• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SOSIALISASI SPO KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPADA PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI UNIT MEDICAL CHECK UP RSUD DR. MOEWARDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SOSIALISASI SPO KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPADA PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI UNIT MEDICAL CHECK UP RSUD DR. MOEWARDI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SOSIALISASI SPO KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KEPADA PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI

UNIT MEDICAL CHECK UP RSUD DR. MOEWARDI

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh: Hartati NIM. ST151063

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

(2)
(3)

Pengaruh Sosialisasi SPO Komunikasi Terapeutik kepada Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Unit Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi

1)Hartati, 2)Anita Istiningtyas, 3)Isnaini Rahmawati Email: hartatimcursdm@gmail.com

1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2) 3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Penelitian yang dilakukan di Provinsi Jawa Tengah mengenai indikator kepuasan pasien di rumah sakit menyampaikan bahwa, dalam pengalaman sehari-hari ketidakpuasan pasien yang paling sering diungkapkan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit antara lain keterlambatan pelayanan dokter dan perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit

Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasy experiment with control

group. Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah 230 pasien MCU RSUD Dr. Moewardi pada

bulan September 2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu 70 orang pada bulan Desember 2016. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian menunjukkan kepuasan pasien pada kelompok perlakuan paling banyak yaitu sangat puas 23 orang (65,7%), kepuasan pasien pada kelompok kontrol paling banyak yaitu puas 23 orang (65,7%). Tidak ada pengaruh sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi dengan nilai p value 0,59.

Saran untuk perawat atau rumah sakit dapat memberikan gagasan baru atau pikiran berupa SPO komunikasi terapeutik yang sebelumnya belum pernah dirumuskan di tempat penelitian. Kata Kunci : SPO, Komunikasi Terapeutik, Kepuasan Pasien

Daftar Pustaka : 26 (2006-2016)

ABSTRACT

A research conducted in Central Java province on patient satisfaction indicators concludes that based on patients’ daily experience, their dissatisfaction mostly relates to hospital personnel’s attitudes and behaviors, one of which is a delay in doctors’ and nurses’ services. The present research sought to analyze the influence of SPO socialization of therapeutic communication for nurses on patient satisfaction at medical check up unit of Hospital of Dr. Moewardi.

The research belongs to a quantitative research using a quasi-experiment with control groups. The population covers 230 patients being in treatment at medical check up unit of hospital of Dr. Moewardi in September 2016. Samples of 70 patients were taken using simple random sampling method in December 2016. Data were analyzed using Fisher’s exact test.

The research findings indicated that most patients in either treatment or control group (with total number of 23 persons (65.7%) and 23 persons (65.7%), respectively) were highly satisfied. There is no influence of SPO socialization of therapeutic communication for nurses on patient satisfaction at medical check up unit of hospital of Dr. Moewardi as indicated by p-value of 0.59.

It is suggested for nurses or hospital management to provide new ideas containing SPOs of therapeutic communication which have never been formulated in the research location.

Keywords : SPO, therapeutic communication, satisfaction patients References : 26 (2006-2016)

(4)

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan yang

bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai tingkat

kepuasan rata-rata penduduk serta

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Menurut Wijono dalam Elia (2011), semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan berarti pelayanan tersebut makin bermutu.

Survey kepuasan pasien yang dilakukan di rumah sakit United States of

America (USA) menggambarkan hanya

33% tenaga medis yang dinilai

memuaskan dalam berkomunikasi (Al- Abri dan Al-Balushi, 2014). Penelitian dilakukan oleh Ibnu (2009) di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan Barat, bahwa klien merasa puas dengan komunikasi perawat sebesar (66,7%). Sedangkan penelitian yang dilakukan Alviana (2008), bahwa klien merasa puas dengan komunikasi perawat di Paviliun Amarylis RSUD Tugurejo Semarang sebesar 56,9%.

Komunikasi terapeutik termasuk

komunikasi interpersonal yaitu

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan non verbal, komunikasi terapeutik bukan

tentang apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang itu melakukan komunikasi dengan orang lain dalam mengembangkan hubungan yang saling membantu antara klien dengan perawat (Musrin dkk, 2012).

