• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Beban Kerja Dengan Work-Life Balance Pada Perawat Wanita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Hubungan Beban Kerja Dengan Work-Life Balance Pada Perawat Wanita"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Beban Kerja Dengan Work-Life Balance Pada Perawat Wanita

SKRIPSI Oleh :

MUHAMMAD TAUFIK 141301060

DEPARTEMEN PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2022

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

Hubungan Beban Kerja dengan Work-Life Balance pada Perawat Wanita

Muhammad Taufik, Zulkarnain Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan work-life balance pada perawat wanita. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. Subjek penelitian ini adalah 100 orang perawat wanita di Rumah Sakit X di Medan. Penelitian ini menggunakan skala beban kerja dan skala work-life balance yang diadaptasi dari Fisher, Bulger dan Smith (2009). Kedua alat ini dinyatakan reliabel dengan nilai Cronbach’s alpha (α) 0.896 dan α

= 0.887. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi r= -0.703 dan p=0,000 yang bermakna terdapat hubungan negatif antara beban kerja dan workl-life balance. Berarti bahwa semakin tinggi beban kerja perawat wanita maka semakin rendah work-life balance, dan semakin rendah beban kerja pada perawat wanita maka semakin tinggi work-life balance.

Kata kunci: Beban Kerja, Work-Life Balance, Perawat Wanita

(5)

iv

The Relationship Between Workload and Worklife Balance at The Female Nurse

Muhammad Taufik, Zulkarnain

Faculty of Psychology, University of Sumatera Utara

ABSTRACT

The aims of this study is to find out the relationship between workload and work-life balance at the female nurse. This study uses correlational quantitative research methods. The subject of this research is 100 female nurse in X Hospital on Medan. This research is uses workload scale and work-life balance scale which adapted from Fisher, Bulger and Smith’s (2009). Both of the measuring instruments are declared reliable with Cronbach’s alpha (α) 0.896 and α = 0.887. The result of this study showed that the level of correlation r= -0.703 and p=0,000 which means that there is a negative relationship between workload and worklife balance. It means that the higher workload of female nurse’s so that lower work-life balance, and the lower workload of female nurse’s so that higher work-life balance.

Keywords: Workload, Work-Life Balance, Female Nurse

(6)

v

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur selalu tercurahkan kepada Ilahi Rabbi Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyusun skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya seluruh umat Islam.

Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Beban Kerja Terhadap Work-Life Balance Pada Perawat Wanita di Rumah Sakit X” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Perjalanan panjang telah penulis lalui dalam rangka menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Kedua orang tua ayahanda Muhammad Rahayu dan Ibunda Ariani Sumiasih beserta seluruh keluarga yang telah membesarkan dengan penuh cinta, dan kasih sayang, memberikan doa, motivasi, semangat, dukungan, dan berjuang hingga penulis mencapai perguruan tinggi.

Dengan penuh kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

 Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog. Selaku Dekan dan Dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu memberikan dukungan, bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vi

 Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, terutama dosen-dosen yang pernah mengajar penulis. Terimakasih telah menyalurkan ilmu pengetahuan, pengalaman, nasehat dan motivasi yang sudah diberikan.

 Seluruh Staf Tata Usaha, Akademik, Perpustakaan, serta Kemahasiswaan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran administrasi dalam proses pengerjaan skripsi ini.

 Kakak Wahyu Wiji Astuti, S.Pd., M.A beserta suami Abang Muhammad Hafidz Assalam, S.S., M.A. yang telah banyak membantu serta memberikan dukungan baik moril maupun materil sampai penulisan skripsi ini selesai.

 Habib Firmansyah, selaku adik satu-satunya yang banyak membantu dan memberi semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

 Keluarga Besar Alm. Kakek Rajud dan Keluarga Besar Alm. Kakek Margono yang senantiasa memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahaan.

 Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.

Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, 17 Agustus 2021

Muhammad Taufik

(8)

vii

DAFTAR ISI

PENGESAHAN... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masaah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Beban Kerja ... 9

2.1.1 Definisi Beban Kerja ... 9

2.1.2 Aspek-aspek Beban Kerja ... 10

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 13

2.2 Work-Life Balance ... 14

2.2.1 Definisi Work-Life Balance ... 14

2.2.2 Aspek-aspek Work-Life Balance ... 16

2.2.3 Dampak Work-Life Balance ... 19

2.3 Dinamika Psikologi antara Beban Kerja terhadap Work-Life Balance... 21

(9)

viii

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian ... 24

3.2 Definisi Operaional ... 24

3.3 Subjek Penelitian ... 25

3.4 Metode dan Aat Pengumpul Data ... 25

3.4.1 Beban Kerja ... 30

3.4.2. Work-Life Balance ... 31

3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 28

3.5.1. Validitas ... 28

3.5.2 Reliabilitas ... 30

3.6 Metode dan Analisis Data ... 30

3.6.1 Uji Normalitas ... 31

3.6.2 Uji Linearitas ... 32

3.6.3 Uji Hipotesis ... 32

3.7 Hasil Uji Coba Alat Ukur... 32

3.7.1 Uji Validitas ... 33

3.7.2 Uji Reliabilitas... 36

3.7.3 Uji Korelasi ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

4.1 Prosedur Penelitian ... 38

4.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 38

4.3 Hasil Penelitian ... 40

4.3.1 Hasil Uji Asumsi ... 40

(10)

ix

4.3.2 Uji Normalitas ... 41

4.3.3 Uji Linearitas ... 43

4.4 Hasil Utama ... 43

4.4.1 Hasil Korelasi ... 43

4.5 Kategorisasi Data Penelitian ... 45

4.5.1 Norma Kategorisasi Work-Life Balance ... 45

4.5.2 Kategorisasi Work-Life Balance ... 45

4.5.2 Norma Kategorisasi Beban Kerja ... 46

4.5.3 Kategorisasi Beban Kerja ... 46

4.6 Pembahasan ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Item Skala Beban Kerja ... 26

Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Work-Life Balance ... 27

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Beban Kerja ... 33

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Work-Life Balance ... 34

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X dan Y ... 36

Tabel 3.6 Hasil Uji Korelasi ... 37

Tabel 4.1 Kategorisasi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 39

Tabel 4.2 Kategorisasi Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 39

Tabel 4.3 Hasil Uji Asumsi ... 40

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ... 41

Tabel 4.5 Hasil Uji Asumsi Normalitas ... 42

Tabel 4.6 Hasil Uji Linieritas ... 43

Tabel 4.6 Korelasi Product Moment ... 44

Tabel 4.7 Norma Kategorisasi Work-Life Balance ... 45

Tabel 4.8 Kategorisasi Work-Life Balance ... 45

Tabel 4.9 Norma Kategoriasi Beban Kerja ... 46

Tabel 4.9 Kategorisasi Beban Kerja ... 46

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SKALA PENELITIAN ... 56

LAMPIRAN 2 TABULASI DATA TRYOUT ... 64

LAMPIRAN 3 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 67

LAMPIRAN 4 TABULASI DATA PENELITIAN ... 71

LAMPIRAN 5 HASIL UJI PENGAMBILAN DATA ... 78

LAMPIRAN 6 IZIN PENGAMBILAN DATA ... 80

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan bagi masyarakat. Tolak ukur keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat ditandai dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit yang memiliki kualitas yang bagus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat (Rusdiana, 2014).

