I B R A H I M STIE-YPUP Makassar
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui metode pengakuan pendapatan yang diterapkan PT KPBKaltim.Membandingkan metode pengakuan pendapatan yang diterapkan PT KBPKaltim dengan pengakuan pendapatan yang diakui dalam Pernyataan Standar Akuntansi keuangan.Metode analisis yang digunakan ialah metode analisis komparatif, yaitu metode memperbandingkan (komparatif) antara standar yang digunakan perusahaan PT KPB Kaltim dalam melaporkan /mengakui pendapatan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.23).. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan yang digunakan oleh PT KPB Kaltim adalah metode persentase penyelesaian kontrak yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, Metode persentase penyelesaian kontrak melaporkan pendapatan selama tahap-tahap penyelesaian proyek, yaitu 10%, 60%, dan 100% serta laba yang diperoleh Rp 2.001.000.000 yang terdiri dari tahun 2005 Rp 437.666.500, tahun 2006 Rp 770.667.500, tahun 2007 Rp 792.666.000.
Kata kunci : Pendapatan, Pengakuan Pendapatan, Persentase penyelesaian kontrak PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendapatan merupakan sesuatu yang teramat penting bagi hampir semua perusahaan, baik dalam rangka bertahan hidup (survive), maupun sebagai sumber dalam mendorong pertumbuhan atau perkembangan usaha. Namun, dari posisi penting seperti itulah, pendapatan di sisi lain kadang-kadang memunculkan berbagai kontroversi atau bahkan beberapa masalah. Dari sudut pandang teori akuntansi saja, berbagai isu menarik dan perdebatan ilmiah dapat lahir berkaitan dengan beberapa hal tentang pendapatan. Secara umum, terdapat tiga segi dari pendapatan yang selalu terbuka dan menarik untuk dikaji, yaitu: (1) sifat dari komponen pendapatan, (2) pengukuran pendapatan, dan (3) saat pengakuan pendapatan.
Kelangsungan hidup suatu usaha tidak lepas dari kemampuannya dalam hal perolehan pendapatan. Pengakuan pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebuah perusahaan tidak terkecuali, disebabkan karena pengakuan pendapatan adalah salah satu informasi yang dipakai untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK), pengakuan pendapatan menggunakan dua metode, yaitu Metode Cash Basis dan Accrual Basis.Metode Cash Basis mengakui pendapatan pada saat terjadinya transaksi yang ditandai adanya penerimaan pendapatan, sedangkan Accrual Basis mengakui pendapatan jika terjadi transaksi walaupun pendapatan tersebut belum diterima.
PT KPB Kaltim, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi (kontraktor), dengan skala usaha yang besar. Tentu saja berpeluang besar menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan pendapatannya (dalam konteks pemaparan di atas0, sehingga penelitian yang lebih mendalam dan spesifik tentang hal tersebut menjadi menarik dan relevan.
Permasalahan
Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalahapakah pengakuan pendapatan pada PT KPB Kaltim sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 23)?.
Metodologi
Mengingat karakteristik perusahaan yang dibahas dalam penelitian ini adalah perusahaan kontraktor.Metode analisis yang digunakan ialah metode analisis komparatif, yaitu metode memperbandingkan (komparatif) antara standar yang digunakan perusahaan PT KPBKaltim dalam melaporkan /mengakui pendapatan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.23).
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Konsep Pendapatan
Penghasilan didefinisikan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), pendapatan bunga, deviden, royalty, dan sewa yang mengakibatkan penambahan atas aktiva suatu entitas.
Kieso, dkk (2002:4) mendefinisikan bahwa: “pendapatan adalah arus kas masuk aktiva dan/atau penyelesaian kewajiban akibat penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa, atau kegiatan menghasilkan laba lainnya yang membentuk operasi utama atau inti perusahaan yang berkelanjutan selama suatu periode”. Sejalan dengan pendapat itu, Smith (2002:103) menyatakan bahwa: “pendapatan adalah arus masuk atau penambahan lain atas aktiva suatu entitas atau penyelesaian kewajiban-kewajiban yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau operasi inti yang berkelanjutan dari suatu entitas”.
