• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PINISI SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAK BENDA NASIONAL DAN IDENTITAS MARITIM BANGSA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PINISI SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAK BENDA NASIONAL DAN IDENTITAS MARITIM BANGSA INDONESIA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

29 BAB II

PINISI SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAK BENDA NASIONAL DAN IDENTITAS MARITIM BANGSA INDONESIA

Pada bab ini, penulis memberikan gambaran tentang sejarah asal mula Pinisi sebagai salah satu produk karya budaya bangsa Indonesia dan identitas maritim bangsa Indonesia beserta nilai-nilai yang terkandung dalam proses pembuatan Pinisi yang menjadi alasan mengapa Pinisi diterima dan diakui sebagai warisan budaya dunia. Penulis juga akan menggambarkan potensi Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang menunjukkan keragaman budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain itu, penulis juga akan menjabarkan proses pencatatan, penetapan dan pengusulan sebuah warisan budaya.

2. 1 Warisan Budaya Takbenda (WBTB) / Intangible Cultural Heritage (ICH)

Bukti eksistensi sebuah peradaban manusia beserta keberlangsungan dan perkembangannya dapat dilihat pada peninggalan warisan budaya.1 Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap warisan menggambarkan bagaimana suatu kelompok masyarakat menjalani tradisi kehidupan yang turut membentuk identitas dan kepribadian masyarakat tersebut. Identitas itulah yang kemudian tertuang dalam berbagai bentuk peninggalan yang kemudian diwariskan ke generasi berikutnya.

Kehidupan masyarakat yang heterogen dengan tingkat kemajemukan yang tinggi dengan ribuan suku, ras dan agama membawa Indonesia sebagai negara yang

1 Federico Lenzini, 2011, Intangible Cultural Heritage: The Living Culture of Peoples, The European Journal of International Law, Vol 2, No. 1, Hal 102.

(2)

30

memiliki tingkat keragaman budaya yang paling tinggi di dunia. Keragaman itu dapat dibuktikan dengan jumlah warisan budaya yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Kebudayaan tersebut baik yang bersifat benda maupun tidak benda tidak lepas dari kreatifitas masyarakat Indonesia pada masa lampau yang dahulunya merupakan kerajaan-kerajaan yang terpisah di seluruh wilayah di nusantara.

Warisan budaya pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu Warisan Budaya Benda (Tangible) dan Warisan Budaya Takbenda (Intangible). Warisan Budaya Benda (Tangible) adalah warisan budaya yang dapat diamati dan dirasakan dengan panca indera berupa cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.2 Beberapa contoh warisan budaya benda di Indonesia yeang telah diakui oleh UNESCO3, yaitu Komplek Candi Borubudur (1991), Komplek Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Sistem Subak Lanskap Provinsi Bali (2012) dan Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto (2019).4

Definisi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sendiri jika merunut pada Pasal Nomor 2 Tahun 2003 dalam Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda5

2 Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Warisan Budaya Benda/Warisan Budaya Tak Benda, 2015, diakses dalam http://www2.pdsp.kemdikbud.go.id/Berita/2015/06/13/Warisan- Budaya-BendaWarisan-Budaya-Tak-Benda

3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2021, hal. 13

4 Tahun di dalam kurung adalah tahun disahkannya kelima warisan budaya dunia UNESCO

5 Peraturan Presiden Republik Indonesia No.78 Tahun 2007 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2007/ps78-2007.pdf

(3)

31

“adalah berbagai praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan, serta instrumen-instrumen, obyek, artefak dan lingkungan budaya yang terkait meliputi berbagai komunitas, kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu, perseorangan yang diakui sebagai bagian warisan budaya mereka. WBTB ini diwariskan dari generasi ke generasi, secara terus-menerus diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksi mereka dengan alam serta sejarahnya, dan memberikan mereka makna jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia”.6

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia7 memberi batasan pada definisi Budaya Tak Benda, yaitu seluruh hasil perbuatan dan pemikiran yang terwujud dalam identitas, ideologi, mitologi, ungkapan-ungkapan konkrit dalam bentuk suara, gerak, maupun gagasan yang termuat dalam benda, sistem perilaku, sistem kepercayaan, dan adat istiadat di Indonesia.

Permasalahan muncul ketika peninggalan tersebut tidak mampu terwariskan ke generasi selanjutnya dengan baik. Tingkat kuantitas budaya yang sangat beragam menjadi tantangan tersendiri dalam sebuah pewarisan budaya. Perlu banyak usaha yang perlu dilakukan hingga seluruh budaya dapat terekspos dan tereksplor dengan baik.

Upaya untuk menemukan, menyelamatkan, memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya mulai bermunculan. Salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh salah satu badan di bawah naungan PBB yaitu United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). UNESCO mengadakan konvensi-konvensi internasional tentang perlindungan keragaman

6 Samantha Kovalska. Op. Cit. Hal. 83

7 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2013

(4)

32

budaya di seluruh dunia. Salah satu konvensi yang diprakarsai oleh UNESCO adalah konvensi tentang perlindungan Intangible Cultural Heritage pada tahun 2003. Konvensi ini memiliki tujuan, yaitu:

1) Melindungi warisan budaya tak benda,

2) Menjamin kehormatan warisan budaya tak benda dari masyarakat, kelompok, individu yang bersangkutan,

3) Meningkatkan kesadaran di tingkat lokal, nasional dan internasional tentang pentingnya warisan budaya tak benda dan memastikan saling menghargai daripadanya, dan

4) Menyediakan kerjasama internasional dan bantuan-bantuan yang diperlukan untuk pengelolaan warisan budaya tak benda kedepannya. 8 2. 2 Gambaran Potensi Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Berdasarkan data oleh Pusat Data Statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga tahun 2021, tercatat Indonesia memiliki warisan budaya tak benda sebanyak 11.516 entitas9 Warisan budaya yang begitu masif ini tidak semuanya memenuhi kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Walau demikian, warisan-warisan tersebut tetap dicatat oleh kementerian di tingkat pusat dan dinas-dinas terkait di tingkat daerah agar tidak kehilangan identitasnya. Berikut data jumlah warisan budaya per provinsi:

8 UNESCO World Heritage Centre dalam Rosiqin, M Choirul, Diplomasi Indonesia pada Penetapan Angklung dalam Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity (UNESCO) (2011103603111029), hal.58

9 Sebenarnya warisan budaya takbenda di Indonesia memiliki jumlah yang lebih banyak dari yang disertakan oleh penulis dalam penelitian ini.

