• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Assessment of Coral Reef Condition and Management Strategy in the Biak Timur Watershed, Biak Numfor Regency)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(Assessment of Coral Reef Condition and Management Strategy in the Biak Timur Watershed, Biak Numfor Regency)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 13 No. 2: 517-525 Oktober 2020 Peer-Reviewed 

URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.517-525

Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Strategi Pengelolaannya di Wilayah Perairan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor

(Assessment of Coral Reef Condition and Management Strategy in the Biak Timur Watershed, Biak Numfor Regency )

Selfinus Pattiasina1 dan Fatmawati Marasabessy1

1 Program Studi PSP Akademi Perikanan Kamasan, Biak, Indonesia, Email : nuspattiasina69@gmail.com , fatonicia99@gmail.com

 Info Artikel:

Diterima : 16 Jan. 2021 Disetujui : 18 Jan. 2021 Dipublikasi : 18 Jan. 2021

 Artikel Penelitian

 Keyword:

Coral Reef, Terumbu Karang, Strategi Pengelolaa, Biak Timur

 Korespondensi:

Fatmawati Marasabessy Akademi Perikanan Kamasan Biak, Indonesia

Email: fatonicia99@gmail.com

Copyright©

Oktober 2020 AGRIKAN

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur dan merumuskan strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara optimal dan berkelanjutan di wilayah perairan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor. Data dan informasi dikumpulkan melalui penerapan berbagai metode yakni survei lapangan dengan teknik transek, wawancara dengan menggunakan kuisioner dan penelusuran dokumen. Metode analisa data terdiri atas analisa kondisi ekosistem terumbu karang, analisa SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah perairan Biak Timur memiliki kondisi ekosistem terumbu karang sangat bervariasi dengan kisaran 22 – 85% dengan rata-rata persentasi penutupan karang 68,78% dan bila dibandingkan persentase penutupan karang pada Tahun 2018 terjadi peningkatan 12%, walaupun ditemui pada beberapa lokasi mengalami penurunan.

Dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah ini terdapat dukungan dari pemerintah, namun karena keterbatasan anggaran maka pengelolaannya belum dilakukan secara optimal. Dari hasil analisa, maka direkomendasikan beberapa alternatif pengelolaan yakni; (1) Optimalisasi pengelolaan terumbu karang dilakukan melalui;

penataan zonasi wilayah pesisir dan laut, peningkatan partisipasi masyarakat, swasta dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang serta penguatan regulasi daerah; (2) Konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui; penguatan kawasan konservasi laut daerah, melakukan konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang, pengaturan kegiatan pemanfaatan ikan di kawasan, penegakan hukum secara terpadau dan penguatan system monitoring dan pengawasan berbasis masyarakat; dan (3) Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui; penyadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang, pemberdayaan masyarakat, reposisi mata pencaharian masyarakat dan pengembangan teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif dan ramah lingkungan.

Abstract.This study aims to assess the condition of the coral reef ecosystem in East Biak waters and formulate a strategy for optimal and sustainable management of coral reef ecosystems in the waters of East Biak, Biak Numfor Regency. Data and information were collected through the application of various methods, namely field surveys using transect techniques, interviews using questionnaires and document tracing. The data analysis method consisted of analyzing the condition of the coral reef ecosystem, SWOT analysis.

