BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Pertama, (Azmi, 2015, Skripsi) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bina Widya, Pekanbaru dengan judul
“ Pentingnya Komunikasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan BP (Brand Presenter) Di PT. Budiman Subrata Niaga.” PT. Budiman Subrata Niaga adalah sebuah perusahaan penyedia jasa Brand Presenter yang bergerak dibidang promosi produk dengan cara penjualan langsung (direct selling team) dan Event Launching. Perusahaan ini mencoba menerapkan visi dan misinya bahwa kenyamanan dan kepuasan bagi penerima jasa (Vendor) adalah segalanya. Sehingga PT.
Budiman Subrata Niaga sebagai perusahaan yang bekerja secara baik, bersikap ramah dengan pelanggan dan yang mampu bekerja dengan benar dalam sebuah kerja tim. Oleh karena itu, sebagai perusahaan memandang komunikasi seorang pemimpin memegang peranan yang cukup penting dalam mencapai tujuan bersama. Karena disini dasar dari terciptanya hubungan industrial yang harmonis kecakapan dalam berkomunikasi haruslah seimbang. Komunikasi bisa dibagi menjadi beberapa pihak. Antara pimpinan ke karyawan, karyawan ke karyawan, maupun pimpinan ke kelompok atau grup (karyawan). Hasil dari penelitian ini adalah pentingnya komunikasi antar pribadi dan
komunikasi kelompok yang mana nantinya dapat meningkatkan loyalitas para karyawannya
2. Penelitian kedua Pengaruh Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja dan Loyalitas Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) (Studi Kasus Pada PT. Perwirabhakti Sentrasejahtera Di Kota Semarang). Nurhayati, Diah, dkk. FEB Uniersitas Pandanaran Semarang, 2016. Penelitian ini mengulas mengenai kepuasan kerja karyawan, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang mana da perbandingan kepuasan karyawan dengan loyalitas kerja karyawan. Disini 30 dari 100 sampel yang ada hanya merasa kepuasan kerja mereka tinggi, sedangkan sisanya rendah karena kurangnya komunikasi yang terjalin antara atasan dan karyawan sehingga loyalitas terhadap pekerjaam merekapun rendah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori motivasi oleh Maslow, karena ada kaitannya dengan tujuan manusia untuk merealisasikan potensi dirinya dalam bekerja. Kepuasan kerja serta loyalitas kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), yang mana loyalitas karyawan pada PT.
PS cukup positif namun kepuasan kerja pada PT tersebut tidak lebih baik lagi.
3. Judul penelitian selanjutnya yaitu, “Pengaruh Kepempinan, Lingkungan Kerja Fisik, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan Di PT. Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu.” Oleh Sukmawati, Ferina. Jurnal Ekonomi
Bisnis. 2008. Hasil dari penelitian kuantitatif ini diperoleh dengan uji statistik dengan temuan bahwa Variabel Kepemimpinan berpengaruh terhadap variabel kinerja karyawan, penelitian ini menguji pengaruh kepemimpinan, lingkungan kerja fisik, dan kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pertamina (Persero) UPms III Terminal Transit Utama Balongan, Indramayu. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka disimpulkan bahwa variabel kompensasi memiliki koefisien regresi yang paling besar sebesar 0,271 dibandingkan dengan variabel bebas lainnya, yang menunjukkan bahwa kompensasi memberikan kontribusi yang paling besar. Implikasi teoritis berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui indikator-indikator kepemimpinan yang ideal, lingkungan kerja fisik yang baik, jenis dan jumlah kompensasi yang tepat yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
4. Trust as a mediator of the relationship between organizational justice and work outcomes: test of a social exchange model. (Journal International, hongkong. Aryee, Samuel. Hong Kong Baptist University, Department of Management, 34 Renfrew Road, Kowloon Tong, Hong Kong). Penelitian ini membahas mengenai kepercayaan sebagai media yang menjembatani hubungan antara organisasi pekerja sektor umum dan prosedur hukum sebagai model ekperimen pertukaran sosial yang mana melibatkan adanya perubahan perilaku, sikap. Hasil dari penelitian mengungkapkan adanya perbandinbgan
dari tiga perusahaan di India yang melakukan procedural secara jujur kepada karyawannya, namun dari lima sampel hanya 3 yang hasilnya positif, sedangkan 2 lainnya tidak melaksanakannya secara baik sehingga tidak dapat dinyatakan bagus secara procedural maupun secara umum.