(5)

33

Tabel 4. Jumlah Warisan Tak Benda di Indonesia10

NO PROVINSI JUMLAH WBTB YANG

SUDAH TERCATAT (AKUMULATIF)

JUMLAH WBTB YANG DITETAPKAN SEBAGAI

WBTB NASIONAL

1 Aceh 376 40

2 Sumatra Utara 490 33

3 Sumatra Barat 404 55

4 Riau 215 56

5 Kepulauan Riau 324 76

6 Jambi 222 52

7 Sumatra Selatan 283 43

8 Kepulauan Bangka Belitung 198 45

9 Bengkulu 195 17

10 Lampung 230 54

11 DKI Jakarta 174 70

12 Jawa Barat 705 85

13 Banten 131 21

14 Jawa Tengah 726 96

15 DI Yogyakarta 457 130

16 Jawa Timur 697 78

17 Bali 380 83

18 Nusa Tenggara Barat 255 15

19 Nusa Tenggara Timur 371 31

20 Kalimantan Barat 585 52

21 Kalimantan Tengah 269 7

22 Kalimantan Selatan 296 35

23 Kalimantan Timur 304 28

24 Kalimantan Utara 132 25

25 Sulawesi Utara 360 23

26 Gorontalo 345 40

27 Sulawesi Tengah 234 24

28 Sulawesi Selatan 301 62

29 Sulawesi Barat 156 19

30 Sulawesi Tenggara 168 24

31 Maluku 134 23

32 Maluku Utara 162 31

33 Papua 541 25

34 Papua Barat 336 14

35 Warisan Bersama - 16

TOTAL KESELURUHAN

11.516 1528

Tabel di atas menunjukkan jumlah keseluruhan Warisan Budaya Tak Benda di Indonesia baik yang telah ditetapkan maupun yang belum ditetapkan sebagai

10 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Warian Budaya Takbenda Indonesia, diakses dalam http://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?penetapan

(6)

34

warisan budaya karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.11 Konvensi UNESCO tahun 2003 menetapkan setidaknya ada 5 domain dalam pengategorian sebuah warisan budaya tak benda.12 Kelima domain tersebut antara lain:

1) Tradisi dan Ekspresi Lisan mencakup berbagai bentuk ucapan lisan yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan, nilai-nilai budaya dan sosial yang mempunyai peran untuk menjaga budaya tetap hidup.13 Warisan budaya yang termasuk dalam domain ini adalah:

 Bahasa: aksara, dialek, tata bahasa, tindak tutur, tingkatan berbahasa;

 Naskah Kuno: dalam bentuk buku, babad, ditulis pada bahan (batu,

tembaga, lontar, kulit kayu-daluwang, bambu), aksara, arsip-arsip (piagam, kronik, memori serah jabatan, ROC-OV, KV), bahasa dan tulisan yang tidak digunakan lagi, dan gambar dalam naskah. Naskah kuno dapat berbentuk buku, surat perjanjian, surat keluarga, surat pribadi, kitab suci, primbon, kumpulan nyanyian;

 Permainan dan Olah Tubuh Tradisional: fungsi (hiburan dan

pemanfaatan waktu luang, permainan religius, olah tubuh); bentuk permainan (tanding dan non tanding); jenis permainan (seperti: takraw- sepak raga, gasing, layang-layang); aturan permainan (jumlah pemain, gerakan, penentuan menang-kalah, tata urutan); karakteristik pemain

11 Rayful Mudassir, 225 Warisan Budaya Tak Benda Disahkan,

https://sumatra.bisnis.com/read/20181006/466/846150/kearifan-lokal-225-warisan-budaya-tak- benda-disahkan

12 UNESCO, 2016, Basic Texts of the 2003 Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.

13 Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Intangible Cultural Heritage Domains, ICH of UNESCO, hal. 4

(7)

35

(laki-laki, perempuan, anak kecil, dewasa, tua, muda, sudah menikah, belum); pakaian saat bermain (sarung, ikat kepala); waktu bermain (siang, sore, malam, hari besar, bulan purnama); bahan permainan (gerabah, bambu, kayu, daun); dan lokasi permainan (seperti di pantai, di lapangan, halaman terbuka)

 Pantun: isi syair, rima syair, tata bahasa yang diucapkan, kapan

dibacakan, aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, tujuan dibacakan berbentuk gurindam, syair, tembang, sajak, puisi, pujian (puji-pujian religius), syi’ir (nyanyian religius), kidung;

 Cerita Rakyat: isi cerita, tata bahasa, moral dan makna cerita yang terkandung, berbentuk dongeng, mite, legenda, folklor, fabel, epos;

 Mantra (pengaruh dari budaya lokal): bahasa yang diucapkan, kapan

dibacakan, aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, pantangan dan anjuran, tujuan;

 Doa (pengaruh dari agama): bahasa yang diucapkan, kapan dibacakan,

aturan membacanya, lokasi, siapa yang membacakan, pantangan dan anjuran, tujuan;

 Nyanyian Rakyat: bermain, kapan, siapa (jenis kelamin usia, strata),

lokasi, syair lagu, musik pengiring dan akapela, urutan penyajian, taksu dan bissu.14

14 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Ensiklopedia Dunia, diakses dalam https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Warisan_Budaya_Takbenda_Indonesia

(8)

36

2) Seni Pertunjukan meliputi seluruh aktivitas musik vokal dan instrumental, tari dan teater hingga pantomim termasuk di dalamnya syair-syair yang disenandungkan. Seni pertunjukan mencakup warisan budaya yang mengekspresikan dan mencerminkan kreativitas.15 Mereka yang masuk ke dalam domain ini adalah:

 Seni Tari: pola gerakan (konsentris, menyebar); penari (jenis kelamin),

lokasi (istana, bangunan sakral, lapangan); musik pengiring (gamelan/gambelan, gendrang, akapela); kostum (warna pakaian, asesoris, motif baju); pencahayaan (blencong, obor, oncor, dll.);

komposisi (berkelompok, perorangan, campuran, dll.); tujuan (sakral, profan); jenis; dan bentuk tari;

 Seni Suara: penyanyi, syair, lirik lagu, sistem nada, instrumen, lokasi, waktu, pakaian, genre (jenis);

 Seni Musik: alat musik, jenis musik, sistem nada, tujuan, pemain, aturan memainkan alat musik, rakitan (gabungan semua komponen musik);

 Seni Teater: panggung, pemain, lakon, kostum, waktu, lokasi, alat

musik, pencahayaan.16

3) Adat Istiadat Masyarakat, Ritus dan Perayaan adalah aktivitas kebiasaan yang dilakukan oleh sebuah komunitas atau kelompok yang membentuk struktur kehidupan yang relevan dengan para anggotanya. Aktivitas ini menguatkan identitas masyarakat yang mempraktikannya baik itu dilakukan

15 Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Op. Cit., hal 6

16 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Loc. Cit

(9)

37

di depan publik ataupun di dalam ranah personal dan biasanya terkait erat dengan event-event penting.17 Warisan budaya yang masuk ke dalam domain ini adalah:

 Upacara Tradisional: daur hidup individu (kelahiran, inisiasi,

perkawinan, kematian) dan daur hidup kolektif (bersih desa, nyadran);

tujuan (sakral, tolak bala); lokasi (gunung, pantai/pesisir, sungai, mata air); peserta (perorangan, keluarga, masyarakat); waktu (kalender agama, waktu panen, waktu melaut); aturan (pantangan dan anjuran), urutan upacara (tahapan pelaksanaan kegiatan upacara); kelengkapan (sesaji, asesoris, peralatan);

 Hukum adat: Isi (siapa yang mengeluarkan, siapa yang diatur, apa yang diatur, bentuk aturannya, dan sanksi adat);

 Sistem Organisasi Sosial: kepemimpinan (adat, desa, agama,

pemerintahan); struktur (hierarki); aturan-aturan adat (pantangan dan anjuran); wilayah organisasi sosial (subak, banjar, wanua, banua);

 Sistem Kekerabatan Tradisional: Jenis kekerabatan, hierarki, hubungan antar hierarki, aturan kekerabatan;

 Sistem Ekonomi Tradisional: pasar berdasarkan pasaran (pon, kliwon,

legi, wage); pasar berdasarkan hari (minggu, senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu); barter (tukar-menukar hasil tangkapan dan hasil panen, sewa rumah dengan hasil bumi), tawar-menawar, cara pembayaran (tunai, angsuran, lelang, ijon, tebas);

17 Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Op. Cit., hal 9

(10)