The results showed that the waters of East Biak had very varied coral reef ecosystem conditions with a range of 22 - 85% with an average percentage of coral cover of 68.78%

and when compared to the percentage of coral cover in 2018 there was an increase of 12%, although found in some location has decreased. In the management of coral reef ecosystems in this area there is support from the government, but due to budget constraints, the management has not been carried out optimally. From the analysis,

(2)

several management alternatives are recommended, namely; (1) Optimizing coral reef management through; zoning arrangements for coastal and marine areas, increasing community, private and government participation in coral reef management and strengthening regional regulations; (2) Conservation and rehabilitation of coral reef ecosystems through; strengthening regional marine conservation areas, carrying out conservation and rehabilitation of coral reef ecosystems, regulating fish utilization activities in the area, integrated law enforcement and strengthening community-based monitoring and supervision systems; and (3) Increasing the quality of life of the community through; public awareness of the importance of coral reefs, community empowerment, repositioning of community livelihoods and developing technology for the utilization of marine biological resources that are effective and environmentally friendly.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil makin lama makin rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdayanya. Selain itu juga diakibatkan oleh aktivitas berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial di sektor wilayah pesisir dan pulau-palau kecil, dimana kegiatan ini turut berdampak pada menurunnya kualitas ekosistem terumbu karang yang ada (DKP, 2001)

Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keberadaan potensi terumbu karang adalah melalui konservasi, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan sumberdaya alam yang ada secara lestari (Agardy, 2007; Norse and Crowder, 2005). Salah satu tipe kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suaka pesisir.

Berdasarkan peraturan menteri peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 17 tahun 2008 Suaka Pesisir merupakan wilayah pesisir yang menjadi tempat hidup dan berkembangbiaknya (habitat) suatu jenis atau sumberdaya alam hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah, dan/atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis- jenis biota migrasi tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya perlindungan, dan/atau pelestarian (KKP, 2010).

Kabupaten Biak Numfor merupakan daerah kepulauan di utara Provinsi Papua, tepatnya pada kawasan laut Teluk Cendrawasih, dimana daerah ini berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik.

Secara fisik, pulau-pulau tersebut dikelompokkan atas 3 gugus pulau, yaitu gugus pulau Biak, gugus pulau Numfor dan gugus pulau Padaido. Karena letak geografisnya yang berhadapan dan berhubungan langsung dengan Samudera Pasifik, kawasan ini memiliki jenis karang yang berciri khas Samudera Pasifik Timur. Keunikan ini tidak dijumpai di kawasan lain di Indonesia sehingga

perlu dijaga kelestariannya. (Atlas Biak Numfor 2007).

Masyarakat di wilayah pesisir Biak Timur sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, dimana pertumbuhan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya pesisir dan laut yang dimiliki. Dalam memanfaatkan sumberdaya hayati perairan pesisir dan laut, seperti ikan, moluska dan krustasea, masih dijumpai nelayan menggunakan cara-cara penangkapan yang merusak lingkungan dan sumberdaya, seperti bom dan bahan bius kimia potasium sianida (KCN), pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah ke laut serta peletakan jaring yang tidak sesuai di sekitar terumbu karang. Menurut Hasil survei tim MCS- COREMAP tahun 2003, penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah penggunaan jaring di sekitar terumbu karang, penggunaan bom dan sianida, pengambilan karang serta terkena jangkar dan “bello” perahu. Aktivitas-aktivitas tersebut terjadi karena masih rendahnya tingkat pengetahuan, teknologi dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatnya kebutuhan masyarakat pada sumberdaya ikan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji beberapa aspek pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur dalam rangka memberikan alternatif pengelolaan yang sesuai sehingga pengelolaan ekosistem terumbu karang dapat berlangsung secara optimal dan berkelanjutan.

II. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Biak Numfor yang meliputi wilayah pesisir pada 9 kampung di Distrik Biak Timur.

Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari sampai Bulan Juli 2019.

(3)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.2. Pengumpulan Data

Penentuan kondisi ekosistem terumbu karang melalui survey dengan teknik transek, data komponen Sosekbud dan Persepsi masyarakat tentang pengelolaan eksositem terumbu karang menggunakan metode wawancara baik secara individu maupun kelompok.

2.3. Analisis Data

2.3.1. Analisa Kondisi Terumbu Karang

Analisa data kondisi terumbu karang diperoleh dari hasil data Coremap Report Tahun 2016-2018 yang meliputi; Persentase penutupan karang, penilaian kondisi terumbu karang serta komposisi jenis dan kelimpahan ikan karang.