Dari beberapa pendapat di atas, menunjukkan bahwa pendapatan dibatasi pada kenaikan bruto modal atau penambahan jumlah aktiva yang berhubungan dengan kegiatan normal perusahaan, baik itu berupa penjualan atau penyerahan barang atau jasa dan tidak menjelaskan mengenai perolehan tambahan aktiva berupa tambahan modal dari pihak pemilik atau pihak lain. Karena itu untuk menjelaskan definisi dari pendapatan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2002:23.2) menyatakan bahwa “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa pendapatan terdiri dari arus masuk bruto atau kenaikan bruto manfaat ekonomi atau kenaikan jumlah modal atau aktiva dari aktivitas normal atau operasional suatu perusahaan yang mengakibatkan
kenaikan tingkat ekuitas, dan bukan karena penambahan modal oleh pemilik perusahaan.
Prinsip Pengakuan Pendapatan
Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pada prinsip pengakuan pendapatan (revenue recognition principles) menurut Kieso (2002:3), umumnya pendapatan diakui pada saat (1) direalisasikan atau dapat direalisasikan, dan (2) dihasilkan (earned). Maksud dari pernyataan tersebut adalah:
1. Pendapatan dianggap direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan, atau harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; pendapatan dianggap dapat direalisasikan apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi kas atau klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui.
2. Pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada hakekatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah selesai.
Empat transaksi pendapatan telah diakui sesuai dengan prinsip di atas, yaitu:
1. Pendapatan dari penjualan produk diakui pada saat tanggal penjualan, yang biasanya diinterpretasikan sebagai tanggal penyerahan pada pelanggan.
2. Pendapatan dari pemberian jasa diakui pada saat ketika jasa-jasa itu telah dilaksanakan dan dapat ditagih.
3. Pendapatan dari mengizinkan pihak lain untuk menggunakan aktiva perusahaan seperti bunga, sewa dan royalty diakui sesuai dengan berlakunya waktu atau ketika aktiva itu digunakan.
4. Pendapatan dari pelepasan aktiva lain selain produk diakui pada tanggal penjualan.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 tentang pendapatan menyatakan bahwa pendapatan timbul dari peristiwa ekonomi berikut: (1) Penjualan barang, (2) Penjualan jasa, (3) Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak- pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan deviden. Pendapatan dari penjualan yang harus diakui jika: (1) Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli, (2) Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual, (3) Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan handal, (4) Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut, dan (5) Biaya yang terjadi dan akan terjadi sehubungan dengan transaksi dapat diukur dengan handal.
Pendapatan yang berhubungan dengan transaksi penjualan jasa yang dapat diestimasi dengan handal (bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakaiannya sebagai pemakaian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan) harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca.
Suatu transaksi dapat diestimasi dengan handal jika: (1) Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan, (2) Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi dari tanggal neraca dapat diukur dengan handal, (3) Jumlah pendapatan dapat diukur dengan handal, (4) Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk penyelesaian transaksi tersebut dapat diukur dengan handal. Bila transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan handal, pendapatan yang diakui hanya berkaitan dengan beban yang telah diakui yang dapat diperoleh kembali.
Pengakuan pendapatan yang sering dilakukan perusahaan menurut Kieso, dkk (2002:5) terdiri dari: (1) pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan), (2) pengakuan pendapatan sebelum penyerahan, (3) pengakuan pendapatan setelah penyerahan, dan (4) pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus – waralaba dan konsinyasi.
Berikut penjelasan dari keempat pengakuan pendapatan di atas:
1. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan (penyerahan)
Pendapatan dari aktivitas pabrikasi serta penjualan umum lainnya diakui pada saat penjualan (point of sell) yang biasanya berarti terjadi penyerahan. Namun timbul masalah dalam pelaksanaannya yang disebabkan oleh tiga situasi, yaitu:
a. Penjualan dengan Perjanjian Beli Kembali. Dalam situasi ini, hak milik legal telah berpindah pada pembeli, namun risiko kepemilikan tetap berada pada penjual.