Kualitas pelayanan kesehatan pada rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tersedianya fasilitas peralatan dan sarana penunjang pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang penting dalam pemberian pelayanan kesehatan adalah sumber daya manusia. Kualitas tenaga kesehatan yang dimiliki oleh rumah sakit salah satunya adalah tenaga perawat (Rusdiana, 2014; Nur’aini, 2012;).

Perawat adalah salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam kapasitasnya, perawat profesional senantiasa dituntut untuk melayani pasien dengan cepat dan tepat. Rata-rata perawat bekerja Selama 6-12 jam perhari yang terbagi kedalam 3 shift. Perawat harus siaga setiap saat dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Tentunya hal ini membutuhkan kesabaran yang luar biasa, sebab ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis seorang perawat sebagai manusia (Goldblatt, 2009; Maryanti dan Citrawati, 2011;

Nuraini, 2012; Suh dan Lee, 2013; Wright, 2014).

Tantangan yang sering muncul dalam mempertahankan profesionalitas seorang perawat adalah menyeimbangkan antara kehidupan kerja dengan kehidupan pribadi atau work-life balance (Nurwahyuni. 2018; Prihatini, 2007;

Rizky dan Afrianty, 2018).

(14)

2

Work-life balance sendiri adalah keseimbangan yang terjadi antara waktu dan usaha yang diberikan seseorang untuk kehidupan pribadi dan pekerjaannya serta tidak adanya konflik diantara kedua peran tersebut (Lazar, Osoian, dan Ratiu, 2010; Ula dan Susilawati 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yustiya (2013) bahwa banyak ditemukan fenomena di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan dalam pemberian obat dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu sangat berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang harus memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab perawat bukan hal yang ringan untuk dilakukan.

Kurangnya kapasitas perawat dibandingkan jumlah pasien menyebabkan perawat akan mengalami kelelahan dalam bekerja karena kebutuhan pasien terhadap asuhan keperawatan lebih besar dari standar kemampuan perawat.

Kelelahan dalam bekerja ini apabila berlangsung secara terus menerus akan menjadi faktor pemicu munculnya konflik terhadap work-life balane (Yustiya, 2013).

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada salah seorang perawat yang ada di Rumah Sakit X di Medan mengatakan bahwa pekerjaan perawat itu dibagi berdasarkan shift kerja. Jam kerja shift terbagi tiga, yaitu shift pagi dimulai pada pukul 08.00-14.00 WIB, kemudian shift kerja sore dimulai pada pukul 14.00- 20.00 WIB, dan shift malam pada pukul 20.00-08.00 WIB. Namun walaupun terdapat jam kerja shift, sering terjadi shift kerja overtime yang membuat perawat menjadi kelelahan dalam bekerja. Kelelahan kerja pada perawat yang bertugas pada shift malam mengatakan lebih lelah dibandingkan dengan shift kerja pagi maupun sore.

(15)

3

Kelelahan kerja pada perawat akan mengakibatkan penurunan kinerja perawat. Dengan pekerjaan shift yang ada, juga memungkinkan perawat wanita yang sudah menikah mengalami konflik antara mengurus keluarga dan menolong pasien secara professional yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Ketika perawat bekerja pada shift malam maka di pagi hari mereka juga harus mengurus pekerjaan rumah seperti mengurus anak dan lain sebagainya, sehingga kurangnya istirahat yang membuat perawat merasa kelelahan dalam bekerja dan memungkin terjadinya konflik terhadap work-life balance pada perawat.

Hasil wawancara di atas didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurendra dan Saraswati (2017) yang mengatakan karyawan yang sudah menikah membutuhkan keseimbangan baik pada kehidupan kerjanya maupun kehidupan non-kerjanya. Selain itu masalah mendasar pada keluarga yang istri bekerja adalah keterbatasan waktu untuk melakukan kewajiban, baik terhadap pekerjaan dan keluarga serta pembagian peran tugas rumah tangga (Adhania, 2017).

Septriani (2013) mengatakan bahwa wanita yang bekerja cenderung mengalami fenomena “second shift”, di mana shift pertama mereka berperan sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga, sementara peran sebagai pekerja berada di shift kedua. Kondisi ini seringkali memicu role overload atau ketidakmampuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan keluarga.

Konflik tersebut tidak akan terjadi apabila perawat bisa menyeimbangkan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Dalam kehidupan pribadi, keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi akan meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan keluarga. Sementara itu, dalam kehidupan kerja, tidak adanya keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi menyebabkan kinerja yang buruk dan absensi pada perawat. Keseimbangan kehidupan kerja atau yang sering disebut dengan Work Life Balance merupakan faktor penting bagi setiap perawat, agar perawat memiliki kualitas hidup yang seimbang dalam berhubungan dengan keluarganya dan seimbang dalam pekerjaannya (Rizkiana, 2015).

(16)

4

Maka dari itu untuk menghindari konflik yang akan muncul, setiap perawat harus mampu menjaga balance terhadap peran yang dijalani. Akan tetapi bila keseimbangan peran tidak dapat tercipta akan menimbulkan kondisi imbalance yang mempengaruhi ketegangan pada setiap tanggung jawab yang akan dijalankan. Menurut Kofodimos (1993) imbalance merupakan ketidakmampuan seseorang dalam mencapai work-life balance yang menyebabkan timbulnya tingkat stres yang tinggi, mengurangi kualitas hidup dan mengurangi efektifitas kerja.

Penelitian tentang work-life balance sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam bidang ilmu psikologi, sebelumnya sudah ada penelitian yang membahas tentang konsep tersebut. Lai, Chang, dan Hsu (2012) melihat keterkaitan antara beban kerja (workload) dengan work-life balance pada generasi yang berbeda.

Omar dkk (2015) mengemukakan bahwa ada hubungan antara work-life balance dengan konflik peran diantara karyawan berpengaruh terhadap produktivitas organisasi secara keseluruhan. Purwati (2016) mengatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) dipengaruhi oleh beban kerja (work load), yang berdampak pada tingkat produktivitas.

Beban kerja yang berlebihan merupakan faktor salah satu pemicu terjadinya konflik work-life balance. Ketidaksesuaian antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat menghambat performance individu pada perawat (Nur’aini, 2012). Beban kerja adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu (Munandar, 2001;

Tarwaka, 2011).

