• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN Vol.2, No.2, November 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali E-ISSN Vol.2, No.2, November 2021"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KUMPULAN CERITA RAKYAT NUSANTARA DARING DAN RELEVANSINYA TERHADAP

MATERI PEMBELAJARAN TEKS NARATIF DI SMA

Luh Putu Diah Vigayanti, S.Pd.

diahvigayanti@gmail.com SMAN 1 Nusa Penida

ABSTRAK

Pemilihan karya sastra sebagai bahan ajar sering menjadi kendala bagi seorang pendidik/ guru. Guru wajib mempertimbangkan kriteria ‘kevalidan’ dan ‘kesesuaian’

dalam memilah dan memilih karya sastra. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk nilai pendidikan karakter pada delapan cerita rakyat nusantara dari situs web BRITISH COURSE. Selain itu, kedelapan cerita tersebut dicari relevansinya terhadap materi teks naratif di SMA N 1 Nusa Penida. Subjek penelitian berupa delapan prosa fiksi berupa cerita pendek berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Kedelapan cerita tersebut dikumpulkan dengan metode dokumentasi dan observasi yaitu semua cerita dibaca dan disaring menggunakan teknik catat dan elisitasi. Cerita yang memenuhi kriteria kevalidan dan kesesuaian dicatat dalam checklist sedangkan yang tidak memenuhi kriteria akan dielisitasi. Data dianalisis deskriptif dengan tiga langkah kerja, yaitu: pengkodean, pengkategorian, pendeskripsian dan interpretasi.

Pengkodean diberikan pada judul yang akan dianalisis dengan singkatan. Selanjutnya, data dikelompokkan berdasarkan nilai karakter. Terakhir, data tersebut dideskripsikan dan diinterpretasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ditentukan delapan cerita rakyat nusantara, yaitu: (1) The Legend of Catu Island, (2) The Little Sawah, (3) The Legend of Pesut Mahakam, (3) The Legend of Belumbak Island, (4) The Legend of Singaraja, (5) The Legend of Telaga Warna, dan (6) The Legend of Situ Bagendit. Kedelapan cerita rakyat tersebut memuat kriteria kevalidan, yaitu: (a) mengandung nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai kerja keras, nilai peduli sosial, nilai kejujuran, nilai religius, nilai cinta damai, dan nilai kemandirian; (b) menarik dan bermanfaat, serta (d) mudah dijangkau karena disajikan dalam bentuk online. Jika dilihat dari kriteria kesesuaian, cerita-cerita rakyat tersebut (a) menggunakan bahasa Inggris dan terjemahan dalam bentuk bahasa Indonesia yang tidak terlalu sulit, (b) sejalan dengan lingkungan sosial budaya karena berupa cerita rakyat nusantara, (c) sesuai dengan umur, minat, perkembangan kejiwaan, dan (d) memupuk rasa keingintahuan.

Kata kunci: pendidikan karakter, legenda, prosa naratif

ABSTRACT

The selection of literary works as teaching materials is difficult for an educator/teacher. Teachers have to consider the criteria of 'validity' and 'suitability' in sorting and selecting literary works. This study aims to find forms of character education values in eight Indonesian legends from the BRITISH COURSE website.

In addition, the eight stories are sought for relevance to narrative text material in

(2)

SMA N 1 Nusa Penida.The research subjects were eight short stories in English and Indonesian. They were collected using documentation and observation methods.All stories were read and filtered using note-taking and elicitation techniques. Stories that meet the criteria of validity and suitability are recorded in the checklist while the rest will be elicited. The data were analyzed descriptively with three working steps:

coding, categorizing, describing and interpreting. Coding is given to the title to be analyzed with abbreviations. Next, the data is grouped by character value. Finally, the data is described and interpreted. The results of this study indicate that eight folk tales from the archipelago are determined, namely: ((1) The Legend of Catu Island, (2) The Little Sawah, (3) The Legend of Pesut Mahakam, (3) The Legend of Belumbak Island, (4) The Legend of Singaraja, (5) The Legend of Telaga Warna, dan (6) The Legend of Situ Bagendit. The eight legends contain validity criteria, such as: (a) six values of character education: the value of hard work, the value of social care, the value of honesty, the value of religious, the value of love of peace, and the value of independence; (b) interesting and useful, and (d) easy to reach because it is presented online. Suitability criteria, the legends (a) use English and Indonesian which is not too difficult, (b) is in line with the socio-cultural environment because it is in the form of Indonesian folklore, (c) according to age, interests, psychological development, and (d) fostering curiosity.