Untuk itu, jika terjadi perjanjian beli kembali dengan harga tertentu dan harga tersebut dapat menutup semua biaya persediaan ditambah biaya kepemilikan yang terkait, maka persediaan dan kewajiban yang terkait tetap ada dalam pembukuan penjualan, dengan kata lain tidak terjadi penjualan.
b. Penjualan dengan hak return. Perlakuan akuntansi untuk situasi seperti ini, sebenarnya normal, namun jika tingkat return tinggi maka perlu dilakukan penundaan pelaporan penjualan sampai hak return habis masa berlakunya. Untuk itu terdapat tiga metode pengakuan pendapatan alternatif jika penjual mengalami situasi ini, yaitu: (1) tidak mencatat penjualan sampai seluruh hak return habis masa berlakunya, (2) mencatat penjualan, tetapi mengurangi penjualan dengan estimasi return di masa depan, dan (3) mencatat penjualan serta memperhitungkan return pada saat terjadi.
FASB dalam Kieso menyimpulkan jika terjadi penjualan dengan hak return, maka pendapatan dari transaksi penjualan diakui pada saa penjualan jika memenuhi keenam kondisi berikut: (1) harga penjual kepada pembeli relatif tetap (fixed) atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan; (2) pembeli sudah membayar penjual, atau pembeli berkewajiban untuk membayar penjual, dan kewajiban itu tidak bergantung pada penjualan kembali produk tersebut, (3) kewajiban pembeli kepada penjual tidak akan berubah apabila terjadi pencurian atau kerusakan atau rusaknya fisik produk , (4) pembeli yang memperoleh produk untuk dijual kembali memiliki substansi ekonomi yang terpisah dari yang diberikan oleh penjual, (5) penjual tidak memiliki kewajiban yang signifikan atas kinerja masa depan yang secara langsung menyebabkan penjualan kembali produk itu oleh
pembeli, dan (6) jumlah return di masa depan dapat diestimasi secara layak.Jika pendapatan penjualan dan harga pokok penjualan tidak diakui karena keenam kondisi tidak terpenuhi, harus diakui ketika hak return secara substansial telah habis masa berlakunya atau kemudian keenam kondisi ini dapat dipenuhi.
c. Trade Loading. Trade loading dan channel stuffing merupakan praktik yang gila, licik, dan tidak ekonomis. Melalui praktik ini pabrikan membujuk (dengan penjualan, laba, dan pangsa pasar yang sebenarnya tidak mereka miliki) pelanggan mereka untuk membeli produk dari pada yang biasa mereka jual kembali, dengan kata lain mencatat pembukuan hari ini untuk pendapatan yang akan datang.
2. Pengakuan pendapatan sebelum penyerahan
Contoh yang paling konkrit pengakuan pendapatan sebelum penyerahan adalah
“akuntansi kontrak konstruksi jangka panjang”. Kontrak jangka panjang sering kali menetapkan bahwa penjual (kontraktor) dapat menagih pembeli selang waktu ketika berbagai tahap dari proyek telah tercapai. Terdapat dua metode akuntansi untuk kontrak konstruksi jangka panjang yang diakui oleh profesi akuntansi, yaitu:
a. Metode persentase penyelesaian. Pendapatan dan laba kotor diakui setiap periode berdasarkan kemauan proses konstruksi, yaitu persentase penyelesaian.Metode ini digunakan hanya jika estimasi kemajuan ke arah penyelesaian, pendapatan, serta biaya secara layak dapat dipercaya, dan memenuhi syarat-syarat berikut: (1) kontrak itu secara jelas menetapkan hak-hak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya mengenai barang atau jasa yang diberikan dan diterima oleh pihak yang terlibat dalam kontrak, imbalan yang akan dipertukarkan, serta cara dan cara penyelesaian; (2) pembeli dapat diharapkan untuk memenuhi semua kewajiban dalam kontrak, (3) kontraktor dapat diharapkan untuk melaksanakan kewajiban kontruksi tersebut.
b. Metode kontrak selesai. Pendapatan dan laba kotor hanya diakui pada saat kontrak diselesaikan. Metode ini hanya digunakan (1) jika suatu entitas terutama memiliki kontrak jangka pendek, atau (2) jika syarat-syarat untuk menggunakan metode persentase penyelesaian tidak dapat terpenuhi, atau (3) jika terdapat bahaya yang melekat dalam kontrak itu di luar risiko bisnis normal dan berulang.