Selain itu juga, menurut Dhania (2010) beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang membutuhkan keahlian dan harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk fisik ataupun psikis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Manuaba (2000) yang mengatakan bahwa, beban kerja terdiri atas dua macam yaitu fisik dan mental.

(17)

5

Banyaknya tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada seorang perawat menyebabkan hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal karena perawat hanya mempunyai waktu yang sedikit untuk menyelesaikan banyak tugas.

Apabila hal ini sering terjadi, maka akan berdampak pada kinerja perawat itu sendiri (Irawati dan Carollina, 2017).

Dampak beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan kondisi yang tidak baik yang dialami oleh perawat, yaitu akan menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun mental dan reaksireaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah (Manuaba, 2000).

Beban kerja juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi perawat, dampak negatif tersebut dapat berupa : 1. Kualitas kerja menurun. Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja, kelebihan beban kerja akan mengakibatkan menurunnya kualitas kerja akibat dari kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi, pengawasan diri, akurasi kerja sehingga kerja tidak sesuai dengan standar. 2. Stres kerja. beban kerja yang berlebihan yang tidak segera diatasi maka akan menjadi sumber yang potensial munculnya stres kerja pada perawat. 3. Kenaikan tingkat absensi. Beban kerja yang terlalu banyak bisa juga mengakibatkan perawat kelelahan dan tak jarang menyebabkan sakit. Hal ini berakibat buruk bagi kelancaran kerja organisasi karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.

(Irawati dan Carollina, 2017; Wibowo, 2012)

Dampak beban kerja juga dapat mempengaruhi produktivitas dan pelayanan perawat di rumah sakit, dan bahkan sampai mengakibatkan seseorang berhenti dari pekerjaannya (Handayani, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, mengatakan bahwa dampak beban kerja mempengaruhi sampai ke kehidupan pribadi, seperti relasi yang kurang baik dengan pasangan, dengan orang tua, dengan anak, atau kerabat yang berujung pada fenomena perceraian dan keluarga broken home (Muhr, Dkk, 2012; Omar, Mohd, dan Ariffin, 2015).

(18)

6

Dari penelitian yang telah disebutkan di atas, belum ditemukan adanya penelitian yang membahas tentang hubungan antara beban kerja dengan Work Life Balance pada perawat wanita. Seperti yang diketahui bersama bahwa aktivitas merawat pasien tentunya membutuhkan kesabaran, ketelatenan dan kestabilan emosi yang lebih. Tentunya, hal ini menimbulkan ketertarikan bagi peneliti untuk mengkaji tentang isu tersebut. Atas dasar itu, penelitian ini akan dilakukan dengan mendasarkan pada pertanyaan tentang, “adakah hubungan antara beban kerja dengan work-life balance pada perawat wanita?”. Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa beban kerja mempengaruhi keseimbangan antara kehidupan pekerjaan dengan kehidupan pribadi dari seorang perawat.

Semakin tinggi beban kerja maka semakin rendah kemampuan seorang perawat dalam menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dengan kehidupan pribadinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Work-Life Balance Pada Perawat Wanita”?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan beban kerja dengan work-life balance pada perawat wanita, sehingga pihak rumah sakit dapat merancang suatu program yang dapat meningkatkan pelayanan serta efektifitas waktu antara kehidupan bekerja dengan kehidupan pribadi pada perawat.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut.

(19)

7

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian pengetahuan dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai beban kerja dengan work-life balance. Lebih lanjut melalui penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan tambahan mengenai pentingnya work-life balance bagi setiap karyawan khususnya perawat di rumah sakit agar mereka bisa merasakan keseimbangan kehidupan di dalam pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini memberikan informasi terhadap lembaga yang diteliti tentang pentingnya urgensi akan work-life balance, dengan penelitian ini juga dapat diketahui work-life balance pada setiap pegawai dan bagaimana beban kerja berpengaruh pada variabel tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima Bab yang saling berhubungan, adapun sistematika penulisan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 BAB I Pendahuluan

Bab ini berisikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

1.5.2 BAB II Landasan Teori

Pada bab ini diuraikan teori dan konsep yang digunakan sebagai landasan penelitian yaitu teori beban kerja dan work-life balance pada perawat wanita.

(20)

8

1.5.3 BAB III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur pelaksaan penelitian, reliabilitas dan validitas.

1.5.4 BAB IV Pembahasan

Bab ini menjelaskan hasil penelitian berupa analisis data dan pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian akan dibahas sesuai dengan teori yang dipaparkan sebelumnya.

1.5.5 BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bagian penutup dari penelitian yang telah dilakukan.

Menguraikan simpulan dan saran yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

(21)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja

2.1.1 Definisi Beban Kerja

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.

Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).

Menurut Tarwaka (2011) beban kerja adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Munandar (2001) bahwa beban kerja adalah keadaan di mana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu.

Sementara Hart dan Staveland (1988) mengatakan bahwa beban kerja didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi untuk mencapai tingkat kinerja tertentu.

Selain itu juga, menurut Dhania (2010) beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang membutuhkan keahlian dan harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk fisik ataupun psikis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Manuaba (2000) yang mengatakan bahwa, beban kerja terdiri atas dua macam yaitu fisik dan mental. Berdasarakan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk fisk ataupun psikis.

(22)

10

Lebih lanjut, Dhania (2010) mendefiniskan beban kerja sebagai sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Dari penejelasan di atas, dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan suatu jumlah pekerjaan yang telah ditentukan atau dianalisis berdasarkan jumlah jam kerja dari suatu jabatan atau unit organisasi.

Berdasarkan beberapa penjelasan definisi di atas, peneliti akan menggunakan definisi beban kerja menurut oleh Hart dan Staveland (1988) sebagai terori utama dalam penelitian yang mendefinisikan beban kerja sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi untuk mencapai tingkat kinerja tertentu.

2.1.2 Aspek-Aspek Beban Kerja

Menurut Hart dan Staveland (1988) menjelaskan ada 6 dimensi dalam pengukuran beban kerja, yaitu :

1. Mental Demand (Kebutuhan Mental)

Mental demand merupakan kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses informasi terbatas, hal ini mempengaruhi tingkat kinerja perorangan yang dapat dicapai. Kinerja manusia pada tingkat rendah tidak juga baik jika tidak banyak hal yang bisa dikerjakan, di mana orang akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya. Kondisi ini dapat dikatakan underload dan peningkatan beban kerja setelah titik ini akan menyebabkan degradasi dalam kinerja. Pada tingkat beban kerja yang sangat tinggi atau overload, informasi penting akan hilang akibat dari pendangkalan atau pemfokusan perhatian hanya satu aspek dari pekerjaan.

(23)

11

2. Physical Demand (Kebutuhan Fisik)

Physical demand merupakan dimensi mengenai kebutuhan fisik yang memiliki deskripsi yaitu tentang seberapa banyak aktifitas fisik yang dibutuhkan seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol, mengoperasikan dan sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik yang dilakukan tersebut apakah termasuk dalam kategori mudah atau sulit untuk dikerjakan, gerakan yang dilakukan selama aktifitas cepat atau lambat serta melelahkan atau tidak.