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu
No Judul Penelitian Temuan Relevansi
1. Pentingnya
Komunikasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan
BP (Brand
Presenter) Di PT.
Budiman Subrata Niaga Pekanbaru.
(Nur Azmi, FISIP, 2015)
Penelitian ini mengulas tentang pentingnya komunikasi antar pimpinan dan karyawan untuk mempertahankan kinerja karyawan, sehingga pimpinan dari PT. BSN memiliki taktik sendiri dalam menguasai karyawannya sehingga pola interaksi antara pihak pimpinan dan karyawan menimbulkan harmonisasi dalam hubungan industrial.
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan datang adalah sama-sama meneliti tentang kinerja karyawan. Sedangkan perbedaannya penelitian terdahulu merupakan perusahaan besar sedangkan penelitian yang akan datang mengambil subjek penelitian toko retail milik etnis Tionghoa. Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Teori model komunikasi
2. Pengaruh Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja dan Loyalitas Kerja terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) (Studi Kasus Pada PT. Perwirabhakti Sentrasejahtera Di Kota Semarang).
Nurhayati, Diah, dkk. FEB Uniersitas Pandanaran
Semarang, 2016.
Penelitian ini membahas mengenai kepuasan kerja serta loyalitas kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), yang mana loyalitas karyawan pada PT. PS cukup positif. Hasil dari penelitian kuantitatif ini 57 dari 100 sample menyatakan bahwa mereka merasa bahwa kepemimpinan oleh HRD yang saat ini cukup membuat mereka maju dan membuat mereka menciptakan lingkungan kerja yang nyaman untuk diri mjereka sendiri, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maslow.
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan datang adalah sama-sama meneliti tentang kinerja atau.
Sedangkan penelitian yang akan datang mengenai loyalitas kerja serta hubungannya dengan pola interaksi antar karyawan dan pemilik toko maupun pemilik toko dengan karyawan, berbeda dengan penelitian terdahulu yang fokus utamanya pembahas kepuasan kerja terjadap OCB.
3. Pengaruh Kepempinan, Lingkungan Kerja
Fisik, dan
Kompensasi
Penelitian ini membahas
mengenai pengaruh
kepemimpinan dari Supervisor PT. Pertamina terhadap peningkatan Kinerja Karyawan,
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang akan mendatang adalah sama sama meneliti mengenai atasan dan
kinerja karyawan.
terhadap Kinerja Karyawan Di PT.
Pertamina (Persero) UPMS III Terminal Transit Utama Balongan,
Indramayu.
Sukmawati, Ferina.
Jurnal Ekonomi Bisnis. 2008.
dan dampak dari lingkungan kerja fisik. Implikasi teoritis berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui indikator-indikator kepemimpinan yang ideal, lingkungan kerja fisik yang baik, jenis dan jumlah kompensasi yang tepat yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Perbedaannya pada model penelitian kuantitatif sedangkan penelitian yang akan datang menggunakan model penelitian kualitatif.
4. Trust as a mediator of the relationship between
organizational justice and work outcomes: test of a social exchange model. (Journal International, hongkong. Aryee, Samuel. Hong Kong Baptist University,
Department of Management, 34 Renfrew Road, Kowloon
Tong, Hong Kong)
Penelitian ini membahas mengenai kepercayaan sebagai media yang menjembatani hubungan antara organisasi pekerja sektor umum dan prosedur hukum sebagai model ekperimen pertukaran sosial yang mana melibatkan adanya perubahan perilaku, sikap.
Hasil dari penelitian
mengungkapkan adanya
perbandinbgan dari tiga perusahaan di India yang melakukan procedural secara jujur kepada karyawannya, namun dari lima sampel hanya 3 yang hasilnya positif, sedangkan 2 lainnya tidak melaksanakannya secara baik sehingga tidak dapat dinyatakan bagus secara procedural maupun secara umum.