2.3.2. Analisis SWOT

Untuk menentukan strategi pengelolaan terumbu karang dilakukan analisis SWOT.

Analisis SWOT adalah analisis yang mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis untuk merumuskan strategis suatu kegiatan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersama dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 2001).

Analisis ini membandingkan faktor eksternal yakni peluang dan ancaman dengan faktor internal yakni kekuatan dan kelemahan.

Dalam analisis SWOT ditemukan 4 (empat) jenis strategi pendekatan pengelolaan:

1) Strategi SO : Strategis ini didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan dari kawasan untuk memanfaatkan peluang sebesar- besarnya. Strategis ini diterapkan apabila

unsur kekuatan dan peluang mendominasi kawasan.

2) Strategi ST : Strategis ini didasarkan pada pemanfaatan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi ini diterapkan apabila unsur kekuatan dan ancaman mendominasi kawasan.

3) Strategi WO : Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan peluang untuk mengurangi kelemahan. Strategi ini diterapkan apabila unsur kelemahan dan peluang mendominasi kawasan.

4) Strategi WT : Strategi ini bertujuan untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi ini diterapkan apabila unsur kelemahan dan ancaman mendominasi kawasan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1. Analisa Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Dalam kegiatan pemantauan kondisi atau kesehatan terumbu karang dilakukan dengan Teknik PIT (Point Intercept Transect) yang merupakan alternatif terbaik. Metode ini dengan cepat dapat menghasilkan data dalam menilai tutupan karang, selain juga dapat digunakan untuk memantau kelimpahan ikan-ikan. Teknik ini juga secara luas telah diaplikasikan dalam kegiatan Reef Check di berbagai lokasi di dunia.

Hasil penelitian terhadap persentasi tutupan karang di wilayah perairan Biak Timur yang menjadi lokasi penelitian didapatkan variasi yang tinggi. Secara umum kategori tutupan didominasi oleh 3 kategori, yaitu karang hidup Acropora (A), karang hidup Non-Acropora (NA) dan karang mati yang sudah ditumbuhi oleh alga filamen (DCA).

Total penutupan karang hidup di lokasi penelitian

(4)

sangat bervariasi dengan kisaran 22 – 85%. Untuk lebih jelas mengenai persentase penutupan

berbagai kategori life form terumbu karang di lokasi penelitian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Persentase Penutupan Berbagai Kategori Lifeform Terumbu Karang di Wilayah Perairan Biak Timur

No Lokasi AC NA Live

Coral

DCA Rubble Sand Rock Others Total

1 Ruar 10 12 22 32 30 2 10 4 100

2 Ibdi 45 34 79 10 5 2 0 4 100

3 Mandon 48 34 82 12 6 0 0 0 100

4 Yenusi 72 12 86 6 2 4 2 0 100

5 Orwer 8 60 68 18 4 8 0 2 100

6 Woniki 2 54 56 24 14 0 6 0 100

7 Bindusi 46 32 78 2 6 12 0 0 100

8 Soryar 12 50 62 28 0 0 10 0 100

9 Aryom 26 52 78 0 8 0 14 0 100

Pada Tabel 1 terlihat bahwa total penutupan karang hidup pada 9 lokasi penelitian memiliki variasi yang tinggi, dimana penutupan yang tinggi ditemukan di wilayah pesisir Kampung Yenusi dengan kondisi sangat bagus (86%) dan terendah di wilayah pesisir Kampung Ruar dengan kondisi rusak yaitu sebesar 22%. Khusus untuk Kampung Ruar didomisai oleh karang mati yang telah ditumbuhi algae filament (DCA) yakni sebesar 32