3. Pengakuan pendapatan setelah penyerahan. Dalam berbagai kasus, hasil penagihan aatas harga jual tidak dapat dipastikan secara layak, sehingga pengakuan pendapatan akan ditangguhkan. Ada dua metode yang dapat digunakan dalam menangguhkan pengakuan pendapatan sampai kas diterima, yaitu: (1) metode akuntansi penjualan cicilan, dan (2) metode pemulihan biaya.
a. Metode akuntansi penjualan cicilan (installment sales method). Dalam metode akuntansi penjualan cicilan mengakui laba pada periode penagihan bukan dalam periode penjualan. Metode akuntansi penjualan cicilan dibenarkan atas dasar bahwa jika tidak ada pendekatan yang layak untuk mengestimasi tingkat ketertagihan, pendapatan tidak boleh diakui sampai kas berhasil ditagih.
b. Metode pemulihan biaya (cost recovery method). Dalam metode pemulihan biaya, tidak ada laba yang diakui sampai pembayaran kas oleh pembeli melebihi harga pokok barang dagang yang dijual bagi penjual. Setelah seluruh biaya dipulihkan, setiap penagihan kas tambahan dimasukkan dalam laba. Laporan laba rugi untuk periode penjualan melaporkan pendapatan penjualan, harga pokok penjualan, serta laba kotor baik jumlah yang diakui selama periode berjalan maupun jumlah yang ditangguhkan. Laba kotor yang ditangguhkan dikurangkan dari piutang terkait dengan neraca. Laporan laba rugi selanjutnya melaporkan laba kotor sebagai pos pendapatan terpisah apabila laba kotor diakui pada saat dihasilkan.
Dalam beberapa situasi kas diterima sebelum penyerahan atau penagihan properti dan dicatat sebagai simpanan karena transaksi penjualan tersebut belum selesai. Cara ini disebut metode simpanan (deposit method). Menurut metode ini, penjualan melaporkan kas yang diterima dari pembeli sebagai uang tanggungan atas kontrak dan mengklasifikasikannya dalam neraca. Selain itu, penjual juga mencatat beban penyusutan sebagai biaya periode untuk properti tersebut. Menurut metode ini tidak ada pendapatan atau laba yang harus diakui sampai penjualan selesai. Pada saat itu, akun simpanan ditutup dan salah satu metode pengakuan pendapatan di atas diterapkan.
4. Pengakuan pendapatan untuk transaksi khusus
a. Waralaba. Perusahaan waralaba memperoleh pendapatan dari sumber-sumber berikut, yaitu: (1) dari penjualan waralaba awal dan aktiva atas jasa terkait, dan (2) dari iuran (fee) berkesinambungan yang didasarkan pada pengoperasian waralaba. Franchisor adalah pihak yang memberikan hak bisnis dalam waralaba, dan Franchisee adalah pihak yang mengoperasikan bisnis waralaba.Dalam perjanjian waralaba, iuran awal dicatat sebagai pendapatan hanya bila dan ketika franchisor melaksanakan pelaksanaan substansial jasa yang wajib ia laksanakan dan penagihan iuran dapat dipastikan secara layak. Iuran waralaba yang berkesinambungan diakui sebagai pendapatan saat dihasilkan dan dapat ditagih dari franchisee.
b. Konsinyasi. Dalam perjanjian konsinyasi, consignor (pabrikan) mengirim barang dagang kepada consignee (dealer) yang bertindak sebagai agen yang menerima barang dagang dan setuju untuk menjual dan menjaga barang tersebut. Kas yang diterima dari pelanggan di kirim kepada consignor setelah dikurangi komisi penjualan dan semua beban yang dapat dikenakan.Pendapatan hanya diakui setelah consignor menerima pemberitahuan penjualan dan pengiriman kas dari consignee.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pengakuan Pendapatan
Kegiatan atau proyek yang menimbulkan pendapatan merupakan dasar dalam menentukan besarnya pendapatan yang diakui oleh perusahaan. Proyek yang merupakan kegiatan atau transaksi yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah masalah pengakuan pendapatan yang berasal dari kegiatan pembangunan gedung. metode
pengakuan pendapatan yang digunakan sering tidak sesuai dengan metode pengakuan pendapatan yang diharuskan oleh IAI.
Adapun dokumen kontrak Kegiatan Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan Kecamatan Nunukan Pekerjaan Peningkatan Jalan Bhayangkara – Stadion Nunukan Tahun Anggaran 2005 s/d 2007 sebagai berikut:
Tabel 1. PT KPB KaltimDokumen Kontrak Kegiatan Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan Kecamatan di Nunukan:
No. Jenis Proyek Dokumen Kontrak Nilai Kontrak
1. Kegiatan Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan Kecamatan Nunukan Pekerjaan Peningkatan Jalan Bhayangkara – Stadion Nunukan TA 2005/2007
621/623/SP3-
B.STDN/DPU/XI/20/29 November 2005
18.231.665.000
Untuk melihat besarnya tingkat biaya dalam kegiatan Peningkatan Jalan dan Jembatan adalah sebagai berikut:
Tahun Biaya yang Dikeluarkan (RP)
Persentase Fisik akhir
tahun
Tagihan Termin
2005 1.385.500.000 10 I – II
2006 8.345.165.000 65 III – IV
2007 6.500.000.000 100 V - VI
Pembayaran Termin I – II setelah fisik proyek mencapai 10%
Pembayaran Termin I II– IV setelah fisik proyek mencapai 60%
Pembayaran Termin V – VI setelah fisik proyek mencapai 100%
Perhitungan pendapatannya:
Tahun 2005
Persentase Fisik per 31 -12 – 2005 telah mencapai 10%
Dalam Rp 10 % x Rp 18.231.665.000
Biaya yang dikeluarkan Laba tahun 2005
1.823.165.500 1.385.500.000 437.665.500 Tahun 2006
Persentase Fisik per 31 -12 – 2006 telah mencapai 60%
Dalam Rp 60 % x Rp 18.231.665.000
Dikurangi : penghasilan tahun lalu Penghasilan tahun ini
Dikurangi: Biaya yang dikeluarkan
10.938.999.000 1.823.165.500 9.115.832.500 8.345.165.000
Laba tahun 2006 770.667.500 Tahun 2007
Persentase Fisik per 31 -12 – 2007 telah mencapai 100%
Dalam Rp 100 % x Rp 18.231.665.000
Dikurangi : penghasilan tahun lalu Penghasilan tahun ini
Dikurangi: Biaya yang dikeluarkan Laba tahun 2007
18.231.665.000 10.938.999.000 7.292.666.000 6.500.000.000 792.666.000 Praktek Akuntansinya (Jurnal) adalah sebagai berikut:
2005
1. Pengeluaran biaya-biaya:
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 1.385.500.000 Kas/bank Rp 1.385.500.000 2. Pembuatan faktur dan penagihan:
Piutang kontrak Rp 3.646.333.000
Karya yang difakturkan Rp 3.646.333.000 3. Penerimaan Termin I – II (20% x Rp 18.231.665.000)
Kas/bank Rp 3.646.333.000
Piutang Kontrak Rp 3.646.333.000 4. Pengakuan pendapatan akhir tahun
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 437.665.500
Laba Kontrak jangka panjang Rp 437.665.500 2006
1. Pengeluaran biaya-biaya:
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 8.345.165.000 Kas/bank Rp 8.345.165.000 2. Pembuatan faktur dan penagihan:
Piutang kontrak Rp 7.292.666.000
Karya yang difakturkan Rp 7.292.666.000 3. Penerimaan Termin I – II (20% x Rp 18.231.665.000)
Kas/bank Rp 7.292.666.000
Piutang Kontrak Rp 7.292.666.000 4. Pengakuan pendapatan akhir tahun
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 770.667.500
Laba Kontrak jangka panjang Rp 770.667.500 2007
1. Pengeluaran biaya-biaya:
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 6.500.000.000 Kas/bank Rp 6.500.000.000
2. Pembuatan faktur dan penagihan:
Piutang kontrak Rp 7.292.666.000
Karya yang difakturkan Rp 7.292.666.000 3. Penerimaan Termin I – II (20% x Rp 18.231.665.000)
Kas/bank Rp 7.292.666.000
Piutang Kontrak Rp 7.292.666.000 4. Pengakuan pendapatan akhir tahun
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 792.666.000
Laba Kontrak jangka panjang Rp 792.666.000 5. Penyerahan kontrak
Karya yang difakturkan Rp 18.231.665.000
Pekerjaan dalam pelaksanaan Rp 18.231.665.000 Metode Pengakuan Pendapatan yang Digunakan
Sebelum pembahasan lebih lanjut mengenai pengakuan pendapatan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang kontrak jangka panjang ini, terlebih dahulu dikemukakan bahwa pada dasarnya terdapat dua metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan kontrak jangka panjang. Metode pertama adalah metode kontrak selesai dan yang kedua adalah metode persentase penyelesaian kontrak. Kedua metode pengakuan pendapatan ini masih digunakan dalam praktek akuntansi di Indonesia.
Apabila ditinjau dari pelaporan pendapatan secara berkala, maka kedua metode pengakuan pendapatan tersebut akan berbeda. Metode kontrak selesai tidak akan mengakui pendapatan proyek di dalam daftar rugi laba sebelum proyek tersebut diselesaikan seluruhnya. Sedangkan metode kedua persentase penyelesaian kontrak, sudah mengakui pendapatan meskipun pekerjaan tersebut belum selesai pada akhir tahun. Dengan demikian, dari sudut pelaporan secara berkala maka pendapatan akan dilaporkan untuk setiap periode selama terdapat kegiatan proyek jangka panjang, apabila perusahaan kontraktor menggunakan metode persentase penyelesaian kontrak.
Sedangkan dengan metode kontrak selesai, pada tahun-tahun di mana tidak ada sama sekali proyek yang selesai, perusahaan tidak melaporkan pendapatan proyek. Metode kontrak selesai tidak mencerminkan pendapatan secara berkala dan teratur dari proyek- proyek yang sedang berjalan.
Kendatipun demikian, pada metode kontrak selesai pendapatan dari masing- masing pekerjaan yang diakui untuk periode pelaporan didasarkan pada suatu perhitungan yang pasti mengenai penghasilan dan biaya yang sebenarnya. Lain masalahnya pada metode persentase penyelesaian kontrak, metode ini sudah mengakui pendapatan atas proyek yang belum selesai. Standar akuntansi Indonesia nampaknya lebih menekankan penggunaan metode persentase penyelesaian kontrak proyek dalam pengakuan pendapatan kontrak jangka panjang. Hal ini dapat dimengerti, dilihat dari adanya kebutuhan akan pelaporan pendapatan secara berkala untuk pemakai laporan keuangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di depan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengakuan pendapatan yang digunakan oleh PT KPBKaltim adalah metode persentase penyelesaian kontrak yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan 2. Metode persentase penyelesaian kontrak melaporkan pendapatan selama tahap-tahap
penyelesaian proyek, yaitu 10%, 60%, dan 100% serta laba yang diperoleh Rp 2.001.000.000 yang terdiri dari tahun 2005 Rp 437.666.500, tahun 2006 Rp 770.667.500, tahun 2007 Rp 792.666.000.
DAFATAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki, 2005, Intermediate Accounting, Yogyakarta, Edisi 6, BPFE
Harnanto, 2007, Akuntansi Keuangan, Buku Satu, Yogyakarta, Fakultas ekonomi UGM.
Ikatan akuntan Indonesia (IAI), 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Salemba Empat, PSAK
Jusuf, Al Haryono, 2005. Dasar-Dasar Akuntansi, Yogyakarta, STIE- Yayasan Kepahlawanan negara .
Kieso, Donald E, Weygand, Jerry, Warfield, Terry D, 2002. Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, PT Glora Aksara Pratama, Jakarta.
Mowen dan Hansen, 2005. Management Accounting. Jakarta, Edisi Ke-7, Salemba Empat.
Mulyadi, 2005. Akuntansi Biaya, Yogyakarta, Edisi Kelima, Cetakan Ketujuh, UPP- AMP/KPN
Simamora, 2000. Akuntansi manajemen. Cetakan Kesatu, Jakarta. Salemba Empat.
Smith, Jack, Keith Robert, M. 2000. Managerial Accounting, McGraw-Hill Company Soemarso, SR, 2000. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta, Rineka Cipta.