3. Temporal Demand (Kebutuhan Waktu)

Temporal demand merupakan dimensi kebutuhan waktu. Hal ini tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan menggunakan waktu dalam menjalankan suatu aktifitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas waktu yang merupakan metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang diberikan.

4. Performance (Performansi)

Performance merupakan dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya yang telah ditetapkan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan performansi dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.

5. Effort (Usaha)

Effort merupakan dimensi usaha di mana seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Dalam hal ini usaha yang dilakukan meliputi usaha mental dan fisik.

(24)

12

6. Frustasion Level (Tingkat Frustasi)

Frustation level merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit dilakukan dari yang sebenarnya. Pada keadaan stres rendah, orang akan cenderung santai. Sejalan dengan meningkatnya stres, maka terjadi pengacauan konsentrasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi lebih, hal ini disebabkan adanya faktor individual subjek.

Faktor-faktor ini antara lain motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan

Sedangkan menurut Wickens (1992) ada tiga dimensi dari beban kerja yaitu :

1. Time Load (Beban Waktu)

Beban waktu adalah besarnya tekanan waktu yang dialami selama menjalankan tugas. Dimensi beban waktu ini tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan melangkahi (overlap) dalam menjalankan suatu aktifitas. Sejalan dengan meningkatnya beban waktu, waktu luang menjadi jauh berkurang dan terjadi tumpang tindih antara tugas yang satu dengan tugas yang lain.

2. Mental Effort (Beban Usaha Mental)

Beban usaha mental adalah besarnya perhatian dan/atau konsentrasi yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu tugas tanpa memperhatikan jumlah tugas atau batasan waktu. Hal-hal yang mencakup usaha mental yaitu mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang (long-term memory), pengambilan keputusan, melakukan perhitungan, menyimpan dan mengingat kembali sesuatu sari ingatan janka pendek (shirt-term memory), dan penyelesaian masalah.

(25)

13

Sejalan dengan meningkatnya beban usaha mental karena kerumitan tugas atau meningkatnya jumlah informasi yang harus ditangani, tingkat konsentrasi dan perhatian yang dibutuhkan juga meningkat.

3. Psychological Stress (Beban Tekanan Psikologis)

Beban tekanan psikologis berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama melaksanakan suatu pekerjaan, dengan demikian dalam penyelesaian pekerjaan menyebabkan lebih sulit dilakukan dari pada aktualnya. Sejalan dengan meningkatnya beban psikologis, kebingungan, frustasi dan ketakutan meningkat dan dibutuhkan konsentrasi yang lebih besar untuk mengandalikan situasi.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas mengenai aspek beban, maka peneliti menggunakan aspek-aspek beban kerja menurut Hart dan Staveland (1988) yaitu kebutuhan mental, kebutuhan fisik, kebutuhan waktu, performansi, tingkat usaha, dan tingkat frustasi.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :

2.1.4 Faktor eksternal

Merupakan beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, misalnya:

1. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat psikologis seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

2. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

(26)

14

3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2.1.5 Faktor internal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.2 Work-Life Balance

2.2.1 Definisi Work-Life Balance

Work-Life Balance merupakan keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan yang mencakup bahwa beban pekerjaan atau kehidupan pribadi berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pekerjaan dan kehidupan pribadi (Fisher-McAuley dkk, 2003). Menurut Bienek (2014) keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance ) berasal dari kata “bekerja” dan kata “kehidupan”, keseimbangan kehidupan kerja adalah tentang bagaimana menyeimbangkan kedua kategori tersebut. Ramadhani (2013) mengungkapkan bahwa work-life balance adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya, perawat yang memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang tinggi dapat menjaga kesehatan diri sendiri, memperhatikan perkembangan keluarga, memiliki waktu untuk istirahat, berlibur dengan keluarga dan sebagainya.

Moedy (2013) work-life balance berarti perawat dapat dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, studi dan tidak hanya fokus terhadap pekerjaannya.

(27)

15

Work-life balance yang baik didefinisikan sebagai situasi di mana pekerja merasa mampu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi atau komitmen lain (Moedy, 2013).

Menurut Lockwood (2003) work-life balance adalah suatu keadaan seimbang pada dua tuntutan di mana pekerjaan dan kehidupan seorang individu adalah sama. Di mana keseimbangan kehidupan kerja dalam pandangan perawat adalah pilihan mengelola kewajiban kerja dan pribadi atau tanggung jawab terhadap keluarga. Sedangkan dalam pandangan rumah sakit keseimbangan kehidupan kerja adalah tantangan untuk menciptakan budaya yang mendukung di rumah sakit di mana perawat dapat fokus pada pekerjaaan mereka sementara di tempat kerja.

Kalliath dan Brough (2008) menyatakan work-life balance sebagai presepsi individu di mana aktivitas dalam pekerjaan dan kehidupan non-kerja itu dapat berjalan bersama dan mendorong pertumbuhan pribadi sesuai dengan prioritas hidup individu. Selain itu juga work-life balance adalah penilaian subjektif individu terhadap keselarasan aktivitas pekerjaan dan non-pekerjaan serta kehidupan secara umum (Brough,Timms,dkk 2014).

Menurut Delecta (2011) work-life balance adalah kemampuan individu mencukupi pekerjaan dan komitmen keluarga, maupun tanggung jawab lainnya selain pekerjaan dan kegiatan lainnya. Pernyataan tersebut di dukung oleh definisi menurut Susi dan Jawaharrani (2011) yang mengatakan bahwa keseimbangan hidup adalah upaya untuk memenuhi kepuasan dalam tiga bidang dasar hidup yaitu pekerjaan, keluarga dan pribadi.

Greenhaus (2003) mendefinisikan Work-Life Balance sebagai suatu keadaan ketika seseorang mengalami keterikatan dan kepuasan yang seimbang dalam perannya sebagai pekerja dan di dalam keluarga. Menurut Frone (2003) juga mengaitkan keseimbangan kehidupan kerja dengan konflik peran. Frone menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja adalah tidak adanya konflik antara peran seseorang dalam keluarga dan dalam pekerjaannya.

(28)

16

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa work-life balance merupakan persepsi individu atas kemampuannya untuk bisa mengalokasikan waktu dan energi mereka di dua domain yaitu lingkungan kerja dan lingkungan diluar kerja (misalnya: keluarga, komunitas, agama, politik dan pendidikan) dengan mengurangi konflik peran antar dua domain tersebut.