Relevansi penelitian ini sama dengan penelitian yang akan mendatang dibagian teori, hanya saja pemakaian teori oleh jurnal ini oelh Peter M Blau mengenai pertukaran sosial. Sedangkan yang penelitian mendatang gunakan adalah pertukaran sosial yang nama oleh Richard emerson. Adanya persamaan mengenai pertukaran sosial hanya basic dari penelitiannya berbeda di fokus subjeknya.
2.2 Tinjauan Pustaka
a. Dunia Kehidupan Sosial Warga Tionghoa Di Indonesia
Masyarakat dari luar yang besar pengaruhnya adalah masyarakat Tionghoa, yang telah dikenal sejak awal masehi. Hal ini terlihat dengan adanya kontak perdagangan yang dilakukan dengan masyarkat pribumi, barang niaga yang dibawa pedagang Tionghoa yaitu porselen, kain sutra
bersulam emas, dan manik-manik1, dan juga masyarakat Tionghoa dengan pribumi atau Melayu bahkan sering melakukan hubungan perkawinan yang mengakibatkan adanya percampuran kebudayaan yang masih terjadi hingga saat ini.
Beberapa hal yang mendukung keberhasilan orang Tionghoa, yaitu; Pertama, tumbuhnya mobilitas idealisme dalam bentuk untuk mencapai tarif kehidupan yang lebih baik daripada yang mereka peroles selama ini. Hal ini berkaitan dengsn tantangan dan etos kerja yang tinggi dalam survivalisme di negeri orang. Kedua, untuk menjawab tantangan itu, ajaran konfusionisme memberikan saluran guna merumuskan pandangan-pandangannya tentang dunia (World view), sebab pada dasarnya ajaran konfusionisme lebih banyak mengatur hubungan horizontal dan memberikan landasan moral bagi lembaga horizontal tersebut.
Ketiga, World view tersebut memberikan peluang bagi munculnya etos kerja seperti keuletan mereka dalam berusaha, rajin, tekun, dan giat bekerja. Keempat, adanya modal yang cukup dan juga dikarenakan faktor-faktor lain yang berasal dari pihak pribumi dan pemerintah Hindia Belanda. Dari pihak pribumi misalnya kekurangan modal pedagang pribumi sehingga mereka sukar bersaing dengan pedagang etnis Cina. Kelima, pedagang-pedagang Cina hanya dapat
1 Purwanto, Bambang. 2002 “Sejarah Lisan dan Upaya Mencari Format Baru Historiografi Indonesia Sentris”, dalam Samudera Pasai ke Yogyakarta Persembahan Lepada Tengku Ibrahim Alfian.” Jakarta: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia. Hlm; 92.
mengembangkan usahanya di daerah-daerah yang penduduknya lebih condong untuk bercocok tanam (agraris). Di daerah-daerah yang penduduknya ulet dalam bidang perdagangan, mereka tidak dapat berkembang misalnya di Sumatera Barat. Keenam, faktor pemerintah Hindia Belanda yang memberikan kedidikan sosial yang lebih tinggi dibanding golongan pribumi. Posisi mereka yang ditempatkan sebagai pedagang perantara memungkinkan mereka memperoleh hak monopoli menjual candu, pengangkutan, pengambilan sumber-sumber daya alam (sarang burung, garam), hak menarik pajak, Bea cukai, dan lain-lainnya.
Sistem monopoli dan menarik pungutan ini disebut dengan sistem pacht.2 Demekian faktor – faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial etnis Tionghoa yang berada di Indonesia, tidak hanya berada dalam lingkar perekonomian namun juga budaya yang mereka pegang erat membuat mereka dinilai sebagai kelompok yang kohesif serta pantang menyerah dalam menghadapi maupun mencapai yang mereka inginkan.
b. Karakteristik Pengusaha Etnis Tionghoa
Pendefinisian yang jelas dalam struktur masyarakat kelas atas, borjuis, Robinson3 melabeli saudagar – saudagar Tionghoa sabagai kelompok yang paling kohesif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok etnis Tionghoa sendiri di identikkan sebagai kelompok
2 Wahyuning, Tri., & Irsyam. 1985. “Golongan Etnis Cina Sebagai Pedagang Perantara di Indonesia 1870-1930, Makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Nasional IV.”
