PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) TERHADAP KECERNAAN BAHAN
KERING DAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)
THE EFFECT OF NITROGEN AND SULPHUR ADDITION ON ENSILAGE OF SWEET POTATOES (Ipomoea batatas L.) ROUGHAGE TO DRY MATTER AND
ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY (IN VITRO) Ayu Sofiani*, Tidi Dhalika**, Atun Budiman**
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung - Sumedang Km 21 Jatinangor Sumedang 40600
*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro) produk ensilase jerami ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dengan penambahan sumber nitrogen dan sulfur sebagai pakan ternak ruminansia. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), perlakuan yang diuji adalah taraf penambahan nitrogen dan sulfur yang terdiri dari 4 (empat) perlakuan dengan 5 (lima) kali ulangan. Adapun susunan percobaan yang dilakukan adalah P0 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur; P1 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur; P2 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur; P3 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik yang dilakukan secara in vitro. Data dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis lanjut jarak berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar memberikan pengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik (P≤0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penambahan 3% nitrogen dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar menghasilkan kecernaan bahan kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling tinggi.
Kata kunci : jerami ubi jalar, ensilase, nitrogen, sulfur, kecernaan
ABSTRACT
This research aims to find out dry matter and organic matter digestibility (in vitro) of sweet potatoes roughage ensilaged with the addition of nitrogen and sulphur as ruminants feeds. The research is conducted by using experimental method with experimental design of Complete Randomized Design. In order to give absolute results, the research arranges 4 treatments with 5 replication of the addition of nitrogen and sulphur. Below are the experimental treatments which have been done. P0 = ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 0% of nitrogen and 0% of sulphur; P1 = ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 1% of nitrogen and 0,075% of sulphur; P2 = ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 2% of nitrogen and 0,15% of sulphur; P3 = ensilage of sweet potatoes roughage with 3% of molasses, 3% of nitrogen and 0,225% of sulphur. The variable which is observed is the digestibility of dry matter and organic matter in in vitro way. The data which has been collected will be analyzed using analysis of variance
and is continued with Duncan’s Multiple Range Test. The results show that the addition of nitrogen and sulphur sources in ensilage process of sweet potatoes roughage gives significant effect on dry matter and organic matter digestibility (P≤0,05%). In addition, the conclusion of this research is that the addition of 3% of nitrogen and 0,225% of sulphur in the ensilage process of sweet potatoes roughage produces the highest concentration of digestibility of dry matter (63,19%) and organic matter (53,02%).
Keywords: sweet potatoes roughage, ensilage, nitrogen, sulphur, digestibility
PENDAHULUAN
Jerami ubi jalar merupakan salah satu limbah pertanian tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan untuk ternak ruminansia. Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak (2014), kandungan air dari jerami ubi jalar sebesar 86,12% dan komposisi zat makanan berdasarkan bahan kering mengandung protein kasar 17,16%, abu 10,36%, serat kasar 20,08%, lemak 0,96%, dan energi 4058 kkal/kg.
Jerami ubi jalar memiliki potensi untuk dijadikan hijauan pakan ternak, namun kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan jerami ubi jalar ini adalah masa panen yang serentak dan kondisi yang mudah rusak. Jerami ubi jalar memiliki kadar air yang tinggi sehingga akan mudah rusak jika disimpan lebih dari satu minggu. Ketersediaan jerami ubi jalar tinggi ketika musim panen, karena sistem panen yang serentak sehingga banyak jerami ubi jalar yang diberikan secara terus menerus dan melebihi kebutuhan ternak itu sendiri, oleh karena itu diperlukan upaya pengawetan melalui teknik ensilase agar ketersediaan hijauan pakan yang berkualitas baik dapat terpenuhi sepanjang tahun.
Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan kandungan air yang tinggi. Ensilase adalah proses pembuatannya, sedangkan tempat pembuatan dinamakan silo. Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan asam baik yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan selama penyimpanan dalam kondisi anaerob (McDonald, dkk., 1991).
Proses ensilase membutuhkan aditif berupa bahan yang mengandung karbohidrat mudah larut. Karbohidrat mudah larut sangat diperlukan oleh mikroba pada fase awal fermentasi.