Keywords: character values, legend, narrative prose

BAB I PENDAHULUAN

Kurikulum pembelajaran di Indonesia telah mengalami penyempurnaan. Sekolah semula menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) namun kini menerapkan Kurikulum 13. Kurikulum 13 tidaklah mengubah sepenuhnya apa yang telah terkandung dalam KTSP, hanya saja berubah pada pendekatan yang digunakan. Kurikulum 13 lebih menggunakan pendekatan saintifik dan menitikberatkan pada kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Melalui penyempurnaan kurikulum tersebut, pemerintah berharap para guru dapat menciptakan peserta didik yang berkarakter.

Lickona (Suari & Jayawangsa, 2019) menyebutkan bahwa ada dua kebaikan fundamental yang dibutuhan untuk membentuk karakter baik, yaitu: (1)

rasa hormat dan (2) tanggung jawab.

Jika sejak dini telah terbentuk kebiasaan dengan sifat karakter positif, niscaya mereka akan menjadi generasi muda yang berkualitas dan berkemajuan.

Dalam rangka mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter, Kemendikbud RI telah merumuskan delapan belas nilai-nilai karakter, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3)toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6)kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9)rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12)menghargai prestasi, (13)bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18)tanggung jawab. Semua karakter-karakter tersebut wajib ditanamkan sejak dini pada diri peserta

(3)

didik (Budi Raharjo, 2010; Hartono, 2014).

Para pendidik dapat mengintegrasikan kedelapan belas karakter tersebut ke dalam kurikulum sekolah. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah menetapkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sistem Pendidikan Nasional, 2003).

Cerita fiksi yang dikemas manis, seolah-olah mencerminkan kehidupan nyata, sehingga bila dijadikan bahan pengajaran akan semakin menarik.

Sebagai satuan gambar “perjalanan”

hidup manusia, fiksi tentulah memiliki kelebihan tertentu bagi pembacanya.

Bagi peserta didik, setidaknya, akan mencocokkan hidupnya dengan pengalaman dalam fiksi (Endaswara, 2005; Nurgiyantoro, 2013). Maka, dalam rangka mencapai tujuan sastra, pemilihan bahan pembelajaran sastra harus sesuai dan mendukung proses pengapresiasian sastra. Dalam pengajaran sastra, terkadang seorang guru sulit menentukan bahan ajar sastra baik itu berupa novel, cerpen, puisi dan lain-lainya karena terkadang seorang guru bingung menentukan

kesesuaian bahan ajar sastra dengan peserta didiknya.

Pemilihan bahan ajar berupa karya sastra (genre prosa) harus memenuhi beberapa kriteria, seperti kevalidan (aspek sastra) dan kesesuaian (berhubungan dengan peserta didik sebagai penikmat karya sastra) dalam proses pengajaran.

Pendidik perlu juga

mempertimbangkan kejelasan tema, alur, bahasa, watak, latar, dan pusat pengisahan dari sebuah cerita.

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah genre prosa naratif, yaitu berupa delapan cerita cerita rakyat nusantara(1) The Legend of Catu Island, (2) The Little Sawah, (3) The Legend of Pesut Mahakam, (3) The Legend of Belumbak Island, (4) The Legend of Singaraja, (5) The Legend of Telaga Warna, dan (6) The Legend of Situ Bagendit. Pemilihan subjek penelitian ini didasarkan pada tiga hal, yakni (1) dalam kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SMA dan MA ada dua standar kompetensi yang menggunakan teks naratif cerita rakyat sebagai bahan ajar; (2) berdasarkan kriteria kevalidan dan kesesuaian pemilihan karya sastra (sastra prosa); dan (3) tidak semua peserta didik (siswa SMAN 1 Nusa Penida) mengetahui cerita cerita rakyat nusantara sehingga cerita-cerita tersebut dapat digunakan sebagai bahan ajar di kelas

Penelitian ini mencoba menemukan pendidikan karakter apa saja yang terkandung dalam setiap cerita rakyat nusantara dan bagaimana relevansi cerita yang mengandung pendidikan karakter tersebut terhadap materi pembelajaran teks naratif pada

(4)

buku paket Bahasa Inggris untuk kelas X.