Yogyakarta, 16- 19 Desember Hlm. 14-16
3Robison, Richard. 1985. Class, Capital and The State in New Order Indonesia, dalam R. Higgout dan R. Robison, Southeast Asia: Essays in The Political Economy of Structural Change.
London: Routledge and Kegan Paul. Hlm: 258
wirausaha, khususnya pada bidang perdagangan kecil, sedang, maupun besar.
Berikut karakteristik pengusaha etnis Tionghoa dalam mengembangkan bisnisnya:
1. Pintar Melihat dan Menemukan Peluang Usaha yang mana membuat orang-orang China dikenal pintar dan jeli dalam melihat sebuah peluang usaha. Bahkan di tempat merantau pun, mereka bisa mengubah sesuatu yang awalnya dianggap tidak menghasilkan uang menjadi lahan bisnis yang menjanjikan.
2. Rajin dan Disiplin; selain jeli dalam membangun bisnis, mereka juga terkenal ulet dan disiplin. Pepatah nasihat para leluhurnya sering menginspirasi mereka untuk bangun pagi lebih awal dan tidur setelah pekerjaan beres.
3. Pandai Menyesuaikan Diri; Sebagian orang China dikenal suka merantau demi memuwujudkan kesuksesan hidupnya. Dalam proses migrasi dari satu tempat ke tempat lainnya, mereka pandai melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan dan budaya setempat, serta juga menyesuaikan diri terhadap kondisi ekonomi mereka.
4. Teliti dalam pembukuan; bagi para pengusaha China, catat- mencatat transaksi bisnis adalah sesuatu yang wajib bagi mereka untuk mengetahui dan memantau perkembangan bisnisnya, meskipun dalam konsep yang sederhana. Mereka dikenal sebagai akuntan yang rapi dan teliti.
5. Cermat dan hemat mengelola keuangan; dalam urusan keuangan, wirausahawan China selulau berusaha cermat dan hemat. Mereka lebih mengutamakan mengeluarkan dana untuk membesarkan bisnisnya, ketimbang untuk keperluan lain yang tidak penting.
6. Berani memulai usaha dan kompetitif; dalam membangun sebuah bisnis khususnya di tempat perantauan, orang-orang China selalu yakin dan berani memulainya meskipun dengan modal seadanya.
Bahkan mereka berani berkompetisi dengan pelaku usaha yang telah lebih dulu eksis. Tak jarang mereka bersedia menawarkan harga yang lebih murah dan kompetitif. Meskipun keuntungan kecil, tapi jika pangsa pasarnya besar, maka keuntungan juga melimpah.
7. Tidak gengsian: jika anda berniat memulai berwirausaha, maka singkirkan rasa gengsi anda. Banyak pengusaha China dan keturunan China yang telah sukses meraih mimpinya diawali dengan modal yang pas-pasan bahkan dengan sarana yang tidak layak, seperti sepeda motor butut, gerobak, atau toko klontong kecil yang bagi sebagian orang malu (gengsi) menggunakannya.
Kedatangan orang Tionghoa ke Selatan melalui jalur migrasi ke Selatan dengan situasi misi yang berubah – ubah, yaitu yang pada awalnya datang untuk misi kebudayaan, eksplorasi, dan kemudian misi
perdagangan. Masyarakat yang terbentuk pun beraneka bentuk antara lain dalam bentuk Perhimpunan Cina Perantauan4.
Table 2.2 Perhimpunan China Perantauan5
Jenis Prinsip yang
mempersatukan Contoh
1. Perhimpunan Klan Kekerabatan berdasarkan
Marga Perhimpunan marga Lee
2. “Hui Kuan” Tempat tinggal Perhimpunan Yee-Yap 3. Perhimpunan Bahasa Dialek Perhimpuan Fujian
4. Gilda Ketrampilan Perhimpuna Pengrajin
Emas
Berasal dari perhimpunan ini masuklah nilai-nilai Confucianisme, sebagai bagian dari elite keagamaan, yang kemudian berubah menjadi perhimpunan dagang semata-mata, namun dasar-dasar nilai konfusian tersebut, antara lain6:
1. Penekanan pada kewajiban daripada hak dalam masyarakat
2. Kebajikan, kejujuran lebih menonjol daripada hukum (harmoni dan kohesi).
3. Penekanan pada pendidikan
4. Hubungan kuat antara masa lampau dan masa kini 5. Materi di bawah nilai komunitas
6. Penghargaan tinggi pada logika dan rasio manusia
7. Pemenuhan keseimbangan pada hal-hal yang kontras (Yang dan Yin)
4 Ch’ng, David C.L. 1995. Sukses Bisnis Cina Perantauan: Latar Belakang, Praktek Bisnis dan Jaringan Internasional. Penterjemah, Stephen Suleeman, Pustaka Utama Grafiti. Hlm:
45
5 Idem; 44
6 Idem; 48
Masuk kedalam nilai kerja milik etnis Tionghoa yang mana berputar sekitar:
8. collectivism (memprioritaskan tujuan kelompok atas kepentingan pribadi)
9. endurance (kesabaran dan ketekunan), hard work (penghematan dan kemantapan), dan
10. guanxi (berorientasi pada relasi, menghormati tatanan sosial dan tidak mempermalukan orang lain)
c. Pola relasi industrial di Indonesia
Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace).
Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.” Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di perusahaan.
Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan
antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya. Yang paling mendasar dalam konsep Hubungan Industrial adalah Kemitra-sejajaran antara pekerja dan pengusaha adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk:
a. Syarat-syarat kerja b. Pengupahan c. Jam kerja d. Jaminan sosial
e. Kesehatan dan keselamatan kerja f. Organisasi ketenagakerjaan g. Iklim kerjah.
h. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan.
i. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.
Ruang Lingkup Peraturan/Per Undang-undangan Ketenagakerjaan a. Hukum Materiil
1. Undang-undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 2. Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku 3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP)
dan Perjanjian Kerja.
b. Hukum Formal
1. Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 2. Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari
2006
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan.
Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu:
a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartite
c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing-masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.
Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya
tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah:
1. Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka
3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.
d. Pertukaran Sosial Dalam Hubungan Kerja
Semakin banyak sumber daya yang dihargai semakin banyak pula sumberdaya yang didistribusikan secara tidak seimbang dengan jumlah aktor, semakin mungkin jaringan akan dikelompokkan berdasarkan besarnya sumberdaya dan semakin mungkin pula pelaku dengan tingkat sumber daya tertentu untuk membentuk jaringan pertukaran tertutup.
Lingkaran sosial yang ada tersebut membentuk relasi-relasi yang sifatnya cukup intim seperti munculnya rasa simpati dan empati antara aktor A dan aktor B Emerson menekankan bahwa pertukaran intercategory (antar kategori) merupakan salah satu jenis sumber daya untuk pertukaran lainnya seperti uang untuk barang, saran untuk harga diri, tembakau untuk pisau baja, dan lain sebagainya. Poin dari jaringan yang sejauh ini dibahas melibatkan adanya pertukaran antar kategori antara aktor dengan sumberdaya yang berbeda (A, B, C, D, E)7. Namun jika pertukaran sumberdaya terjadi dalam aktor yang tingkatnya sama maka nanti akan
7 Turner, Jonathan H. 1997. “The Structure of Sociological Theory: Sixth Edition.” United States of America: Wadsworth Publishing Company. Hlm; 285
muncul intracategory. Sedangkan intracategory merupakan kasih sayang untuk kasih sayang, saran untuk saran, barang untuk barang, dan lain sebagainya. Semakin banyak pertukaran yang mendekati pertukaran intracategory semakin besar pula kemugkinan hubungan pertukaran semakin tertutup. Hal ini diibaratkan ketika aktor A1 dan A2 saling berbagi cerita maupun saling memberi saran untuk perkembangan usaha mereka, hal tersebut menunjukkan adanya pertukaran yang bersifat tertutup antar aktor.
Tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi karena faktor yang membentuk hubungan tersebut saling berkaitan dalam unilateral monopoly.
Hal tersebut muncul dikarenakan aktor A adalah sumber yang berharga bagi aktor B1, B2, and B3. Mereka aktor B menyediakan hadiah untuk aktor A, namun karena A memiliki banyak sumbver untuk hadiah dan para aktor B hanya memiliki A sebagai sumber rewards mereka, situasi ini disebut unilateral monopoly. hal tersebut memungkinkan untuk aktor B yang lebih banyak memonopoli aktor A. Adanya keuntungan yang didapat oleh aktor A karena mereka dapat memanajem sumberdaya mereka sehingga dapat menjadikanya bahan untuk dikerjakan atau disalurkan ke aktor-aktor B.
