID-19.

e.

Tinjauan tentang Tanggung Gugat terhadap Wewenang Negara Negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan

(28)

17

penyelenggaraan kekuasaan dilakukan dibawah kekuasaan hukum. Tanggung jawab

negara atau pemerintah sebagai negara hukum ini bisa berarti memberikan kompensasi apabila negara atau pemerintah melakukan suatu kesalahan ataupun kerugian baik kepada individu ataupun kepada masyrakat, secara langsung ataupun secara tidak langsung, materiil atau immateriil kepada warganya. Mengenai pelaksanaan negara hukum guna untuk mewujudkna tujuan hukum yang luhur, yaitu keadilan, kemanfaatan dan ketertiban. Maka diperukan suatu tolak ukur tersebut berupa asas-asas umum pemerintahan yang layak (AAUPPL) atau Good Governance(Anindita Purnama Ningtyas, 2013: 6).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 8 mengatur bahwa: “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah”.

Substansi dari Pasal diatas menjelaskan tentang peranan dan kewajiban yang dimiliki oleh Negara, sehingga tanggung jawab disini memiliki arti tanggung jawab akan pelaksanaan dan atau tidak melaksanakan kewajiban. Negara adalah personifikasi yang berbentuk abstrak dan pemerintah memiliki posisi sebagai individu atau organisasi yang berbadan hukum serta mewakili segala kepentingan Negara. Pemerintah melakukan perbuatan dengan perantara orang-orang apparat Negara sehingga memenuhi kapasitas sebagai Tindakan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan Negara disebut sebagai imputasi, imputabilitas, atau atribusi.

Secara khusus membuat klasifikasi kelompok berdasarkan subjek-subjek yang mampu disebut sebagai sebuah presentasi dari sebuah Negara untuk melakukan Tindakan-tindakan tertentu dengan konsekuensi Negara bertanggung gugat atas perbuatannya(Eko Riyadi, 2012: 331-332)

Pemerintah wajib untuk bertanggung jawab karena perbuatan melanggar hukum yang berprinsip untuk mengembalikan kondisi seperti semula sebelum ada terjadinya pelanggaran hukum, namun pengembalian kondisi seperti semula tersebut tidak dapat dilakukan maka dari itu pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi, sebagai tanggung gugat. (Ridwan, 2014: 194)

Menggugat pemerintah bukan karena ada atau tidaknya kerugian tetapi apakah pemerintah tersebut melanggar hukum atau tidak melanggar hukum, maka jika suatu perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian bagi setiap warga negara, pemerintah itu dibebani tanggung gugat dan memiliki kewajiban untuk memberikan ganti kerugian untuk warga negaranya. Akan tetapi apabila tidak terjadi perbuatan yang melanggar hukum, pemerintah tidak dibebani tanggung gugat dan tidak memiliki kewajiban untuk memberikan ganti kerugian kecuali terdapat peraturan perundang-undangan yang secara khusus menentukan pemberian ganti rugi

(29)

18

tersebut.(Ridwan, 2014: 196)

Tanggung jawab dan tanggung gugat pemerintah lahir karena adanya pelanggaran yang harusnya dilindungi oleh peraturan perundang-perundangan serta adanya kerugian dari pihak warga negara, maka negara harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Tanggung gugat negara atau pemerintah ini hadir menyeimbangkan prinsip-prinsip negara hukum itu sendiri, prinsip tersebut nantinya akan menjadi tetap setelah dioperasionalkannya melalui tanggung gugat negara atau pemerintah.

Terkait dengan tujuan negara yang dicerminkan dalam pembukaan UUD NRI 1945, terdapat salah satu pasal yang terimplementasikan dari tujuan negara tersebut.

Pasal tersebut adalah pasal 34 ayat 1 yang mengatur bahwa orang miskin dan anak- anak yang terlantar pada dasarnya dipelihara dan menjadi tanggung jawab negara secara mutlak. Pemberian rehabilitasi sosial, jaminan sosial, perlindungan sosial, dan serta memberikan keterampilan untuk dapat menapak kehidupan kedepan yang wajib dilakukan oleh pemerintah, disini karena wilayah Indonesia sangatlah luas dan disertai tanggung jawab pemerintah tidak terpusat dalam hal ini saja maka pemerintah menyerahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah untuk membantu dalam mengatasi hal tersebut. Pembagian wewenang tersebut tercermin dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. mengenai kesehatan memiliki peraturan khusus yang mengatur. Aturan khusus tersebut tercermin dalam Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 Mengenai Kesehatan, hal tersebut diatur karena bentuk pertanggung jawaban pemerintah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok mengenai kesehatan dan serta implementasi dari suatu negara hukum. Di dalam undang-undang tersebut kesehatan diberikan penjelasan bahwa keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Masyarakat dapat mengajukan gugatan melawan hukum terhadap pemerintah yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) (“Perma 2/2019”). Perma tersebut menjadi panduan bagi masyrakat untuk mengajukan gugatan terhadap badan dan/atau pejabat pemerintahan, untuk menyatakan tidak sah dan/atau batalnya Tindakan pejabat pemerintahan, beserta ganti ruginya. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Perma 2/2019:

Tindakan pemerintahan yang dimaksud adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau

(30)

19

tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah.