Sigalingging (2013), menyatakan

faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan komunikasi terapeutik adalah tingkat pendidikan, lama berkerja, pengetahuan, sikap, kondisi psikologis, situasi/suasana, kejelasan pesan yang

disampaikan serta adanya Standard

Procedure Operating (SPO) komunikasi

terapeutik.

Pelaksanaan sebuah prosedur

keperawatan akan lebih efektif jika terlebih dahulu diberikan sosialisasi.

Sosialisasi adalah usaha untuk

memperlancar proses tindakan/ program sehingga menjadi dikenal, dipahami dan dihayati oleh seseorang (Kamus Berbasis Bahasa Indonesia, 2016). Sosialisasi SPO komunikasi terapeutik terhadap perawat sangat diperlukan agar seluruh perawat

mengetahui standar/pedoman tertulis

dalam melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien.

Berdasarkan hasil studi

pendahuluan tahun 2016 melalui polling

online kualitas pelayanan di RSUD Dr.

Moewardi dari 1967 voting sebanyak 657

(33%) vote menyatakan kurang

(5)

memuaskan, 444 (22%) vote memuaskan dan 355 (17%) vote cukup memuaskan. Data di Unit Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi pada Unit Medical Check

Up RSUD Dr. Moewardi terdapat 5

(lima) petugas. Terdiri dari 2 (dua) petugas administrasi dan 3 (tiga) perawat. Pada ruang MCU sistem kerja yang digunakan adalah sistem kerja tim. Pasien yang memiliki minat berkunjung ke Unit Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2015 adalah 3003

pasien. Jumlah tersebut mengalami

peningkatan pada tahun 2016. Sampai bulan Juli tahun 2016 jumlah pasien 2421. Bulan Januari 226 pasien, Februari 254 pasien, Maret 362 pasien, April 366 pasien, Mei 563 pasien, Juni 222 pasien dan Juli 428 pasien (Data sensus harian

Unit Medical Check Up RSUD Dr.

Moewardi).

Hasil observasi dan wawancara ditemukan data terdapat pasien bertanya tentang tindakan dari penyakit, akan

tetapi perawat hanya memberikan

penjelasan sambil duduk dan memberi arahan kepada pasien untuk mendapatkan penjelasan dari dokter. Perawat yang tidak memberikan jalan keluar yang baik pada saat terdapat pasien yang 3 (tiga) kali datang tetapi tidak bertemu dengan

dokter yang bersangkutan. Perawat

memberi penjelasan dengan tidak

memandang pasien, perawat memberikan

penjelasan dengan menulis atau mengetik pada komputer. Pada tempat yang berbeda, perawat menjawab pertanyaan pasien dengan suara keras dan nada tinggi.

Berdasarkan data yang

ditemukan, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian pengaruh

Sosialisasi SPO Komunikasi Terapeutik Kepada Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Unit Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit

Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi.

METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian jenis kuantitatif dengan design

Quasy experiment with control group

dengan metode post test design only. Populasi pada penelitian ini adalah 230 pasien MCU RSUD Dr. Moewardi pada

bulan September 2016. Teknik

pengambilan sampel menggunakan teknik sampling probability sampling

(simple random sampling) yaitu 70

sampel (kelompok kontrol sebanyak 35 dan kelompok perlakuan sebanyak 35 sebagai tolak ukur perlakuan dan kontrol pemberian sosialisasi SPO komunikasi

(6)

terapeutik). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016- Februari 2017.

Alat penelitan yang digunakan

yaitu kuesioner kepuasan pasien yang

diadopsi dari Nursalam (2014) dan SPO komunikasi terapeutik yang dibuat oleh peneliti berdasarkan pada teori.

Analisis data univariat penelitian meliputi jenis kelamin, usia, kepuasan pasien kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang disajikan dalam bentuk proporsi presentase. Analisis bivariat analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit

Medical Check Up RSUD Dr. Moewardi

dilakukan uji Fisher.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang telah

dilakukan didapatkan karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin,

usia, kepuasan pasien kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan disajikan dalam tabel serta deskripsi.