2.2.2 Aspek-aspek Work-Life Balance

Aspek-aspek Work-Life Balance menurut Fisher, Bulger, dan Smith (2009) yaitu:

1. Work Interference With personal Life

Work interference with personal life (Pekerjaan mengganggu kehidupan pribadi) mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Pekerjaan yang dilakukan menguras lebih banyak waktu, tenaga, dan pikiran individu. Hal ini menyebabkan individu memiliki kesulitan untuk membagi waktu pada kehidupan pribadinya (Fisher, 2009). Karyawan yang mengalami gangguan pada kehidupan pribadi akibat pekerjaan yang menguras banyak waktu membuat individu kehilangan kegiatan pribadi yang juga penting.

Contohnya ketika individu harus bekerja dari pagi hari hingga malam hari membuat individu kurang memiliki waktu untuk melepaskan beban kerja, meluangkan waktu untuk kegiatan sosial atau keluarga. Dalam dimensi ini beberapa indikator, yaitu :

1. Jumlah lamanya jam bekerja. lamanya waktu bekerja yang karyawan rasanya

2. Waktu bertemu keluarga : waktu bagi individu bersama dengan keluarga, karena individu telah menghabiskan banyak waktu dikantor.

(29)

17

3. Waktu kehidupan pribadi : waktu bagi individu untuk melakukan aktivitas pribadi, seperti hobi, bermain bersama teman.

2. Personal Life Interference With Work

Personal life interference with work (Kehidupan pribadi mengganggu pekerjaan) mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi dapat mengganggu pekerjaan yang dilakukan individu. Kehidupan pribadi membuat individu bekerja tidak maksimal karena waktu, tenaga, dan pikiran individu lebih mengutamakan kehidupan pribadi daripada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab individu. Hal ini dapat terjadi terutama ketika individu memiliki masalah pada kehidupan pribadi yang membuat kinerja individu di kantor menjadi terganggu (Fisher, 2009).

Karyawan yang mengalami gangguan pada pekerjaan yang merupakan akibat dari kehidupan pribadi yang menguras tenaga dan waktu individu cenderung kurang konsentrasi saat bekerja karena individu banyak memikirkan dan menyelesaikan urusan pribadi di atas pekerjaan yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu. Contohnya ketika individu memiliki masalah pribadi di rumah hal ini membuat individu merasakan emosi yang negatif yang dibawanya ketika bekerja, selain itu masalah pribadi individu ini dapat mengganggu pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukannya secara maksimal. Dalam dimensi ini terdapat beberapa indikator, yaitu :

1. Pengambilan keputusan : dalam pengambilan keputusan, apakah kehidupan pribadi dapat mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan di kantor

2. Tanggung jawab terhadap keluarga 3. Tepat waktu dalam menyelesaikan tugas

4. Pola dalam beban kerja : beban kerja yang diberikan perusahaan memberikan beban kepada individu dalam bekerja

(30)

18

3. Personal Life Enchancement Of Work

Personal life enchancement of work (Kehidupan pribadi meningkatkan pekerjaan) merupakan aspek yang mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu dapat meningkatkan performa individu di dunia kerja, terutama ketika individu merasa senang dikarenakan kehidupan pribadi individu menyenangkan maka hal tersebut dapat membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan (Fisher, 2009).

Individu yang memiliki kehidupan pribadi yang baik dan memuaskan membuat individu merasa bahagia, senang, dan puas akan kebutuhan pribadinya yang tercukupi, sehingga ketika hal ini terjadi individu merasakan emosi yang baik yang dapat dibawanya ketika bekerja. Perasaan yang menyenangkan ini membuat individu dapat melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati dan perasaan yang positif sehingga pekerjaan individu menghasilkan pencapaian yang baik karena kesungguhan hati dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam dimensi ini terdapat beberapa indikator, yaitu :

1. Suasana kerja : keadaaan lingkungan kerja yang mendukung individu untuk mencapai dan meningkatkan performanya

2. Hubungan dengan atasan/bawahan : kondisi hubungan individu dengan atasan/bawahan atau rekan kerja yang dapat mendukung individu dalam mencapai performanya

3. Kehidupan sosial diluar pekerjaan : pergaulan yang dimiliki individu apakah bisa membuat invidu mampu meningkatkan performanya dikantor

4. Work Enhancement Of Personal Life

Work enhancement of personal life (Pekerjaan meningkatkan kehidupan pribadi) merupakan aspek yang mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya ketika fasilitas

(31)

19

kerja yang cukup membuat hati individu merasa puas dan individu dapat pulang ke rumah dengan perasaan yang menyenangkan dan puas terhadap keterampilan yang diperoleh individu saat bekerja, memungkinkan individu untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Fisher, 2009). Pekerjaan yang bermakna dan memberikan banyak manfaat dan keuntungan yang baik bagi dirinya dan orang sekitarnya. Individu yang diberikan kesempatan untuk belajar untuk dapat memperbaiki kinerjanya dan dapat menerapkannya di dalam kehidupan pribadi membuat individu merasa bahagia dengan pekerjaan tersebut. Contohnya jika seorang ahli finansial dapat menerapkan kemampuan finansialnya dalam kehidupan keluarga dan orang sekitarnya sehingga merasa dirinya berguna bagi orang lain, hal ini membuat individu merasa bahagia dengan pekerjaan dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi.

Jadi, kesimpulannya aspek-aspek work-life balance yang diungkapkan oleh Fisher, Bulger, dan Smith (2009) yaitu Work Interference with Personal Life (pekerjaan mengganggu kehidupan pribadi), Personal Life Interference with Work (kehidupan pribadi mengganggu pekerjaan), Personal Life Enchancement of Work (kehidupan pribadi meningkatkan pekerjaan), dan Work Enhancement of Personal Life (pekerjaan meningkatkan kehidupan pribadi).

2.2.3 Dampak Work-Life Balance

Work-life balance yang tidak seimbang dapat menimbulkan resiko besar bagi kesejahteraan dan kinerja karyawan maupun perusahaan. work-life balance sering kali menjadi suatu kendala yang yang dialami oleh pegawai, apabila work- life balance tidak dikelola dengan baik oleh perusahaan maka akan berpengaruh kepada pegawai dan perusahaan (Nurwahyuni, 2018).

(32)

20

Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahil et al (2015) bahwa apabila tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada pegawai lebih banyak waktu dihabiskan ditempat kerja dan sedikit waktu dihabiskan dirumah akan mempengaruhi work-life balance.

Dampak yang terjadi jika pegawai sulit untuk mengatur antar kehidupan pribadi dengan pekerjaan maka muncullah konflik terhadap work-life balance pada pegawai. Konflik yang berbenturan antara pekerjaan (work) dan kehidupan pribadi (life) dapat meningkatkan level stres pegawai yang pada akhirnya dapat memicu menurunnya moral pegawai, produktivitas yang rendah, dan motivasi kerja yang rendah serta menurunnya kesuksesan karier seseorang (Purwati, 2016;

Yustiya, 2013).

