6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan hasil Penelitian terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Junita dan Kharani (2011) mengenai analisis kinerja perusahaan pada perusahaan telekomunikasi periode 2008- 2010. Berdasarkan hasil analisis rasio likuiditas, solvabilitas, dan aktivitas, maka dinilai bahwa kelima perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan perusahaan yang tidak baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti (2014) mengenai analisis perbandingan laporan keuangan untuk menilai kinerja keuangan pada perusahaan telekomunikasi periode 2010-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kinerja ke tiga perusahaan tidak selalu mengalami kenaikan, dalam periode 5 tahun selalu terjadi kenaikan dan penurunan presentasi pada ketiga perusahaan tersebut. Perusahaan dengan kinerja yang dianggap paling baik berdasarkan perhitungan rasio likuiditas dan rasio solvabilitas adalah Telekomunikasi Indonesia Tbk, sedangkan berdasarkan rasio profitabilitas adalah PT Smartfren Telkom Tbk.
Penelitian yang dilakukan oleh Proud dan Rinaldo (2014) mengenai
analisis pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan pendekatan metode
economic value added (EVA) pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk periode
2007-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan terbukti
menciptakan nilai tambah bagi perusahaan selama periode penelitian.
B. Tinjauan Teori
1. Tujuan Manajemen dan Kinerja Keuangan
Tujuan manajemen keuangan adalah kegiatan terhadap pengelolaan keuangan perusahaan yang meliputi perencanaan sumber keuangan (pembelanjaan), perencanaan alokasi keuangan (investasi), serta penentuan struktur aktiva (kekayaan), keuangan, dan modal perusahaan. Dengan demikian tugas pokok manajemen keuangan adalah merencanakan perolehan dan penggunakan dana tersebut untuk memaksimalkan nilai perusahaan (Moeljadi, 2006:10).
Tujuan manajemen keuangan secara normatif adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Sedang nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Jika nilai perusahaan meningkat maka kekayaan pemilik meningkat dan berarti kemakmuran pemilik akan meningkat. Nilai perusahaan dapat diukur dari harga saham perusahaan, semakin tinggi harga saham akan semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai tambah bagi perusahaan merupakan salah satu tolak ukur yang menggambarkan kondisi ekonomis yang diciptakan pada suatu periode tertentu pada profit yang dihasilkan dengan penggunaan modal yang dimiliki (Tunggal, 2001: 2).
Kinerja keuangan menurut Gitosudarmo dan Basri (2002:275)
adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu yang
dilaporkan dalam laporan keuangan diantaranya laporan laba rugi dan
neraca. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2. Faktor-Faktor Penentuan Kinerja Keuangan
Analisis kinerja keuangan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas operasi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Faktor-faktor penentu kinerja keuangan yang baik dapat ditentukan dari beberapa hal sebagai berikut (Munawir, 2007:30):
a. Profitabilitas Perusahaan
Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi.
Profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin.
b. Ukuran Perusahaan
Riyanto (2008; 313) menyatakan size (ukuran) perusahaan sebagai
besaran nilai ekuitas, nilai penjualan atau nilai aktiva. Semakin besar
total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula
ukuran perusahaan. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal
yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak
perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal dalam masyarakat.
3. Metode Economic Value Added (EVA)
EVA (Economic Value Added) merupakan salah satu ukuran kinerja operasional yang dikembangkan pertama kali oleh G. Bennet Stewart & Joel M. Stren yaitu seoarang analis keuangan dari perusahaan Sten Stewart & Co pada tahun 1993 (Tunggal, 2001: 1). EVA adalah perbedaan antara laba operasi setelah pajak dengan biaya modalnya. EVA merupakan suatu estimasi laba estimasi laba ekonomis yang benar atas suatu bisnis selama tahun tertentu (Warsono, 2001: 46).
Menurut Tandelilin (2001: 195), EVA adalah ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik/
efektif, maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan.
a. Manfaat EVA
Economic Value Added (EVA) juga mempunyai manfaat yaitu
(Sidharta, 1997: 176-177):
1) Economic Value Added (EVA) digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai (value creation).
2) Economic Value Added (EVA) menyebabkan perhatian manajemen
sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
3) Economic Value Added (EVA) menyebabkan para manajer berpikir dan bertindak sepertinya halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan
4) Economic Value Added (EVA) dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang dapat memberikan pengembalian lebih tinggi dari biaya modalnya.
5) Economic Value Added (EVA) membuat para manajer harus selalu membandingkan tingkat pengembalian proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingkat risiko proyek tersebut.
b. Tolok Ukur EVA
Konsep Economic Value Added (EVA) mengukur nilai tambah dengan cara mengurangi biaya modal (cost of capital) yang timbul akibat investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Economic Value Added (EVA) yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal Karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat modalnya. Hal ini sejalan dengan tujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.
Sebaliknya Economic Value Added (EVA) yang negatif
menunjukan bahwa nilai perusahaan menurun karena tingkat
pengembalian lebih rendah dari biaya modal” (Hanafi, 2012: 53). Tolak
ukur analisis EVA sebagai berikut:
1) EVA > 0 (positif).
Jika EVA > 0 maka telah terjadi penambahan nilai ekonomis ke dalam perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan nilai perusahaan.
2) EVA < 0,
Jika EVA < 0, hal ini menunjukan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
3) EVA = 0 (impas).
Jika EVA = 0 maka secara ekonomis perusahaan dalam keadaan impas karena semua laba yang ada digunakan untuk membayar kewajiban pemegang saham.
c. Keunggulan EVA
Menurut Mulia (2002: 134) Penilaian kinerja perusahaan Economic Value Added(EVA) memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
1) Economic Value Added (EVA) dapat digunakan secara mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti standar industri atau data dari perusahaann lain, sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan analisis rasio.
2) Economic Value Added (EVA) memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal sebagai konsekuensi investasi.
3) Perhitungan Economic Value Added (EVA) relatif mudah dilakukan,
hanya yang msenjadi persoalan adalah perhitungan biaya modal
yang memerlukan data yang lebih banyak dan analisis yang lebih mendalam.
4) Biaya Modal
Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengandaan aktiva dan operasi perusahaan (Lukas, 2008:115). Salah satu komponen penting yang digunakan dalam penilaian investasi, sumber pembelanjaan dan manajemen aktiva adalah biaya modal (cost of capital). Penentuan biaya modal yang tepat bagi suatu perusahaan merupakan sesuatu yang penting, karena tiga alasan yaitu:
Pertama, pemaksimuman nilai perusahaan mensyaratkan bahwa
semua biaya input, termasuk modal diminimumkan, dan untuk meminimumkannya, biaya modal harus dapat diestimasikan. Kedua, keputusan penganggaran modal mensyaratkan suatu estimasi biaya modal.
Estimasi biaya modal dalam penganggaran modal digunakan selama umur ekonomis proyek. Kesalahaan estimasi dalam penentuan biaya modal, akan menghasilkan keputusan investasi yang keliru. Terakhir, beberapa tipe keputusan yang lain, termasuk yang berhubungan dengan peraturan utilitas publik, sewa guna usaha, pendanaan kembali obligasi, kompensasi eksekutif, dan manajemen aset jangka pendek, mensyaratkan estimasi biaya modal. (Warsono, 2003:136).
Pada umumnya komponen Biaya Modal (Cost of Capital) terdiri dari Cost of Debt (biaya hutang) dan Cost of Equity (biaya modal sendiri).
a. Cost of Debt (Biaya Hutang)
Hutang dapat diperoleh dari lembaga pembiayaan atau dengan menerbitkan surat pengakuan hutang (obligasi). Biaya hutang yang berasal dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan, sedangkan biaya hutang dengan menerbitkan obligasi adalah tingkat pengembalian hasil yang diinginkan (required of return) yang diharapkan investor yang digunakan untuk sebagai
tingkat diskonto dalam mencari nilai obligasi. perusahaan memanfaatkan sumber pembelanjaan utang, dengan tujuan untuk memperbesar tingkat pengembalian modal sendiri (ekuitas). Biaya utang dibagi menjadi 2 macam yaitu biaya utang sebelum pajak dan biaya utang setelah pajak.
1) Biaya utang sebelum pajak
Konsep biaya utang suatu perusahaan atau proyek dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu biaya utang sebelum pajak dan biaya utang setelah pajak. Biaya utang sebelum pajak dapat ditentukan dengan menghitung tingkat hasil internal (yield to maturity) atas arus kas surat-surat obligasi. Ada 2 formula yang
dapat digunakan untuk menghitung biaya utang yaitu dengan menggunakan yield to maturity atas suatu obligasi, tetapi jika perusahaan tidak menerbitkan obligasi maka dapat menggunakan beban bunga.
C + (M-NV
d)/ n Kd =
(M + NV
d)/ 2
Keterangan:
C = Pembayaran bunga (kupon) tahunan
M = Nilai nominal (maturitas) atau face value setiap surat obligasi
NV
d= Nilai pasar atau hasil bersih dari penjualan obligasi n = Masa jatuh tempo obligasi dalam n tahun
Jika perusahaan tidak menerbitkan obligasi dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐾𝑑 = 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
2) Biaya utang setelah pajak
Perusahaan yang menggunakan sebagian sumber dananya dari utang akan terkena kewajiban membayar bunga. Bunga merupakan salah satu bentuk beban bagi perusahaan (interest expense). Dengan adanya beban bunga ini akan menyebabkan
besarnya pembayaran pajak penghasilan menjadi berkurang (Warsono, 2003:139).
Biaya utang setelah pajak dapat dicari dengan mengalikan biaya utang sebelum pajak dengan (1 - T), dengan T adalah tingkat pajak marginal. Rumus:
k
i= k
d(1 – T) Keterangan:
k
i= Biaya utang setelah pajak
k
d= Biaya utang sebelum pajak T = Tarif pajak
b. Cost of Equity (Biaya Modal Sendiri)
Biaya ekuitas biasa diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum (minimum rate of return) yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari modal sendiri, agar harga saham perusahaan di pasar saham tidak berubah. (Warsono, 2003:145).
C. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian digunakan untuk menggambarkan aktivitas penelitian yang dilakukan untuk memudahkan dalam memahami proses dalam penelitian. Kerangka pikir penelitian digambarkan dalam Gambar 2.1.
Penelitian dilakukan untuk menganalisa kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, penelitian dilakukan untuk mengetahui tujuan manajemen keuangan perusahaan, karena tujuan
Kinerja Keuangan
Evaluasi/pengukuran Pendekatan EVA
Operasi Perusahaan Tujuan Manajemen Keuangan