9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
2.1.1 Definisi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh manusia.
Luaskulit orang dewasa adalah 1,5 meter persegi dengan berat sekitar 15% berat badan. Kulit merupakan organ tubuh yang paling kompleks untuk melindungi manusia dari pengaruh lingkungan. Kulit dikatakan sehat dan normal apabila lapisan luar kulit mengandung lebih dari 10% air. Hal itu disebabkan oleh karena adanya regulasi keseimbangan cairan di dalam kulit. Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah, kelenjar lemak, kelenjar keringat, saraf, jaringan ikat, otot polos dan lemak (Juny et al., 2015).
2.1.2 Struktur Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu epidermis (lapisan bagian luar tipis), dermis (lapisan tengah) dan hypodermis atau subkutan (lapisan paling dalam, jaringan ikat longgar) (Sari & Si, 2015).
Gambar 2. 1 Struktur lapisan kulit 2.1.2.1 Lapisan Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara berangsur digeser ke
permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel- sel ini mati dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit (Kalangi, 2013)
Menurut (Kalangi, 2013) lapisan epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu : 1. Stratum basal (lapis basal)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel- selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.
2. Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.
3. Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.
4. Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.
5. Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan merupa- kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.
a. Sel-sel epidermis : 1. Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain.
2. Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritic panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
3. Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.
4. Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel merkel. Kemungkinan badan merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh.
2.1.2.2 Lapisan Dermis
Merupakan lapisan yang terletak di antara lapisan epidermis dan subkutan.
Lapisan ini lebih tebal daripada lapisan epidermis. Ketebalan lapisan epidermis bervariasi tergantung usia. Semakin tua, ketebalan dan kelembaban kulit akan menurun. Saraf, pembuluh darah, dan kelenjar keringat ada pada lapisan ini. Sel penyusun utama lapisan dermis adalah fibroblas yang mensintesis kolagen, elastin dan glikosaminoglikan. Selain itu, terdapat sel dendrosit, sel mast, makrofag, dan limfosit.
Zona membran basalis yang membentuk perbatasan antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal junction. Lapisan ini berfungsi untuk melekatktan lapisan epidermis dan dermis, mempertahankan terhadap kerusakan dari luar, serta mempertahankan integritas kulit (Juny et al., 2015).
2.1.2.3 Lapisan Subkutan (Hipodermis)
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan
keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih.
Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus (Kalangi, 2013).
2.1.3 Fungsi Kulit
Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit sinar radiasi ultraviolet, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap infeksi dari luar.
Kulit juga mencegah dehidrasi, menjaga kelembaban kulit, pengaturan suhu, serta memiliki sifat penyembuhan diri. Kulit mempunyai ikatan yang kuat terhadap air. Apabila kulit mengalami luka atau retak, daya ikat terhadap air akan berkurang. Kulit menjaga suhu tubuh agar tetap normal dengan cara melepaskan keringat ketika tubuh terasa panas. Keringat tersebut menguap sehingga tubuh terasa dingin. Ketika seseorang merasa kedinginan, pembuluh darah dalam kulit akan menyempit.
Kulit melindungi bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan dan tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan, serta gangguan panas atau dingin. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutan, ketebalan lapisan kulit, serta serabut penunjang pada kulit. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar kulit yang mempunyai pH 5,0-6,5 (Juny et al., 2015)
2.2 Daun Teh Hijau
2.2.1 Klasifikasi Daun Teh Hijau
Teh adalah salah satu yang paling banyak minuman yang dikonsumsi di dunia. Tanaman Camellia sinensis (famili-Theaceae) telah ada berasal dari Cina Tenggara. Tanaman teh tumbuh di sekitar 30 negara di seluruh dunia. Teh hijau secara luas dianggap sebagai minuman yang berkhasiat untuk kesehatan, dan
memiliki efek menguntungkan yang umumnya telah dikaitkan dengan teh hijau yaitu kandungan polifenolnya, khususnya untuk katekin dan aktivitas antioksidannya. Teh hijau mengandung lebih banyak katekin daripada teh hitam atau the oolong (Vishnoi et al., 2018)
Menurut (Vishnoi et al., 2018), tanaman teh (Camelia sinensis) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Sub Kelas : Chorripettalae Ordo : Trantroemiaceae Famili : Tjeaccae Genus : Cammellia
Species : Cammellia sinensis
Gambar 2. 2 Daun Teh Hijau 2.2.2 Morfologi Daun Teh
Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari daerah pantai sampai pegunungan.
Meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu baik, semakin tinggi daerah penanaman teh
semakin tinggi mutunya. Tanaman teh memerlukan kelembapan tinggi dengan temperatur 13-29,5℃. Teh merupakan jenis tumbuhan perdu, memiliki akar tunggang yang kuat. Teh memiliki daun dengan panjang 4-15 cm dan lebar 2-5 cm.
Daun muda yang berwarna hijau muda dan memiliki rambutrambut pendek putih dibagian bawah daun dan digunakan untuk produksi teh. Bunga teh berwarna putih dengan serbuk sari berwarna kuning (Vishnoi et al., 2018)
2.2.3 Kandungan Kimia Daun Teh Hijau
Teh mengandung komponen volatil (mudah menguap) sebanyak 404 macam. Komponen volatil tersebut berperan dalam memberikan cita rasa yang khas. Kandungan kimia daun teh terdiri dari polifenol, kafein (3,5% dari berat kering), teobromin (0,15-0,2%), teophilin (0,02-0,04%), asam organik (1,5%), lignin (6,5%), asam amino bebas (1-5,5%), teanin (4%). Bahan bahan kimia dalam teh dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi aromatik dan enzim. Substansi fenol dalam teh yang dominan adalah polifenol. Flavonoid merupakan kandungan zat bioaktif yang terdapat didalam teh, flavonoid yang ditemukan pada teh terutama berupa flavanol dan flavonol. Katekin merupakan flavanoid yang termasuk dalam kelas flavanol.
Adapun katekin teh yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin sendiri memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat.
Katekin berwarna putih, mempunyai titik didih 245℃, mempunyai titik leleh 104- 108℃. Katekin sensitif terhadap oksigen, cahaya (dapat mengalami perubahan warna apabila mengalami kontak langsung dengan udara terbuka), larut di air hangat, dan stabil dalam kondisi agak asam atau netral (pH optimum 4-8)(Vishnoi et al., 2018).
2.3 Kojic acid
Kojic acid terutama dalam bentuk ester sangat berpotensi dengan baik untuk ditambahkan kedalam sediaan karena memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu penyimpanan. Kojic acid ester berasal dari esterifikasi kojic acid dari asam lemak minyak sawit terbukti aman dan berfungsi sebagai agen depigmenting yang tidak beracun dengan efek penghambatan yang memuaskan pada pembentukan melanin dan mengurangi aktivitas tirosinase. Sehingga, disarankan
agar senyawa depigmenting ini digunakan dalam formulasi kosmetik dan untuk mengobati hiperpigmentasi seperti krim pemutih. Asam Kojic dianggap sebagai bahan pencerah kulit standar dan khasiatnya diakui di seluruh dunia (Haerani, 2017) Asam kojat digunakan sebagai antioksidan dan alternatif hidrokuinon untuk pencerah kulit oleh industri kosmetik. Expert Panel dari Cosmetic Ingredient Review (CIR) menyimpulkan bahwa produk kosmetik aman digunakan hingga tingkat konsentrasi 1%. Data kepekaan manusia yang tersedia mendukung keamanan asam kojat pada konsentrasi 2% dalam kosmetik tanpa bilas, menunjukkan bahwa batas 2% mungkin sesuai (Saeedi et al., 2019)
2.4 Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet merupakan suatu radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi terserap molekul akan membentuk photoproduct yang memicu reaksi fotokimia. Ultraviolet (UV) merupakan suatu radiasi elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang lebih pendek daripada sinar violet yang berkisar dari 100 – 400 nanometer (Rl & Busman, n.d.). Dalam beberapa hal sinar ultraviolet bermanfaat untuk manusia yaitu diantaranya untuk mensintesa Vitamin D dan juga berfungsi untuk membunuh bakteri. Namun disamping manfaat tersebut di atas sinar ultra violet dapat merugikan manusia apabila terpapar pada kulit manusia terlalu lama (Isfardiyana & Safitri, 2014). Radiasi UV juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akibat radiasi UV dapat berupa radikal oksigen, oksigen tunggal, radikal hidroksil, lipid peroksida, dan radikal alkoksil (Alioes & Sy, 2008)
Berdasarkan panjang gelombang, sinar uv digolongkan menjadi tiga yaitu :
UV-A atau gelombang panjang dengan panjang gelombang berkisar antara 320 – 400 nm, UV-B atau gelombang medium dengan panjang gelombang antara 290 – 320 nm proses pemancarannya di atmosfer, diserap 90% oleh ozon, uap air, oksigen, karbondioksida yang terakhir UV-C atau gelombang pendek memiliki panjang gelombang antara 280 nm – 100 nm. (Seran et al., 2018).