% dan patahan karang yakni sebesar 30 %. Dengan demikian untuk wilayah perairan Kampung Ruar diperlukan satu langka strategis melalui konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu

karang, sedangkan untuk Kampung Yenusi dan beberapa kampung lain yang memiliki kondisi karang bagus dan sangat bagus diperlukan suatu upaya perlindungan guna mempertahankan kondisi tutupan karang tersebut. Dari hasil penelitian ini, bila dibandingkan persentase tutupan karang pada tahun 2016 yang dilaporkan Coremap Biak memperlihatkan bahwa pada beberapa lokasi terdapat peningkatan tetapi pada lokasi yang lain mengalami penurunan. Untuk lebih jelas mengenai perbandingan persentase penutupan terumbu karang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perubahan Tutupan Karang Hidup Di Wilayah Perairan Biak Timur Tahun 2016 Sampai Dengan Tahun 2018.

Sesuai dengan Gambar 2 tersebut, memperlihatkan bahwa kualitas terumbu karang terjadi di wilayah perairan Biak Timur mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya persentase penutupan karang hidup di sebagian

besar wilayah perairan. Walaupun demikian terdapat di lokasi yang mengalami penurunan yakni Kampung Orwer yang mengalami penurunan dari 85 % persentase tutupan karang pada Tahun 2016 dan mengalami penurunan menjadi 68% pada Tahun 2018. Demikian juga

(5)

terjadi di Kampung Soryar, dimana pada Tahun 2016 persentase tutupan karang hidup mencapai 83% (sangat bagus) menjadi 62% (bagus) pada Tahun 2018. Walaupun demikian rata-rata persentase penutupan karang hidup mengalami peningkatan yakni dari 56,78% pada tahun 2016 menjadi 68,78% pada tahun 2018 atau mengalami peningkatan 12%. Dari kenyataan ini menunjukkan bahwa sudah terdapat kesadaran masyarakat terhadap manfaat dari ekosistem terumbu karang sehingga upaya melestarikan ekosistem tersebut sudah mulai digalakan, namun perlu diwaspadai aktivitas masyarakat yang masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pengunaan bahan peledak

(bom) untuk menangkap ikan dan pengoperasian alat tangkap Gill Net pada ekosistem terumbu karang.

Dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sensus visual ditemui bahwa jenis ikan karang yang terdapat di 9 lokasi penelitian didapatkan 91 jenis ikan karang yang berasal dari 18 suku/family. Dari 18 suku/family ikan ikan karang, ditemukan 4 famili mendominasi dalam hal jumlah jenis, yaitu Pomacentridae (31 jenis), Labridae (15 jenis) yang keduanya tergolong ikan major, Chaetodontidae (10 jenis) yang tergolong ikan indikator, dan Acanthuridae (6 jenis) yang tergolong ikan target (Gambar 3).

Gambar 3. Komposisi famili ikan karang menurut jumlah jenis dari 9 lokasi penelitian di pesisir Biak Timur.

Para ahli terumbu karang membedakan ikan karang menjadi 3 golongan berdasarkan fungsi atau perannya. Ke-3 golongan tersebut meliputi ikan target (ikan ekonomis yang menjadi target nelayan), ikan indikator (ikan yang menjadi indikator kesehatan terumbu karang), dan ikan major (ikan yang umum diterumbu karang dan memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan aliran energi di terumbu karang).

Berdasarkan penggolongan tersebut, secara umum ikan karang di wilayah pesisir Biak Timur didominasi oleh ikan major dengan nilai sebesar 71% (65 jenis), selanjutnya ikan target sebesar 18%

(16 jenis), dan terakhir ikan indikator sebesar 11%

(10 jenis).

Jenis yang mendominasi untuk ikan major yaitu Chromis margaritifer, C. lineata, Pomacentrus moluccensis, Plectroglyphydodon dickii dan

Acanthochromis polyacanthus. Untuk ikan target didominasi oleh ikan Zebrasoma scopis, Ctenochaetus striatus, Caesio caerulaurea, dan Pterocaesio pisang. Sedangkan untuk ikan indikator semuanya berasal dari ikan dari famili Chaetodontidae yang didominasi oleh jenis Chaetodon trifasciatus, C. kleinii, rafflesi dan C.