Lebih lanjut Schermerhorn (2005) mengungkapkan bahwa work-life balance yang tidak tercapai dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya, hal ini akan membuat tingkat stres pekerja menjadi meningkat dan membuat waktu pekerja dengan keluarga menjadi terhambat untuk memikirkan masalah pekerjaan yang belum selesai dan akhirnya mengorbankan tanggung jawab mereka.

Maka dari itu untuk menghindari konflik yang akan muncul, setiap pegawai harus mampu menjaga balance terhadap peran yang dijalani. Akan tetapi bila keseimbangan peran tidak dapat tercipta akan menimbulkan kondisi imbalance yang mempengaruhi ketegangan pada setiap tanggung jawab yang akan dijalankan. Imbalance merupakan ketidakmampuan seseorang dalam mencapai work-life balance yang menyebabkan timbulnya tingkat stres yang tinggi, mengurangi kualitas hidup dan mengurangi efektifitas kerja (Kofodimos, 1993).

(33)

21

2.3 Dinamika Psikologi Antara Beban Kerja Terhadap Work-Life Balance

Keseimbangan kehidupan kerja (Work Life Balance) terjadi ketika perawat dapat menyeimbangkan kegiatan pribadi dengan pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga perawat tersebut dapat meminimalkan konflik yang terjadi. Secara umum, setiap perawat akan dipengaruhi oleh beban kerjanya. semakin tinggi beban kerja seseorang maka akan sulit dalam menyelesaikan pekerjaan, melakukan istirahat dan menyeimbangkan waktu antara kerja dan keluarga. Maka dari itu setiap perawat akan sulit dalam mencapai balance (Ula dan Susilawati 2015).

Keterkaitan antara kedua variabel dapat dilihat dari kaitan aspek-aspek keseimbangan beban kerja yang berkaitan dengan work-life balance. Pada aspek pertama dari beban kerja yaitu kebutuhan mental (mental demand). kebutuhan mental disini merujuk kepada seberapa besar aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Selain itu juga menjelaskan mengenai apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat. Penelitian dari Ramadhnia dan Parwati (2015) menghasilkan bahwa indikator yang paling dominan terletak pada indikator kebutuhan mental (mental demand). Oleh karena itu setiap perawat harus dapat menjaga kestabilan psikologis untuk memenuhi kebutuhan mentalnya. Hal ini sesuai dengan aspek dari work-life balance yaitu work interference with personal life yang mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu.

Pekerjaan yang dilakukan secara berlebihan dapat menguras lebih banyak waktu, tenaga, dan pikiran. Hal ini menyebabkan perawat rentan mengalami beban mental karena beban kerja yang berlebihan serta memiliki kesulitan untuk membagi waktu pada kehidupan pribadinya (Ula, 2015).

Pada aspek kedua dari beban kerja yaitu kebutuhan fisik. aspek ini merujuk pada jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan.

Oleh karena itu, perawat dapat menjaga energinya untuk memenuhi kebutuhan

(34)

22

fisik tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Fisher (2009) yang mengatakan work-life balance merupakan stressor kerja yang meliputi empat komponen penting salah satunya yaitu energi. Energi disini meliputi energi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam melakukan pekerjaan.

Aspek ketiga dari variabel beban kerja yaitu kebutuhan waktu (Temporal Demand). Aspek ini merujuk bagaiamana jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama pekerjaan berlangsung. Untuk dapat mencapai work-life balance maka setiap perawat harus memiliki keseimbangan waktu terhadap pekerjaan sehingga beban kerja makin berkurang. Namun sebaliknya, apabila perawat sulit untuk membagi waktu terhadap pekerjaan maka hal ini dapat menimbulkan konflik work-life balance. Kondisi ini sesuai dengan aspek work- life balance yaitu personal life interference with work yang berarti kehidupan pribadi dapat mengganggu pekerjaan yang dilakukan individu begitupun sebaliknya. Hal ini karena individu tersebut tidak bisa menyesuaikan antara waktu untuk kehidupan pribadi terhadap pekerjan. Statement diatas dukung oleh penelitian dari Ganapathi (2016) yaitu “Pengaruh Work-Life Balance Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan menghasilkan bahwa keseimbangan waktu mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

Pada aspek keempat yaitu Performansi (Performance). Performansi menjelaskan mengenai seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaanya dan seberapa puas dengan hasil kerjaanya. Dimensi ini sesuai dengan aspek dari work-life balance yaitu kehidupan pribadi meningkatkan pekerjaan (personal life enchancement of work). yaitu merupakan aspek yang mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu dapat meningkatkan performa individu di dunia kerja, terutama ketika individu merasa senang dikarenakan kehidupan pribadi individu menyenangkan maka hal tersebut dapat membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan. Hal ini didukung dari penelitian Handayaningrum, Astuti, dan Prasetya (2016) yang melaporkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan.

(35)

23

Aspek selanjutnya yaitu tingkat usaha. Tingkat usaha menjelaskan mengenai seberapa keras mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Maka dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa usaha merupakan kinerja dari karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Penelitian dari Saina, Pio, dan Rumawas (2016) mendapatkan hasil bahwa work-life balance berpengaruh terhadap kinerja karyawan hal ini dikarenakan adanya keselarasan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan merupakan kebutuhan penting setiap karyawan yang dapat mempengaruhi suasana hati, fokus pikiran, dan tindakan dalam bekerja oleh karena itu semakin tinggi kepuasan karyawan terhadap work- life balance semakin tinggi pula kualitas kinerja karyawan.

Aspek terakhir yaitu tingkat frustasi. Hal ini terlihat dari seberapa tidak aman atau rasa putus asa serta persaan negatif lainnya seperti tersinggung, terganggu lebih besar dari penasaran rasa aman, puas, nyaman dan kepuasan diri yang dirasakan. Contohnya perasaan lelah, terganggu atas beratnya beban kerja seorang perawat yang sedang bekerja. Sehingga dengan adanya kelelahan yang disebabkan akan beratnya beban kerja seorang perawat akan berdampak pada work-life balance yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan penelitan dari Yogaputra (2015) mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kelelahan kerja dan kepuasan kerja dengan work-life balance. Selain itu juga menurut (Fisher, 2009) ada empat komponen penting yang mempengaruhi work- life balance salah satunya yaitu ketegangan (strain), meliputi kecemasan, tekanan, kehilangan aktivitas penting pribadi dan sulit mempertahankan atensi.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini yakni, “terdapat hubungan negatif antara beban kerja terhadap work- life balance pada perawat wanita. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi beban kerja seorang perawat maka semakin sulit dia untuk menyeimbangkan kehidupan dan pekerjaan (work-life balance). Dan sebaliknya, semakin rendah beban kerja seorang perawat maka semakin tinggi Work Life Balance-nya.