2.5 Radikal Bebas
2.5.1 Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Senyawa radikal bebas timbul akibat berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas, metabolisme sel, olahraga berlebihan, peradangan atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar dan radiasi matahari. Radikal bebas dalam tubuh bersifat sangat reaktif dan akan berinteraksi secara destruktif melalui reaksi oksidasi dengan bagian tubuh maupun sel-sel tertentu yang tersusun atas lemak, protein, karbohidrat, DNA, dan RNA sehingga memicu berbagai penyakit seperti jantung koroner, penuaan dini dan kanker (Setha et al., 2013).
Radikal bebas dapat mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi pembuluh darah, produksi prostaglandin, dan protein lain seperti enzim yang terdapat dalam tubuh. Radikal bebas yang mengambil elektron dari DNA dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi berlangsung lama dapat menjadi kanker. Radikal bebas juga berperan dalam proses menua, dimana reaksi inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan diproduksinya Reactive Oxygen Species (ROS) yang bersifat reaktif (Werdhasari, 2014).
2.5.2 Stress Oksidatif
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan, di mana jumlah radikal bebas lebih besar dibandingkan dengan antioksidan. Stres oksidatif berhubungan erat dengan proses inflamasi sistemik, proliferasi sel endotel, apoptosis, serta vasokonstriksi. Stres oksidatif memiliki peran dalam terjadinya berbagai penyakit khususnya penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, aterosklerosis yang merupakan penyebab penyakit jantung koroner ataupun gagal jantung (Berawi & Agverianti, 2017) Penggunaan oksigen oleh otot selama latihan fisik maksimal dapat meningkat sekitar 100–200 kali dibandingkan saat istirahat. Peningkatan konsumsi oksigen selama latihan dapat meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) dan dapat
menyebabkan stres oksidatif (Sinaga, 2016). Antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh untuk mengatasi dan mencegah stres oksidatif (Werdhasari, 2014).
2.5.3 Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS adalah molekul yang tidak berpasangan dan oleh karena itu sangat tidak stabil dan sangat reaktif. ROS hanya dapat bertahan dalam hitungan millisecond sebelum bereaksi dengan molekul lain untuk menstabilkan dirinya. Diketahui berbagai macam ROS, namun yang paling banyak dipelajari karena efeknya yang berbahaya dan merusak adalah superoksida, hydroxyl, dan perhydroxyl. Kerusakan jaringan akibat serangan ROS dikenal dengan stress oksidatif, sedangkan faktor yang dapat melindungi jaringan terhadap ROS disebut antioksidan. Berbagai jaringan yang dapat mengalami kerusakan akibat ROS di antaranya adalah DNA, lipid, dan protein (Widayati, 2012).
2.6 ANTIOKSIDAN 2.6.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan atau senyawa penangkap radikal bebas merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas, atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem biologi tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang berlebihan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Rosahdi et al., 2013).
Antioksidan mampu bertindak sebagai penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi pembentukan radikal bebas (Dungir et al., 2012) Antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh untuk mengatasi dan mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif berperan penting dalam patofisiologi terjadinya proses menua dan berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes mellitus dan komplikasinya, serta aterosklerosis yang mendasari penyakit jantung, pembuluh darah dan stroke (Werdhasari, 2014).
2.6.2 Jenis-Jenis Antioksidan
Menurut (K. Sayuti & Yenrina, 2015) antioksidan dibagi menjadi dua : 1. Antioksidan Enzimatis
Antioksidan enzimatis yaitu antioksidan endogenus yang melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen seperti anion superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida. Antioksidan enzimatik berperan sebagai sistem pertahanan dari serangan stress oksidatif misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim tersebut berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat aktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA akibat radikal bebas dapat dicirikan oleh rusaknya single atau double strand pada gugus basa dan non- basa
2. Antioksidan non enzimatis, dibagi dalam dua kelompok lagi :
Antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin.