Di masa pandemi apabila pemerintah dinilai tidak melakukan Tindakan pencegahan Covid-19 dengan layak ataupun belum maksimal dalam upaya mencegah meluasnya penyebaran Covid-19, masyrakat dapat mengajukan gugatan melawan hukum terhadap pemerintah. Gugatan tersebut dapat diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) Perma 2/2019 berikut:

Perkara perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara.

(31)

20

B. Kerangka Pemikiran

Premis Mayor Premis Minor

Hubungan antara dokter dan tenaga Kesehatan dengan negara dalam pemenuhan hak selama pandemi Covid- 19 merupakan tanggung gugat.

1.

Teori Negara Hukum, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia.

2.

Teori perlindungan hukum dalam Kesehatan dan keselamatan kerja

3.

Teori tanggung gugat terhadap wewenang negara

1.

Negara memiliki urgensi dalam memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga Kesehatan.

2.

Dokter dan tenaga Kesehatan memiliki kesempatan untuk menggugat jika haknya tidak terpenuhi.

Penggunaan data sekunder meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

1. Kewajiban Negara untuk memenuhi Hak Perlindungan Kesehatan dan keselamatan kerja bagi dokter dan tenaga Kesehatan.

2. Tanggung gugat terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi hak perlindungan Kesehatan dan keselamatan kerja

Pe n eli tian h u k u m d ok tr in al

(32)

21

Penjelasan:

Dari premis mayot dalam penelitian ini bahwa hubungan antara dokter dan tenaga Kesehatan dengan negara dalam pemenuhan hak selama pandemic Covid-19 merupakan tanggung gugat, karena negara memiliki urgensi dalam memnuhi Hak Insentif bagi Dokter dan Tenaga Kesehatan yang juga memiliki kesempatan untuk menggugat jika haknya tidak terpenuhi. Hal tersebut merupakan premis minor dalam penelitian ini. Premis minor bermuatan permasalahan yang sudah teridentifikasi tersebut, kemudian dianalisis dengan tinjauan teori Negara Hukum, Demokrasi, dan Hak asasi manusia lalu, Teori perlindungan hukum dalam Kesehatan dan keselamatan kerja, serta teori tanggung gugat terhadap wewenang negara yang mana menggunakan metode penelitian hukum doctrinal yang berfokus pada penggunaan data sekunger meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sehingga nantinya didapatkan sebuah kesimpulan mengenai kewajiban negara untuk memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan serta tanggung gugat terhadap tanggung jawab negara dalam memenuhi Hak Insentif.

(33)

22

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Urgensi Negara memenuhi Hak Insentif bagi dokter dan tenaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19

1. Hak Insentif bagi Dokter dan Tenaga Kesehatan Selama Masa Covid-19

Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kesehatan No.36 Tahun 2014 merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui Pendidikan pada bidang kesehatan yang memiliki jenis tertentu dan diperlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai peran penting untuk dapat memaksimalkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar dapat ditingkatkannya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat agar mampu terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia. tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasal 11 ayat (1) UU No.36 Tahun 2015 dikelompokkan menjadi tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis, tenaga Teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain. Sedangkan dokter semenjak ditetapkan putusan MK 82/2015 ,dokter dan dokter gigi merupakan profesi yang mempunyai kedudukan khusus terkait dengan tubuh dan nyawa manusia, sehingga secara mandiri dokter dan dokter gigi dapat melakukan intervensi medis teknis dan intervensi bedah tubuh manusia yang tidak dimiliki jenis tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan secara mandiri. Tenaga medis adalah tenaga professional yang berbeda dengan tenaga vokasi yang sifat pekerjaannya adalah pendelegasian wewenang dari tenaga medis (hal.217 dan 218), istilah tenaga medis juga disebutkan pada pasal 21 UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyebutkan “Pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang adalah tenaga kesehatan diluar tenaga medis” walaupun tidak disebutkan dengan spesifik yang dimaksud tenaga medis, maka berpedoman pada penjelasan umum UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuannya memiliki karakteristik khas, berupa pembenaran hukum untuk melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. (“Tenaga Medis Dan Tenaga Kesehatan Itu Berbeda - Hukumonline.Com,” n.d.) Indonesia sudah melewati banyak pandemi pula, salah satunya pada pertengahan mei 1918 tepat setelah Perang Dunia I (1918) ditemukan kali pertama virus influenza tipe A subtype H1N1 – 1918. Begitu cepatnya penyebaran yang berawal dari resimen Amerika di Prancis hingga mencapai spanyol lalu seorang jurnalis Spanyol memberitakan hal itu pertama kali sehingga dikenal sebagai virus Flu Spanyol. Pada 1918 Indonesia masih berada dibawah kedaulatan Hindia-Belanda dan pemerintah kolonial memiliki respon yang serupa