Tabel 1 Karakteristik Responden (n=70)

Karakteristik Kelompok Jenis Kelamin Perlakuan Kontrol F % F %

Dewasa awal 11 31,4 11 31,4 N=70 70 100 70 100

Diketahui dari Tabel 1 distribusi frekuensi jenis kelamin kelompok perlakuan paling banyak yaitu perempuan 23 orang (65,7%) dan kelompok kontrol juga perempuan 21 orang (60%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Musrin dkk (2012) yang menunjukkan bahwa mayoritas responden berdasarkan

jenis kelamin adalah perempuan

sebanyak 22 orang (53,7%). Pada dasarnya perempuan dan laki-laki

memiliki gaya komunikasi yang

berbeda. Jenis kelamin dapat

mempengaruhi seseorang pada saat

berinteraksi. Hal tersebut dapat

mempengaruhi seseorang dalam

menafsirkan pesan yang diterimanya (Potter & Perry, 2007).

Menurut peneliti, jenis kelamin tidak mempengaruhi persepsi

terhadap kepuasan. Hal tersebut

didukung oleh Dolonsky dalam Warjini (2016) bahwa persepsi dan

reaksi terhadap gangguan sakit

dipengaruhi oleh seks, ras, pendidikan, kelas ekonomi dan latar belakang budaya. Dari pernyataan

Laki-laki 12 34,3 14 40 Perempuan 23 65,7 21 60

Usia (Depkes, 2009)

Remaja akhir 24 68,6 24 68,6

tersebut antara pria dan wanita akan relatif sama dalam merasakan kepuasan. Peneliti berasumsi

(7)

karakteristik responden tidak harapan untuk mencapai kepuasan

berpengaruh dalam kepuasan pasien (Potter & Perry, 2007).

hal ini didukung oleh penelitian yang Menurut pendapat peneliti tidak

dilakukan oleh Hidayati dkk (2014), adanya hubungan antara usia dengan

bahwa tidak adanya hubungan antara tingkat kepuasan dimungkinkan

umur, jenis kelamin, pekerjaan, karena pada dasarnya setiap pasien

pendapatan maupun pendidikan dari yang muda maupun yang tua

responden terhadap kepuasan pasien. menginginkan perhatian dan kasih

Hasil penelitian distribusi sayang, setiap keluhannya ingin

frekuensi usia paling banyak pada didengar oleh tenaga kesehatan

kelompok perlakuan dan kelompok khususnya dokter dan perawat. Selain

kontrol yaitu remaja akhir masing- itu Maslow dalam teorinya tentang

masing 24 orang (68,6%). kebutuhan manusia juga menjelaskan

Hasil penelitian ini sama bahwa setiap manusia membutuhkan

dengan penelitian Siti, Zulpahiyana & ingin memiliki dan dimiliki, cinta dan

Indrayana (2016) yang menunjukkan kasih sayang serta harga diri, sehingga

bahwa kepuasan pasien terhadap antara yang muda dan yang tua

komunikasi terapeutik perawat menginginkan hubungan interpersonal

sebagian besar remaja akhir yaitu 14 yang baik (Supardi 2006 dalam

orang (24,6%). Kesehatan memiliki Hidayati, 2014).

arti penting guna menunjang aktivitas 2. Kepuasan Pasien pada Kelompok

para responden. Seseorang akan Perlakuan dan Kontrol

semakin mampu mengambil Tabel 2 Karakteristik Responden

keputusan, lebih bijaksana, lebih Berdasarkan Kepuasan Pasien (n=70)

Kategori Kelompok

mampu berpikir rasional. Lebih dapat Kepuasan Perlakuan Kontrol

Pasien F % F %

mengendalikan emosi dengan Puas 12 34,3 23 65,7

bertambahnya usia. Hal ini dapat diketahui bahwa dengan usia yang bertambah kondisi fisik berkurang dan mudah sakit sehingga pemanfaatan fasilitas kesehatan semakin sering sehingga individu dapat menggunakan fasilitas kesehatan sesuai dengan

Sangat puas 23 65,7 12 34,3 N=70 35 100 35 100

Diketahui dari Tabel 2

distribusi frekuensi kepuasan pasien pada kelompok perlakuan paling banyak yaitu sangat puas 23 orang (65,7%).