2.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran sosial oleh Richard M Emerson dengan pendekatan ketergantungan- kekuasaan. Emerson disini mendefinisikan kekuasaan sebagai “level kerugian potensial yang dapat digunakan salah satu aktor untuk mempengaruhi aktor lainnya agar mau ‘menerima’”, sementara
ketergantungan sendiri berarti “level kerugian potensial yang akan diterima seorang aktor didalam suatu hubungan.”8 Kekuasaan yang baik harus seimbang antara pemenuhan kebutuhan dan hasil dari pemenuhan itu sendiri. Dinamika relasi sosial menurut Emerson berkembang seputar kekuasaan, penggunaan kekuasaan, serta prosedur penyeimbangan kekuasaan dan sisanya hanya berfokus pada konsep ketergantungan.
Adanya pola ketergantungan, memberi fondasi struktural, baik bagi keterpaduan maupun perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Relasi ketergantungan mempersatukan orang, namun juga menciptakan ketidaksetaraan kekuasaan yang dapat menimbulkan adanya konflik dan perubahan sosial.
Kekuasaan adalah potensi struktural yang muncul dari relasi ketergantungan diantara aktor-aktor dan penggunaan kekuasaan merupakan penggunaan potensi ini dalam bentuk perilaku. Inisiasi-inisiasi pertukaran meningkat seiring dengan ketergantungan aktor, frekuensi pertukaran dalam sebuah relasi meningkat seiring dengan kerapatan dan pada relasi- relasi tidak berimbang, rasio pertukaran lebih memihak aktor yang lebih berkuasa dan lebih kecil ketergantungannya. Relasi yang tidak berimbang bersifat tidak stabil dan mendorong proses-proses ‘pengimbangan kekuasaan’. Proses ini nantinya akan mengurangi ketidakseimbangan dengan jalan menurunkan nilai pertukaran bagi aktor yang kurang berkuasa, meningkatkan nilai untuk aktor yang lebih berkuasa, menambah alternatif-
8 Ritzer, George. 2012 “Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Smapai Perkembangan Terakhir Postmodern.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm; 738
alternatif yang dapat dipakai oleh aktor yang kurang berkuasa atau mengurangi alternatif yang dapat dipakai untuk aktor yang lebih berkuasa.
Kelompok dan Jaringan Pertukaran
Kelompok adalah aktor kolektif (contohnya: sebuah tim, organisasi, maupun sekumpulan orang yang memiliki tujuan yang sama) yang berfungsi sebagai unit tunggal dalam pertukaran dengan aktor-aktor lain.
Jaringan pertukaran adalah kumpulan relasi pertukaran langsung diantara aktor-aktor, individu atau kolektif, yang terkoneksi satu sama lain. Relasi - relasi yang terkoneksi dihubungkan dengan satu aktor utama dan pertukaran dalam satu relasi mempengaruhi frekuensi didalam relasi yang lain. Koneksi dikatakan positif selama pertukaran dalam satu relasi meningkat dalam pertukaran relasi yang lain, dan akan menjadi negatif apabila pertukaran dalam satu relasi menurunkan pertukaran dalam relasi yang lain.
Kekuasaan yang tidak setara dan ketergantungan menghasilkan ketidakseimbangan di dalam hubungan, tetapi seiring perjalanan waktu hal- hal itu bergerak menuju suatu hubungan ketergantungan-kekuasaan yang lebih seimbang. Dalam sebuah proses pertukaran tak dapat dipungkiri bahwa didalamnya terjadi interaksi interaksi. Kesempatan dalam pertukaran memberikan aktor peluang untuk meginisiasikan pertukaran. Pertukaran timbal balik antara manfaat-manfaat yang dihasilkan disebut transaksi.
Sedangkan serangkaian transaksi yang mana berlaku terus menerus diantara aktor-aktor yang sama disebut relasi pertukaran. Dalam transaksi timbal- balik, kontribusi para aktor kepada pertukaran dilakukan secara terpisah dan
tanpa negosiasi. Para aktor menginisiasikan pertukaran tanpa mengetahui apakah aktor lain akan memberikan balasan atau kapan balasan itu akan diberikan dan relasi pertukaran bila sampai berkembang membentuk serangkaian tindakan individual kontingen yang berurutan.
Emerson menerbitkan suatu makalah mengenai hubungan ketergantungan kekuasaan, kedua esai yang saling berhubungan tersebut ditulis pada 1972 itulah “yang memandai permulaan tahap baru di dalam perkembangan terori pertukaran sosial”. Dalam karyanya, Emerson tertarik pada teori pertukaran sebagai kerangka kerja yang lebih luas untuk minatnya yang dulu pada ketergantungan kekuasaan. Emerson juga mengembangkan pemikiran Peter M Blau tentang pertukaran sosial dengan pendekatan Behaviorisme. Namun tidak seperti Blau yang mencari bantuan penjelasan yang pada dasarnya mengandalkan fenomena normatif, disini Emerson ingin membahas struktur sosial dan perubahan sosial dengan menggunakan “relasi-relasi dan jaringan-jaringan sosial sebagai balok- balok pembangunan yang merentangkan level-level analisis yang berbeda.
Selain itu para aktor didalam sistem Emerson dapat berupa individu maupun struktur-struktur korporasi yang lebih besar (meskipun struktur-struktur bekerja melalui agen-agen.)
Emerson dengan dua esai yang ditulisnya tahun 1972, menandai awal tahap baru perkembangan teori pertukaran sosial. Emerson mencoba memperluas teori pertukaran dari analisis level mikro ke level makro, melalui studi struktur jaringan. Hal ini pun diikuti oleh Karen Cook.
Emerson mengulas tiga asumsi inti dari teori pertukaran, yaitu:
1. Orang yang mengambil manfaat dari peristiwa cenderung bertindak “rasional” dan dengan demikian peristiwa tersebut pun bisa terjadi.
2. Karena orang terbiasa dijejali dengan peristiwa-peristiwa behavioral, peristiwa-peristiwa tersebut mulai berkurang manfaatnya.
3. Keuntungan yang diperoleh orang melalui proses sosial, tergantung pada keuntungan yang dapat mereka berikan dalam pertukaran, sehingga memberikan “fokus pada aliran manfaat melalui interaksi sosial” kepada teori pertukaran.
Emerson mengembangkan model ‘behavioral’ atau perilaku dari aksi individual, tapi menekankan bentuk untuk lebih ke level makro dari penggabungan analisis aktor kolektif dan jaringan kedalam formulanya9.
Aktor-aktor di dalam teori pertukaran level makro Emerson dapat berupa individu maupun kolektivitas, Emerson tertarik relasi pertukaran di kalangan para aktor. Dalam suatu jaringan pertukaran, ada komponen- komponen berikut;
2. Adanya sekumpulan aktor baik individu maupun kolektif.
3. Sumber daya yang bernilai akan disalurkan diantara para aktor.
4. Adanya kesempatan pertukaran diantara semua aktor di dalam jeringan tersebut.
9Cook, K. S. & Whitmeyer, J. M. 1992. “Two Approach to Social Strukture: Exchange Theory and Network Analysis, in Annual Review of Sociology” Vol. 18 No. 8. (digital source.) publish: Annual Reviews.
Hlm; 112
5. Beberapa kesempatan ‘pertukaran’ telah dikembangkan menjadi hubungan-hubungan pertukaran yang dipakai secara aktual.
6. Hubungan-hubungan pertukaran terhubung satu sama lain di dalam struktur jaringan tunggal.
Intinya, “Suatu ‘jaringan pertukaran’, merupakan suatu struktur sosial spesifik yang dibentuk oleh dua atau lebih relasi pertukaran yang berkaitan diantara aktor-ator.”