(34)

23

dengan pemerintah Indonesia sekarang seperti menetapkan berbagai kebijakan untuk

menanggulangin penyebaran virus tersebut. Dalam upaya pencegahan baik pada Flu Spanyol 1918 dan Covid-19 memiliki kesamaan dalam metode seperti penghimbauan penerapan protokol kesehatan terhadap masyrakat dengan media birokrasi ataupun sosialisasi (Satgas Penanganan COVID-19, 2020) dan ketidakselarasan antirap pemerintah dengan masyrakat pun juga terjadi. Karena tidak adanya vaksin pada masa pandemi Flu Spanyol maka diterapkannya Herd Immunity secara alami yang akhirnya memakan korban hingga sepertiga dunia (Khodafi, Wildayati, & Endi Septiani, 2020). Segala peristiwa di masa lalu dapat dijadikan pembelajaran untuk menangani situasi dan kondisi serupa di masa sekarang, beberapa negara mencoba penerapan Herd Immunity untuk mengatasi pandemi COVID-19 .Herd Immunity sendiri berlandaskan prinsip Utilitarianisme yang memiliki arti Kebahagiaan terbesar dari jumlah terbesar orang atau dalam konteks pandemi ini selama dapat terwujudnya sebagian besar populasi yang kebal terhadap Virus, akan tetapi hal ini bertentangan dengan hak setiap individu (Gusti, 2020).Dengan kondisi serta situasi baik ilmu pengetahuan dan teknologi maka Hak Individu sudah seharusnya dijadikan prioritas oleh negara sesuai yang tercantum pada pasal 28H UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Tenaga kesehatan yang berjuang di garda terdepan melawan Covid-19 juga merasakan dampaknya baik secara fisik maupun psikologi(“How to Protect Health Workers Now: WHO COVID-19 Briefing | World Economic Forum,” n.d.), dan tenaga kesehatan juga sangat rentan terjangkit Covid-19 dibandingkan masyrakat umum karena tingginya intensitas dalam berkontak dengan orang yang terjangkit serta diwajibkan untuk bekerja dalam keadaan stres dikarenakan harus membuat keputusan sulit yang melibatkan implikasi etis. Seluruh dunia sedang berjuang untuk melawan semua permasalahan ini karena keadaan ini dapat membuat kondisi suatu negara dapat terpukul cukup keras apalagi bagi negara yang berpenghasilan rendah, saat sistem kesehatan dan sosial sudah lemah. Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa satu dari sepuluh tenaga kesehatan terjangkit koronavirus di beberapa negara(“How to Protect Health Workers Now: WHO COVID-19 Briefing | World Economic Forum,” n.d.) pada maret 2020, 9% dari kasus positif Covid-19 di italia merupakan tenaga kesehatan. (“Nurses among Confirmed Deaths from Covid-19 around the World | Nursing Times,” n.d.) Pada Mei 2020, Dewan Perawat Internasional melaporkan bahwa sedikitnya 90 ribut tenaga kesehatan terjangkit dan lebih dari 260 perawat meninggal semasa pandemi Covid-19(“90,000 Healthcare Workers Infected with COVID-19: ICN,”

n.d.) Pada maret 2020, satu dari empat dokter di Inggris menderita Covid-19, diisolasi karena Covid-19, atau merawat anggota keluarga yang menderita Covid-19. Di Indonesia, beberapa

(35)

24

tenaga kesehatan bahkan memilih menggunakan kembali alat pelindung diri walaupun

sebenarnya bersifat sekali pakai karena kekurangan alat pelindung diri (“Minim Stok, Tenaga Medis Di Jambi Terpaksa Pakai APD Berulang Kali - Bisnis Liputan6.Com,” n.d.) maka dari itu berbagai pihak mencoba untuk mengembangkan yang dapat mengatasi kelangkaan alat pelindung diri, seperti halnya perangkat disinfeksi dan alat pelindung diri yang bisa digunakan berulang kali . Kekurangan alat pelindung diri menyebabkan banyak tenaga kesehatan beresiko terjangkit Covid-19. Tenaga kesehatan telah menciptakan penyelesaian yang tak biasa untuk menutupi kekurangan alat pelindung diri dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki seperti menggunakan kantung plastik sebagai pakaian dan potongan botol air mata bagi pelindung mata. (Medical Association, 2020)

Kematian dokter dan perawat akibat Covid-19 telah dilaporkan di beberapa negara seperti Pada 8 Agustus 2020, Asosiasi Medis India menyebutkan bahwa terdapat 244 dokter telah kehilangan nyawa mereka karena Covid-19 pada 2021 saja, dengan 50 orang meninggal dalam sehari. Menurut asosiasi tersebut juga terdapat 1000 dokter india telah meninggal sejak awal pandemi(“India Mencatat 50 Dokter Meninggal Karena Covid-19 Dalam Sehari Halaman All - Kompas.Com,” n.d.). Pada 3 Juli 2021 di Indonesia berdasarkan hasil statistik (“TERIMA KASIH PAHLAWAN KESEHATAN INDONESIA,” n.d.) terdapat 1035 tenaga kesehatan yang telah meninggal.