(8)

Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Husna,

Sumarliyah & Tipo (2009) yang

menunjukkan bahwa dengan

komunikasi terapeutik maka terdapat 39 pasien menyatakan puas.

Penerapan komunikasi

terapeutik oleh perawat yang efektif ini disebabkan karena kesadaran perawat yang makin meningkat

tentang pentingnya membina

komunikasi yang efektif dan terbuka sehingga tercapai hubungan yang saling percaya dengan pasien untuk

dapat memahami permasalahan

pasien dan tepat dalam

menanganinya. Selain itu rumah

sakit lebih mengedepankan

pelayanan dan menggantungkan

kelangsungan hidup rumah sakit dari

kepercayaan pasien dalam

memanfaatkan pelayanan rumah sakit ini, yang menyebabkan

perawat sebagai ujung tombak

pelayanan kesehatan kepada pasien,

merasa perlu menerapkan

kemampuan komunikasi terapeutik yang efektif untuk dapat

meyakinkan pasien bahwa

pelayanan yang akan diterima benar – benar berkualitas. Komunikasi merupakan alat kontak sosial antara individu yang satu dengan yang lain. Komunikasi yang tidak efektif akan

menimbulkan kesalahan presepsi

dan mengganggu keharmonisan

hubungan antar individu. Namun sebaliknya komunikasi yang efektif, tepat waktu dengan sikap, intonasi, ekspresi wajah yang sesuai akan meningkatkan kepercayaan antara individu dalam membina hubungan

saling percaya dan saling

membutuhkan (Husna, Sumarliyah & Tipo, 2009).

Hibdon (2010) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien

apa adanya, perawat akan

meningkatkan kemampuan klien

dalam membina hubungan saling percaya. Hal senada diungkapkan oleh Roger (1974) dalam Abraham

dan Shanley (2007) yang

mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan,

memecahkan masalah dan

meningkatkan koping.

Menurut peneliti

komunikasi yang diterapkan perawat

X sudah baik dalam teknik

penyampaian sehingga dapat tercipta kepuasan pasien. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan perawat yaitu S-1 Keperawatan. Pendidikan S-1 Keperawatan sudah terdapat

(9)

materi mengenai komunikasi

terapeutik sehingga dapat

mendukung teknik komunikasi yang

diberikan. Selain itu pelatihan

excellent service juga pernah diikuti

perawat X.

Hasil penelitian diketahui pada Tabel 2 distribusi frekuensi kepuasan pasien pada kelompok kontrol paling banyak yaitu puas 23 orang (65,7%).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Siti, Zulpahiyana & Indrayana (2016) menunjukkan

bahwa responden yang tidak

mendapatkan komunikasi terapeutik yang baik mayoritas memiliki tingkat kepuasan puas sebanyak 14 orang (24,6%).

Menurut Nursalam

mengatakan bahwa kepuasan pasien apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, harapan pasien dapat dipenuhi, maka pasien

akan puas (Nursalam, 2014).

Kepuasan adalah perasaan senang

seseorang yang berasal dari

perbandingan antara kesenangan

terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya. Kepuasan

suatu produk dan harapan-

harapannya (Nursalam, 2014). Sesuai dengan teori di atas dapat

diketahui bahwa semakin baik

kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit maka tingkat kepuasan pasien juga akan meningkat, dan

sebaliknya apabila kualitas

pelayanan yang diberikan tidak baik

maka kepuasan pasien akan

menurun.

Berdasarkan pengamatan

peneliti, perawat Y adalah seorang

perawat yang mempunyai

pengalaman kerja yang lama. Masa kerja yang lama diyakini peneliti

berpengaruh terhadap teknik

penyampaian informasi. Perawat Y mempunyai jenjang pendidikan D3 Keperawatan, namun lama kerja perawat Y lebih lama dari pada perawat X. Perawat Y juga pernah mengikuti pelatihan excellent

service.