Emerson mendefinisikan kekuasaan satu pihak atas pihak lain dalam hubungan pertukaran adalah fungsi terbalik dari ketergantungannya pada pihak lain. Kekuasaan A atas B sama dengan, dan didasarkan atas ketergantungan B pada A. Terdapat keseimbangan hubungan antara A dengan B, ketika ketergantungan A pada B sama dengan ketergantungan B pada A. Ketika terjadi ketimpangan dalam ketergantungan tersebut, aktor dengan ketergantungan lebih kecil memiliki keunggulan kekuasaan. Emerson selanjutnya mengatakan bahwa kekuasaan bisa berasal dari kemampuan memberikan imbalan dan kemampuan untuk menghukum orang lain. Muridnya, Molm, menganggap bahwa kekuasaan menghukum lebih lemah daripada kekuasaan memberikan imbalan, sebagian karena tindakan menghukum cenderung menimbulkan reaksi negatif. Molm bersama Quist dan Wisely, menganggap bahwa penggunaan menghukum lebih cenderung dipersepsikan adil ketika digunakan oleh mereka yang juga memiliki
kekuasaan untuk memberikan imbalan, namun ia cenderung dipersepsikan tidak adil dan dengan demikian disebut sebagai pemaksa yang lemah ketika masing-masing pihak mengharapkan adanya imbalan.
Dalam buku The Structure of Sociological Theory10, Emerson bertanya “Bisakah pertukaran antara individual dan aktor kolektif dapat dipahami dari dasar prinsip-prinsip yang sama?” Emerson menjawab pertanyaan tersebut dengan kreatif, yang mana dengan mensintesiskan psikologi behavioris dan analisis jaringan sosiologis.
Psikologis memberinya kekuatasn pendorong dibalik pertukaran, sedangkan sosiologi Jaringan untuk mengkonseptualisasikan bentuk hubungan sosial diantara aktor individu dan kolektif dalam istilah yang sama. Dalam skema miliknya, demikian analisis dimulai dengan adanya hubungan pertukaran antara kurang lebih dua aktor. Hubungan tersebut telah terbentuk dari:
1. Peluang yang di rasakan setidaknya oleh salah satu aktor, 2. Inisiasi Perilaku, dan
3. Penyempurnaan suatu transaksi antara para aktor yang saling memperkuat satu sama lain.
10Turner, Jonathan H. 1997. “The Structure of Sociological Theory: Sixth Edition.” United States of America: Wadsworth Publishing Company. Hlm; 283
Demikian pendekatan Emerson yang dimulai dengan hubungan pertukaran yang mapan dan keudian muncullah pertanyan “To what basic processes is this relationship subject?” dan Emerson menjawab:
1. Penggunaan kekuasaan, 2. Penyeimbangan, dan 3. Ketergantungan
Proposisi Dasar Pertukaran
Prinsip-prinsip ini untuk menjelaskan sifat stuktural dan dinamika hubungan pertukaran yang ada. Dinamika ini berpurtar sekitar; Ketergantungan, Penggunaan kekuasaan, dan Penyeimbangan.
Sebagai bukti, teorema ini mendeskripsikan dasar dinamika dari hubungan pertukaran sebagai Power (P), yang mana terhubung dengan Dependency (D) dari aktor B ke aktor A untuk sumberdaya yang bernilai, maka dari itu kekuasaan dari A lebih dari B adalah fungsi positif dari ketergantungan B pada A untuk Sumber Daya.
Gambar 2.1 A Unilateral Monopoly
Emerson mengembangkan tambahan konsekuensi dan teorema untuk menjelaskan berbagai cara monopoli unilateral ini dapat berubah dan menjadi seimbang. Contohnya, jika A1, A2, A3, … An ada dan Bs tidak dapat berkomunikasi satu sama lain, proposisi berikut akan berlaku (diistilahkan oleh Emerson Eksploitasi tipe I):
Lebih banyak hubungan pertukaran antara A dan beberapa aktor Bs
mendekati monopoli unilateral, semakin banyak sumber daya tambahan yang masing-masing B akan kenalkan ke dalam relasi pertukaran, dengan pemanfaatan sumber daya A tetap konstan atau menurun.
Emerson melihat adaptasi ini berumur pendek, karena jaringan akan menjadi lebih tidak seimbang. Dengan asumsi bahwa B dapat bertahan sebagai entitas tanpa sumber daya dari A, maka proposisi baru berlaku (diistilahkan oleh Emerson Eksploitasi Tupe II);
Semakin banyak hubungan pertukaran antara A dan beberapa aktor B adalah sumber daya yang disediakan oleh A di seluruh transaksi yang sifatnya berkelanjutan.