Keberadaan sistem perlindungan didalam tubuh yang tidak memadai yang disebabkan oleh radikal bebas yang terbentuk akibat polusi udara, asap rokok, sinar ultra violet yang diproduksi sinar matahari, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan, bahkan oleh olah raga yang berlebihan, maka disarankan untuk tetap mengkonsumsi sumber antioksidan seperti karotenoid yang berasal dari luar tubuh secara teratur, sesuai dengan kondisi, kebiasaan hidup dan kepentingan masing- masing individu. Dengan mengonsumsi karotenoid maka kemungkinan pemutusan radikal bebas akan terkurangi, sehingga resiko penyakit dan kelainan dalam tubuh dapat diminimalisasi. Beberapa manfaat dari senyawa karotenoid, adalah sebagai prekursor vitamin A, antioksidan, peningkatan daya tahan tubuh, dan pengubahan metabolisme kanker. Selain itu beberapa golongan karotenoid juga dimanfaatkan sebagai pewarna makanan dan karotenoid berfungsi sebagai peredam singlet oksigen dan deaktifator radikal bebas
Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, protein pengikat logam.
Bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder
berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen.
2.7 Melanogenesis
Melanin merupakan pigmen yang berperan penting dalam melindungi kulit manusia dari efek berbahaya seperti radiasi sinar ultraviolet (UV), berbagai macam obat, dan bahan kimia. Pigmen ini menentukan penampakan fenotipik dan ras (W.
E. Putri et al., 2018). Pembentukan melanin berlebih pada kulit disebut dengan hiperpigmentasi atau melanogenesis. Melanogenesis merupakan suatu proses produksi melanin oleh melanosit di dalam kulit dan folikel-folikel rambut. Proses ini menghasilkan sintesis pigmen-pigmen melanin yang memainkan peranan protektif dalam melawan fotokarsinogenesis kulit dan spesi oksigen reaktif (reactive oxygen species). Namun demikian, manusia menyadari warna kulitnya akibat dari pewarnaan yang tidak diinginkan atau hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini tidak hanya menjadi masalah estetika namun juga masalah dermatologi. Salah satu agen penyebab terbesar hiperpigmentasi adalah cahaya ultraviolet Untuk mengurangi pembentukan melanin pada kulit, diperlukan bahan untuk menghambat pembentukannya. Mekanisme pengurangan melanin pada kulit manusia ada beberapa cara, seperti dengan antioksidan, inhibitor tirosinase, menghambat melanin bermigrasi dari sel satu ke sel lain, dan aktivitas hormon (Gazali, 2018)
2.8 Penuaan dini 2.8.1 Deskripsi penuaan
Proses penuaan kulit merupakan proses fisiologis yang tidak dapat dihindari. Kulit merupakan bagian tubuh yang paling sering terpapar oleh faktor- faktor luar terutama radiasi sinar ultraviolet,dankarenaterlihat oleh orang lain sehingga akan memengaruhi kehidupan sosial individu. Kolagen merupakan bagian terbesar dari lapisan dermis, berkontribusi sekitar 70% dari massa kering kulit, sehingga kerusakannya merupakan penyebab utama manifestasi penuaan kulit berupa kerutan (wrinkle), hilangnya elastisitas, dan kekenduran (sagging) (Ahmad
& Damayanti, 2018)
2.8.2 Jenis-jenis penuaan
Menurut (Ahmad & Damayanti, 2018) penuaan kulit secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori :
Penuaan Intrinsik
Permukaan kulit yang mengalami penuaan kulit intrinsik akan tampak lebih pucat, timbul kerutan-kerutan halus (fine wrinkle), lapisan epidermis dan dermis menjadi atrofi sehingga kulit tampak lebih tipis,transparan, sertatampak lebih rapuh. Kulit juga menjadi lebih kering dan terasa gatal. Penuaan kulit intrinsik juga diikuti dengan menipisnya jaringan lemak subkutan termasuk facial fat, sehingga akan menyebabkan gambaran pipi yang cekung dan dalam serta munculnya kantung mata.Selain faktor usia, faktor intrinsik lain yang berhubungan dengan penuaan kulit intrinsik, antara lain ras, variasi anatomi kulit pada area-area tertentu, serta perubahan hormonal
Penuaan Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang paling utama sebagai penyebab dalam mempercepat proses penuaan kulit yaitu paparan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet (UV), sehingga penuaan kulit ekstrinsik sering disebut juga sebagai photoaging. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan paparan sinar ultraviolet matahari sepanjang tahun, sehingga penduduk Indonesia sangat rentan terhadap terjadinya penuaan kulit, terutama pada penuaan kulit ekstrinsik akibat paparan sinar ultraviolet dalam jangka waktu lama. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain, ekspresi wajah yang berulang, pengaruh suhu panas, posisi tidur, gaya gravitasi, gaya hidup misal merokok, polusi,serta paparan sinar matahari terutama sinar UV.