3. Pengaruh sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit Medical

Check Up RSUD Dr. Moewardi

Tabel 4 Analisis Fisher (n=70) Variabel Sig

Komunikasi Terapeutik 0,59

adalah perasaan senang atau kecewa

sesorang yang muncul setelah

membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil

Kepuasan Pasien

Diketahui dari Tabel 4 diketahui pada masing-masing tabel

(10)

didapatkan nilai expected count < 5 sehingga uji hipotesis menggunakan

Fisher didapatkan hasil p value 0,59

(p>0,05) maka H0 diterima yang

artinya tidak ada pengaruh sosialisasi SPO komunikasi terapeutik kepada perawat terhadap kepuasan pasien di Unit Medical

Check Up RSUD Dr. Moewardi.

Peneliti meyakini bahwa

teknik komunikasi yang dilakukan perawat X dan Y sudah baik. Sosialisasi SPO tidak memiliki pengaruh yang signifikan karena dalam memberikan pelayanan yang prima, perawat sudah dibekali dengan pelatihan excellent service sehingga tanpa dilakukan sosialisasi SPO komunikasi terapeutik perawat sudah mempunyai cara penyampaian yang baik.

Menurut peneliti, Faktor yang mempengaruhi kepuasan

pasien dalam penelitian ini

dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu

didapatkan dari diri dan kemampuan perawat X dan Y dalam melakukan komunikasi. Komunikasi terapeutik sebelumnya sudah masuk dalam

pembelajaran waktu pendidikan

seorang perawat, serta pelatihan yang diadakan oleh rumah sakit yaitu excellent service juga turut

berperan dalam teknik komunikasi yang diterapkan.

Secara garis besar hasil

penelitian menunjukkan bahwa

pasien yang menjadi responden sudah puas dengan komunikasi yang dilakukan perawat X maupun

perawat Y. Perawat X yang

mendapatkan sosialisasi SPO

komunikasi terapeutik, walaupun memiliki masa kerja di Unit Medical

Check Up lebih pendek

dibandingkan dengan perawat Y, akan tetapi perawat X pernah bertugas sebagai Duty Manajer

(DMN), sehingga memiliki

kemampuan lebih dalam

berkomunikasi terhadap klien dan

dalam mengambil sikap atau

keputusan pada saat menghadapi situasi yang memerlukan pemecahan permasalahan. Sedangkan perawat Y yang tidak mendapatkan sosialisasi SPO komunikasi terapeutik, memiliki masa kerja di Unit Medical

Check Up lebih lama jika

dibandingkan dengan perawat X,

sehingga perawat Y telah

berpengalaman dalam memberikan

pelayanan kepada klien,

berpengalaman dalam teknik

berkomunikasi dengan klien dan dalam menghadapi berbagai situasi yang terjadi di Unit Medical Check

(11)

Up. Berdasarkan hal tersebut

peneliti berasumsi bahwa

komunikasi terapeutik berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien, walaupun tanpa diberikan sosialisasi SPO komunikasi terapeutik. Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu dari kemudahan menjalankan alur pelayanan dan segi sarana lengkap

dengan jarak tempuh dekat.

Koordinasi antar petugas pada unit terkait sudah dilaksanakan sebelum

program pemeriksaan. Bahkan

disediakan ruang khusus dalam

menjalankan pemeriksaan

penunjang untuk menghindari

menumpuknya pasien pada suatu

tempat. Formulir pemeriksaan

pelayanan telah disiapkan

sebelumnya sehingga

mempermudah pelayanan. Dokter pemeriksa telah terjadual dan datang sesuai waktu yang telah disepakati. Selain itu, stempel pengesahan hasil dilakukan oleh petugas terkait dan pengambilan hasil juga terkoordinasi dengan baik sehingga memudahkan pasien dalam mendapatkan hasil surat keterangan kesehatan sesuai kebutuhan. Segi lain dari sarana yang diberikan pada pelayanan rumah sakit dengan jarak tempuh

