commit to user BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Hakikat Kekeringan
Kekeringan memeliki berbagai definisi, menurut Balai Hidrologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air tahun 2003, kekeringan adalah kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi normal bila terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang akan mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan.
Nugroho Kharisma, dkk. (2009:168) mendefinisikan kekeringan sebagai kondisi kekurangan air pada suatu periode waktu berkepanjangan, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadi defisit kelembaban tanah. Sedangkan menurut Oertel (2015:151) Kekeringan merupakan fenomena alam, dapat menggambarkan sebagai ketidakseimbangan sementara ketersediaan air, yang disebabkan oleh curah hujan lebih rendah dari rata-rata yang berkepanjangan.
Ditambahkkan menurut Kallis (2008:86), Definisi konseptual kekeringan menggambarkan fenomena yang lebih luas, cukup terbuka umtuk dapat diterapkan di mana-mana dan cukup sempit untuk membedakannya dari istilah terkait lain seperti kelangkaan air atau paceklik. Kemudian menurut Mishra and Sigh (2010:201) definisi kekeringan tidak hanya tergantung pada variabel iklim, tetapi juga pada dimensi sosial.
Dari berbagai pendapat ini salah satunya berkaitan dengan aktivitas manusia
terhadap sumber daya dapat memicu peristiwa kekeringan. Sehingga dapat diketahui
bahwa kekeringan kejadian akibat curah hujan yang mengalami penurunan (berada di bawah kondisi normal dari biasanya) dan diperparah dengan tindakan manusia dalam pemanfaatan air.
Kekeringan tidak dapat langsung terjadi begitu saja, pasti memiliki bebagai penyebab. Sighn (2011:1) menyatakan bahwa kekeringan umumnya karena curah hujan di bawah normal. Ditambahkan oleh NOAA (2008:1), kekeringan adalah Kekeringan adalah kekurangan curah hujan lebih dari satu periode, biasanya musim atau lebih, sehingga dalam kekurangan air menyebabkan dampak buruk pada vegetasi, hewan, dan manusia. Ditambahkan oleh Svoboda Mark, dkk. (2011:4) bahwa kekeringan sulit untuk ditentukan karena sering berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan memiliki dampak yang berbeda tergantung pada lokasi, waktu tahun, dan keadaan masyarakat di suatu wilayah.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan ketika curah hujan kurang dari normal selama beberapa minggu, bulan, atau tahun, aliran sungai dan sungai menurun, tingkat air di danau dan waduk turun, dan kedalaman air di sumur meningkat. Jika cuaca kering terus berlanjut dan masalah pasokan air berkembang menjadi periode kering yang dapat menjadi kekeringan.
Kekeringan memiliki banyak penyebab antara lain tidak hujan atau salju
sehingga menyebabkan suatu tempat tidak menerima jumlah normal dari hujan
atau salju selama periode waktu yang panjang. Selain itu faktor manusia,
seperti kebutuhan air dan manajemen air, dapat memperburuk dampak yang
kekeringan dalam satu kawasan. Karena kekeringan terjadi akibat interaksi
Pembagian kekeringan menurut Wilhite (2010:75) berdasarkan parameternya dibagi menjadi tiga kelombok, yaitu :
a. Kekeringan meteorologi, didefinisikan sebagai kekurangan hujan dari kondisi normal dalam periode tertentu.
b. Kekeringan pertanian, dicirikan dengan adanya parameter kekurangan lengas tanah dan terkait pula dengan produksi tanaman.
c. Kekeringan hidrologi, didefinisikan sebagai kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah dalam bentuk air di danau, waduk, aliran sungai, dan muka air tanah.
Menurut Chikopela (2014:7) kekeringan dapat memiliki banyak efek buruk pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan pendapat ini dapat di jelaskan bahwa jumlah kerusakan tergantung pada kekuatan kekeringan dan lamanya waktu suatu daerah dianggap dalam kondisi kekeringan. Kekeringan memiliki dampak yang lebih besar pada masyarakat miskin dari pada masyarakat yang lebih sejahtera yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk membawa sumber daya dari daerah lain. Kekeringan, bagaimanapun, bisa menjadi sangat berat dampaknya pada masyarakat.
2. Indeks Kekeringan
Sebelum berbicara tentang indeks kekeringan, sebaiknya dilihat terlebih
dahulu tentang siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu
dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali lagi ke bumi
(Triatmojo, 2013:2). Dalam siklus hidrologi penjelasan hubungan aliran ke
dalam dan keluar di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air (Sosrodarsono, 1987:2), persamaannya sebagai berikut :
P = D + E + G +M Keterangan :
P = preseipitasi D= debit
E= evapotranspirasi G = penambahan air tanah
M = penambahan kadar kelembaban tanah
Maka dapat dikatakan siklus hidorologi ini tidak merata setiap tahunnya karena dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (tekanan udara, suhu, curah hujan harian, dan lain-lain) dan kondisi wilayah tersebut. Sehingga perlu dilakukan permodelan dalam pemanfaatan sumberdaya air.
Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan (Hatmoko, 2012:1).