Molases banyak mengandung karbohidrat mudah larut dan merupakan aditif yang umum
ditambahkan sebanyak 3-5% dari bahan yang difermentasi (Mcllroy, 1976). Molases berfungsi sebagai substrat atau makanan bagi pertumbuhan bakteri anaerob sebagai penghasil energi untuk melaksanakan aktivitasnya, sehingga pH silase semakin cepat turun (Susetyo, dkk., 1969).
Aditif lain yang digunakan adalah bahan yang merupakan sumber nitrogen dan sulfur.
Nitrogen dan sulfur sangat diperlukan mikroba untuk proses pertumbuhannya, sehingga dapat memaksimalkan kerja mikroba tersebut selama proses fermentasi. Aditif sumber nitrogen yang biasa digunakan adalah nitrogen anorganik yaitu berupa urea. Urea, yaitu senyawa yang mengandung unsur nitrogen yang cukup tinggi sekitar 46% sehingga dapat menyokong perkembangbiakan bakteri dan dapat digunakan pada sintesa protein mikrobial. Penambahan urea dan ammonia dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan komponen dinding sel dari bahan pakan yang difermentasi secara anaerob (Bolsen, dkk 1993). Aditif sumber sulfur yang dapat digunakan yaitu natrium sulfat. Mineral sulfur merupakan mineral esensial bagi mikroba pencerna serat. Kebutuhan mineral sulfur yaitu berkisar antara 0,14 - 0,26 % (rata-rata 0,2%) dari bahan kering (NRC, 1976). Menurut Maynard dan Loosli (1984), sulfur dibutuhkan oleh mikroba untuk sintesis metionin.
Penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Selama proses fermentasi, mikroba berkembang dengan baik karena mendapatkan pasokan energi dari molases, nitrogen dari urea, dan sulfur dari natrium sulfat. Perkembangan yang baik dari mikroba tersebut akan berdampak pada perombakan struktur jaringan yang bersifat komplek menjadi lebih sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat Puls dan Pountanen (1989) bahwa mikroba mampu mencerna jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan ligninselulosa, dan penurunan kadar lignin sehingga pakan serat akan meningkat palatabilitas dan kecernaan zat makanannya.
Kandungan nitrogen dan sulfur sebagai komponen protein berdasarkan yang dipaparkan oleh Anggrodi yaitu nitrogen berkisar antara 15,5-18,0%, sedangkan sulfur berkisar antara 0,5-2,0%. Berdasarkan rata-rata dari kandungan tersebut, maka imbangan antara nitrogen dan sulfur dapat menjadi dasar perhitungan terhadap proporsi penggunaan nitrogen dan sulfur
untuk pembuatan ensilase. Perbandingan yang diambil berdasarkan imbangan tersebut adalah N:S = 15:1, dan menjadi dasar dalam penentuan dosis penambahan nitrogen dan sulfur dalam pembuatan silase.
Nilai kecernaan bahan organik sejalan dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini disebabkan karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Tingginya kecernaan bahan organik juga diakibatkan karena adanya kandungan protein kasar tinggi, yang mengakibatkan peningkatan perkembangan mikroorganisme yang mencerna bahan pakan tersebut (Andayani, 2010).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Jerami ubi jalar yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 100 kg yang diperoleh dari Desa Sukamaju, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Bahan yang dipergunakan sebagai sumber nitrogen, yaitu urea dengan kandungan nitrogen sebesar 46%. Urea tersebut produksi PT. Pupuk Kujang, Cikampek. Bahan yang dipergunakan sebagai sumber sulfur, yaitu natrium sulfat (Na2SO4), yang diperoleh dari PT.
Brata Chem, Bandung. Molases diperoleh dari Kurnia Feed, Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Percobaan dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah taraf penambahan nitrogen (N) dan sulfur (S) pada proses ensilase jerami ubi jalar. Adapun susunan perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :
P0 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 0% nitrogen dan 0% sulfur P1 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 1% nitrogen dan 0,075% sulfur P2 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 2% nitrogen dan 0,15% sulfur P3 = Ensilase jerami ubi jalar dengan aditif 3% molases, 3% nitrogen dan 0,225% sulfur
Data hasil percobaan diuji dengan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon percobaan. Selanjutnya untuk menguji perbedaan diantara perlakuan digunakan analisis jarak berganda Duncan.