dekat, misalnya kasir yang

disentralisasi. Sentralisasi dalam hal

ini yaitu pembayaran setiap tindakan atau pemeriksaan seperti radiologi dan pemeriksaan laboratorium tidak dibayarkan di unit-unit pemeriksaan, akan tetapi di bayarkan di satu kasir sehingga mempermudah pasien

dalam melakukan transaksi

pembayaran. Fasilitas yang diterima oleh kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sama, sehingga penilaian yang diberikan pun relatif sama yaitu sangat puas dan puas. Faktor eksternal itulah yang diyakini

peneliti mempengaruhi tingkat

kepuasan pasien. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian

Husna, Sumarliyah & Tipo (2009) yang menunjukkan bahwa uji statistik tentang hubungan antara

komunikasi terapeutik perawat

dengan kepuasan pasien

menunjukan korelasi yang bermakna dimana uji statistik dengan rho

Spearman,s test asymp sign = 0,007

< ά 0,05.

Korelasi yang positif dan kuat ini menerangkan bahwa bila komunikasi terapeutik diterapkan

secara konsisten oleh perawat

didalam memberikan pelayanan

keperawatan maka akan berdampak pada pencapaian kepuasan pasien akan pelayanan tersebut atau terdapat hubungan yang kuat antara

(12)

komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien. Kepuasan ini pula akan berdampak pada

kualitas pelayanan keperawatan

khususnya dan kualitas pelayanan rumah sakit umumnya maupun

pengakuan terhadap kemampuan

profesional perawat didalam

mengatasi permasalahan pasien.

Selain itu kepuasan ini pula akan berdampak pada penggunaan yang berulang fasilitas rumah sakit tersebut atau akan menjadi pilihan utama pasien untuk meminta

bantuan medis. Peningkatan

kepercayaan pasien terhadap

pelayanan rumah sakit memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan rumah sakit tersebut

baik secara kualitatif maupun

kuantitataif (Husna, Sumarliyah & Tipo, 2009).

Hal ini sesuai dengan

pendapat Moison, Walter dan White

dalam Haryanti (2010) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah faktor komunikasi yaitu tata cara komunikasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan bagaimana keluhan – keluhan pasien dengan cepat diterima dan ditangani oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap

keluhan pasien, memberikan

penjelasan yang tepat dan akurat sesuai kebutuhan klien atau pasien. Ini juga sesuai dengan pendapat Griffith (2007) yang menyatakan

salah satu aspek yang

mempengaruhi perasaan puas

seseorang adalah sikap dan

pendekatan staf kepada pasien yaitu sikap dan kemampuan staf dalam memberikan informasi kepada pasien ketika pertama kali datang ke rumah sakit. Sedangkan Purwanto

(2008) menyatakan bahwa

pengobatan melalui komunikasi

yang disebutnya komunikasi

terapeutik sangatlah penting dan berguna bagi pasien sebab dengan

komunikasi yang baik dapat

memberikan pengertian bahwa persoalan yang dihadapi pasien pada tahap perawatan dapat diatasi oleh

perawat. Kemampuan mengatasi

persoalan yang dihadapi oleh pasien ini akan berdampak pada kepuasan pasien.

Komunikasi terapeutik

merupakan komponen penting dalam keperawatan, komunikasi antar perawat dan pasien memiliki hubungan terapeutik yang bertujuan

untuk kesembuhan pasien.

Terciptanya komunikasi terapeutik yang baik akan menciptakan

(13)

hubungan saling percaya antara

perawat dan pasien. Dengan

demikian, pasien akan merasa puas dan nyaman terhadap pelayanan yang diberikan perawat sehingga meningkatkan semangat dan motivasi pasien untuk sembuh.

SIMPULAN

1. Jenis kelamin kelompok perlakuan paling banyak yaitu perempuan 23 orang (65,7%) dan kelompok kontrol juga perempuan 21 orang (60%), usia paling banyak pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yaitu remaja akhir masing- masing 24 orang (68,6%).