BAB II METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

Sumber data primer penelitian ini adalah kumpulan cerita rakyat nusantara yang diakses melalui situs web BRITISH COURSE. Data didukung oleh UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan rumusan 18 nilai-nilai karakter oleh Kemendikbud RI.

Data dikumpulkan dengan metode observasi dan dokumentasi.

Pengumpulan data diawali dengan pencarian pencarian cerita-cerita rakyat pada situs web BRITISH COURSE. Pemilihan web BRITISH COURSE sebagai lokasi penelitian karena seluruh cerita yang disajikan pada laman web ini menggunakan bahasa Inggris yang sederhana dan mudah dimengerti pembaca, khususnya siswa SMA. Cerita-cerita rakyat juga disajikan dalam dwibahasa.

Pemilihan delapan cerita rakyat yang dijadikan subjek penelitian didasarkan pada kriteria kevalidan dan kesesuaian cerita prosa (Endaswara, 2005). Penyeleksian cerita-cerita pada laman web tersebut menggunakan teknik catat dan elisitasi. Cerita-cerita yang sesuai dengan kriteria kevalidan dan kesesuaian cerita prosa dicatat pada instrumen checklist sedangkan cerita-cerita yang tidak sesuai salah satu kriterianya dielisitasi. Setelah cerita-cerita rakyat terkumpul, data kembali dibaca keseluruhan untuk menemukan nilai-nilai pendidikan

karakter yang terkandung pada cerita- cerita tersebut.

Data dianalisis deskriptif dengan tiga langkah kerja, yaitu: pengkodean, pengkategorian, pendeskripsian dan interpretasi. Pengkodean diberikan pada judul yang akan dianalisis dengan singkatan. Selanjutnya, data dikelompokkan berdasarkan nilai karakter. Terakhir, data tersebut dideskripsikan dan diinterpretasikan.

BAB III PEMBAHASAN

A. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat Nusantara Daring

Delapan cerita rakyat nusantara berbahasa Inggris dan berbahasa Indonesia ditemukan enam nilai pendidikan karakter tokoh dalam setiap cerita.

(1) Nilai Pendidikan Karakter Kerja Keras Data berikut menunjukkan dua tokoh dalam dua cerita berbeda yang sama-sama memiliki karakter pekerja keras namun sangat berbeda jika dilihat dari tujuan yang akan dicapai.

Dongso started working to the sawah with only a spade. He turned the earth as if he had buffaloes.

Terjemahan:

Dongsi mulai menggarap sawah hanya dengan cangkul. Ia menggemburkan tanah seolah-olah menggunakan kerbau.

(The Little Sawah, DATA 6)

Jurna never satisfied. He wanted to have better and better harvest.

Terjemahan:

(5)

Jurna tidak pernah puas.Ia menginginkan hal yang lebih baik dan lebih baik lagi.

(The Legend of Catu Island, DATA 1)

Tokoh Dongso dan Jurna sama-sama memiliki karakter pekerja keras.

Dongso menggarap sawah yang bukan miliknya hanya menggunakan cangkul.

Dongso dengan tulus bekerja kepada orang yang telah menolongnya. Di sisi lain, kerja keras yang dimiliki Jurna didasari pada ambisi untuk menunjukkan pada masyarakat di desanya bahwa ia adalah seorang petani yang unggul.

(2) Nilai Pendidikan Karakter Peduli Sosial

Data di bawah ini menunjukkan tokoh-tokoh yang memiliki karakter peduli lingkungan dan yang tidak peduli lingkungan.

They were also very thankful because Jurna was sharing to the neighbors

Terjemahan:

Mereka sangat berterima kasih karena Jurna berbagi kepada tetangga.

(The Legend of Catu Island, DATA 2)

Randa Derma was a goodhearted woman and she let her unexpected guest into the room without waiting for his answer.

Dongso gave one fifth of his sawah to those who helped him as she had done to him.

Terjemahan:

Randa Derma adalah seorang yang baik hati. Ia mempersilakan tamu yang

ia tidak kenal untuk masuk dan bertamu ke rumahnya.

Dongso memberikan seperlima sawah yang dimilikinya kepada orang lain setelah mereka bekerja kepada Dongso.

(The Little Sawah, DATA 5, DATA 6)

I Gusti Gede helped a sinking ship of Bugis. He became a king in Den Hill and protected the people from bad people.

Terjemahan:

I Gusti Gede menolong kapal Bugis yang tenggelam.Ia kemudian menjadi raja di Den bukit dan melindungi orang-orang dari kejahatan.

(The Legend of Singaraja, DATA 15)

Tokoh Jurna, Randa Derma, Dongso dan I Gusti Gede mencerminkan nilai karakter yang peduli akan orang lain (peduli sosial).

Pada DATA 2, Jurna membagikan beras miliknya kepada penduduk di desa karena ia memiliki kelebihan beras.

Pada DATA 5, Randa Derma menolong Dongso yang kelaparan dan kehilangan pekerjaannya walaupun Randa tidak mengenal Dongso sebelumnya. Renda bahkan memercayakan Dongso menggarap sawahnya. Pada DATA 6, Dongso membalas kebaikan Randa dengan memberikan seperlima bagian sawah miliknya kepada orang yang telah membantunya. DATA 15 menunjukkan bahwa I Gusti Gede menolong orang yang sedang kesusahan walaupun ia tidak mengenal orang-orang tersebut.

Keempat tokoh tersebut menunjukkan bagaimana mereka peduli kepada

(6)

sesama walaupun pada awalnya tidak saling mengenal.

(3) Nilai Pendidikan Karakter Jujur

Kata ‘jujur’ berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, ikhlas, atau tulus. Data di bawah menunjukkan karakter tokoh yang jujur.

There were no grain of rice but they were grains of gold, pure, glittering gold! Dongso almost told her but he wanted her to see the amazing sight herself.

Terjemahan:

Tidak ada biji beras tetapi yang ada biji emas murni, emas berkilauan!

Dongso hampir memberitahu Randa Derma, namun ia ingin Randa Derma langsung melihatnya sendiri.

(The Little Sawah,DATA 7)

Tokoh Dongso mencerminkan karakter jujur dalam menjalani kehidupan.

Walaupun ia miskin, ia tetap menjunjung nilai kejujuran. Ketulusan Dongso dalam bekerja kepada Randa Derma membuahkan hasil yang melampaui harapannya. Dia tidak memanipulasi hasil panen sawah tersebut meskipun Randa Derma telah memercayakan sawahnya pada Dongso.

(4) Nilai Pendidikan Karakter Religius Karakter ‘religius’ berkaitan dengan nilai keTuhanan yang ditunjukkan dengan sikap serta perilaku mendekatkan diri kepada Tuhan.

“I spent the last of my money on offerings to the spirits of the village

and the sawah so that they might bless the harvest.”

Terjemahan:

“Aku menghabiskan sisa uangku untuk menghaturkan persembahan kepada kekuatan yang ada di desa dan sawah sehingga beliau dapat memberkati hasil panen kita.”

(The Little Sawah, DATA 8)

Randa Derma percaya kepada kekuatan Yang Maha Kuasa—dalam cerita tersebut disebut spirit of village and sawah—akan memberkati hasil panennya walaupun uang yang dimiliki tidak banyak untuk menghaturkan persembahan.

Seorang raja bernama Prabu selalu memohon kepada Tuhan agar diberkati seorang anak. Berikut kutipan ceritanya.

Prabu went to the jungle and prayed to God. Every day he begged for a child.

Terjemahan:

Prabu pergi ke hutan dan berdoa kepada Tuhan. Setiap hari ia memohon agar diberkati seorang anak.

(The Legend of Telaga Warna, DATA 16)

Tokoh dengan karakter religius juga ditunjukkan oleh I Gusti Gede pada DATA 14 di bawah. Ia tekun belajar hal supernatural dan melakukan meditasi. Ayah I Gusti Gede merupakan seorang pendeta suci dan sakti. I Gusti Gede taat melakukan meditasi karena lewat meditasi ia dapat mendapat mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.

I Gusti Gede learned about martial and supernatural power. His step-

(7)

father asked him to go to a jungle in Den Hill. I Gusti Gede went to the hill and meditated.

Terjemahan:

I Gusti Gede belajar tentang bela diri dan ilmu supernatural. Ayah sambungnya meminta ia untuk pergi ke hutan di Den Bukit. I Gusti Gede pergi ke Den Bukit dan melakukan meditasi.

(The Legend of Singaraja, DATA 14)

(5) Nilai Pendidikan Karakter Cinta Damai

Karakter selajutnya yang terkandung di dalam cerita The Legend of Pesut Mahakam yaitu nilai karakter

‘cinta damai’.

Although Pesut was stingy, the villagers didn’t not hate him. Some villagers went to Pesut’s house to inform about the waterfall.

Terjemahan:

Walaupun Pesut sangat kikir, penduduk desa tidak membencinya.

Penduduk pergi ke rumah Pesut untuk menginformasikan tentang air terjun.

(The Legend of Pesut Mahakam, DATA 12)

Penduduk desa lebih memilih untuk tetap berkomunikasi dengan Pesut walaupun ia selalu menunjukkan sikap yang kurang baik terhadap penduduk.

Penduduk menghindari permusuhan sehingga ketika desa mereka dilanda kesulitan air, penduduk tetap memberitahukan Pesut tentang keberadaan sumber air berupa air terjun di dekat desa mereka.

(6) Nilai Pendidikan Karakter Mandiri Kata ‘mandiri’ berdasrkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti

‘tidak bergantung pada orang lain.’

Berikut ini data-data yang menunjukkan tokoh-tokoh memiliki karakter ‘mandiri.’

His Mother taught them to be independent. They joined a big ship and started working with a rich merchant.

Terjemahan:

Ibunya mengajarkan mereka untuk menjadi mandiri. Mereka bergabung dengan sebuah kapal besar dan mulai bekerja bersama seorang saudagar kaya.

(The Legend of Belumbak Island, DATA 13) Janda sekaligus seorang ibu yang memiliki dua putra selalu mengajarkan kemandirian dalam menjalani kehidupan. Ketika dewasa, kedua putranya memilih untuk pergi merantau. Mereka mengadu nasib di sebuah kapal besar milik seorang saudagar kaya.

B. Relevansi Cerita Rakyat Nusantara Daring terhadap Materi Pembelajaran Teks Naratif di SMA

Penelitian mengenai kesesuaian cerita rakyat nusantara yang terdapat pada situs website BRITISH COURSE sebagai bahan pembelajaran teks naratif SMA didasarkan pada kurikulum 13 yang menitikberatkan pada kompetensi sikap, pengetahuan, danketerampilan. Kurikulum 13 berbasis teks dan pembelajaran bahasa Inggris pada kelas X mencakup teks

(8)

rekon (recount text) dan teks naratif (narrative text). Penelitian ini berfokus pada objek kajian teks naratif.

Pembelajaran tentang teks naratif tertuang dalam standar kompetensi Kurikulum 13.Sebagai satu kesatuan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, rumusan tujuan pembelajaran sastra di sekolah berada dalam satu rangkaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu (1) menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara; (2) memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam- macam tujuan, keperluan, dan keadaan; (3) memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial;(4) memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis); (5) mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6)menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Sistem Pendidikan Nasional, 2003; Sunaryo, 2011).

Delapan cerita rakyat nusantara yang digunakan sebagai objek penelitian ini sudah mencakup kriteria kesesuaian sebagai bahan ajar, yakni (a) bahasa yang digunakan pada setiap cerita rakyat nusantara tidak terlalu sulit diikuti subjek didik, yaitu Inggris

dan terjemahan bahasa Indonesia; (b) cerita yang disajikan sejalan dengan lingkungan sosial budaya subjek didik;

(c) kedelapan cerita cerita rakyat nusantara sesuai dengan umur, minat, perkembangan kejiwaan; (d) memupuk rasa keingintahuan serta (e) memuat nilai pedagogis/pendidikan, yaitu nilai pendidikan karakter.

Nilai pendidikan karakter dari setiap tokoh yang terdapat pada delapan cerita rakyat nusantara mencerminkan nilai-nilai karakter seperti: nilai kerja keras, peduli sosial, jujur, religius, cinta damai, dan mandiri. Di bawah ini adalah pembahasan nilai pendidikan karakter yang dikaitkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran bahasa Inggris diSMA kelas X:

(1) Nilai Pendidikan Karakter Kerja Keras Nilai pendidikan karakter kerja keras diterapkan oleh peserta didik ketika mengerjakan tugas sekolah.Peserta didik harus bekerja keras dalam mengikuti setiap mata pelajaran di sekolah dan menyelesaikan tugas- tugas yang diberikan oleh guru.

(2) Nilai Pendidikan Karakter Peduli Sosial

Penerapan kepedulian sosial dapat diterapkan pada saat peserta didik bekerja dalam kelompok. Mereka yang memiliki rasa kepedulian sosial tinggi, akan dengan mudah merasa empati terhadap peserta didik lainnya dan tanggap terhadap sesamanya yang dalam kesulitan dan segera dapat memberikan pertolongan.

