PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
HAPPY SEPTARIANA ZEGA 117017054/AKUNTANSI
MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Oleh
HAPPY SEPTARIANA ZEGA 117017054/AKUNTANSI
MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Happy Septariana Zega
Nomor Pokok : 117017054 Program Studi : Ilmu Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac,Ak,CA ) (Drs. Idhar Yahya, MBA, AK ) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Ekonomi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac,Ak,CA)
Tanggal Lulus: 12 Februari 2014
Telah Diuji Pada
Tanggal: 12 Februari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dr. HB Tarmizi, SU
4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
“PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA“
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 12 Februari 2014 Penulis,
Happy Septariana Zega
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal secara simultan dan parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara dan peran Dana Alokasi Khusus dalam memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal.
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Sampel terpilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 26 Kabupaten/Kota dengan periode amatan dari tahun 2011-2012 sehingga diperoleh 52 unit analisis. Data diolah dengan menggunakan uji regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan terhadap Belanja Modal. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap Belanja Modal sedangkan Dana Bagi Hasil dan Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dana Alokasi Khusus dapat memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Belanja Modal sebesar 85,9% sedangkan sisanya sebesar 14,1%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.
Kata Kunci : Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Luas Wilayah, Dana Alokasi Khusus.
THE INFLUENCE OF REGIONAL GENERATED REVENUES, BLOCK GRANT, PRODUCTION SHARING FUNDS, SURPLUS OF BUDGET
EXPENSE, AND REGIONAL AREA ON CAPITAL EXPENSES, WITH SPECIAL GRANT AS MODERATING VARIABLE IN
DISTRICT/TOWN ADMINISTRATIONS IN NORTH SUMATERA
ABSTRACT
The objective of the research was to find out the influence of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area on capital expenses simultaneously and partially in district/town administrations in North Sumatera and the role of special grant in moderating the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The research used causal design. The population was 33 districts/towns in North Sumatera, and 26 of them were used as the samples with the period of observation of 2011-2012, using purposive sampling technique, so that there were 52 analysis units all together. The data were processed by using multiple linear regression tests with an SPSS software program. The result of the research showed that regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget funds, and regional area simultaneously influenced capital expenses. Partially, regional generated revenues, block grant, and surplus of budget expense had influence on capital expenses, while production sharing funds, and regional area did not have any influence on capital expenses in districts/towns in North Sumatera. Special grant could moderate the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The predictive capability of the five variables on capital expenses was 85.9%, while the rest (14.1%) was influenced by other factors excluded from the research model.
Keywords: Capital Expenses, Regional Generated Revenues, Block Grant, Production Sharing Funds, Surplus of Budget Expense, Regional Area, Special Grant
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkanNya, khususnya dalam penulisan tesis ini. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan- persyaratan guna memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf.
2. Prof. Dr. Erman Munir, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf.
3. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing tesis penulis, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Anggota Komisi Pembimbing tesis yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan serta memberikan saran-saran kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. Dr. HB. Tarmizi, SU, selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
7. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus
Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Pemerintah Kota Gunungsitoli yang merupakan instansi penulis bekerja, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani tugas belajar, dan juga memberikan dana bantuan sekolah kepada penulis.
10. Suami terkasih penulis, Yus Iman Mawardin Harefa, SH, MH, dan juga putra terkasih penulis Keane Adley Genius Harefa yang selalu memberikan dukungan doa, motivasi, kasih sayang, menjadi penyemangat kepada penulis.
11. Orang tua terkasih penulis Papa Arachesi Zega dan Mama Ratnawati H. Gea, serta ketiga adik penulis Ezer Onesimus Zega, S.Kom, Fataro Bernike Zega, A.Md, Arna Yuli Grace Zega, SE yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi dengan penuh kasih sayang kepada penulis.
12. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Akuntansi 2011, Brayen Markos Purba, Novita L. Simatupang, Amnah, Dian M. Sihaloho, Suci Nurulita, Monetaris Butar-butar, Christina, yang telah mendukung dan memberikan saran membangun kepada penulis.
13. Teman-teman dan pihak-pihak lain yang tidak disebutkan yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga masih diperlukan masukan dan saran yang membangun guna perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.