2. Kepuasan pasien pada kelompok perlakuan paling banyak yaitu sangat puas 23 orang (65,7%). 3. Kepuasan pasien pada kelompok

kontrol paling banyak yaitu puas 23 orang (65,7%).

4. Tidak ada pengaruh sosialisasi SPO

komunikasi terapeutik kepada

perawat terhadap kepuasan pasien di

Unit Medical Check Up RSUD Dr.

Moewardi dengan nilai p value 0,59.

SARAN

1. Bagi masyarakat

Meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan khususnya dalam hal kemudahan menjalankan

alur pelayanan dan sarana lengkap dengan jarak tempuh dekat

sehingga terwujud kepuasan

pelayanan kesehatan di

masyarakat.

2. Bagi perawat/rumah sakit

Memberikan gambaran

bahwa kemudahan menjalankan alur pelayanan dan sarana lengkap

dengan jarak tempuh dekat

berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sehingga diharapkan untuk rencana jangka panjang rumah

sakit perlu dijadikan bahan

pertimbangan.

3. Bagi Institusi pendidikan

Menambah khasanah ilmu

pengetahuan terkait dengan

penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu keperawatan sebagai hasil produk dari sebuah penelitian.

4. Manfaat bagi peneliti lain

Peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian tentang

kepuasan pasien yang

berhubungan dengan kemudahan dalam menjalankan alur pelayanan dan sarana lengkap dengan jarak tempuh dekat.

(14)

5. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan merubah pandangan bahwa tidak semua hasil dalam sebuah penelitian sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham & shanley. (2007). Psikologi

Sosial untuk Perawat. Jakarta

: EGC.

Al-Abri dan Al-Balushi. (2014). Patient satisfaction survey as a tool towards quality improvement.

Oman Medical Journal.

Sultan Qaboos University

Hospita Oman.

Alviana Eva. (2008). Hubungan

pelaksanaan komunikasi

terapeutik perawat dengan

tingkat kepuasan pasien di

Pavilliun Amarylis RSUD

Tugurejo Semarang. Diakses

26 Juni 2016 dari

http://www.digilib.unimus.ac. id.

Archink. (2014). Standar Operasional Prosedur. Diakses 8 Oktober

2016 dari.

http://www.unisa.edu//2014/0 5/pengertian-sop-standard- operating.html.

Ariefraf. (2008). Panduan Praktik

Keperawatan . Indonesia : PT Citra Aji Parama.

Diana dkk. (2013). Hubungan

pengetahuan komunikasi

terapeutik terhadap

kemampuan komunikasi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di

Rumah Sakit Elisabeth

Purwokerto. Jurnal

keperawatan Soedirman. Vol.

1, No. 2.

Elia. (2011). Hubungan Faktor – Faktor

Kepuasan Pasien Dengan

Dimensi Kualitas Pelayanan Keperawatan di Ruangn Triase Instalasi Gawat Darurat RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal Management

Keperawatan. Fakultas

Keperawatan Universitas

Andalas. Padang.

Fatimah. (2010). SOP penerimaan dan penanganan pasien. Diakses 8 Oktober 2016 dari https:// www. mysciencework. com/ publication/.../

c1a8592596f7922cc2ecf250b 6af6a1.

Griffith, J. R. (2007). The Well

Managed Community

Hospital. Michigan : Health

Administration Press.

Hachem, et all. (2014). The relationship

between HCAHPS

communication and discharge satisfaction items and hospital

readmissions. Patient

Experience Journal. Diakses

5 Agustus 2016 dari

http://pxjournal.org/journal/vo l1/iss2/12.

Hibdon. (2010). Komunikasi

Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Hidayati, dkk. (2014). Analisis

hubungan karakteristik pasien dengan kepuasan pelayanan rawat jalan Semarang Eye Center (SEC) RSI Sultan Agung Semarang. E-Journal

Kesehatan Masyarakat.

(15)

Husna A. Rosiatul, Sumarliyah E, Tipo.