2.9 Sediaan Gel
Gel adalah sediaan semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekulorganik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Sediaan gel dipilih karena mudah mengering, membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin dikulit (N. Sayuti, 2015)
Sediaan gel mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki viskositas dan daya lekat tinggi sehingga tidak mudah mengalir pada permukaan kulit, memiliki sifat tiksotropi sehingga mudah merata bila dioles, tidak meninggalkan bekas, hanya berupa lapisan tipis seperti film saat pemakaian, mudah tercucikan dengan air, dan memberikan sensasi dingin setelah digunakan, mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim, sangat baik dipakai untuk area berambut dan lebih disukai secara kosmetika, gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan dan absorpsinya pada kulit lebih baik daripada krim. Gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan (Barru et al., 2018)
2.10 Masker Peel-Off
Masker wajah peel-off merupakan salah satu jenis masker wajah yang mempunyai keunggulan dalam penggunaan yaitu dapat dengan mudah dilepas atau diangkat seperti membran elastis. Masker wajah peel-off mampu meningkatkan hidrasi pada kulit, memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori, membersihkan serta melembabkan kulit sertabermanfaat dalam merelaksasi otot-otot wajah, sebagai pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit wajah (Luthfiyana et al., 2019)
2.11 Metode Pengujian Antioksidan
2.11.1 Pengujian Antioksidan dengan Metode DPPH
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan menggunakan radikal bebas 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil yang bersifat non-radikal.
Peningkatan jumlah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi warna merah muda atau kuning pucat dan bisa diamati dan dilihat menggunakan spektrofotometer sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan. Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm(K.
Sayuti & Yenrina, 2015). Persentase inhibisi adalah persentase yang menunjukkan aktivitas radikal tersebut. Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing- masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus :
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑥 100%
Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH Tabel II. 1 Tingkat Kekuatan Antioksidan INTENSITAS ANTIOKSIDAN Nilai IC50
Sangat Kuat < 50 ppm
Kuat 50 – 100 ppm
Sedang 100 – 250 ppm
Lemah 250 – 500 ppm
Tinggi rendahnya aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah sifatnya yang mudah rusak bila terpapar oksigen, cahaya, suhu tinggi, dan pengeringan (A. A. S. Putri & Hidajati, 2015)
2.11.2 Pengujian Antioksidan dengan Penentuan Nilai IC50
Parameter yang digunakan untuk aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal DPPH ini adalah IC50. IC50 yakni konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi. Nilai IC50 diperoleh dari suatu persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa uji dengan persen aktivitas antioksidan. Setelah diperoleh pengukuran persen inhibisi maka dibuat persamaan regresi linear pada aplikasi pengolah data Microsoft exel. Koefisen y pada persamaan linear bernilai 50 merupakan koefisien
IC50, sedangkan koefisien x pada persamaan ini merupakan konsentrasi fraksi, dimana x yang diperoleh merupakan besar konsentrasi yang dibutuhkan untuk meredam aktivitas radikal DPPH (Sinala & Dewi, 2019). Prinsip kerja dari pengukuran ini adalah adanya radikal bebas stabil yaitu DPPH yang dicampurkan dengan senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan mendonorkan hidrogen, sehingga radikal bebas dapat diredam.Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50, kuat (50-100), sedang (100-150), dan lemah (151-200).Semakin kecil nilai IC50 semakin tinggi aktivitas antioksidan (Tristantini et al., 2016).
2.11.3 Pengujian Antioksidan dengan Metode FRAP
Metode yang digunakan untuk menguji antioksidan dalam tumbuh- tumbuhan. Kelebihan metode FRAP ini yaitu metodenya murah, reagennya mudah disiapkan dan cukup sederhana dan cepat. Metode ini dapat menentukan kandungan antioksidan total dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan untuk mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga kekuatan antioksidan suatu senyawa dianalogikan dengan kemampuan mereduksi dari senyawa tersebut (Maryam et al., 2016).
Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi dalam suasana asam terhadap senyawa kompleks Fe3+ yang berwarna kuning menjadi senyawa kompleks Fe2+
yang berwarna hijau kebiruan akibat donor elektron dari senyawa antioksidan.