Prosedur kerja yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan silase jerami ubi jalar (jerami ubi jalar + molases + nitrogen + sulfur).
2. Pengambilan sampel (setiap perlakuan diambil sebanyak 1 gram untuk di analisis in vitro).
3. Analisis in vitro (penyediaan cairan rumen, penyediaan larutan saliva buatan dan proses in vitro).
4. Perhitungan hasil penelitian sebagai berikut :
Peubah yang diamati untuk mengetahui respon terhadap perlakuan yang diberikan adalah :
a. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Nilai kecernaan bahan kering dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :
Kecernaan BK (%) = x 100%
Keterangan
BK awal : Berat bahan kering sampel sebelum inkubasi (g) BK akhir : Berat bahan kering sampel sesudah inkubasi (g) Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)
b. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Nilai kecernaan bahan organik dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:
Kecernaan BO (%) = x 100%
Keterangan
BO awal : Berat bahan organik sampel sebelum inkubasi (g) BO akhir : Berat bahan organik sampel sesudah inkubasi (g) Blanko : Berat cairan rumen + saliva buatan (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering suatu bahan pakan adalah kecernaan bahan organik dan anorganik dari bahan pakan tersebut. Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan tingginya zat makanan yang dicerna. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan, berarti semakin tinggi kualitas pakan tersebut. Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kecernaan Bahan Kering Silase
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
...%...
1 53,87 56,39 58,72 63,20
2 54,10 56,05 58,61 63,21
3 53,91 56,26 59,35 63,52
4 53,92 55,76 58,87 63,10
5 53,83 56,07 58,33 62,91
Rata-rata 53,93 56,11 58,78 63,19
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan kering hasil penelitian berkisar antara 53,93% sampai dengan 63,19%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan kering, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan kering ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan kering terendah yaitu 53,93%, diikuti oleh P1 = 56,11%, P2 = 58,78%, dan rataan kecernaan bahan kering tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 = 63,19%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan kecernaan bahan kering ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan sulfur.
Berdasarkan hasil uji lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat dilihat bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan kenaikan terhadap kecernaan bahan kering, terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf sumber nitrogen dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan kecernaan bahan kering.
Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan kering paling tinggi adalah P3 dengan taraf penambahan nitrogen 3% dan sulfur 0,225% yaitu sebesar 63,19%.
Nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran normal yaitu 53,93 - 63,19%. Hal ini sesuai dengan pendapat Schneider dan Flatt (1975) bahwa kisaran normal kecernaan bahan kering suatu bahan pakan yaitu 50,7 - 59,7%.
Sejalan pula dengan penelitian Nurhaita dkk. (2010) kecernaan bahan kering daun sawit terfermentasi yang disuplementasi nitrogen, sulfur, fosfor, dan daun ubi kayu berkisar 51,51 -
61,59%. Kecernaan bahan kering yang berkisar antar 55 - 65% merupakan kecernaan bahan kering yang tinggi dan diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan (Preston dan Leng, 1987).
Kecernaan Bahan Organik
Kecernaan bahan organik terdiri atas kecernaan karbohidrat, protein, lemak dan vitamin serta erat kaitannya dengan bahan anorganik (abu). Kecernaan bahan organik dapat dipengaruhi oleh kandungan abu. Jika kandungan abu tinggi maka akan mengakibatkan kandungan bahan organik menjadi lebih rendah. Hasil penelitian pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan organik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kecernaan Bahan Organik Silase
Ulangan Perlakuan
Po P1 P2 P3
...%...
1 38,59 41,39 43,84 53,33
2 38,69 40,65 43,56 52,74
3 39,38 40,91 44,99 52,55
4 38,63 41,40 44,38 53,15
5 38,68 40,76 44,18 53,32
Rata-rata 38,79 41,02 44,19 53,02
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kecernaan bahan organik hasil penelitian berkisar antara 38,79% sampai dengan 53,02%. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penambahan sumber nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar terhadap kecernaan bahan organik, dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kecernaan bahan organik ensilase jerami ubi jalar. P0 menghasilkan rataan kecernaan bahan organik terendah yaitu 38,79%, diikuti oleh P1 = 41,02%, P2 = 44,19%, dan rataan kecernaan bahan organik tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 = 53,02%. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan kecernaan bahan organik ketika perlakuan ditambahkan dengan sumber nitrogen dan sulfur.