(36)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian yang berjudul “Hubungan Beban Kerja Dengan Work Life Balance Pada Perawat Wanita” terdiri dari dua variabel yaitu:

1. Independent Variabel : Beban Kerja (X) 2. Dependent Variabel : Work Life Balance (Y) 3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Sugiyono (2015) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Definisi variabel-variabel penelitian harus dirumuskan untuk menghindari kesesatan dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Beban Kerja

Beban kerja didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan perawat dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi untuk mencapai tingkat kinerja tertentu. Dalam penelitian ini beban kerja diukur dengan menggunakan alat ukur yaitu NASA-TLX yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Hart dan Staveland (1998) yaitu mental demand (kebutuhan mental), physical demand (kebutuhan fisik), temporal demand (kebutuhan waktu), performance (performansi), effort (usaha), dan frustration level (tingkat frustasi). Semakin tinggi skor yang diperoleh makan semakin tinggi beban kerja yang dirasakan perawat. Kemudian semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah beban kerja yang dirasakan perawat.

(37)

25

2. Work Life Balance

Work-life balance merupakan kemampuan seorang perawat dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Work-life balance diukur dengan alat ukur adaptasi dari skala 17 item dengan nama Work-Life Balance Scale yang disusun berdasarkan aspek yang diungkap oleh Fisher, Bulger dan Smith (2009) yaitu: Pekerjaan Mengganggu Kehidupan Pribadi (Work Interference With Personal Life), Kehidupan Pribadi Menggangu Pekerjaan (Personal Life Interference With Work), Kehidupan Pribadi Meningkatkan Pekerjaan (Personal Life Enhancement Of Work) dan Pekerjaan Meningkatkan Kehidupan Pribadi (Work Enhancement Of Personal Life).

Tingkat work-life balance akan dilihat dari total skor yang diperoleh dari skala work-life balance. Semakin besar skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat work-life balance yang dimiliki, demikian sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh, semakin rendah pula tingkat work-life balance seseorang tersebut.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat tetap yang sudah menikah dan bekerja minimal satu tahun di Rumah Sakit X di Kota Medan.

Subjek berjenis kelamin perempuan yang berusia 24 tahun keatas sebanyak 100 perawat. Alasannya adalah karena perawat memiliki tuntutan tugas yang paling tinggi dibandingkan bagian lain.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pada variabel beban kerja peneliti menggunakan metode rating dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini, beban kerja akan diukur dengan mengacu pada dimensi-dimensi yang dikemukan oleh Hart dan Staveland (1998) yaitu tuntutan mental, tuntutan fisik, tuntutan waktu, performansi, tingkat upaya,

(38)

26

dan tingkat frustasi. Metode ini subjek diminta untuk membandingan dan merating sesuai dengan keadaan diri subjek.

Sedangkan untuk mengukur work-life balance peneliti mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Fisher dan Bulger (2009) dan terdapat 17 item pernyataan didalam alat ukur ini dengan aspek Work Interference With Personal Life, Personal Life Interference With Work, Personal Life Enhancement Of Work dan Work Enhancement Of Personal Life. Masing-masing skala terdiri dari item favorable dan unfavorable. Adapun skala yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Beban Kerja

Skala beban kerja pada penelitian ini mengacu pada dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Hart dan Staveland (1988) yaitu tuntutan mental (mental demand), tuntutan fisik (physical demand), tuntutan waktu (temporal demand), performansi (performance), tingkat upaya (effort) dan tingkat stres (frustration).

Skala ini terdiri dari 24 butir dengan pernyataan semua favourable. Pada skala ini, responden diminta untuk memberikan rating di setiap kusioner. Distribusi pernyataan ini diringkas pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Distribusi Item Skala Beban Kerja

Butir Butir

No Aspek-aspek Favorable Unfavorable Jumlah

Nomor Butir Nomor Butir

1 Mental Demand 1.1, 1.2, 1.3, 1.4 - 4

2 Physical Demand 2.1, 2.2, 2.3, 2.4 - 4 3 Temporal Demand 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 - 4

(39)

27

4 Performance 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 - 5

5 Effort 5.1, 5.2 - 2

6 Frustration 6.1, 6.2, 6.3, 6.4, 6.5 - 5

Jumlah 24 - 24

3.4.2 Work-Life Balance

Peneliti mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Fisher dan Bulger (2009) mengenai work-life balance dan terdapat 17 item pernyataan didalam alat ukur ini dengan aspek Work Interference With Personal Life, Personal Life Interference With Work, Personal Life Enhancement Of Work dan Work Enhancement Of Personal Life. Masing-masing skala terdiri dari item favorable dan unfavorable.

Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Work-Life Balance

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 WIPL (Work Interference with Personal Life)

1, 3, 5, 7, 9 5

2 PLIW (Personal Life Interference with Work)

11, 13, 15, 17

4

3 PLEW (Personal Life Enhancement of Work)

2, 4, 6, 8 4

4 WEPL (Work Enhancement of Personal Life)

10, 12,14,16

4

Skala work-life balance memiliki pilihan jawaban yang terdiri dari lima macam yang bergerak dari rentan skor 1 – 5, yaitu “tidak pernah (1)”, “jarang

(40)

28

(2)”, “terkadang (3)”, “sering (4)” dan “selalu (5)”. Pemberian skor pada pilihan jawaban tersebut memiliki perhitungan tersendiri antara skor item favourable (1, 2, 3, 4 dan 5) dan skor item unfavourable (5, 4, 3, 2 dan 1).

3.5 Validitas dan Reliabilitas 3.5.1 Validitas

Alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut dapat menunjukkan derajat ketepatan yang tinggi yang diartikan sebagai data yang tidak berbeda jauh antara apa keadaan yang sesungguhnya dengan apa yang diperoleh (Lubis, 2010).

Menurut Azwar (1986) validitas dapat diartikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil yang sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut.Untuk mengetahui validitas angket pada penelitian digunakan kriteria internal dengan mencari koefisien korelasi antara skor masing-masing item dengan skor total (Azwar, 1986)

Skala yang digunakan untuk mengukur beban kerja dibuat dengan cara mengadaptasi alat ukur sebelumnya yang dibentuk dari dimensi beban kerja yang dikembangkan oleh Hart dan Staveland (1988) yaitu tuntutan mental (mental demand), tuntutan fisik (physical demand), tuntutan waktu (temporal demand), performansi (performance), tingkat upaya (effort) dan tingkat stres (frustration).

Skala ini terdiri dari 24 butir dengan pernyataan semua favourable. Pada skala ini, responden diminta untuk memberikan rating di setiap kusioner.

Pada alat ukur work-life balance diadaptasi dari skala Fisher, Bulger dan Smith (2009). Skala ini mengacu pada aspek keseimbangan kehidupan work-life balance yang diungkapkan Fisher, Bulger dan Smith (2009) yaitu Work Interference with Personal Life, Personal Life Interference with Work, Personal

(41)

29

Life Enchancement of Work dan Work Enhancement of Personal Life. Alat ukur Fisher, Bulger dan Smith (2009) memiliki 17 item pernyataan.