Citrinellus.

Secara umum berdasarkan jumlah individunya maka jenis Pterocaesio tile, Chromis margaritifer, Chromis lineata, Pomacentrus coelestis, Acanthochromis polyacanthus, Pomacentrus mollucensis, Caesio caerulaure, Pomacentrus lacrymatus, Chrysiptera cyanea, Chromis actipectoralis merupakan jenis ikan yang memberikan sumbangan besar dan sangat menentukan dinamika perubahan yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang. Adapun jenis- Famili Ikan Karang

(6)

jenis ikan yang sebarannya luas di Kab. Biak Numfor (kehadirannya >70% ditemukan pada semua lokasi pengamatan) berasal dari jenis Ctenochaetus striatus, Plectroglyphydodon lacrymatus, Pomacentrus chrysurus, Chaetodon trifasciatus, Pomacentrus moluccensis dan Balistapus undulates.

Jumlah jenis ikan karang yang ditemukan di lokasi penelitian bervariasi dari dari 20 jenis (pesisir Kampung Aryom) sampai dengan 36 jenis (pesisir Kampung Ruar). Adapun kelimpahan ikan karang juga sangat bervariasi dari 13.040 ekor/ha

(Kampung Aryom) sampai dengan 30.080 ekor/ha (Kampung Ibdi).

3. 2. Isu-Isu Pokok Dalam Pengelolaan Terumbu Karang

Banyak aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Isu-isu pokok dalam mengelola dan menjaga kelestarian terumbu karang di wilayah perairan Biak yang dapat diinventarisir hingga kini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kegiatan, Dampak Dan Lokasi Terumbu Karang Yang Terkena Dampak

No Kegiatan Dampak Lokasi

1 Penangkapan ikan karang dengan menggunakan bahan peledak dan racun sianida

 Mematikan ikan tanpa diskriminasi, karang dan biota invertebrate yang tidak bercangkang (anemon)

 ikan pingsan, mematikan karang dan biota invertebrata.

Sebagian wilayah perairan Biak Timur

2 Labuh kapal/perahu dan Kepariwisataan

 Kerusakan fisik karang oleh jangkar kapal

 Rusaknya karang oleh penyelam

 Koleksi dan keanekaragaman biota karang semakin menurun

Perairan Biak Timur (Pantai Bosnik)

3 Pengunaan jaring insang di perairan karang

 Rusaknya karang Sebagian perairan Biak Timur

1. Aktivitas Penangkapan Ikan Yang Merusak Penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan potassium merupakan permasalahan utama dalam pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Biak Numfor. Menurut masyarakat lokal, pelaku utama dari kegiatan ini umumnya dilakukan oleh nelayan-nelayan dari Kota Biak atau juga oleh masyarakat setempat. Hal ini terjadi karena ditunjang dengan ketersediaan bahan baku pembuat bom yang bersumber dari amunisi bom peninggalan Perang Dunia kedua. Akibat penggunaan bahan peledak dan racun, telah menyebabkan kerusakan terumbu karang di beberapa kawasan terumbu karang. Dampak dari penggunaan bom terhadap terumbu karang berupa kehancuran karang akibat pengaruh daya ledaknya. Penggunaan bom memberikan dampak negatif dengan skala yang cukup luas dan tidak hanya menghancurkan karang tetapi juga menghancurkan biota-biota yang berada di sekitarnya pada saat terjadi ledakan. Sementara itu, dampak dari penggunaan potassium terhadap karang adalah matinya biota karang akibat bahan- bahan kimia. Walaupun dampak ini skalanya

lebih kecil dibandingkan dampak penggunaan bom, namun jika dilakukan secara intensif juga akan menyebabkan kematian karang dalam skala yang luas.

2. Aktivitas Labuh Kapal/Perahu dan Kegiatan Pariwisata

Aktivitas kapal/perahu yang berlabuh di dekat kawasan terumbu karang juga dapat memberikan dampak negatif bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Karena, pada saat berlabuh di suatu tempat, kapal akan membuang jangkar agar kapal tidak hanyut, sehingga bila jangkar tersebut dilempar dan mengenai terumbu karang, tentu akan merusak fisik karang tersebut. Kegiatan pariwisata yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan terganggunya ekosistem terumbu karang, seperti rusaknya karang akibat kegiatan penyelaman yang tidak profesional atau teganggunya ekosistem terumbu karang akibat kegiatan penyelaman yang terlalu intensif serta terinjaknya ekosistem karang oleh manusia.

3. Pengunaan Alat Tangkap Jaring Insang di Perairan Karang

(7)

Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan setempat memberikan dampak yang sangat besar terhadap kerusakan karang. Hal ini dilakukan karena pada saat meletakan jarring di dasar perairan berkarang, jarring tersebut tersangkut sehingga saat penarikan jarring, nelayan setempat akan merusak karang. Hal ini berlangsung hamper diseluruh wilayah perairan pesisir Biak Timur sehingga sangat berdampak terhadap menurunnya kualitas ekosistem terumbu karang.

3. 3. Faktor-Faktor Strategis Yang Berperan Dalam Pengelolaan Terumbu Karang

Konsep pengelolaan terumbu karang di suatu kawasan, secara umum akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis wilayahnya, baik lingkungan internal maupun eksternal, yang dapat menentukan tingkat keberhasilan pengembangan dan pemanfaatannya. Untuk lingkungan internal secara sinergis akan menentukan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) pemerintah daerah untuk tetap berada pada jalur kewenangannya dalam menyikapi permasalahan yang ada maupun yang akan datang. Kondisi tersebut akan menempatkan eksistensi yang sangat baik bagi perencanaan pengelolaan terumbu karang yang ada. Hasil analisis situasi dengan pendekatan secara komprehensif dari berbagai aspek yang berpengaruh penting terhadap pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Biak Numfor khususnya di wilayah pesisir Biak Timur, diperoleh faktor-faktor lingkungan internal strategis (kekuatan dan kelemahan) sebagai berikut:

(1). Kekuatan (Strengths)

a) Kondisi fisik perairan yang sangat mendukung pertumbuhan ekosistem terumbu karang b) Kondisi karang yang masih relatif baik di

beberapa lokasi

c) Pengaruh sedimen dan pencemaran masih relatif kecil

d) Terdapat kearifan lokal masyarkat dalam pengelolaan sumberdaya perairan

e) Merupakan salah satu lokasi yang termasuk dalam segitiga karang dunia

(2). Kelemahan (Weaknesses)

a) Belum tersedianya informasi yang detail dan akurat yang memperhitungkan daya dukung kawasan terumbu karang yang optimal dan berkelanjutan.

b) Keterbatasan informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.

c) Tingkat pendidikan masyarakat yang tergolong rendah

d) Kemampuan keuangan daerah yang terbatas untuk pengelolaan kawasan konservasi laut

Kemudian, untuk lingkungan eksternal secara sinergis akan menentukan peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang akan dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengelola ekosistem terumbu karang. Hasil analisis situasi dengan pendekatan secara komprehensif dari berbagai aspek yang berpengaruh penting terhadap pengelolaan terumbu karang, diperoleh faktor-faktor lingkungan eksternal strategis (peluang dan ancaman) sebagai berikut:

(3). Peluang (Opportunities)

a) Arah pengembangan wisata dunia yang berorientasi pada pelestarian lingkungan.

b) Adanya dukungan industri pariwisata bahari.

c) Hadirnya lembaga-lembaga non pemerintah dari mancanegara yang serius untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan terumbu karang.