Medan, 12 Februari 2014
Happy Septariana Zega
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Happy Septariana Zega Tempat/Tgl Lahir : Medan, 17 September 1983 Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : 1 (satu) dari 4 (empat) bersaudara Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Jl. Setia budi gg. Pemda No. 1 Tanjung Sari Medan-20123
No. HP : 081396867651
E-mail : [email protected] Orang Tua : Arachesi Zega (Ayah)
Ratnawati H. Gea (Ibu)
Suami : Yus Iman Mawardin Harefa, SH, MH Anak : Keane Adley Genius Harefa
Pendidikan
2012-2014 : Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Akuntansi
2001-2005 : Fakultas Ekonomi Program Strata-1 (S1) Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Maranatha Bandung 2001-1998 : SMU Negeri 1 Medan
1995-1998 : SLTP Swasta Katolik Assisi Medan 1989-1995 : SD St. Antonius IV Medan
1988-1989 : TK Fajar Medan
Pekerjaan
Sejak 2006 : Pegawai Negeri Sipil
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Pemelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Originalitas ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Belanja Modal ... 11
2.1.2 Pendapatan Asli daerah (PAD) ... 14
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 15
2.1.4 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 17
2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) ... 17
2.1.6 Luas Wilayah ... 18
2.1.7 Dana Alokasi Khusus ... 20
2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 24
3.1 Kerangka Konseptual ... 24
3.2 Hipotesis Penelitian ... 27
BAB IV METODE PENELITIAN ... 28
4.1 Jenis Penelitian ... 28
4.2 Lokasi Penelitian ... 28
4.3 Populasi dan Sampel ... 28
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 30
4.6 Metode Analisa Data ... 33
4.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 35
4.6.2 Model Pengujian Hipotesis ... 37
4.6.2.1 Koefisien Determinasi (R2 4.6.2.2 Uji Statistik F ... 38
) ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1 Deskripsi Data Penelitian ... 39
5.2 Pengujian Data ... 41
5.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 41
5.2.1.1 Hasil Uji Normalitas ... 41
5.2.1.2 Hasil Uji Multikolinieritas ... 43
5.2.1.3 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 43
5.2.1.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 45
5.3 Hasil Uji Hipotesis ... 46
5.3.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2 5.3.2 Hasil Uji F ... 46
) ... 46
5.3.3 Hasil Uji t... 47
5.3.4 Hasil Uji Interaksi (Moderating) ... 49
5.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60
6.1 Kesimpulan ... 60
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 61
6.3 Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN…….... ... 65
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Postur APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara Tahun 2010-2012 ... 3
1.2 Jenis Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 ... 4
2.1 Tinjauan atas Penelitian Terdahulu ... 23
4.1 Daftar Sampel Penelitian ... 29
4.2 Defenisi Operasional Variabel ... 32
5.1 Deskriptif Data Penelitian ... 39
5.2 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 42
5.3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 43
5.4 Hasil uji Glejser ... 44
5.5 Hasil uji Durbin Watson ... 45
5.6 Nilai Koefisien Determinasi (R2 5.7 Hasil regresi Uji F ... 47
) ... 46
5.8 Hasil Regresi Uji t ... 48
5.9 Nilai Koefisien Determinasi (R2 Setelah Uji Interaksi ... 50
) 5.10 Hasil regresi Uji F setelah Uji Interaksi ... 51
5.11 Hasil Regresi Uji t setelah Uji Interaksi ... 52
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual ... 24 5.1 Grafik Normalitas ... 42 5.2 Output Scatter Plot ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Tabel Realisasi Belanja Modal, PAD, DAU,DBH,
SiLPA, Luas Wilayah dan DAK Tahun 2011 ... 65
Lampiran 2 Tabel Realisasi Belanja Modal, PAD, DAU,DBH, SiLPA, Luas Wilayah dan DAK Tahun 2012 ... 66
Lampiran 3 Hasil Output SPSS ... 67
Lampiran 4 Hasil Output SPSS ... 68
Lampiran 5 Hasil Output SPSS ... 69
Lampiran 6 Hasil Output SPSS ... 70
Lampiran 7 Hasil Output SPSS ... 71
Lampiran 8 Hasil Output SPSS ... 72
Lampiran 9 Jadwal Penelitian ... 73
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan perundang- undangan. Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal dengan istilah desentralisasi. Dengan otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki untuk membiayai seluruh belanja-belanja daerah berdasarkan azas kepatuhan, kebutuhan dan juga kemampuan daerah seperti yang tercantum dalam anggaran daerah. Tujuan dari otonomi daerah ini adalah untuk mempercepat peningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah otonom, peningkatan jumlah dan kualitas layanan umum dan adanya daya saing daerah yang cukup kuat. Implikasinya terhadap daerah adalah menjadikan daerah memiliki peranan yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Pemerintah daerah sebagai pelaksana utama pembangunan memiliki kewajiban dalam melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat daerahnya.
Program peningkatan kesejahteraan masyarakat, tentunya terkait erat dengan kualitas pelayanan aparat pemerintah terhadap masyarakat, tersedianya layanan umum dan layanan sosial yang cukup dan berkualitas, perbaikan dan penyediaan kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan, penambahan dan perbaikan dalam bidang infrastruktur, bangunan, peralatan, dan harta tetap lainnya. Program peningkatan kesejahteraan masyarakat ini membutuhkan sumber pendanaan yang cukup besar. Tentunya sumber dana yang diharapkan untuk membiayai program peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat berasal dari pendapatan ataupun kekayaan daerah itu sendiri. Apabila suatu daerah dikatakan sebagai daerah mandiri maka daerah tersebut mampu membiayai semua belanja daerahnya dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerahnya dan juga dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tanpa harus meminjam dan tergantung dari bantuan dana Pemerintah Pusat. Namum pada kenyataannya daerah otonom di Indonesia belum ada yang menjadi daerah mandiri. Semua daerah pemerintahan di Indonesia membutuhkan Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat disamping PAD, Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah sebagai sumber penerimaan daerahnya yang digunakan untuk belanja daerah.