Penentuan indeks kekeringan bertujuan antara lain untuk (Hounam et al., 1975:
40) mengevaluasi kecenderungan iklim menuju keadaan kering atau tingkat kekeringan dan suatu daerah; memperkirakan kebutuhan air irigasi pada suatu daerah tertentu; mengevaluasi kekeringan pada suatu tempat secara local;
melaporkan secara berkala perkembangan kekeringan secara regional.
Sehingga dapat dikatan indeks kekeringan merupakan model dalam menganalisa perubahan iklim saat defisit curah hujan (dikatakan jika curah hujan yang turun berada di bawah normal dari biasanya) dalam suatu wilayah.
Banyak cara untuk menentukan indeks kekeringan (Van Lennen, et al, 2008:9)
dengan pembagian sebagai berikut :
a. indeks debit sungai yang rendah, tetapi hanya indeks debit sungai kekeringan (untuk perbedaan antara debit sungai yang rendah dan indeks kekeringan debit sungai);
b. meteorologi (misalnya curah hujan dan suhu) atau indeks kelembaban tanah dapat dilihat dalam SPI dan Thornthwaite Mather, indeks kompleks, seperti indeks kekeringan Palmer dan indek pasokan air permukaan, dan
c. indeks kecocokan untuk analisis output grid dari model skala besar.
Thornthwaite (dalam Ieke Wulan Ayu, 2013:19) mengemukakan bahwa apabila presipitasi sama dengan evapotranspirasi potensial sepanjang waktu, maka tidak akan terjadi kekurangan dan kelebihan air. Kondisi yang demikian tidak akan terjadi lembab dan kering, karena masukan dan kehilangan air selalu seimbang. Berdasarkan pengertian di atas, maka indeks kekeringan dirumuskan sebagai persentase besarnya perbandingan antara total kekurangan lengas tanah dengan total kebutuhan air atau evapotranspirasi potensial, yang keduanya diperhitungkan dalam jumlah tahunan.
Menurut Thornthwaite dalam Ahmad et.al (2014:18) ada tiga parameter
indeks iklim yaitu moisture indeks (Im), humidity indeks (Ih) dan aridity indeks
(Ia). Perhitungannya dilakukan dengan neraca air. Neraca air dikembangkan
oleh Thornthwaite dan Mather tahun 1975 dengan aplikasi tabel indek
kekeringan Thornthwaite Mather :
Tabel 1: Klasifikasi Indeks Kekeringan Thornthwaite Mather Indeks Kekeringan (%) Tingkat Kekeringan
< 16,77 16,77-33,33
>33,33
Ringan atau tidak ada Sedang
Berat
Sumber : ILACO, 1985 dalam Ahmad et al. 2014:19
Model neraca air menurut Thorthwaite dalam Purnama Setyawan, dkk (2012:22) ada 3 macam yaitu :
a. model neraca air umum, model ini menggunakan data klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah.
b. Model neraca air lahan, model ini merupakan penggabungan data klimatologis dengan data tanah terutama data kadar air pada kapasitas lapang, kadar air pada titik layu permanen, dan air tersedia (WHC).
c. Model neraca air tanaman, model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah, dan data varietas tanaman.
Model neraca air yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model neraca air lahan. Hal ini dikarenakan peneliti tidak menggunakan data varietas tanaman. Jika menggunakan data varietas tanaman maka dapat dihasilkan dua judul penelitian.
Perhitungan neraca air memberikan manfaat (Firmansyah Anang, 2010:2), antara lain :
a. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta saluran-salurrannya.
b. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendali
banjir.
c. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan seperti tanaman pangan-hortikultura, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan.
Dapat disimpulkan perhitungan neraca air tidak hanya berguna sebagai pembuatan peta daerah kekeringan namun juga sebagai dasar pemanfaatan air, pembuatan saluran drainase, dan pengendalian banjir. Hal ini dikarenakan perhitungan neraca air memuat berapa banyak debit dan surplus air yang terjadi setiap bulannya.
3. Jadwal Tanam Padi
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia (1984:2503) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Pada saat ini produksi dunia menempati urutan ketiga dari serelia setelah jagung dan gandum (Purnamaningsih, 2006:74). Untuk keberlangsungan hidup, padi juga memerlukan air. Beberapa persyaratan penggunaan air uuntuk tanaman padi sawah menurut Rokhma (2008:26) yaitu :
a. Air yang digunakan untuk mengairi sawah berasal dari sumber air
yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang
b. Air yang masuk ke petak sawah harus dipertahankan agar bisa menggenangi dan merata, sehingga semua permukaan tanah terairi dan basah
c. Pada petak sawah harus terdapat lubang pemasukan dan lubang pembuangan air yang letaknya bersebrangan
d. Air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang diendapkan pada petak sawah
e. Genangan air pada ketinggian yang diinginkan dapat membantu pertumbuhan tanaman padi yang merata pada petak sawah
Menurut Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1986:21), besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari.
Penentuan jadwal tanam dilakukan dengan cara memperhitungkan
besaran runoff yang terjadi. Dalam penentuan masa tanam dihitung dari tingkat
ketersediaan air tanah dari neraca air (Hidayat, 2006:48).
commit to user