Tenaga kesehatan yang bekerja pada garda terdepan juga yang paling rentan terhadap stres meliputi perubahan konsentrasi meliputi perubahan konsentrasi, lekas marah, cemas, susah tidur, berkurangnya produktivitas dan konflik antarpribadi. Stres tersebut juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti menipisnya peralatan perlindungan pribadi, kekhawatiran tentang tidak mampu memberikan perawatan yang kompeten jika digunakan ke tempat baru, kekhawatiran tentang perubahan informasi yang cepat, akses informasi dan komunikasi yang kurang, beberapa obat-obatan yang terbatas, ventilator tidak mencukupi, dan tempat tidur perawatan intensif yang diperlukan untuk merawa lonjakan pasien kritis, serta perubahan kehidupan sosial secara signifikan. (El-Hage et al., 2020: 78-80)). Mereka juga menghadapi situasi yang belum pernah dihadapi sebelumnya seperti pengalokasian sumber daya yang kurang bagi pasien yang sama-sama saling membutuhkan juga, menyediakan perawatan dengan sumber daya yang tidak memadai dan ketidakseimbangan antara kebutuhan mereka sendiri dan kebutuhan pasien. (Greenberg, Docherty, Gnanapragasam, & Wessely, 2020)

Pemenuhan hak dasar adalah topik yang akan terus muncul di Indonesia. Bersandar pada kesepakatan internasional, negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak dasar tanpa kecuali. Hak dasar bersifat hakiki, non- diskriminatif, dan tak terpisahkan satu dengan lainnya. Pemenuhan hak dasar masih sebuah

(36)

25

proses terus berkembang, meski UUD 45 yang telah diamandemen khususnya pasal 28 yang

menjelaskan tentang hak asasi manusia, dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah diterbitkan namun masih cukup banyak fenomena yang yang menghambat pemenuhan hak dasar itu sendiri. Sudah menjadi kewajiban pula hak dokter dan tenaga kesehatan untuk dipenuhi dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini yang akan dideskripsikan mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan.

1) UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

Pada UU Tenaga Kesehatan ini merupakan landasan bagi seluruh tenaga kesehatan yaitu pada Bab IX tentang Hak dan Kewajiban Tenaga Kesehatan khusunya pada pasal 57 terdapat hak yang dimiliki tenaga kesehatan saat menjalankan praktik seperti memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional, memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya, menerima imbalan jasa, memperoleh perlindungan atas keselematan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama, mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya, menolak keinginan penerima pelayanan kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang- undangan, dan memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

2) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Sementara dokter memiliki hak yang diatur secara umum berdasar UU Praktik Kedokteran yang secara spesifik dalam Bab VII tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran pada Bagian Ketiga terkait Pemberian Pelayanan dan Paragraf 6 tentang Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi di Pasal 50 dimana dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak meliputi memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan stander prosedur operasional, memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional, memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya dan menerima imbalan jasa.

Tidak hanya ini, dalam menanggulangi wabah, dokter dan tenaga kesehatan mendapatkan hak lainnya atas resiko yang hadapi.

3) UU No.4 Tahun 1984 Tentang Penanggulangan Wabah Bencana

Referensi

Dokumen terkait

1. pasal 4 Undang undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terkait dengan proses pelayanan publik yang cepat, murah dan transparan di Kantor

Dari beberapa penjelasan para ahli tentang olahraga dan ekonomi di atas, maka memberikan gambaran kepada kita, bahwa ekonomi tidak hanya sekedar sekelompok individu atau

Laporan keuangan konsolidasi disusun atas dasar akrual (accrual basis) dengan menggunakan konsep biaya perolehan (historical cost), kecuali untuk persediaan yang

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik, baik yang memberikan pelayanan

Berdasarkan ketentuan yang telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik, baik yang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah

Hasil penelitian ditemukan bahwa reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan masing-masing secara signifikan berpengaruh positif terhadap initial return,

Variabelbauran promosi berpengaruh signifikan terhadap terhadap Kinerja Pemasaran Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kabupaten Kampar, dengan indikator rata-rata