Untuk dapat melaksanakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka berbagai komponen penerimaan daerah seperti PAD, DAU dan lain-lain harus dialokasikan ke komponen Belanja Modal. Untuk berbagai daerah Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara perkembangan jumlah Belanja Modal dalam 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.1 Postur APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 (000)
Keterangan 2010 2011 2012
PAD 2.554.780.317 3.578.462.081 4.052.104.891 DAU 812.747.639 948.867.504 1.103.389.237
DAK 29.137.700 38.485.500 38.485.500
DBH 405.841.910 386.544.541 460.163.933
SiLPA 346.533.461 404.884.723 720.866.153 Belanja Modal 716.805.622 1.063.237.377 803.607.598
Sumber: Data diolah peneliti (2013)
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa Belanja Modal daerah mengalami peningkatan sebesar 48% dari tahun 2010 ke tahun 2011 namun menurun sebesar 75% dari tahun 2011 ke tahun 2012. Peningkatan Belanja Modal ini juga dapat mengindikasikan bahwa peningkatan penyediaan sarana dan prasarana layanan publik setiap tahunnya semakin bertambah, walaupun di tahun 2012 menurun tapi pemerintah tetap mengalokasikan dana untuk kegiatan Belanja Modal untuk penyediaan prasarana layanan publik dan jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 2010. Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami peningkatan sebesar 9,5% dari tahun 2010 ke tahun 2011 namun turun sebesar 9,8% dari tahun 2011 ke tahun 2012. Peningkatan jumlah DAK dapat mengindikasikan adanya pembangunan prioritas nasional di daerah Sumatera Utara. Walaupun di tahun 2012 DAK mengalami penurunan tapi hal ini masih dapat menunjukkan adanya komitmen daerah dalam melakukan pembangunan yang bersifat prioritas nasional di daerah Sumatera Utara
Dari sisi Belanja Daerah, kita dapat melihat porsi alokasi dana terbesar dalam jenis belanja daerah di Sumatera Utara pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Jenis Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 (000)
Keterangan 2010 2011 2012
Belanja Rutin 2,949,200,552 3,548,085,286 6,827,451,955 Belanja Modal 716,805,622 1,063,237,377 803,607,598
Belanja Tak Terduga 700,000 154,500 2,574,957
Total Belanja Daerah 3,666,706,174 4,611,477,163 7,633,634,510
Sumber: Data diolah peneliti (2013)
Dari tabel 1.2 di atas kita dapat melihat bahwa jenis Belanja Daerah yang memiliki alokasi dana paling besar pada tahun 2010 dan 2012 adalah Belanja Rutin yaitu sebesar 89,4% dari total Belanja Daerah, sedangkan Belanja Modal hanya 10,5% dari total Belanja Daerah. Pada tahun 2011, alokasi dana paling besar adalah untuk Belanja Rutin sebesar 76,9% dari Belanja Daerah sedangkan alokasi dana untuk Belanja Modal hanya 23% dari total Belanja Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pemerintah dalam peningkatan pembangunan daerah masih belum maksimal. Pemerintah daerah lebih banyak menghabiskan anggaran daerah untuk belanja rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang dan jasa, sedangkan pengalokasian dana untuk pembangunan daerah sangat kecil dari total anggaran belanja daerah.
Dari postur APBD Sumatera Utara tahun 2010-2012, besaran Belanja Modal daerah semakin meningkat, namun peningkatan Belanja Modal tersebut belum dapat mengindikasikan bahwa pemenuhan atas keterbatasan ketersediaan infrastruktur, sarana dan prasarana daerah itu selesai. Banyak pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang harus dilakukan khususnya di Sumatera Utara untuk membantu proses percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya daerah pemekaran yang masih jauh tertinggal pembangunan infrastruktur daerahnya, bahkan di daerah pelosok yang masih belum menikmati
pembangunan daerah. Salah satu upaya Pemda untuk percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur daerah yaitu dengan mengalokasikan sumber- sumber pendapatan daerah dan juga pembiayaan daerah secara efektif dan efisien terhadap belanja modal daerah. Sumber pendapatan dan pembiayaan daerah itu tentunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Pusat, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pinjaman Daerah, Dana Cadangan dan Penjualan Kekayaan Daerah.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dana perimbangan pemerintah pusat kepada daerah semakin lama semakin besar. Apabila dilihat dari sudut pandang kemandirian daerah otonom, semakin besar dana perimbangan dari pemerintah pusat menggambarkan bahwa tidak mandirinya daerah otonom di Indonesia.
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal dengan DAK sebagai variabel moderating. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan belanja daerah keseluruhan sebagai variabel dependen tetapi lebih spesifik kepada belanja modal karena belanja modal merupakan bagian belanja langsung yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat, (Mardiasmo, 2002). Program-program pembangunan yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah tentunya dianggarkan dan dibelanjakan dalam rekening belanja modal. Misalnya kegiatan pembangunan Rumah Sakit, Pembangunan Sekolah Dasar, pembangunan jalan antar desa, yang semua kegiatan ini langsung dinikmati masyarakat hasil dan manfaatnya dan
menjadi modal bagi pemerintah berupa aset tetap yang memiliki masa manfaat yang cukup lama lebih dari 1 tahun. Jadi peneliti lebih memfokuskan pada Belanja Modal yang secara langsung memiliki dampak terhadap layanan publik.
Sedangkan jika menggunakan variabel Belanja Daerah, maka seluruh jenis belanja daerah yaitu belanja operasional, belanja modal, belanja lain-lain/belanja tak terduga dan belanja transfer yang sebagian besarnya tidak secara langsung dinikmati hasilnya oleh masyarakat hasil dan manfaatnya menjadi bagian penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan DAU dan DBH sebagai variabel independennya. DAU dan DBH bersifat “block grant” artinya apabila dana tersebut telah sampai di rekening Pemerintah Daerah maka Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan dana tersebut untuk membiayai belanja daerah sesuai dengan kebutuhan prioritas. Demikian halnya dengan PAD, Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan PAD pada kegiatan-kegiatan yang bersifat prioritas.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan sumber pembiayaan yang digunakan apabila daerah mengalami defisit APBD dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat selama tahun berjalan. Presiden Republik Indonesia dalam penyerahan DIPA 2012 di Istana Negara menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia belum memuaskan dan menghendaki agar sisa anggaran tidak digunakan untuk keperluan yang tidak jelas namun dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur (Kusnandar dan Siswantoro, 2012). Demikian juga Plt. Walikota Medan, dalam Nota Pengantar Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2012 dalam Medan Bisnis (25/06/13) menyampaikan bahwa SiLPA Pemko Medan TA
2012 akan dikelola untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan tahun 2013. Namun SiLPA yang besar juga dapat mengindikasikan ketidakmampuan daerah untuk mengelola dan mengalokasikan sumber-sumber pendapatan daerah terutama untuk belanja modal.
Salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan prasarana dan sarana adalah Luas Wilayah seperti yang tertera dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Daerah yang memiliki wilayah yang luas pasti membutuhkan penyediaan prasarana dan sarana dan infrastruktur yang lebih bayak dari pada daerah dengan luas wilayah yang kecil dalam hal layanan publik.
Apalagi jika dikaitkan dengan adanya pemekaran daerah maka banyak daerah pemekaran yang membutuhkan pembangunan prasarana dan sarana serta infrastruktur yang lebih banyak untuk meningkatkan layanan publik demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan sebagai variable moderating karena DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 32 Tahun 2004). Nurcholis (2005) menjelaskan bahwa DAK digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu DAK dapat juga digunakan untuk membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 tahun. DAK ini tentunya dialokasikan kepada derah berdasarkan usulan kegiatan dan sumber pembiayaanya yang diajukan kepada Menteri teknis oleh Pemerintah
daerah. Dengan demikian apabila seluruh usulan kegiatan belanja Modal Pemerintah Daerah diterima dan disetujui oleh Pemerintah Pusat untuk dibiayai dengan DAK maka jumlah alokasi dana untuk Belanja Modal daerah semakin besar. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba menjadikan DAK sebagai variabel moderating.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh Kusnandar dan Siswantoro (2012) menyatakan bahwa secara keseluruhan PAD, DAU, SiLPA dan luas wilayah berpengaruh terhadap alokasi belanja modal, sedangkan secara parsial PAD tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Abdullah dan Halim (2008) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah berupa dana berimbang berasosiasi positif terhadap belanja modal, sedangkan PAD tidak. Menurut Situngkir (2009) bahwa PAD, DAU, DAK berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekononomi tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Putro (2011) bahwa Pertumbuhan Ekonomi, DAU berpengaruh postitif terhadap belanja modal secara parsial, namun PAD tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk menganalisis sejauh mana DAU, PAD, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja Modal dengan DAK sebagai variabel moderating pada Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Belanja Modal?
2. Apakah DAK dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
1. Pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal baik secara simultan maupun parsial.
2. Peran DAK dalam memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat menjadi bahan literatur untuk pengembangan penelitian selanjutnya tentang sektor publik, khususnya untuk menganalisa lebih mendalam tentang Belanja Modal.
2. Bagi Peneliti, penelitian ini memberikan kontribusi keilmuan terutama dalam menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan tentang Belanja Modal Pemda khususnya pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal.
3. Bagi Pemda, penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan anggaran dan pemanfaatan anggaran Belanja Modal.
4. Bagi Publik, dengan penelitian ini masyarakat mengetahui sumber pendanaan Belanja Modal dan mengetahui kontribusi masyarakat dalam menunjang peningkatan alokasi Belanja Modal melalui PAD.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Kusnandar dan Siswantoro (2012). Perbedaan penelitian ini dengan Kusnandar dan Siswantoro terletak pada variabel, objek dan waktu penelitian. Kusnandar dan Siswantoro (2012) menggunakan variabel PAD, DAU, SiLPA dan Luas Wilayah sebagai variabel independen sedangkan penelitian ini menambahkan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai variabel independen. Selain itu penelitian ini menambahkan DAK sebagai variabel moderating. Objek penelitian Kusnadar dan Siswantoro (2012) adalah Kabupaten/Kota se Indonesia dengan periode amatan tahun 2010, sedangkan objek penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan periode amatan tahun 2011-2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal
Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam Lampiran III PMK No.
101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan bangunan, Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan Belanja Modal Badan Layanan Umum (BLU).
Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja Modal belum ditentukan aturannya. Namun seluruh jenis sumber-sumber penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanai Belanja Daerah diantaranya Belanja Modal.
Sumber-sumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004) yang dapat digunakan sebagai sumber pendaaan Belanja Daerah berasal dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan yaitu: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-Lain pendapatan yang sah yaitu: Hasil Penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, Jasa Giro, Pendapatan bunga, Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Sedangkan Pembiayaan daerah bersumber dari: Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pengalokasi dana yang bersumber dari pendapatan dan pembiayaan daerah kepada belanja daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah sendiri atas kebutuhan belanja daerahnya. Pada umumnya sumber dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah lebih banyak dialokasikan kepada belanja operasional daerah dan sisanya dialokasikan untuk belanja daerah lainnya diantaranya belanja modal.
DAU lebih banyak dialokasikan kepada belanja pegawai, dan sisanya dialokasikan kepada belanja-belanja daerah diantaranya Belanja Modal. Abdullah (2008) juga menjelaskan bahwa belanja modal pada umumnya berasal dari dana bantuan (fund). Dana bantuan pemerintah yang selalu dialokasikan untuk membiayai Belanja Modal adalah Dana Alokasi Khusus. Secara keseluruhan jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014. Namun Bank Indonesia dalam Bisnis.com (02/03/2013) mencatat bahwa alokasi Belanja Modal di hampir seluruh daerah
terhadap total anggaran secara umum masih rendah. Pangsa Belanja Modal terhadap APBD di Luar Jawa memang lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa, sejalan dengan luasnya ruang kebutuhan pengembangan infrastruktur.
Dari teori diatas peneliti mencoba menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya alokasi Belanja Modal Pemda dalam APBD yaitu:
1. Kelemahan perencanaan belanja pemerintah daerah.
Proporsi alokasi belanja daerah masih didominasi kepentingan operasional rutin pemerintahan seperti belanja barang dan belanja pegawai dibandingkan dengan alokasi belanja untuk kegiatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan publik. Hal ini tentunya mempengaruhi besarnya anggaran Belanja Modal Pemda.