Metode uji aktivitas antioksidan dengan metode FRAP ini dapat dimonitor dengan pengukuran serapan senyawa komplek Fe2+ yang terbentuk dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimal 700 nm (Maesaroh et al., 2018).
2.12 Bahan Tambahan Masker Gel Peel-off 2.12.1 Vitamin C
Gambar 2. 3 Struktur Kimia Vitamin C
Nama lain dari vitamin C yaitu Acidum ascorbicum; C-97; Cevitamic acid;
2,3-didrhydro-1-threo-hexono-1,4-lactone; Vitamin C. Rumus Molekul C6H8O6.
Berat Molekul 176.13. Titik Lebur 190oC. Pemerian Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau dan rasa asam. Kelarutan Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam ethanol 95%; praktis tidak larut dalam kloroform P; eter P dan benzene P. Asam askorbat (vitamin C) digunakan sebagai antioksidan dengan konsentrasi 0,01-0,1 % b/v. selain itu di gunakan sebagai pengatur pH larutan injeksi dan sebagai tambahan untuk cairan oral.
2.12.2 Polietilen Glikol (PEG) 1500
Gambar 2. 4 Struktur Kimia Polietilen Glikol
PEG 1500 memiliki sinonim Carbowax; Carbowax Sentry; Lipoxol; Lutrol E; macrogola; PEG; Pluriol E; polyoxyethylene glycol. Pemerian PEG 1500 yaitu serbuk berwarna putih atau putih pudar, dan berkisar pada konsistensi dari pasta hingga serpihan berlilin. Mereka memiliki bau yang samar dan manis. PEG 1500 memiliki kelarutan yaitu larut dalam air dan larut dalam polietilen glikol lainnya (setelah peleburan, jika perlu). Polietilen glikol padat dapat larut dalam aseton, diklorometana, etanol (95%), dan metanol; mudah larut dalam hidro karbon alifatik dan eter, tetapi larut dalam lemak, minyak tetap, dan minyak mineral. PEG 1500 Inkompaktibilitas dapat bereaksi dengan hidroksi terminal yang dapat berupa
esterifikasi dan dietherifikasi, polietileneglikol cair dan padat mungkin tidak kompaktibel dengan beberapa zat pewarna. Penggunaan PEG 1500 yakni untuk plasticizer. Selain film former komponen yang umumnya digunakan adalah plasticizer yang bertujuan mengurangi kekakuan film dengan melemahkan kekuatan 32 antar molekul dan meningkatkan mobilitas rantai molekul. Salah satunya plasticizer yang digunakan untuk pelapisan partikel adalah polietilen glikol (PEG) (Laboulfie et al., 2013).
Polietilen glikol sebagai polimer tambahan etilen oksida dan air. Polietilen glikol dengan BM (berat molekul) 200-600 berbentuk cairan, grade 1000 ke atas berbentuk padatan. Tingkat cairan (PEG 200-600) yaitu berbentuk cairan kental yang tidak berwarna, agak tidak berwarna atau agak kekuning-kuningan. Untuk (PEG> 1000) berwarna putih atau putih pudar, dan berkisar pada konsistensi dari pasta hingga serpihan berlilin. Mereka memiliki bau yang samar dan manis. Untuk PEG 6000 dan lebih dari 6000 berbentuk serbuk dengan sifat alir yang bebas (Rowe et al., 2009). Konsentrasi PEG yang digunakan untuk plasticizer adalah 2-15%
(Mistui & Science, 1997).
2.12.3 Polivinil Alkohol (PVA)
Gambar 2. 5 Struktur Kimia Polivinil Alkohol
Polivinil alkohol disebut juga dengan PVA, Alcotex, Airvol, Elvanol, Celvol, Gohsenol, Gelvatol, Mowiol, Lemol, poly (alcohol vinylicus), Polyvinol, vinyl alcohol polymer. Polivinil alkohol memiliki rumus empiris (C2H4O)n adalah polimer sintetik yang larut dalam air, sedikit larut dalam etanol 95%, tidak larut dalam pelarut organik dan memiliki berat molekul sekitar 20.000-200.000.
Organoleptis polivinil alkohol yaitu tidak berbau, serbuk granul berwarna putih hingga krem. Bahan ini dapat berfungsi sebagai zat penstabil, pelumas, agen pelapis dan agen untuk meningkatkan viskositas. Pada bidang teknologi farmasi polivinil
alkohol digunakan dalam formulasi sediaan topikal dan optalmik serta digunakan sebagai bahan penstabil untuk emulsi (0,25-3,0% b / v) (Rowe et al., 2009).