Work-Life Balance Scale ini memiliki lima pilihan jawaban. Alat ukur ini menunjukan keempat domain yang disebutkan oleh Fisher, Bulger dan Smith (2009) yang setiap pernyataan diturunkan dari setiap aspek work-life balance.

Adapun teknik yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini skala diuji validitasnya dengan menggunakan teknis analisis product moment rumus angka kasar dari Pearson. Analisis dilakukan dengan aplikasi SPSS 21.00 for Windows. Adapun rumus dari Product Moment Pearson antara lain sebagai berikut.

Keterangan :

r xy : koefisien korelasi antar variabel X (skor subjek tiap butir) dengan variabel Y (total skor subjek dari keseluruhan butir)

∑XY : Jumlah dari hasil perkalian antar setiap X dengan setiap Y

∑X : Jumlah skor keseluruhan butir tiap-tiap subjek

∑Y : Jumlah skor total butir tiap-tiap subjek

∑X2 : Jumlah kuadrat skor X

∑Y2 : Jumlah kuadarat skor Y N : Jumlah subjek

  

   

 

 

  

n y y

n x x

n y xy x

rxy

2 2

2 2

(42)

30

3.5.2 Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas dapat juga dikatakan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya.

Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek dalam diri subjek yang diukur belum berubah (Azwar, 1986).

Untuk menguji Reliabilitas angket maka digunakan rumus Alpha (Azwar, 1986). Analisis dilakukan dengan SPSS 21.00 for Windows. Adapun rumus uji reliabilitas antara lain sebagai berikut:





 

 

 

2 1

2 1 11

1

1 

k

r k dimana

N N x x

 







2 2

2

1

Keterangan :

K = banyaknya butir soal

∑σı² = jumlah varins butir ( s² ) σı² = varians total

∑x² = jumlah kuadrat x

∑x = jumlah x

N = jumlah responden 3.6 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu mengetahui hubungan antara beban kerja dengan work-life balance pada perawat wanita, maka digunakan teknik statistik korelasional

(43)

31

product moment. Untuk menjaga keakuratan data dan kemudahan pengolahan data digunakan teknik pengolahan data dari program Statistical Product and Service Solition (SPSS) 21.00 release for Windows.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Adapun pertimbangan menggunakan metode analisis statistik karena analisis statistik dapat menguatkan suatu kesimpulan penelitian. Menurut Lubis (2010), statistik merupakan salah satu alat dalam penelitian khususnya dalam hal :

1. Mengumpulkan dan menyederhanakan data 2. Merancang percobaan

3. Mengukur besarnya variasi data

4. Melakukan pendugaan parameter dan menentukan ukuran ketepatan penduga

5. Menguji hipotesis

6. Mempelajari hubungan antar dua peubah atau lebih.

Adapun uji asumsi yang dilakukan meliputi dua pengujian, yaitu uji normalitas dan uji linieritas.

3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov.

Data dapat dikatakan normal jika nilai signifikansi pada uji normalitas mencapai nilai (sig>0.05) yang menunjukan bahwa data tersebar normal. Penelitian ini juga melalui uji linearitas yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel beban kerja dengan work-life balance pada perawat wanita bersifat linear atau tidak.

(44)

32

3.6.2 Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis dari variabel bebas dan variabel tergantung. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linear apabila nilai probabilitasnya kurang dari 0,05, sementara hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linear apabila nilai probabilitasnya lebih dari 0,05. Uji linearitas data penelitian menggunakan bantuan teknik Test for Linearity Compare Means pada taraf signifikansi 5% (Santoso, 2010).

Pada uji korelasi data akan menggunakan nilai yang ditunjukkan oleh Pearson jika data uji asumsi terbukti normal, sedangkan data akan menggunakan nilai yang ditunjukkan oleh Spearman jika data uji asumsi terbukti tidak normal.

Data uji korelasi dapat dikatakan signifikan jika nilai signifikansi menunjukan (sig<0.05) (Santoso, 2010).

3.6.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji korelasional.

Menentukan hubungan antara dua variabel diakukan dengan uji Product Moment Pearson.teknik ini dipakai untuk mengungkapkan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dan variabel Y. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS 21.00 for Windows.

3.7 Hasil Uji Coba Alat Ukur

Sebelum dilakukan uji coba alat ukur, peneliti melakukan uji validitas skala beban kerja dan work-life balance. Uji validitas dilakukan dengan metode Subject Matter Expert (SME). Uji validitas dilakukan dengan mengambil 20 subjek penelitian yang merupakan perawat wanita di Rumah Sakit di Medan.

(45)

33

3.7.1 Uji Validitas

1. Skala Beban Kerja (X)

Berdasarkan hasil uji validitas dengan melihat nilai rhitung > rtabel maka data tabel r dimana N=20 dan α =5%=0.05 , diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Beban Kerja Beban Kerja (X)

No Butir item 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Keterangan 1 1.1 0.497 0.3598 Valid 2 1.2 0.609028 0.3598 Valid 3 1.3 0.727028 0.3598 Valid 4 1.4 0.363968 0.3598 Valid 5 2.1 0.581717 0.3598 Valid 6 2.2 0.788153 0.3598 Valid 7 2.3 0.537973 0.3598 Valid 8 2.4 0.499277 0.3598 Valid 9 3.1 0.578745 0.3598 Valid 10 3.2 0.404185 0.3598 Valid 11 3.3 0.727028 0.3598 Valid 12 3.4 0.788153 0.3598 Valid 13 4.1 0.541137 0.3598 Valid

Gambar

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Beban Kerja  Beban Kerja (X)
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Work-Life Balance  Work Life Balance (Y)
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X dan Y
Tabel 3.6 Hasil Uji Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil nilai koefisien determinasi di atas dapat disimpulkan bahwa variabel terikat yaitu kinerja karyawan Bank BJB Cabang Tasikmalaya dipengaruhi oleh

Manfaat dalam penelitian ini, antara lain manfaat teoritis,yang dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan psikologi industri organisasi dengan memberikan informasi

Pendidikan kader Tarung Derajat dilaksanakan dengan tujuan membentuk cikal bakal pemimpin-pemimpin baru yang bukan hanya mempuni dalam kemampuan bela dirinya, akan

Dari hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa laju keberhasilan akan lebih baik apabila resipien berahi dalam 1 (satu) hari donor. Bagan berikut menunjukkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pemberian P 0,5 g/10 kg tanah dan 1 g/10 kg tanah atau setara dengan 100 kg/ha dan 200 kg/ha diberikan 5 kali

Index evaluasi ini telah diaplikasikan di tiga pantai yang mempunyai persamaan secara fitur fisiografis, namun berbeda secara ekonomi maupun secara kultur sosial (Pantai

Kajian ini untuk mengenal pasti faktor-faktor yang berkesan terhadap polisi pembangunan insan dari aspek sosial akhlak sehingga mampu mengatasi jurang pembangunan

Hubungan antara work life balance dengan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y.. (Skripsi tidak