(3) Nilai Pendidikan Karakter Jujur

Nilai kejujuran sangat perlu ditanamkan pada peserta didik agar mereka kedepannya menjadi pribadi

(9)

yang bisa dipercaya oleh orang lain.

Penanaman nilai kejujuran tersebut dapat dilakukan pada saat peserta didik diminta mengerjakan tugas atau projek kelompok.

(4) Nilai Pendidikan Karakter Religius Nilai religius ditanamkan pada peserta didik pada saat sebelum memulai pelajaran. Peserta didik melaksanakan doa bersama dengan keyakinan masing-masing sebelum memulai pembelajaran di kelas.

BAB IV SIMPULAN

Berdasarkan temuan dan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa delapan cerita rakyat nusantara yang diambil dari situs website

BRITISH COURSE

(http://britishcourse.com) sudah memenuhi kriteria ‘kevalidan’ dan

‘kesesuaian’ untuk dijadikan bahan ajar. Kedelapan cerita rakyat tersebut memuat kriteria kevalidan, yaitu: (a) mengandung nilai-nilai pendidikan karakter, yaitu nilai kerja keras, nilai peduli sosial, nilai kejujuran, nilai religius, nilai cinta damai, dan nilai kemandirian; (b) menarik dan bermanfaat, serta (c) mudah dijangkau karena disajikan dalam bentuk online.

Jika dilihat dari kriteria kesesuaian, cerita-cerita rakyat tersebut (a) menggunakan bahasa Inggris dan terjemahan dalam bentuk bahasa Indoneisa yang tidak terlalu sulit, (b) sejalan dengan lingkungan sosial budaya karena berupa cerita rakyat nusantara, (c) sesuai dengan umur, minat, perkembangan kejiwaan, dan (d) memupuk rasa keingintahuan.

Keenam nilai pendidikan karakter ini sangat berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar

pembelajaran bahasa Inggris di SMA kelas X, yaitu ketika peserta didik mengerjakan tugas baik mandiri maupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Raharjo, S. (2010). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya

Menciptakan Akhlak Mulia.

Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 16, 229–238.

https://media.neliti.com/media/pu blications/123218-ID-pendidikan- karakter-sebagai-upaya-

mencip.pdf

Sistem Pendidikan Nasional, 3 (2003).

http://simkeu.kemdikbud.go.id/in dex.php/peraturan1/8-uu-undang- undang/12-uu-no-20-tahun-2003- tentang-sistem-pendidikan- nasional

Endaswara, S. (2005). Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Buana Pustaka.

Hartono. (2014). Pendidikan karakter dalam kurikulum. Jnana Budaya, 19(2), 259–268.

Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. In Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2013.

Suari, A. A. P., & Jayawangsa, I. G. A.

R. (2019). Nilai Edukatif Satua I Bubuh Sebagai Sumber

Pendidikan Karakter Anak. Widya Kumara, 1, 40–47.

http://stahnmpukuturan.ac.id/jurn al/index.php/JPAUD/article/view/

930

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Yulianto (2017) yang menganalisis kritik sosial dari dua cerpen. Cerpen tersebut yaitu Angin Besar Menggerus Ladang-ladang Kami karya Hajriansyah dan Hitam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tindak tutur yang terdapat dalam postingan akun Instagram NKCTHI meliputi ( a) bentuk direktif dengan fungsi meminta dan fungsi

Mengetahui manfaat belajar bahasa Arab (angket item 20).. Tabel di atas menunjukkan bahwa 0% peserta didik menyatakan mengetahui manfaat belajarbahasa Arab, peserta didik

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsiskan: (1) bagaimana ekokritik yang terkandung dalam novel Kekal karya Jalu Kancana; (2)

Sudarma: Ah...., merdeka bagaimana? Nanti kau sukar mencari pekerjaan, mencari kesenangan seperti di sini Ani : Saya tidak senang di sini, karena itu saya mau pergi. Saya

Melalui kajian stilistika kumpulan puisi Perjamuan Khong Guan karya Joko Pinurbo dapat dijadikan sebagai bahan materi ajar yang relevan dalam pembelajaran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) bentuk ketidakadilan gender yang dialami tokoh perempuan dalam naskah drama Sampek Engtay berupa marginalisasi, subordinasi,

Upaya yang dilakukan adalah berupaya menyiapkan perangkat pembelajaran dengan baik, dengan harapan siswa akan lebih menikmati proses belajar membaca teks beraksara Bali,