(2009). Hubungan

komunikasi terapeutik

perawat dengan kepuasan

pasien dalam pelayanan

keperawatan di rumah sakit

Siti Khodijah Sepanjang.

Jurnal Kesehatan. Fakultas

Ilmu Kesehatan UM

Surabaya.

Ibnu. (2009). Hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan

kepuasan klien dalam

mendapatkan pelayanan

keperawatan di instalasi

gawat darurat rsud dr.

Soedarso pontianak

kalimantan barat. Diakses 8 Oktober 2016 dari www.eprints.undip.ac.id. KBBI. (2016). Kamus Besar Bahasa

Indonesia (online). Diakses 4 Oktober 2016 dari http://kbbi.web.id/standar-2.

Musrin dkk. (2012). Hubungan

komunikasi terapeutik

perawat dan pelayanan

keperawatan dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Buton

Utara. STIKes Nani

Hasanuddin Makassar. Vol.

1. Nomor 4.

Nursalam. (2014). Manajemen

Keperawatan Aplikasi dalam

Praktik Keperawatan

Profesional. Edisi 4. Jakarta:

Salemba Medika.

Nursalam. (2014). Metode Penelitian

Ilmu Keperawatan. Edisi 3.

Jakarta: Salemba Medika. Potter, P.A., & Perry, A. G.

(2007). Fundamental

keperawatan konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC.

Purwanto. (2008). Komunikasi Untuk

Perawat. Jakarta : EGC.

Sigalingging. (2013). Hubungan

komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat

kecemasan keluarga pasien di ruang intensif rumah sakit Columbia Asia Medan. Jurnal

Darma Agung. Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas

Darma Agung Medan.

Siti, Zulpahiyana & Sofyan Indrayana.

(2016). Komunikasi

Terapeutik Perawat

Berhubungan dengan

Kepuasan Pasien. Jurnal Ners

dan Kebidanan Indonesia.

Universitas Alma Ata

Yogyakarta.

Suparyatmo. (2013). Buku Saku JCI-A.

Surakarta: RSUD Dr.

Moewardi.

Syafrudin & Masyitoh. (2011).

Manajemen Mutu Pelayanan

Kesehatan Untuk Bidan.

Jakarta: CV. Trans Info

Medika.

Warjini. (2016). Hubungan komunikasi

SBAR dengan kepuasan

pasien di ruang Paviliun RSUD Pandan Arang Boyolali. Skripsi S-1

Keperawatan. STIKes

Kusuma Husada Surakarta. Wike. (2009). Kepuasan Pasien Rawat

Inap Terhadap Pelayanan

Perawat di RSU Tugurejo Semarang. Tesis. Semarang: UNDIP. Diakses 8 Oktober

2016 dari.

http//eprints.undip.ac.id/2382 4/1/.

Referensi

Dokumen terkait

Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dengan melihat kelengkapan dan keakuratan sensus harian rawat inap pada

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya kepada UPTD Puskesmas Dawan I agar dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam penyuluhan

Melalui kegiatan membaca teks “Kegiatan Saat Jam Istirahat” pada salindia yang diberikan melalui google form , peserta didik dapat mengidentifikasi ungkapan atau

Faktor manakah dari faktor nilai intrinsik pekerjaan, gaji, pertimbangan pasar kerja, dan persepsi mahasiswa akuntansi tentang profesi akuntan publik, yang paling dominan

jadi laba bersih UKM setiap satu ikan asap yaitu Rp.205/buah (wawancara Ibu Maryati, 2016). Untuk gaji karyawan model harian yaitu karyawan laki-laki Rp.60.000/hari dan

Hutang piutang atau pinjaman uang yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan Sukamakmur juga terdapat tambahan pengembalian, yang mana tambahan pengembalian ini telah

sebagai tindak pidana pemudahan. Satochid Kartanegara, tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan, yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain

Namun dari semua penelitian tersebut belum ada yang melakukan proses enkripsi dan dekripsi data dengan menggunakan dua algoritma pada bilangan prima, yang