2. Ketersediaan sumber-sumber dana belanja daerah.
Pendapatan Daerah dan Pembiayaan merupakan sumber-sumber dana belanja daerah. Apabila PAD terbatas untuk membiayai belanja daerah maka diperlukan adanya bantuan dana transfer (DAU, DBH, DAK) dari pemerintah pusat untuk membantu pendanaan belanja daerah dan menggunakan dana Pembiayaan (SiLPA, Pinjaman) bila terjadi defisit anggaran. Apabila tidak tersedia sumber-sumber dana belanja daerah yang cukup maka sangat riskan untuk bisa menyediakan anggaran yang besar khususnya untuk Belanja Modal.
3. Luasnya daerah yang perlu dikembangkan dan dibangun. Daerah yang padat pembangunan tentunya tidak membutuhkan alokasi Belanja Modal yang banyak. Pengalokasian dana pemeliharaanlah yang perlu ditingkatkan. Namun bagi daerah yang baru dimekarkan tentunya membutuhkan alokasi dana yang
sangat besar pada Belanja Modalnya. Daerah pemekaran membutuhkan banyak pembenahan, pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana publik yang memadai dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga daerah tersebut memiliki daya saing yang kuat dengan daerah lainnya.
Straub (2008) menjelaskan bahwa teori pertumbuhan modern menekankan kemungkinan peran belanja modal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam penelitiannya efek langsung peningkatan Belanja modal adalah dapat secara langsung mempengaruhi produktivitas faktor-faktor lain yang dapat merangsang peningkatan output ekonomi. Dan secara tidak langsung terkait dengan eksternalitas. Dengan adanya infrastruktur yang berkualitas maka dapat mengurangi biaya ketergantungan terhadap sektor swasta seperti penyediaan air bersih, listrik maupun jalan sesuai dengan hasil penelitian Agenor dan Moreno (2006). Pengeluaran biaya daerah ke sektor swasta juga dapat dikurangi melalui peningkatan modal manusia dan produktivitas tenaga kerja sebagai hasil atas investasi publik (Galiani et al., 2005).
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Mardiasmo (2002), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah. PAD yang tinggi merupakan impian yang harus diperjuangkan oleh setiap daerah untuk mencapainya. Tingginya PAD suatu daerah menggambarkan
kemandirian suatu daerah otonom, sehingga tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah akan bantuan dana dari Pemerintah Pusat semakin rendah
Penerimaan PAD digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana daerah. Penyediaan prasarana dan sarana tentunya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, masyarakat yang sejahtera tentunya di indikasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Peningkatan ekonomi masyarakat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah diantaranya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah dari usaha masyarakat. Semakin besar PAD maka semakin besar pula kembali dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana publik yang kembali berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan seterusnya hingga dapat meningkatan PAD kembali. Dengan PAD yang besar maka Belanja Modal dapat dibiayai sendiri melalui PAD tanpa harus menunggu bantuan Pemerintah Pusat, sehingga proses percepatan pembangunan, penyediaan fasilitas pelayanan publik dapat terlaksana dengan cepat. Peningkatan kualitas layanan publik akan mampu meningkatkan kontribusi publik terhadap pembangunan melalui peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum dijelaskan dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2004 sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Yang termasuk dalam pengertian tersebut adalah jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah di
seluruh daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat dan merupakan kesatuan dengan penerimaan umum APBD (Widjaja, 2002). DAU merupakan dana yang bersifat “Block Grant” yang artinya ketika dana tersebut diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah bebas untuk menggunakan dan mengalokasikan dana ini sesuai prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
DAU merupakan dana perimbangan Pemerintah Pusat yang memiliki persentase paling besar diantara jumlah dana perimbangan lainnya yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam APBN. DAU diberikan Pemerintah untuk mengatasi masalah horizontal imbalance, yaitu untuk menjamin keseimbangan sumber-sumber alokasi antar unit-unit pemerintah pada tingkat pemerintah yang sama (Solihin, 2011)
Dibeberapa daerah sebagian besar DAU dialokasikan untuk membiayai belanja pegawai dan sisanya digunakan untuk belanja lainnya seperti belanja modal. Pada dasarnya tidak terdapat batasan dalam penggunaan DAU, sehingga daerah dapat leluasa dalam mengalokasikan dana tersebut sesuai kebutuhan. Yang menjadi permasalahan apabila DAU tidak dikelola dengan efektif dan efisien.
Pemanfaatan DAU yang dominan terhadap belanja pegawai berdampak pada berkurangnya alokasi DAU pada Belanja Modal, ataupun berkurangnya alokasi dana untuk kegiatan yang berdampak langsung pada penyediaan layanan masyarakat seperti program penanggulangan kemiskinan, program pemberdayaan masyarakat dan sebagainya. Pemanfaatan DAU harus dialokasikan pada kegiatan yang sangat penting tapi juga tidak mengesampingkan pengalokasian terhadap
belanja pegawai sebagai suatu keharusan daerah dalam mengembangkan potensi sumber daya pegawainya.
2.1.4 Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004). Dalam penjelasannya Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
Dana Bagi Hasil diberikan Pemerintah Pusat untuk mengatasi masalah vertical fiscal balance yaitu untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan
fiskal dengan sumber-sumber fiskal pada berbagai tingkat pemerintah (Solihin, 2011). Kegunaan DBH sama dengan DAU. Kedua dana tersebut bersifat “block grant” artinya apabila dana tersebut telah diterima Pemerintah Daerah dalam Kas
Daerah maka dana tersebut dapat dialokasikan pada berbagai belanja daerah sesuai dengan kebutuhan sehingga DBH dapat menjadi salah satu sumber dana untuk membiayai belanja modal.