Berdasarkan hasil analisis lanjut menggunakan analisis jarak berganda Duncan dapat dilihat bahwa antar perlakuan P0, P1, P2, dan P3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata.
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang semakin meningkat akan mengakibatkan kenaikan terhadap kecernaan bahan organik terlihat pada perlakuan P0 sampai dengan P3.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi taraf penambahan sumber nitrogen dan sulfur yang ditambahkan akan semakin baik untuk meningkatkan kecernaan bahan organik. Perlakuan yang menghasilkan nilai kecernaan bahan organik paling tinggi adalah P3 dengan taraf penambahan nitrogen 3% dan sulfur 0,225% yaitu sebesar 53,02%.
Nilai kecernaan bahan organik yang dihasilkan dari penelitian ini masih dalam kisaran normal yaitu 38,79 – 53,02%. Hal ini sejalan dengan pendapat Firsoni dkk. (2008) bahwa kisaran normal nilai kecernaan bahan organik suatu bahan pakan adalah berkisar antara 48,26 - 53,75%. Demikian pula hasil penelitian Nurhaita dkk. (2008) bahwa nilai kecernaan bahan organik daun sawit terfermentasi yang disuplementasi mineral sulfur dan fosfor berkisar antara 49,15% - 52,68%.
KESIMPULAN
Penambahan sumber nitrogen dan sulfur sampai 3% dan 0,225% dalam proses ensilase jerami ubi jalar memberikan pengaruh terhadap peningkatan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penambahan 3% nitrogen dan 0,225% sulfur dalam proses ensilase jerami ubi jalar menghasilkan kecernaan bahan kering (63,19%) dan bahan organik (53,02%) paling tinggi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tidi Dhalika, M.S. dan Ir. Atun Budiman, M.Si. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terimakasih yang sama penulis sampaikan kepada tim pembahas yang telah memberikan arahan serta masukan kepada penulis, yaitu Prof. Dr. Ir. H. Ana Rochana, M.S., Dr. Ir. Diding Latipudin M.Si., Dr Iin Susilawati S.Pt. M.P. Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.
Ir. Husmy Yumiati M.S. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Dr. H. Denny Rusmana, S.Pt., M.Si. Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan Prof.
Dr. Ir. Ujang Hidayat Tanuwiria M.Si. kepala Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, dan Dr. Ir. Didin Supriat T. M. Si. dosen wali yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, J. 2010. Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik, Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi. Laporan Penelitian. Universitas Jambi. Jambi.
Firsoni, J., Sulistyo, A. S. Tjakradiraja, dan Suharyono. 2008. Uji Fermentasi in Vitro terhadap Pengaruh Suplemen Pakan dalam Pakan Komplit. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hal : 233- 240.
Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill, Inc., New York. Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1973. Animal Nutrition. 6th ed. McGraw-Hill, Inc., New York.
McDonald, P., A. N. Henderson, and S. J. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd ed.
Chalcombe Publication, Madison.
Mcllroy, J. R. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Diterjemahkan oleh Tim Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhaita, N. L. Jamarun, Warly, Z. Mardiati, dan R. Saladin. 2008. Efek Suplementasi Mineral Sulfur dan Phospor pada Daun Sawit Amoniasi terhadap Kecernaan Zat Makanan Secara In vitro dan Karakteristik Cairan Rumen. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33: 51-58.
Preston, T. R. and J. A. Leng. 1987. Drought Feeding Strategies Theory and Practice. Feel Valley Printery, New South Wales. Hal 15.
Puls, J. and K. Pountanen. 1989. Mechanism of Enzymic Hidrolisys of Hemecelluloses (Xylan) and Producers for Determinantion of the Enzyme Activities Involved BFH. Institute of Wood Chemistry Leuschnestr, Hamburg.
Sapienza, D. A. dan K. K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Diterjemahkan oleh R. Budiastiti.
Pioneer–Hi–Bred International Inc.
Susetyo, S., I. Kismono, dan B. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan Rakyat Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Schneider, B. H. and W. P. Flatt. 1975. Evaluation of Feed through Digestibility. The University of Georgia, Athens, G. A.