d) Adanya dukungan penuh dari Pemerintah Daerah

e) Merupakan lokasi kerja Coremap (4). Ancaman (Threats)

a) Kegiatan destructive fishing.

b) Kegiatan pembangunan wilayah pesisir yang tidak terencana dengan baik sehingga akan mengganggu bahkan merusak lingkungan.

c) Kerentanan masyarakat terhadap pengaruh pengelolaan sumberdaya alam yang menjanjikan nilai ekonomi lebih tinggi walaupun sesaat.

d) Timbulnya konflik kepentingan pemanfaatan kawasan pesisir.

3. 4. Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Perumusan strategis pengelolaan terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis yang telah diformulasikan seperti tersebut dalam Alternatif-alternatif strategi yang merupakan rumusan strategi pengelolaan terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur, hasil generating dari matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 3.

(8)

Tabel 3. Hasil analisis Matriks SWOT untuk pengelolaan terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGTHS (S)

 Memiliki keanekaragaman hayati terumbu karang yang tinggi,

 Kondisi fisik perairan yang sangat mendukung

 Kondisi karang masih relatif baik

 Pengaruh sedimen dan pencemaran masih relatif kecil

 Terdapat kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

 Merupakan salah satu lokasi yang termasuk dalam segitiga karang dunia

WEAKNESSES (W)

 Belum tersedianya informasi daya dukung kawasan terumbu karang

 Minimnya informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati laut

 Tingkat pendidikan masyarakat tergolong rendah

 Kemampuan keuangan daerah yang terbatas untuk pengelolaan kawasan konservasi laut

OPPORTUNITIES (O)

 Arah pengembangan wisata dunia yang berorientasi pa- da pelestarian lingkungan.

 Adanya dukungan industri pariwisata bahari.

 Hadirnya NGO mancane- gara yang serius untuk turut berpartisipasi dalam penge- lolaan terumbu karang.

 Adanya dukungan dari pemerintah daerah

 Merupakan lokasi kerja Coremap

STRATEGI SO

 Penguatan Kawasan Konser-vasi Laut Daerah (KKLD)

 Meningkatkan partisipasi dan akuntabilitas masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang

STRATEGI WO

 Melakukan rehabilitasi dan pengaturan kegiatan peman- faatan ikan di kawasan terumbu karang .

 Meningkatkan koordinasi pengelolaan terumbu karang.

 Mengembangkan fasilitas infra- struktur terpadu yang

menunjang pengelolaan terumbu karang

 Meningkatkan kerjasama dalam penyiapan sumberdaya manusia yang trampil untuk mengelola KKLD

THREATS (T)

 Kegiatan destructive fishing.

 Kegiatan pembangunan wilayah pesisir yang tidak terencana dengan baik sehingga akan mengganggu bahkan merusak lingkungan.

 Kerentanan masyarakat ter- hadap pengaruh pengelolaan yang menjanjikan nilai ekonomi lebih tinggi

STRATEGI ST

 Penguatan sistem (MCS) berbasis masyarakat

 Penegakan hukum secara terpadu

 Penataan zonasi wilayah pesisir dan laut

 Pemantapan kesadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan

 Penguatan regulasi daerah yang berkenaan dengan pengelolaan terumbu karang

STRATEGI WT

 Pemberdayaan masyarakat pesisir.

 Pengembangan mata pencaharian alternatif

 Pengembangan teknologi pemanfaatan sda hayati laut yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.

 Penyerasian koordinasi antar sektor dalam merencanakan pembangunan wilayah pesisir dan laut.

Dalam mengelola lingkungan ekosistem terumbu karang, perlu dipikirkan tentang arti pentingnya sumberdaya alam yang ada. Untuk itu, maka sebelum melakukan pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir, khususnya ekosistem terumbu karang, perlu dipertanyakan terlebih dahulu, apakah pengelolaan tersebut perlu atau tidak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan beberapa pertimbangan sebelum kegiatan pengelolaan dilakukan.