Penggunaan PVA sebagai pembentuk film. PVA yang digunakan memiliki rentang konsentrasi (10-16%) (Ilmiah, 2016). Polivinil alkohol digunakan sebagai pembentuk film yang banyak digunakan dalam sediaan topikal karena sifatnya biodegradable dan biocompatible. Polivinil alkohol dapat meghasilkan gel yang cepat mengering dan membentuk lapisan film yang transparan, kuat, plastis dan melekat baik pada kulit. Polivinil alkohol dalam sediaan masker juga mampu mencegah penguapan air pada kulit sehingga dapat menjaga kelembapan kulit.
Selain itu, polivinil alkohol juga dapat digunakan sebagai film former agent pada formulasi masker gel peel-off. PVA mempunyai sifat adhesif yaitu dapat membentuk lapisan film yang mudah dikelupas setelah kering (Wahyuningtyas et al., 2015)
2.12.4 Propilenglikol
Gambar 2. 6 Struktut Kimia Propilenglikol
Propilenglikol merupakan cairanokental, jernih tidak berwarna, praktis tidak berbau dan rasa manis agak tajam seperti gliserin. Nama lain propilenglikol yaitu E1520, 1,2 Dihidroksipropana, metil etilena glikol, 2-hidroksipropanol, propana-1,2diol, metil glikol; dan propilenglikolum. Propilenglikol memiliki rumus empiris C3H8O2 dengan berat molekul 76.09 yang larut dalam kloroform, aseton, etanol (95%), gliserin, dan air; tidak larut dalam minyak mineral tetapi akan larut dalam beberapa minyak esensial. Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, desinfektan, palsicizer, pelarut, zat penstabil dan cosolvent yang larut dalam air.
Pada bidang teknologi farmasi propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai sediaan parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol dapat melarutkan berbagai bahan seperti fenol, kortikosteroid, barbiturat, obat sulfa, sebagian besar alkaloid anestesi lokal, serta vitamin A dan D. Selain itu
propilenglikol juga digunakan sebagai plasticizer dalam industri kosmetik (Rowe et al., 2009).
2.12.5 Propilparaben (Nipasol)
Gambar 2. 7 Struktur Kimia Propilparaben
Propilparaben merupakan serbuk Kristal putih, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki sinonim Nipasol M, Aseptoform P, Propil Aseptoform, 4hidroxybenzoic acid propyl ester, C Sept P, propil butex, Nipagin P, propagin, Propyl Chemosept, propil hidroksibenzoat, Propyl Parasept, Solbrol P, Tegosept P.
Rumus empiris propilparaben yaitu C10H12O3 dengan berat molekul 180,20.
Propilparaben berfungsi sebagai bahan pengawet dari mikroba. Pada bidang teknologi farmasi Propilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Propilparaben dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Penggunaan propilparaben dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi pH sediaan menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang buruk terutama pada garam natrium. Kombinasi antara propilparaben konsentrasi 0,02% b / v dengan metilparaben konsentrasi 0,18% b / v dapat digunakan untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (Rowe et al., 2009).
2.12.6 Metilparaben (Nipagin)
Gambar 2. 8 Struktur Kimia Metilparaben
Rumus empiris metilparaben yaitu C8H8O3 dengan berat molekul 152,15 yang merupakan serbuk kristal tidak berwarna atau kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Metilparaben juga disebut Nipagin M, Aseptoform M, Metil asam 4hidroksibenzoat ester, CoSept M, Methyl Chemosept, metagin, methylis parahydroxybenzoas, Solbrol M, metil p-hidroksibenzoat, Tegosept M.
Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Metilparaben dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas.
Aktivitas antimikroba meningkat karena panjang rantai gugus alkil meningkat.
Khasiat pengawet juga ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (2-5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi dengan antimikroba lainnya seperti imidurea. Karena kelarutan paraben yang buruk, garam paraben (khususnya garam natrium) lebih sering digunakan di formulasi. Penggunaan metilparaben dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi pH sediaan menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang buruk terutama pada garam natrium.
Kombinasi antara propilparaben konsentrasi 0,02% dengan metilparaben konsentrasi 0,18% dapat digunakan untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (Rowe et al., 2009)