2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Abdullah (2013) merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006. Menurut Tanjung (2009), SiLPA didefenisikan sebagai selisih antara surplus/defesit dengan pembiayaan
neto. SiLPA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit APBD akibat dari usaha peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat sesuai penjelasan dalam PMK No.45/PMK.02/2006.
Jika SiLPA daerah cukup besar dan diperkirakan mampu membiayai seluruh Belanja Modal Daerah maka untuk penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan publik tidak harus menunggu bantuan dana transfer dari Pemerintah Pusat. Dana Transfer dapat dialokasikan untuk belanja operasional dan belanja tak terduga daerah. Di samping itu jumlah SiLPA suatu daerah dapat juga mengindikasikan sejauh mana Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran daerah secara efisien dan ekonomis dalam setiap anggaran belanja daerah.
Menurut Tanjung (2009) bahwa kelebihan SiLPA yang cukup besar dapat mengindikasikan bahwa Pemerintah tidak tepat dalam menganggarkan anggaran belanja daerah sehingga seharusnya kelebihan penganggaran tersebut dapat digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan belanja modal yang berguna untuk penyediaan pelayanan publik pada tahun berjalan menjadi tertunda.
2.1.6 Luas Wilayah
Luas Wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasana daerah sesuai dengan penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Maksudnya semakin besar luas wilayah suatu daerah pemerintahan maka semakin banyak juga sarana dan prasarana yang harus disediakan Pemerintah Daerah agar tersedia pelayanan publik yang baik.
Dikaitkan dengan pemekaran daerah maka luas wilayah kemungkinan erat kaitannya dengan penganggaran belanja modal. Daerah Otonom Baru (DOB) hasil
pemekaran tentunya berupaya membangun daerahnya dengan berbagai fasilitas layanan publik yang lebih layak terutama di wilayah-wilayah yang belum menikmati pembangunan layanan publik seperti Rumah Sakit/Puskesmas, Gedung Sekolah, pembuatan tower telekomunikasi, pembangunan pasar-pasar tempat berdagang, pembukaan jalur perhubungan berupa dermaga atau jalan-jalan kota yang memudahkan mobilitas masyarakat terutama dari wilayah-wilayah yang belum terjangkau pemerintah sebelumnya. Jadi semakin luas daerah yang perlu dibangun maka semakin besar belanja modal yang harus dianggarkan.
Penyediaan prasarana berdasarkan wilayah ini tidak lepas juga kaitannya dengan penyebaran penduduk di wilayah tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang disediakan Pemerintah Daerah. Sebaliknya semakin baik prasarana dan sarana yang disediakan disuatu wilayah akan menarik penduduk untuk berdomisili di wilayah tersebut. Dimana ada penduduk maka disana terjadi kegiatan ekonomi.
Jika kegiatan ekonomi masyarakat berkembang dengan baik maka kesejahteraan masyarakat di daerah setempat juga meningkat. Hal ini terkait dengan teori dasar- dasar ekonomi wilayah yaitu efisiensi dan keadilan. Efisensi pembangunan wilayah untuk menunjang alokasi sumber daya secara efektif diberbagai wilayah, hal ini berkaitan dengan persoalan bagaimana memanfaatkan sumber daya secara lebih baik. Keadilan artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk membantu wilayah-wilayah yang kurang maju. Karena penduduk mempuyai mobilitas, maka upaya terbaik adalah membantu penduduk yang kurang makmur yang tinggal di suatu wilayah tertentu agar berani pindah ke wilayah lain (Adisasmita, 2005).
2.1.7 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu yang mempunyai kebutuhan khusus dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 Tahun 2004). Bratakusumah dan Solihin (2003) menjelaskan bahwa kebutuhan khusus yang dimaksud adalah kebutuhan yang secara umum tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum dan juga tidak sama dengan kebutuhan daerah lainnya yang mana kebutuhan tersebut merupakan prioritas nasional, misalnya pembangunan jalan di kawasan terpencil, proyek-proyek kemanusiaan, proyek yang dibiayai donor.
Dalam penjelasan UU No. 33 Tahun 2004 semakin dipertegas bahwa DAK dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Jumlah DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN berdasarkan masing-masing bidang pengeluaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. DAK yang dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan kegiatan, dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri Teknis oleh daerah tersebut. Bila kegiatan yang diusulkan oleh daerah termasuk dalam kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan, daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari PAD, Bagian daerah dari PBB, Bagian daerah dari BPHTB, Bagian daerah dari penerimaan SDA, DAU, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan
yang sah, yang penggunaannya dapat ditentukan sepenuhnya oleh daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2002).
Pembiayaan kebutuhan khusus memerlukan dana pendamping dari penerimaan umum APBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) sebagai komitmen dan tanggungjawab daerah dalam pembiayaan program-program yang merupakan kebutuhan khusus tersebut.
Jika usulan kegiatan Belanja Modal daerah seluruhnya diterima Menteri Teknis, maka sumber pembiayaan belanja modal daerah juga dapat berasal dari DAK. Tentunya dengan adanya alokasi DAK dari pusat, pemerintah daerah dapat semakin memperbesar alokasi dana untuk kegiatan Belanja Modal daerah.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah Jean-Faguet (2005) dalam penelitiannya yang berjudul The Effects of Decentralisation on Public Investment: Evidence and Four Lessons From Bolivia and Colombia,
menggunakan variabel desentralisasi sebagai variabel independen dan investasi publik sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa di Bolivia, desentralisasi membuat pemerintah menjadi lebih tanggap dan mengarahkan investasi publik pada daerah-daerah dengan kebutuhan besar, sedangkan di Columbia, desentralisasi berdampak signifikan terhadap investasi kota, sedangkan biaya operasional kota berkurang.