Pertimbangan tersebut mencakup pertimbangan ekonomis, pertimbangan lingkungan maupun pertimbangan sosial budaya. Kesemua informasi tersebut, sangat penting dan perlu dijawab sebelum mempertimbangkan perlu atau tidaknya pengelolaan lingkungan terumbu karang. Tanpa kejelasan informasi di atas, menyebabkan pengambilan keputusan menjadi kurang mendasar.

(9)

IV. PENUTUP

Sumberdaya terumbu karang di wilayah pesisir Biak Timur memiliki potensi yang optimal dengan kesehatan yang masih relatif baik.

Masyarakat di wilayah pesisir Biak Timur memiliki kearifan tradisional dan hak ulayat laut yang dapat menjamin pengelolaan secara berkelanjutan. Alternatif pengembangan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah perairan Biak Timur adalah : Optimalisasi pengelolaan ekosistem terumbu karang; Perlindungan dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang; Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang. Untuk mendukung

terlaksananya kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Biak Timur secara berkelanjutan, terpadu dan berbasis masyarakat diperlukan adanya suatu lembaga yang berfungsi sebagai koordinator kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dan pulau- pulau kecil. Lembaga ini beranggotakan unsur- unsur yang berasal dari instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga masyarakat adat.

UCAPAN TERIMA KASIH.

Terimakasih kepada COREMAP Biak dan LPPM Akperik Biak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini

REFERENSI

Agardy, T. 2007. Introduction to Marine Conservation Biology. Synthesis. American Museum of Natural History, Lessons in Conservation. Available at http://ncep.amnh.org/linc.

[COREMAP] Coral Rehabilitation and Management Project Reports. 2003. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2001. Prepared by CRITIC Biak and AMSAT Ltd.

(DITJEN KP3K) Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2009. Kebijakan dan strategi nasional pengelolaan terumbu karang. simonboyke.com.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.

Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Cetakan ke-10. Jakarta. Gramedia.

Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, 2007. Atlas sumberdaya pesisir dan laut, kabupaten Biak Numfor

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2.  Perubahan Tutupan Karang Hidup Di Wilayah Perairan Biak Timur  Tahun 2016 Sampai Dengan Tahun 2018
Gambar 3.   Komposisi  famili  ikan  karang  menurut  jumlah  jenis  dari  9  lokasi  penelitian  di  pesisir Biak Timur
Tabel 2. Kegiatan, Dampak Dan Lokasi Terumbu Karang Yang Terkena Dampak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi Program : Untuk menampilkan menu data masuk barang Bentuk Lampiran : Lampiran C-7. Bahasa Program : Microsoft Visual Basic 6.0 Proses Program

perhitungan beban kerja kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di ULP UKURAN KEBERHASILAN B12: Adanya perencanaan jumlah Keanggotaan Pokja ULP dan Pejabat Pengadaan (PP) penuh

Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian meliputi konstruksi jaring (Lampiran 1), jenis spesies ikan hasil tangkapan utama dan

1 في" ةدام نع ةيبرعلا ةغللا ملعت جئاتن ةيقرت في سرهفلا ةقاطب ةقباطم ملعتلا ةيجيتاترسا قيبطت جناديرس ليد نياثلا ةيمسوحكا ةطسستمتا ةسسدرمتبا نياثلا

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan cara manual, menggunakan Microsoft Excel dan menggunakan aplikasi numerik yang dibuat menggunakan bahasa pemrograman C#,

Sehingga siswa bisa lebih mengerti materi pelajaran karena melihat secara langsung, Media pembelajaran visual mempunyai kemampuan untuk menampilkan gambaran yang bisa

Penerapan model DI dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai konsep fisika, akan tetapi peningkatan lebih baik dialami oleh kelas eksperimen.. Hal tersebut