38

 Festival Tradisional: tujuan (sakral, tolak bala); lokasi (gunung,

pantai/pesisir, sungai, mata air); peserta (perorangan, keluarga, masyarakat); waktu (kalender agama, waktu panen, waktu melaut);

aturan (pantangan dan anjuran), urutan festival (tahapan pelaksanaan kegiatan acara); kelengkapan (sesaji,aksesoris, peralatan), penyelenggara/panitia.18

4) Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta meliputi berbagai pengetahuan, keterampilan, praktik dan representasi yang dikembangkan oleh masyarakat yang diperoleh melalui interaksinya dengan alam. Hal ini mempengaruhi nilai dan kepercayaan setempat dan kemudian mendasari berbagai praktik sosial dan tradisi budaya dan diungkapkan melalui bahasa, tradisi lisan, keterikatan terhadap suatu tempat, memori, spiritualitas dan pandangan terhadap dunia dan alam semesta.19 Domain ini mencakup warisan budaya berikut:

 Pengetahuan mengenai alam, (mikrokosmos, makrokosmos, adaptasi, pengolahan alam);

 Kosmologi (perbintangan; pertanggalan; navigasi);

 Kearifan Lokal: mitigasi bencana (pengurangan risiko bencana berbasis budaya), konservasi ekologi, harmoni kehidupan, toleransi;

 Pengobatan Tradisional: pilihan penyembuhan, teknik pengobatan, bahan pengobatan, penyembuh (sanro, dukun, sekerei, suwanggi,

18 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Loc. Cit.

19 Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Op. Cit., hal. 12

(11)

39

belian, paranormal, “orang pintar”, tabib, sinshe); etiologi penyakit (faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit).20

5) Kemahiran dan Kerajinan Tradisional bisa dibilang sebagai aplikasi warisan budaya takbenda yang paling nyata. Konvensi UNESCO 2003 mendorong para pengrajin untuk berfokus pada produksi kerajinan secara berkelanjutan dan menyebarkan keterampilan dan pengetahuan mereka ke orang lain dibandingkan pada pelestarian objek itu sendiri.21 Ada banyak warisan budaya yang termasuk di dalam domain ini. Mereka adalah:

 Teknologi Tradisional (proses pembuatan, rancang bangun, cara kerja alat, tujuan, pentingnya teknologi bagi masyarakat sekitar);

 Arsitektur Tradisional (proses panduan rancang bangun, antropometrik

– ukuran bangunan berdasarkan tubuh manusia - depa, jengkal, nyengking, langka); antropomorfik (bentuk bangunan berdasarkan tubuh manusia); bangunan berdasarkan motif ragam hias; pembuat (pandrita lopi, pande); arah hadap bangunan (kaja-kelod, luan-teben);

pembagian fungsi halaman (jaba; jaba-tengah; jero); pembagian fungsi ruang; bangunan ditentukan oleh status (jahe-julu).

 Pakaian Tradisional: (filosofi bentuk, bahan, ragam hias, warna, jenis

kelengkapan pakaian); status pemakai; waktu, dan tata cara pemakaian;

fungsi (sakral, profan); jenis kelamin pemakai;

20 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Loc. Cit

21 Norwegian Ministry of Foreign Affairs, Op. Cit., hal. 14

(12)

40

 Aksesoris Tradisonal: (filosofi bentuk, bahan, desain, warna); status

pemakai; letak pemakaian; jenis kelamin pemakai; waktu, dan tata cara pemakaian; fungsi (sakral, profan);

 Kerajinan Tradisional: bahan (tanah liat, kayu, kain, besi, batu, rotan,

lidi, bambu); perkakas; pengrajin (pande sikek, gozali); hasil karya (kriya, sulam, anyaman, gerabah, tenun); teknik pengerjaan (rajut, tempa, anyam, ukir, tenun)

 Kuliner Tradisional: resep, bahan makanan (hewani, tumbuhan), proses

memasak, juru masak (laki-laki atau perempuan dan tua atau muda), waktu penyajian (pagi, siang, sore, upacara peralihan, upacara keagamaan, upacara kenegaraan/kerajaan), lokasi penyajian, tata cara penyajian, tujuan, media penyajian (tempurung, ongke, gerabah, dedaunan, anyaman, kerang, wadah logam/kuningan). Termasuk di dalamnhya makna dari makanan (mengembalikan semangat, kesuksesan, kesucian), peralatan masak (kukusan, wajan, tungku, anglo, sutil, centong, irus) dan cara makan (memakai tangan atau memakai alat).

 Media Transportasi: pengetahuan tentang binatang yang dapat

dimanfaatan untuk transportasi atau pengetahuan tentang membuat mode transportasi.

 Senjata Tradisional: filosofi pembuatan senjata (legitimasi asal-usul);

bahan (logam, besi, kayu, kulit, bambu, rotan), fungsi dan peran (keamanan, dakwah, kewibawaan, kesaktian, substitusi identitas

(13)

41

maskulin, symbol, pernyataan perang, menyerah, penghinaan), pembuat senjata, pengguna senjata, tata cara penggunaan (pantangan/larangan penggunaan senjata dan anjuran), waktu (hari besar, perayaan keagamaan, waktu ada bencana), proses pembuatan, pelengkap senjata dan hiasan serta batu-batuan dan ukiran.22

Berdasarkan kriteria domain yang ditetapkan oleh UNESCO, maka jumlah warisan budaya tak benda daerah yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yang memenuhi kualifikasi dan sudah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional berjumlah 1.239 buah, dengan rincian per kategori nya sebagai berikut:

Tabel 5. Warisan Budaya Takbenda Indonesia Berdasarkan Domain

22 Warisan Budaya Takbenda Indonesia, Loc. Cit.

23 Data untuk tahun 2018 s/d tahun 2020 digabung karena bukan bagian dari kebutuhan data primer penulis

No Kategori 2013 2014 2015 2016 2017 2018

- 2020

Total

1 Tradisi & Ekspresi Lisan Oral Tradition & Expression

11 14 14 13 17 98 167

2 Adat Istiadat, Ritus &

Perayaan

Social Practices, Rituals &

Festive Events

4 18 26 50 39 217 354

3 Pengetahuan & Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta

Knowledge and Practices Concerning Nature and Universe

4 5 5 10 7 28 59

4 Seni Pertunjukan Performing Arts

37 35 40 37 48 181 378

5 Kemahiran & Kerajinan Tradisional

Traditional Craftmanship

21 24 36 40 39 121 281

Total Keseluruhan

77 96 121 150 150 64523 1.239

(14)

42

Indonesia telah meratifikasi konvensi UNESCO tahun 2003 pada tahun 2007 dan mulai secara aktif terlibat dalam penominasian warisan budaya pada tahun 2013.

Tercatat hingga tahun 2021, ada sekitar sepuluh warisan budaya tak benda dari 1.239 Warisan Budaya Tak Benda Nasional yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia yang dimiliki Indonesia atas nama individual.

2. 3 Sejarah Kapal Pinisi dan Nilai Kearifan Lokal Pinisi 2.3.1 Sejarah Asal Mula Kapal Pinisi

Menurut cerita di dalam naskah Memory of The World La Galigo24, mengatakan kapal Pinisi pertama sudah ada sejak abad ke-14 yang dibuat oleh putra mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading, untuk digunakan berlayar menuju Tiongkok.25 Kapal tersebut dibuat dari bahan yang diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang kokoh dan tidak mudah rapuh. Sebelum menebang pohon tersebut, terlebih dahulu dilaksanakan ritual khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya.

Cerita populer yang beredar adalah pada abad 14 sampai 15 Masehi, terdapat sebuah kerajaan di Luwu, Sulawesi Selatan. Kerajan Luwu merupakan kerajaan yang mempunyai wilayah kekuasaan disekitar Sulawesi dan beberapa pulau yang

24 La Galigo adalah karya sastra terpanjang di dunia mengalahkan epik Mahabarata dan Ramayana dari India dan juga Homerus, epik Yunani kuno. La Galigo dianggap sebagai kitab suci bagi sebagian masyarakat Bugis yang menganut kepercayaan Tolotang. Banyak bagian dari La Galigo yang yang telah hancur. Walau demikian ada bagian yang berhasil diawetkan berjumlah 6000 halaman. Jumlah tersebut sudah mampu menjadikannya salah satu karya terbesar di dunia.

25 Wayne Arnold “Robert Wilson Illuminates Indonesian Creation Myth”

https://www.nytimes.com/2004/04/07/theater/robert-wilson-illuminates-indonesian-creation- myth.html

(15)

43

ada disekitarnya. Oleh karena wilayah di kerajaan Luwu merupakan wilayah lautan, maka banyak masyarakat di Kerajaan luwu berprofesi sebagai pelaut.26

Putra mahkota Kerajaan Luwu yang bernama Sawerigading juga merupakan seorang pelaut yang sering mengembara keluar wilayah kerajaan Luwu. Putra Mahkota mengembara dalam waktu yang cukup lama, dengan tujuan untuk menuntut ilmu dan juga berdagang. Beliau mengembara biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama sampai bertahun-tahun, sehingga tidak begitu dekat hubungan dengan saudara-saudaranya.27

Pada suatu hari sepulang dari pengembaraan, Putra Mahkota Sawerigading berjumpa dengan saudara kembarnya yang sudah lama tidak bertemu yaitu Putri Wanteri Abeng. Melihat kecantikan saudara kembarnya tersebut, Sawerigading tertarik dan jatuh hati kepada Putri Wanteri Abeng. Sawerigading tidak menyadari bahwa hal itu tidak diperkenankan dalam hukum adab di kerajaan tersebut. Namun Putra Mahkota tetap aja tidak bisa menghilangkan rasa cintanya kepada saudara kembarnya itu. Sang Putri Wanteri Abeng berusaha menyadarkan saudaranya bahwa hal itu tidak mungkin diteruskan untuk menikah dan hal ini akan dimarahi oleh Sang Raja atau ayahnya apabila mengetahui hubungan mereka.28

Sang ayah ternyata sangat marah ketika mengetahui kemauan Sawerigading yang ingin menikahi saudara kembarnya. Sang Raja menghendaki agar hubungan itu dihentikan. Pada saat itu Putri Wanteri Abeng mengajukan usulan kepada Sawerigading agar pergi ke Tanah Tiongkok karena di negara tersebut ada seorang

26 Herry Lisbijanto, 2013, Kapal Pinisi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) hal. 1

27 Ibid

28 Ibid

(16)

44

wanita yang mempunyai wajah seperti dirinya.29 Dengan harapan keinginan Sang Putra Mahkota menikahi dirinya bisa dialihkan kepada seseorang yang mempunyai wajah seperti dirinya. Setelah dipikir beberapa saat, maka sang putra mahkota akhirnya bersedia mengikuti saran saudara kembarnya, walaupun hal ini dilakukan dengan sangat berat hati.

Dalam perjalanannya ke Tiongkok, Sawerigading berhasil mempersunting Puteri Tiongkok, We Cudai dan tinggal beberapa lama di sana. Namun, kerinduannya akan kampung halaman membuatnya kembali berlayar ke Luwu.

Namun, dalam perjalanan pulang, kapal yang ditumpangi Sawerigading dihantam ombak besar saat memasuki Pantai Luwu dan pecah berkeping-keping. Sebagian kepingan badan kapal terdampar di Pantai Ara, tali-talinya terdampar di daerah Tanjung Bira, dan bagian lunas kapal terdampar di daerah Lemo-Lemo.30 Masyarakat setempat kemudian menyatukan kepingan-kepingan tersebut hingga menjadi kapal Pinisi. Sehingga, masyarakat di ketiga daerah tersebut mewarisi keahlian-keahlian tertentu dalam pembuatan dan pengoperasian perahu Pinisi.31

Konon, nama Pinisi diambil nama sebuah kota di ltalia, Venezia, yang menjadi bandar terkemuka di kawasan Laut Tengah yang banyak disinggahi kapal dari berbagai penjuru dunia pada masa lampau. Pelaut-pelaut Bugis-Makassar yang berlayar untuk berdagang rempah-rempah terkesan dengan keistimewaan kota

29 Nendah Kurniasari, Christina Yuliaty, & Nurlaili, Dimensi Religi dalam Pembuatan Pinisi, Jurnal sosek KP Vol.8 No. 1 (2013). Hal.77

Jakarta: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

30 Ibid.

31 Intangible Cultural Heritage: Inventory Form tahun 2016 hal. 10

(17)

45

tersebut, hingga mengabadikan nama kota tersebut menjadi nama kapalnya32 Nama

“Pinisi” sesungguhnya adalah nama umum dalam sistem pembuatan lambung perahu. Pinisi juga mewakili pembuatan perahu palari, lambo, baqgoq, pattorani, padwakkang, pajal, dan lain sebagainya. Namun nama “Pinisi” ini diambil karena ia merupakan perahu tradisional paling populer dari Sulawesi Selatan.

Gambar 2. Tampak Kapal Pinisi Sedang Berlabuh

2.3.2 Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Proses Pembuatan Pinisi

Kapal Pinisi identik dengan suku Bugis-Makassar. Hal ini dikarenakan kapal layar tersebut banyak digunakan orang-orang Bugis-Makassar untuk mengarungi samudera sejak tahun 1500-an. Tidak hanya dalam pelayaran di wilayah Nusantara untuk menangkap ikan, tapi Pinisi juga terbukti tangguh dalam pelayaran ke

32 Ibid.

(18)

46

berbagai negara di belahan dunia, khususnya di masa perdagangan rempah- rempah.33 Pinisi memiliki ciri khas yakni memliki dua tiang utama dan tujuh buah layar. Layar tersebut terbagi menjadi tiga bagian; tiga layar di bagian depan, dua layar masing-masing di bagian tengah dan belakang.34

Sebelum membuat Pinisi, terlebih dahulu perlu diketahui jenis kayu yang digunakan untuk membuatnya. Tidak sembarang kayu yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan Pinisi. Kayu perlu memenuhi standar kualitas baik secara ukuran maupun ketahanan kayu tersebut khususnya pada bagian lunas kapal yang selalu terendam air.35 Jenis kayu yang biasanya dipakai adalah kayu Bitti yang secara alami memiliki bentuk melengkung sehingga mudah digunakan sebagai bahan baku lunas kapal. Kayu juga setidaknya harus berumur 50 tahun untuk membuat kapal ukuran besar. Kayu ini biasanya hanya tumbuh di Sulawesi Selatan dan Tenggara, sebagian tumbuh di Papua dan Kepulauan Maluku.36

Setelah mendapatkan bahan yang tepat untuk membangun kapal Pinisi, maka Pinisi dengan segera dapat dibangun. Proses pembuatan kapal Pinisi, dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan berbagai ritual yang melambangkan makna tertentu. Pembuatan pinisi dilakukan pada galangan kapal yang disebut bantilang, yang umumnya dibuat oleh masyarakat Bulukumba, dengan melibatkan puluhan orang. Mereka terdiri dari punggawa (tukang ahli), sawi (tukang-tukang lain yang membantu punggawa), serta calon-calon sawi.

33 Ibid, hal. 13

34 M. Arief Saenong, Pinisi Paduan Teknologi dan Budaya, Yogyakarta: Penerbit Ombak, hal. 60

35 Lunas kapal merupakan bagian paling bawah dari sebuah kapal yang menjadi dasar pembuatan kapal dan sebagian besar waktu terendam di dalam air. Lunas melindungi dasar kapal dari gesekan dengan dasar perairan. Lunas juga bertugas menyeimbangkan kapal.

36 M. Arief Saenong, Op.Cit., hal. 64

(19)

47

Pembuatan kapal Pinisi diawali dengan pencarian dan penebangan pohon yang akan dijadikan bahan membuat kapal. Namun sebelumnya, para pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu, yang biasanya jatuh pada hari kelima dan ketujuh bulan yang sedang dilalui. Angka 5 diartikan bahwa rejeki sudah di tangan (naparilimai dalle'na), sementara angka 7 bermakna selalu mendapatkan rejeki (natujuangngi dalle'na).37 Setelah menentukan hari baik, maka dilakukan penebangan pohon sebagai bahan baku kapal Pinisi. Dalam penebangan pohon, pengrajin melakukan ritual annakbang kalibeseang38 dengan menyembelih ayam dan mempersembahkan potong ayam sebagai tumbal yang dipersembahkan kepada roh penghuni pohon tersebut. Pohon yang telah ditebang tersebut kemudian dikeringkan.

Gambar 3. Ritual Annakbang Kalibeseang

37 Ibid., hal. 14

38 Nendah Kurniasari, Christina Yuliaty, & Nurlaili, Op. Cit., hal. 79

(20)

48

Proses pembuatan kapal Pinisi selanjutnya adalah peletakan lunas atau annattara39, yang juga disertai ritual khusus. Lunas harus menghadap Timur Laut ketika dipotong. Balok lunas bagian depan melambangkan laki-laki dan balok lunas bagian belakang melambangkan perempuan. Pemasangan lunas ini melambangkan kodrat bersatunya laki-laki dan perempuan yang kemudian berakhir pada peluncuran perahu yang melambangkan sebuah kelahiran baru. 40 Sebelum pemotongan, diawali dengan pembacaan mantra. Selanjutnya dipotong sesuai dengan tanda pahatan. Pemotongan ini dilakukan oleh orang-orang kuat, sebab kayu yang digergaji harus dilakukan sekaligus tanpa berhenti. Bila balok bagian depan sudah putus, maka hasil potongan itu segera dibuang ke laut sebagai penolak bala dan simbol bahwa seorang suami harus siap melaut untuk mencari nafkah.

Sementara potongan balok lunas bagian belakang disimpan di dalam rumah, yang diibaratkan sebagai istri sang pelaut yang setia menunggu kedatangan suaminya pulang. Tak kalah penting, ujung lunas yang sudah terpotong tidak boleh menyentuh tanah.

Proses selanjutnya, dilakukan pemasangan papan pengapit lunas yang disertai upacara "kalebiseang". Untuk menguatkan lunas yang terpasang, dilakukan ritual "anjerekki'. Kemudian, penyusunan papan yang dilakukan dari ukuran lebar yang terkecil sampai ke atas dengan ukuran terlebar. Setelah semua papan tersusun,

39 Ibid.

40 Kamil Nurasyraf Jamil, 2016, Perahu Pinisi Sebagai Lambang Kabupaten Bulukumba (Analisis Semiotika Charles Anders Pierce), Skripsi, Makassar: Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, hal. 43

(21)

49

dilanjutkan dengan pemasangan buritan sebagai tempat kemudi bawah. Jumlah seluruh papan alas kapal Pinisi sebanyak 126 lembar.

Setelah badan kapal selesai dikerjakan, maka dilanjutkan dengan memasukkan majun pada sela papan. Tahapan ini dikenal dengan sebutan

“a'panisi”. Agar sambungan antar papan melekat kuat, dipilih bahan perekat dari kulit pohon barruk, kemudian didempul (allepa). Bahan allepa ini terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa. Untuk menghaluskan hasil dempulan, dilakukan dengan menggosokkan kulit pepaya. Setelah tahap-tahapan pengerjaan tersebut selesai, maka kapal Pinisi itu kemudian diapungkan di laut, yang ditandai dengan pemotongan hewan ternak atau biasa disebut dengan songkabala. Untuk kapal berkapasitas di atas 100 ton, dipotong seekor sapi, sedangkan kapal dengan kapasitas dibawah 100 ton, dipotong seekor kambing.

Appassili dilakukan pada malam hari sebelum upacara ammossi yang bertujuan untuk menolak bala. Upacara ini bersifat wajib bagi pemilik kapal agar kapal tidak tertimpa bencana. Besarnya upacara tergantung pada kemampuan pemilik kapal dalam menyediakan dana untuk ritual tersebut. Pada ritual Appassili, disediakan kue-kue tradisional gogoso, kolapisi (kue lapis), onde-onde, kaddo massingkulu (kue dari beras yang dibungkus daun bamboo), Sogkolo (nasi ketan) dan unti labbu.41 Appassili dihadiri oleh para pekerja, pemilik kapal, tokoh masyarakat adat dan warga sekitar. Ritual diisi oleh berbagai do’a, makan bersama dan dilanjutkan dengan menarik kapal sampai kapal bergeser sedikit sebagai tanda bahwa kapal sudah siap diturunkan ke laut. Setelah diapungkan di laut, kapal Pinisi

41 M. Arief Saenong, Op. Cit., hal. 135

(22)

50

kemudian dipasangkan layar dengan dua tiang. Layar umumnya berjumlah tujuh buah.

Gambar 4. Acara Appasili yang dihadiri oleh panrita lopi, pemilik kapal dan masyarakat setempat

Akhirnya sampai pada ritual terakhir yaitu ammossi dimana seorang punggawa, sebagai kepala tukang duduk di sebelah kiri lunas seraya memanjatkan do’a kepada Tuhan yang berbunyi: Bismillahirrahmanirrahim, Bulubulunnako buttaya, patimbonako bosiya, kayunnako mukmamulhakim, laku sareang Nabi Haidir (Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Kau adalah bulu-bulunya tanah, tumbuh karena hujan, kayu dari kekayuan dari Mukma- nul Hakim saya percaya Nabi Haidir untuk menjagamu). Peluncuran kapal dilakukan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik.42

Berbagai rangkaian pembuatan kapal Pinisi tersebut mengandung nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari, yakni kerjasama, kerja keras, ketelitian,

42 Nendah Kurniasari, Christina Yuliaty, & Nurlaili, Op.Cit., hal.80

(23)

51

keindahan, dan religius. Nilai kerjasama tercermin pada pembagian tugas para pengrajin dengan tanggung jawab masing-masing. Dengan adanya kerjasama yang baik antara mereka, maka pembuatan kapal bisa terwujud. Nilai kerja keras tercermin pada pencarian dan penebangan pohon welengreng yang tidak mudah didapatkan, serta pada pemotongannya yang tidak boleh berhenti sebelum terpotong dengan menggunakan gergaji manual. Ketelitian tercermin pada pemotongan kayu yang harus tepat, nilai keindahan tampak pada bentuknya yang kuat dan terkesan gagah. Sementara nilai religius tercermin pada pembacaan do’a ketika Pinisi akan diluncurkan di laut.

2. 4 Proses Pengusulan Warisan Budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Proses pengusulan sebuah karya budaya untuk menjadi warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan persiapan yang matang dan waktu yang tidak singkat untuk melakukannya. Objek yang akan dinominasikan perlu melewati tahap verifikasi dan setidaknya sudah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional sebelum dinominasikan ke UNESCO.

Pembahasan objek yang diusulkan beserta data pendukungnya perlu melewati proses yang cermat dan mendalam sampai benar-benar lengkap. Verifikasi yang dilakukan dapat berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun sampai seluruh data yang diperlukan lengkap.

Indonesia tercatat memiliki beberapa warisan budaya dunia yang telah diakui sebagai warisan dunia hingga tahun 2008. Walaupun begitu, pada kenyataannya pencatatan warisan budaya tingkat nasional secara resmi baru

(24)

52

diadakan secara rutin tiap tahunnya sejak tahun 2013. Pada tahun itu sekitar 77 warisan budaya dari seluruh penjuru Indonesia didaftarkan dan ditetapkan sebagai warisan budaya nasional.43 Salah satu dari 77 warisan budaya tersebut adalah Pinisi yang kemudian dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.

2.4.1 Pencatatan dan Penetapan Karya Budaya sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional

Setidaknya ada 3 tahapan yang harus dilewati oleh sebuah karya budaya untuk sampai ke tahap pengukuhan dan pengakuan internasional. Dua tahap pertama yaitu pencatatan dan penetapan merupakan tahapan yang harus dilewati di tingkat nasional. Pencatatan adalah kegiatan perekaman data secara tertulis terhadap hasil Pendaftaran Budaya Takbenda untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Penetapan adalah pemberian status Budaya Takbenda menjadi Warisan Budaya Takbenda oleh Menteri.44

Tahap ketiga atau terakhir adalah pengusulan ke UNESCO di level internasional. Seluruh kegiatan pencatatan, penetapan hingga penominasian warisan budaya takbenda ke pihak UNESCO memiliki dasar hukum yang melandasinya. Berikut adalah dasar hukum tersebut:

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599);

43 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 238 M Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2013

44 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 Tahun 2013.

(25)

53

2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage UNESCO Tahun 2003 (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda);

3) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Pendidikan dan Kementerian Negara;

4) Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

5) Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014- 2019;

6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92);

7) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

(26)

54

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 459);

8) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia.45

Seluruh pihak yang terlibat dalam pencatatan, penetapan dan pengusulan budaya sekiranya perlu memerhatikan beberapa kode etik sebagai berikut:

1) Seluruh budaya takbenda yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia dapat dicatatkan;

2) Menghormati adat istiadat yang membatasi akses pada hal-hal tertentu dalam warisan budaya tak benda, terutama yang bersifat sakral dan rahasia;

3) Catatan mengenai karya budaya yang akan dipublikasikan secara luas bersifat umum dan singkat. Info suatu budaya yang bersifat khusus dan detail dapat diperoleh dengan menghubungi komunitas/ organisasi/

asosiasi/ badan/ paguyuban ataupun kelompok sosial atau individu penanggung jawab karya budaya atau guru budaya/maestro pemegang kekayaan intelektual atas warisan budaya yang bersangkutan

4) Tidak mengusulkan karya budaya tak benda yang melanggar peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.46

45 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Panduan Pencatatan, Penetapan dan Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Indonesia, 2015, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 7

46 Ibid, hal. 14

(27)

55

Gambar 5. Skema Kegiatan Pencatatan, Penetapan dan Nominasi WBTB

Jauh sebelum warisan budaya dapat diajukan di UNESCO, maka yang pertama kali perlu dilakukan adalah pencatatan warisan budaya di tingkat daerah.

Setiap individu, komunitas budaya ataupun masyarakat memiliki kesempatan untuk mendaftarkan karya budaya yang mereka miliki. Pendaftaran diajukan pada Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya melalui Pemerintah Daerah atau didampingi oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) yang menjadi perwakilan pelaksaan teknis pencatatan budaya oleh Kementerian di tingkat daerah.

Pendaftaran dapat dilakukan dengan mengisi secara lengkap formulir Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang dapat diunduh di laman website warisanbudaya.kemdikbud.go.id atau dapat diperoleh di BPNB.

Formulir yang telah diisi lengkap kemudian diserahkan dan/atau dikirimkan kepada Seksi Penetapan Subdit Warisan Budaya Takbenda Direkotrat Warisan dan Diplomasi Budaya. Formulir juga dapat diserahkan ke BPNB yang telah ditentukan.

(28)

56

Formulir yang telah diterima kemudian diolah Tim Pengelola Data dan didokumentasikan. Berkas pendaftaran yang asli akan diarsipkan. Formulir yang diserahkan oleh perorangan akan diperiksa selambat-lambatnya lima hari kerja sejak diterimanya formulir dan BPNB akan mendapatkan hasil pemeriksaan kelengkapan administrasi paling lama sepuluh hari kerja setelah diperiksa oleh tim pengumpul dan pengolah data.

Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang telah dikumpulkan dan diperiksa selanjutnya diinput ke database Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Indonesia kemudian akan diatur sesuai klasifikasi dan jenis warisan budaya sesuai lima domain yang telah ditetapkan oleh UNESCO. Setelah klasifikasi, data akan kembali direkapitulasi berdasarkan provinsi dan akan dilakukan verifikasi dan konfirmasi jika terdapat data yang dianggap meragukan. Karya budaya yang sudah lolos pencatatan akan mendapatkan nomor registrasi. Nomor registrasi tersebut bisa digunakan untuk mengusulkan karya budaya tersebut untuk menjadi warisan budaya takbenda nasional.47

Tahap kedua adalah penetapan, berbeda sedikit dengan pencatatan, proses penetapan diawali dengan mengisi formulir pendaftaran. Namun form yang diisi untuk penetapan warisan budaya nasional meminta data yang lebih detail dan kompleks. Formulir dan berkas pendaftaran diperoleh di BPNB dan diisi oleh masyarakat/komunitas adat melalui Pemerintah Daerah/Dinas Kebudayaan

47 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, NTB, NTT, Mekanisme Pengusulan Karya Budaya untuk Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia¸Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia, diakses dalam https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/mekanisme-pengusulan- karya-budaya-untuk-ditetapkan-sebagai-warisan-budaya-takbenda-

indonesia/#:~:text=Pencatatan,cara%20yaitu%20manual%20dan%20online.

(29)

57

setempat. Berkas tersebut kemudian dikirimkan ke Tim Pengelola Data Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk diurutkan. Tim pengelola akan menggandakan data yang telah dikumpulkan untuk diserahkan kepeada Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk diseleksi.

Tim Ahli terdiri dari para ahli di bidang kebudayaan yang berjumlah 15 orang dan dibentuk serta ditetapkan oleh Menteri melalui Keputusan Menteri untuk melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia.48 Tim ahli akan secara teliti mengkaji sebuah karya budaya apakah sudah memenuhi kriteria WBTB nasional sebagai berikut:

1) Merupakan identitas budaya dari satu atau lebih Komunitas Budaya;

2) Memiliki nilai-nilai budaya yang dapat meningkatkan kesadaran akan jatidiri (pengampu budaya dan masyarakat Indonesia) dan persatuan bangsa;

3) Memiliki ciri khas unik dari suatu suku bangsa yang memperkuat jatidiri bangsa Indonesia dan merupakan bagian dari komunitas;

4) Merupakan living tradition dan memory collective yang berkaitan dengan pelestarian alam, lingkungan, dan berguna bagi manusia dan kehidupan;

5) WBTB yang memberikan dampak sosial ekonomi, dan budaya (multiplier effect);

48 Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Buku Panduan Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2014, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hal iv

(30)

58

6) Mendesak untuk dilestarikan (unsur/karya budaya dan pelaku) karena perisitwa alam, bencana alam, krisis sosial, krisis budaya, krisis politik, dan krisis ekonomi;

7) Menjadi sarana yang menjamin terjadinya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)

8) Karya budaya yang diusulkan harus mewakili provinsi (jenis pengusulan bisa terdiri dari beberapa karya budaya sejenis yang tersebar di daerah-daerah yang ada dalam provinsi tersebut);

9) Karya budaya belum punah dan masih memiliki bukti eksistensi beserta masyarakat pendukungnya;

10) Yang keberadaannya terancam punah;

11) WBTB diprioritaskan di wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain;

12) Rentan terhadap klaim WBTB oleh negara lain;

13) Sudah diwariskan dari lebih dari satu generasi;

14) Dimiliki seluas komunitas tertentu;

15) Tidak bertentangan dengan HAM dan konvensi-konvensi yang ada di dunia (peraturan perundang-undangan di Indonesia); dan

16) Mendukung keberagaman budaya dan lingkungan alam49

Tim Ahli akan memeriksa berkas pendaftaran yang telah diserahkan oleh tim pengusul dan hasilnya akan disampaikan kepada Direktorat Warisan dan

49 Gerakan Literasi Nasional, Warisan Budaya Takbenda, diakses dalam https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/formulir-warisan-budaya-tak-benda/

(31)

59

Diplomasi Budaya melalui tim pengelola data. Mereka lah yang akan menyusun daftar urut nominasi. Rapat koordinasi kemudian diadakan dengan tim pengusul untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan tim ahli. Setelahnya tim pengusul harus melengkapi berkas usulan mereka dengan dukungan dokumentasi foto ataupun video.

Berkas-berkas usulan warisan budaya yang telah lengkap tadi kemudian dikirimkan ke tim pengelola data Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk dikumpulkan berdasarkan urutan daftar pendaftaran. Berkas-berkas kemudian diberikan kembali ke tim ahli untuk dicek dan diseleksi di dalam rapat koordinasi tim ahli budaya. Setelah data berhasil melewati seleksi kaka dilakukan verifikasi.

Berifikasi ini dilakukan selama 5 hari di 20 lokasi yang berbeda. Tim ahli akan mengkaji formulir, dokumentasi literatur, foto termasuk video. Tim ahli akan ke daerah masing-masing karya budaya untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam terhadap maestro budaya atau narasumber yang ahli di bidang budaya terkait sebuah karya budaya dan bila ada data yang kurang, maka tim ahli perlu melengkapinya.

Setelah verifikasi selesai, maka dilaksanakan kembali rapat untuk membahas hasil verifikasi dan mennetukan mana budaya yang memenuhi kriteria warisan budaya takbenda dan mana yang tidak. Karya budaya yang tidak memenuhi kualifikasi akan diinfokan ke tim pengusul melalui tim pengelola. Sedangkan karya budaya yang dianggap memenuhi kriteria akan dibawa ke sidang penetapan. Sidang

(32)

60

dihadiri oleh perwakilan setiap provinsi.50 Di dalam sidang akan ada pembahasan temuan kajian atas warisan budaya dan justifikasi dari perwakilan pengusul.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan tim ahli untuk menetapkan sebuah warisan adalah kelengkapan administrasi, kesahihan data (data primer, validitas dan realibilitas data, hasil review dan dokumentasi), kekhasan budaya dan dukungan pemangku kepentingan.

Hasil sidang penetapan tadi kemudian akan diberikan kepada Menteri dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri sebagai Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan diserahkan kepada Pemerintah Daerah di mana warisan tersebut berada. Pemerintah daerah diberikan kewajiban untuk mempertahankan keberadaan warisan budaya dan nilai-nilai yang dikandungnya melalui perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.

2.4.2 Nominasi Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Tidak sembarangan sebuah karya budaya yang boleh diajukan ke UNESCO setelah penetapan warisan budaya di tingkat nasional. Tim penyeleksi dari kementerian akan memilih setidaknya 5 (lima) karya budaya yang akan diseleksi ulang untuk diusulkan ke UNESCO. Warisan budaya yang akan dinominasikan untuk ICH-UNESCO haruslah memenuhi unsur berikut:

1) Warisan budaya sudah masuk dalam daftar Inventarisasi Kekayaan Budaya yang dimiliki Direktorat Jenderal Kebudayaan;

50 Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Loc. Cit.

(33)

61

2) Telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia;

3) Didukung seluas-luasnya oleh masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat, serta pihak-pihak swasta lainnya;

4) Warisan budaya takbenda mempunyai nilai penting dan masih dipraktekkan oleh masyarakat pendukungnya;

5) Warisan budaya takbenda tersebut diakui dan diterima serta menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia (acceptable);

6) Memiliki perspektif sejarah (sejauh mana "sang objek" memiliki keterkaitan dengan nilai sejarah bagi bangsa Indonesia);

7) Masuk dalam wilayah geografis Indonesia secara administrasi dan geografi budaya;

8) Berada di wilayah administratif yang secara sosial politik memiliki nilai strategis bagi bangsa Indonesia (mis. daerah perbatasan dan daerah konflik).

9) Mengandung nilai multidisiplin yang memiliki dampak ganda (multiplier effect);51

Setelah memenuhi kesembilan unsur di atas barulah satu warisan budaya yang dinilai paling cocok dengan kriteria akan dinominasikan ke UNESCO.

Biasanya satu negara boleh mengusulkan lebih dari satu karya budaya setiap tahunnya. Namun peraturan baru kemudian dikeluarkan untuk membatasi pengajuan warisan budaya setiap dua tahun.52 Setidaknya ada tiga kategori program

51 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Op. Cit., hal. 21

52 KWRI UNESCO, Langkah Panjang Mengajukan Warisan Budaya Dunia, diakses dalam https://kwriu.kemdikbud.go.id/berita/langkah-panjang-mengajukan-warisan-budaya-dunia/

(34)

62

pemeliharaan warisan dunia berskala internasional yang ditetapkan oleh UNESCO.

Warisan-warisan budaya yang diterima dalam sidang UNESCO akan dibagi ke dalam tiga kategori berikut:

1) Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity:

Warisan budaya yang masuk dalam kategori ini adalah warisan-warisan budaya yang menunjukkan keragaman peradaban manusia dan bertujuan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya serta sebagai bentuk penghormatan keanekaragaman sebuah warisan budaya. Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tiga Genre Tari Bali, Pinisi dan Pencak Silat merupakan warisan Indonesia yang terdaftar di dalam kategori ini. 53

2) List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding:

Kategori ini meliputi seluruh warisan budaya yang memerlukan perhatian sesegera mungkin dari pihak yang mengusulkan yang bertujuan untuk segera mengambil langkah-langkah yang dirasa tepat guna melindungi keberadaan warisan budaya ini. Tari Saman dan Noken Papua masuk ke dalam kategori ini. 54

3) The Register of Good Safeguarding Practices:

Jika dibandingkan dengan kedua kategori sebelumnya, kategori ini tidak berpusat pada pengajuan/pengukuhan sebuah warisan budaya yang membutuhkan pemeliharaan dan pelestarian. Kategori ini berfokus sebagai

53 UNESCO Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity

https://www.ichcap.org/tag/representative-list-of-the-intangible-cultural-heritage-of-humanity/

54 UNESCO List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding

https://www.ichcap.org/tag/list-of-intangible-cultural-heritage-in-need-of-urgent-safeguarding/

(35)

63

wadah negara-negara untuk berbagi dan menyebarluaskan program, proyek, rancangan atau aktifitas praktik terbaik sebagai perlindungan warisan budaya yang telah dilakukan oleh pemerintah negara tersebut. Selain itu program ini dapat menjadi contoh bagaimana mengatasi tantangan yang dihadapi dalam transmisi warisan budaya, praktik dan pengetahuannya kepada generasi mendatang. Indonesia menempatkan Museum Batik Pekalongan di dalam kategori ini. 55

Gambar 6. Timetable Penominasian WBTB Indonesia ke ICH-List UNESCO56

Tahap pertama dalam pengusulan Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO adalah melalui proses penominasian. Proses nominasi ini berlangsung bertahap dan

55 UNESCO Register of Good Safeguarding Practices https://www.ichcap.org/tag/register-of- good-safeguarding-practices/

56 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Op. Cit., hal. 25

(36)

64

dilakukan setelah warisan budaya yang akan dinominasikan berhasil melewati seleksi dan lulus sesuai kriteria yang telah ditetapkan oleh Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO. Pada tahap ini Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan komunitas Pinisi berkoordinasi untuk melakukan penyiapan data warisan budaya yang dinominasikan. Proses penyiapan dilakukan dengan memperhatikan jadwal yang telah ditentukan oleh UNESCO.

Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data terkait warisan budaya yang akan dinominasikan. Pada tahun 2014, pengumpulan data dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Sedangkan penyiapan data dan kelengkapannya dilakukan oleh Pemerintah daerah dan komunitas Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang akan dinominasikan. Secara teknis kegiatannya meliputi survei, wawancara, dan pendokumentasian.

Proses selanjutnya adalah menyusun naskah nominasi ICH. Naskah ini disusun oleh tim penyusun naskah yang terdiri dari para ahli yang secara akademis dan teknis memahami dan mengerti terhadap objek dari warisan budaya tak benda yang akan diusulkan.57 Sejumlah pakar budaya terutama yang memiliki konsentrasi pada bidang maritim dan perkapalan dan sejumlah tokoh masyarakat dan budayawan dari Bulukumba untuk menyatukan visi dan rumusan dalam pengisian formulir. Tim ini juga menyiapkan komponen pendukung seperti foto, film dokumenter dan dokumen lainnya untuk memperkuat isi naskah. Setelah semuanya

57 Wardibudaya, Menuju Warisan Budaya Dunia: Proses Penetapan Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage) dan Warisan Dunia (World Heritage) Indonesia oleh UNESCO, Diakses dalam https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/menuju-warisan-budaya-dunia-proses- penetapan-warisan-budaya-tak-benda-intangible-cultural-heritage-dan-warisan-dunia-world- heritage-indonesia-oleh-unesco/

(37)

65

lengkap barulah naskah dapat difinalisasi dengan memperhatikan petunjuk UNESCO dalam penominasian ICH UNESCO.

2.4.3. Pengukuhan Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Proses pengukuhan sebuah warisan budaya menjadi warisan dunia dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh UNESCO. Setelah menyusun naskah nominasi ICH, objek warisan budaya yang akan diajukan, didaftarkan sebagai kekayaan budaya nasional dan dimasukkan ke bagian daftar sementara UNESCO. Berkas nominasi yang telah dibuat tadi, dituangkan dalam berkas pendaftaran yang sesuai pedoman UNESCO. Proses ini melibatkan pihak- pihak yang terkait dengan pelindungan warisan budaya dalam negeri. Selain itu, UNESCO juga mewajibkan kerja sama konsultasi dan koordinasi dengan badan penasihat dari World Heritage Centre (WHC), dan jika memungkinkan, bekerja sama dengan negara lain yang memiliki tujuan serupa.

Langkah selanjutnya adalah memeriksa berkas nominasi yang nanti akan dinilai berdasarkan kriteria nilai, keautentikan, keutuhan, keterjagaan dan keterkelolaan sebuah warisan. Sebuah warisan yang telah melewati tahap ini akan diberi status “lengkap” atau “tidak lengkap” berdasarkan penilaian tadi. Negara pengusul dapat menarik pengajuan warisan dunia sebelum komite menetapkan keputusan terhadap warisan budaya yang diajukan. Langkah ini dilakukan jika dirasa data yang ada tidak mampu mendukung sebuah warisan dan dilakukan secara tertulis dengan menyertakan maksud penarikan tujuan.58

58 Ibid.

(38)

66

Pada titik ini, sebuah warisan sudah menjalani seluruh proses pemeriksaan, maka yang tersisa adalah penetapan. Penetapan ini merupakan langkah memutuskan suatu objek warisan budaya yang diajukan pada daftar warisan dunia.

Sidang penetapan dilaksanakan setiap tahun yang mana setiap warisan yang dinominasikan memperoleh keputusan untuk dikukuhkan, tidak dikukuhkan, dikembalikan atau ditunda pengajuannya. Sebuah objek yang tidak dikukuhkan tidak diperbolehkan untuk diajukan kembali kecuali ada penemuan terbaru terkait nominasi atau diajukan kembali dengan kriteria yang berbeda dengan pengajuan yang tertolak tadi.59

Sebuah pengajuan juga dapat ditunda dan dikembalikan, untuk memberi kesempatan kepada sebuah negara untuk mengkaji dan melakukan penilaian yang lebih mendalam serta melakukan perbaikan yang lebih substansial. Berkas yang telah disempurnakan dapat diajukan kembali dan akan dinilai ulang oleh badan penasihat sebelum dibahas pada siklus sidang komite. Setelah dikukuhkan, negara pengusul warisan budaya diperbolehkan untuk melakukan modifikasi yang bersifat minor dan tidak memberikan dampak signifikan yang mengubah nilai yang terkandung dalam warisan budaya guna menyesuaikan dengan batas-batas objek warisan budaya, kriteria pengukuhan dan nama objek warisan budaya.60

59 Ibid.

60 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Pedoman Orientasi Tenaga Magang disusun , sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan orientasi dan Evaluasi pelaksanaan

Manfaat untuk instansi Universitas Telkom adalah sebagai salah satu kontribusi ilmu dalam Desain Komunikasi Visual dan menjadikan hasil perancangan ini sebagai

Bogor Utara 2 unit, Kec Bogor Timur 2 Unit, Kec.. Bogor Tengah 2 Unit,

Pemberian pupuk anorganik dengan persentase 100% dan 75% menunjukkan hasil rata indeks luas daun yang tidak berbeda nyata demikian pula dengan pemberian kompos

Hama utama kedelai yang ditemukan adalah penggulung daun, ulat grayak, pemakan polong (H. armigera), penggerek polong, kepik hijau, kepik coklat, dan dua jenis vektor

Berdasarkan analisa data yang di peroleh pengetahuan siswa terhadap bencana gempabumi di SMK Muhammadiyah 1 Wedi Kabupaten Klaten diklasifikasikan baik dan tingkat pengetahuan

Setiap organisasi selalu berusaha untuk mencapai tujuannya sehingga mereka harus berkonsentrasi pada beberapa aspek. Organisasi diharapkan untuk selalu menjaga tenaga

Pada lelang Surat Berharga Negara (SBN) yang berlangsung pada 1 September total penawaran yang masuk pada lelang SBSN kali ini mencatat oversubscribed 4,79 kali atau setara