Abdullah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan, di Kabupaten/Kota di beberapa Provinsi di
pulau Sumatera, menggunakan PAD, Pendapatan dari Pemerintah sebagai variabel independen, sedangkan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pertama, Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan. Kedua, sumber dana pendapatan berupa dana perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal sementara PAD tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Situngkir (2009) dengan judul penelitian Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran Belanja Modal di Pemko/Pemkab Sumatera Utara, menggunakan PAD, DAU dan DAK sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menemukan bahwa secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap Belanja Modal namun secara parsial Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.
Putro (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU terhadap pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa DAU berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal.
Kusnandar dan Siswantoro (2012) dengan judul penelitian Pengaruh DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja modal di Kabupaten/Kota se Indonesia. Penelitian ini menggunakan DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Hasil
penelitiannya mengatakan bahwa DAU, PAD, SiLPA, dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja Modal, namun secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Secara ringkas tinjauan atas penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1.
Tinjauan atas Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti/
Tahun Judul Penelitian Variabel yang
Digunakan Hasil Penelitian Jean-Faguet
(2005)
The Effects of
Decentralisation on Public Investment: Evidence and Four Lessons From Bolivia and Colombia
Independen Desentralisasi
:
Investasi Publik Dependen:
Di Bolivia, desentralisasi membuat pemerintah menjadi lebih tanggap dan
mengarahkan investasi publik pada daerah-daerah dengan kebutuhan besar Di Colombia, desentralisasi berdampak signifikan terhadap investasi kota, sedangkan biaya operasional kota menurun.
Abdullah (2008)
Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan
PAD, Pendapatan dari Pemerintah Independen:
Belanja Modal Dependen1:
Belanja Pemeliharaan Dependen 2:
- Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan.
- Sumber dana pendapatan berupa dana
perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal sementara PAD tidak berpengaruh.
Situngkir (2009)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara
Independen Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK
:
Dependen Belanja Modal
:
Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK secara keseluruhan berpengaruh terhadap Belanja Modal namun secara parsial Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Putro (2011)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Study Kasus pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)
Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU Independen:
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Dependen:
DAU berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal.
Kusnandar dan Siswantoro
(2012)
Pengaruh DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal
(Penelitian Kabupaten/Kota se – Indonesia)
DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah Independen:
Dependen:
DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah secara keseluruhan berpengaruh terhadap Belanja Modal namun secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti mengindentifikasikan 5 (lima) independen variabel (X) dan 1 (satu) variabel moderating (Z) yang diperikirakan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi Belanja Modal sebagai variabel dependen (Y). Model Penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Dana Alokasi Umum (X2)
Dana Bagi Hasil (X3) Luas Wilayah
(X4)
Belanja Modal (Y)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(X5)
Dana Alokasi Khusus (Z)
Dari kerangka konseptual diatas, peneliti bermaksud untuk meneliti pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal dengan DAK sebagai variabel moderating. Belanja Modal merupakan salah satu jenis dari Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat/publik. Untuk membiayai belanja modal tentunya dibutuhkan sumber-sumber dana yang cukup besar. Sesuai dengan tujuan desentralisasi sumber dana yang sangat diharapkan untuk membiayai belanja daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (X1), yang dapat menjadi faktor penting dalam menunjukkan kemandirian suatu daerah otonom.
Setiap daerah otonom berusaha sedaya mampu mungkin untuk menggali seluruh potensi daerah untuk mencapai PAD yang lebih besar lagi. Namum pada kenyataannya sampai saat ini belum ada daerah otonom yang jumlah PADnya mampu untuk membiayai seluruh belanja daerah. PAD dialokasikan untuk membiayai belanja-belanja tertentu sesuai dengan jumlah PAD yang dimiliki daerah. Terkait dengan Belanja Modal (Y), PAD dapat dijadikan salah satu sumber pembiayaan belanja modal, hanya saja alokasi PAD terhadap Belanja Modal setiap daerah otonom berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan PAD masing-masing daerah.
Akibat dari ketidakmampuan daerah untuk membiayai belanja daerah, maka Pemerintah Pusat memberikan Dana Perimbangan kepada daerah dalam bentuk DAU (X2) dan DBH (X3). DAU dan DBH digunakan daerah untuk membiayai belanja daerah yang bersifat prioritas diantaranya Belanja Modal. Khusus untuk daerah otonom yang baru berkembang Belanja Modal merupakan salah satu belanja yang membutuhkan alokasi dana yang cukup besar mengingat daerah
otonom baru tentunya membutuhkan adanya pembangunan maupun perbaikan seluruh prasarana dan sarana daerah demi menunjang perbaikan layanan publik yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah otonom. Untuk itu peneliti mencoba meneliti bagaimana pengaruh DAU dan DBH terhadap Belanja Modal.
Menurut peneliti Luas Wilayah (X4) sangat mempengaruhi Belanja Modal suatu daerah. Semakin luas dan semakin banyak daerah yang dikembangkan maka semakin besar kebutuhan Belanja Modal untuk membangun daerah tersebut. Dari sudut pandang luas wilayah inilah peneliti juga mencoba meneliti bagaimana pengaruh luas wilayah terhadap besaran Belanja Modal suatu daerah.
SiLPA (X5) merupakan salah satu sumber tambahan pembiayaan daerah apabila APBD daerah defisit dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesehatan masyarakat. Sehingga kebanyakan daerah mengalokasikan SiLPA dalam kegiatan Belanja Modal sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia yaitu mengalokasikan SiLPA untuk pembiayaan infrastruktur.
DAK merupakan sumber pendanaan dari APBN terhadap daerah khusus untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Dengan demikian apabila usulan kegiatan Belanja Modal daerah yang tidak sepenuhnya dapat dibiayai melalui PAD dan pembiayaan daerah diterima Menteri teknis dan anggarannya ditampung dalam DAK maka jumlah anggaran Belanja Modal daerah tentunya semakin besar. Sehingga pemenuhan pembangunan sarana dan prasarana daerah semakin cepat terlaksana.
Sehingga menurut penulis DAK mungkin dapat menjadi pemoderasi hubungan PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan. Kebenaran dugaan sementara akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap belanja modal.
2. DAK dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian kausal, yaitu untuk melihat hubungan yang bersifat sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya (Daulay, 2010). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Luas Wilayah dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebagai variabel independen, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai variabel moderating dan Belanja Modal sebagai variabel dependen.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara mulai Juli 2013 s/d Desember 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah Pemerintahan Kabupaten/Kota yang berada di Sumatera Utara yaitu sebanyak 33 daerah Kabupaten/Kota dengan periode amatan tahun 2011 – 2012. Periode amatan dimulai dari tahun 2011 agar DOB memiliki kesempatan untuk menjadi sampel. Hal ini disebabkan beberapa populasi merupakan DOB yang APBD Kabupaten/Kota nya baru dimulai T.A.
2010. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu (Lubis, 2012) yaitu:
1. LKPD yang digunakan telah diaudit BPK.
2. Tersedianya data yang lengkap selama periode amatan (Belanja Modal, PAD, DAU, DBH, SiLPA, Luas Wilayah, DAK).
3. Memiliki SiLPA bukan SiKPA.
Dari 33 daerah kota dan kabupaten yang dijadikan populasi, hanya 26 kabupaten/kota yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Nama 26 daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara yang menjadi sampel dalam penelitian ini tercantum pada tabel 4.2
Tabel 4.1
Daftar Sampel Penelitian
No Daerah Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Sampel
1 Kab. Asahan √ √ √ Sampel 1
2 Kab. Dairi √ √ √ Sampel 2
3 Kab. Deli Serdang - √ √ -
4 Kab. Tanah Karo √ √ √ Sampel 3
5 Kab. Labuhan Batu √ √ √ Sampel 4
6 Kab. Langkat √ √ √ Sampel 5
7 Kab. Mandailing Natal √ √ √ Sampel 6
8 Kab. Nias √ √ √ Sampel 7
9 Kab. Simalungun √ √ √ Sampel 8
10 Kab. Tapanuli Selatan √ √ √ Sampel 9
11 Kab. Tapanuli Tengah √ √ √ Sampel 10
12 Kab. Tapanuli Utara √ √ √ Sampel 11
13 Kab. Toba Samosir √ √ - -
14 Kab. Pakpak Barat √ √ √ Sampel 12
15 Kab. Nias Selatan - √ √ -
16 Kab.Humbang Hasundutan √ √ √ Sampel 13
17 Kab. Serdang Bedagai √ √ √ Sampel 14
18 Kab. Samosir - √ √ -
19 Kab. Batu Bara - √ √ -
20 Kab. Padang Lawas √ √ √ Sampel 15
21 Kab. Padang Lawas Utara √ √ √ Sampel 16
22 Kab. Labuhanbatu Selatan √ √ √ Sampel 17
23 Kab. Labuhanbatu Utara √ √ √ Sampel 18
24 Kab. Nias Utara √ √ √ Sampel 19
25 Kab. Nias Barat - √ √ -
26 Kota Binjai √ √ √ Sampel 20
27 Kota Medan √ √ √ Sampel 21
28 Kota Pematang Siantar √ √ √ Sampel 22
29 Kota Sibolga √ √ √ Sampel 23
30 Kota Tanjung Balai - √ √ -
31 Kota Tebing Tinggi √ √ √ Sampel 24
32 Kota Padang Sidempuan √ √ √ Sampel 25
33 Kota Gunung Sitoli √ √ √ Sampel 26
Jumlah... 26 33 32 26
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah realisasi PAD, DAU, DBH, DAK, SiLPA dan Belanja Modal daerah dalam LKPD kabupaten/kota di Sumatera Utara. Data ini juga dapat diakses langsung melalui situs web resmi Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang beralamat di http://sumut.bps.go.id.
Data untuk Luas Wilayah bersumber dari Kementerian Dalam Negeri yang beralamat di http://www.kemendagri.go.id.
Data tersebut merupakan kombinasi dari data runtut waktu (time-series) yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan secara silang tempat (cross-section) yang dikumpulkan pada suatu titik waktu (Lubis, 2012) yang disebut dengan pooling data dengan combined model.
Data SiLPA menggunakan realisasi SILPA tahun sebelumnya (2010 - 2011), sedangkan data PAD, DAU, DBH, DAK dan Belanja Modal menggunakan realisasi anggaran tahun 2011 - 2012. Penelitian ini menggunakan data yang diambil dari 26 daerah kabupaten dan kota (section) selama periode waktu 2 tahun (series) yaitu tahun 2011- 2012. Sehingga jumlah seluruh unit analisis sebanyak 52 unit.
4.5 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi Belanja Modal tahun 2011-2012 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi PAD tahun 2010-2011 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi DAU tahun 2011-2012 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Dana Bagi hasil (DBH) merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber- sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi DBH tahun 2011- 212 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Luas Wilayah ialah besarnya lingkungan daerah dan memiliki batas dengan daerah lain. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Luas Wilayah Pemkab/Pemko Sumatera Utara Tahun 2013 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya. Indikator yang digunakan pada variabel ini adalah Realisasi SiLPA tahun 2010-2011 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk