• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGGUNAAN FONDASI TELAPAK GABUNGAN PADA JEMBATAN BENTANG PENDEK (Studi Kasus Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGGUNAAN FONDASI TELAPAK GABUNGAN PADA JEMBATAN BENTANG PENDEK (Studi Kasus Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PENGGUNAAN FONDASI TELAPAK

GABUNGAN PADA JEMBATAN BENTANG PENDEK

(Studi Kasus Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil)

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh

Devie Kusumawati

NIM 122510021

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

(2)
(3)
(4)

iv

semua yang terasa itu terasa. Maka lakukanlah percobaan yang lengkap. (Devie Kusumawati)

Orang yang bijak dan bermoral tak mengenal kata lelah. Lakukanlah safar, kamu mendapat ganti dari segala yang kau tinggal. Kulihat air jika berhenti merusak dan

anak panah jika tak meninggalkan busur tak bakalan mengena. Emas hanyalah onggokan tanah dalam asal muasalnya.

(Imam Asy-Syafii).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Allah SWT yang selalu menyayangi dan

memberikan yang terbaik untuk saya, 2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu

memberikan segala macam dukungan, 3. Orang yang selalu sabar menanti dan

memahami,

4. Sahabat dan teman dekat yang bersedia mendampingi.

(5)

v Nama mahasiswa : Devie Kusumawati

NIM : 122510021

Program Studi : Teknik Sipil

menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Apabila terbukti/ dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Purworejo, 25 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

(6)

vi

limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Fondasi Telapak Gabungan pada Jembatan BentangPendek (Studi Kasus Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil)” ini dapat diselesaikan.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penyusun mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Teknik Sipil, yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Agung Nusantoro, M.T. selaku pembimbing I dan Bapak Nurmansyah Alami, M.T. selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Kepala TU yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

6. Berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materi kepada penyusun dalam menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Sipil ini.

Penyusun hanya dapat berdoa semoga Allah SWT, memberikan balasan yang berlipat ganda atas budi baik yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan para pembaca umumnya.

Purworejo, 25 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

(7)

vii

Jembatan Bentang Pendek (Studi Kasus Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil)”. Skripsi. Teknik Sipil. FT, Universitas Muhammadiyah Purworejo.2016.

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk menganalisis fondasi telapak gabungan bila diterapkan pada jembatan bentang pendek pada Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

Daya dukung tanah yang diambil dari 2 titik pada lokasi, menyatakan letak daya dukung tanah keras berbeda yaitu berada di kedalaman -15,20 m dan -4,60 m. Penelitian ini menggunakan data daya dukung tanah keras dengan kedalaman -15,20 m. Daya dukung tanah izin dicari menggunakan metode Terzhagi. Analisis stabilitas internal dan stabilitas eksternal dilakukan untuk mengetahui kemampuan fondasi telapak gabungan dalam memikul beban rencana pada kondisi tanah tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa fondasi telapak gabungan dapat diterapkan pada Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil dengan tegangan tanah maksimum 98,819 T/m2. Stabilitas internal dengan hasil tegangan desak izin (132 kg/cm2) lebih besar dari tegangan desak yang terjadi (48,25 kg/cm2), tegangan tarik izin (144 kg/cm2) lebih besar dari tegangan tarik yang terjadi (142,7 kg/cm2), dan kuat geser izin (172 kg/cm2) lebih besar dari kuat geser yang terjadi (29,29 kg/cm2). Stabilitas eksternal dengan hasil angka keamanan (SF) geser yang bekerja (2,25) lebih besar dari SF izin (2), SF guling yang bekerja (2,498) lebih besar dari SF izin (2) dan eksentrisitas yang bekerja kurang dari eksentrisitas izin.

(8)

viii

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto dan Persembahan ... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... vii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Simbol ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Perumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN HIPOTESIS ... 6

A. Kajian Teori ... 6 1. Pembebanan ... 6 a. Beban Primer ... 6 b. Beban Sekunder ... 12 c. Beban Khusus ... 18 2. Kombinasi Pembebanan... 21

3. Daya Dukung Tanah ... 23

4. Fondasi Dangkal ... 24

5. Analisis Stabilitas... 27

B. Tinjauan Pustaka ... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 39

A. Desain Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Pengumpulan Data ... 40

D. Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Deskripsi Data ... 43

B. Analisis Data ... 44

(9)
(10)

x

Tabel 1. Hubungan antara Kepadatan dan Nilai Konus (qc) ... 2

Tabel 2. Kondisi Tanah untuk Geser Dasar ... 15

Tabel 3. Faktor Kepentingan ... 16

Tabel 4. Faktor Tipe Bangunan ... 16

Tabel 5. Koefisien Geser/ Gesek antara Gelagar dengan Tumpuan ... 18

Tabel 6. Koefisen Aliran (k) ... 21

Tabel 7. Kombinasi Pembebanan ... 22

Tabel 8. Daftar Nilai Koefisien Daya Dukung Tanah Terzaghi ... 24

Tabel 9. Total Beban Mati Konstruksi Bangunan Atas ... 51

Tabel 10. Hitungan Titik Berat Abutment... 60

Tabel 11. Hitungan Titik Berat Tanah Timbunan ... 61

Tabel 12. Kombinasi Pembebanan 1 ... 62

Tabel 13. Kombinasi Pembebanan 2 ... 62

Tabel 14. Kombinasi Pembebanan 3 ... 63

Tabel 15. Kombinasi Pembebanan 4 ... 63

Tabel 16. Beban yang Diizinkan ... 64

Tabel 17. Besarnya Gaya Vertikal dan Momen Pasif ... 67

Tabel 18. Besarnya Gaya Vertikal dan Momen Pasif ... 69

Tabel 19. Kombinasi Pembebanan Terbesar ... 73

Tabel 20. Rekapitulasi Stabilitas Internal ... 78

(11)

xi

Gambar 1. Tekanan Tanah Aktif dan Tanah Pasif ... 10

Gambar 2. Peta Gempa Indonesia untuk Periode Ulang 500 Tahun ... 15

Gambar 3. Tinjauan Stabilitas Konstruksi Terhadap Gaya Internal ... 29

Gambar 4. .... Tinjauan Terhadap Patahnya Kaki Belakang ... 30

Gambar 5. Tinjauan Stabilitas Konstruksi Terhadap Gaya Eksternal ... 31

Gambar 6. Pengaruh Momen (M) pada Fondasi Telapak Gabungan Segi Empat ... 33

Gambar 7. Lokasi Penelitian ... 39

Gambar 8. Bagan Alir Penelitian ... 41

Gambar 9. Bagan Alir dari Analisis Data ... 42

Gambar 10. Potongan Memanjang Jembatan Secang ... 43

Gambar 11. Potongan Melintang Jembatan Secang ... 43

Gambar 12. Plat Lantai Jembatan ... 45

Gambar 13. Trotoar ... 46

Gambar 14. Expantion Joint ... 47

Gambar 15. Potongan Gelagar Memanjang ... 48

Gambar 16. Denah Diafragma dan Potongan Melintang Diafragma ... 49

Gambar 17. .. Potongan Memanjang Plat Injak ... 50

Gambar 18. Grafik Koefisien Geser Dasar Gempa ... 56

Gambar 19. Titik Berat Abutment dan Titik Berat Timbunan ... 59

Gambar 20. Tinjauan Terhadap Beberapa Potongan ... 66

Gambar 21. Gaya-gaya yang Bekerja pada Tampang B-B’’ dan B’-B’’’ ... 71

Gambar 22. Bentuk Fondasi Telapak Gabungan Segi Empat ... 75

(12)

xii Simbol 1 γtanah = berat jenis tanah (T/m3) Simbol 2 γbahan = berat jenis bahan (T/m3) Simbol 3 ϕ = sudut geser tanah (°) Simbol 4 c = kohesi tanah (kg/cm2) Simbol 5 σult = tegangan batas (T/m2) Simbol 6 σall = tegangan izin (T/m2) Simbol 7 σtarik = tegangan tarik (kg/cm2)

Simbol 8 σtekan = tegangan tekan (kg/cm2)

(13)
(14)
(15)

1

A. Latar Belakang

Untuk kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan infrastruktur untuk menunjang aktivitasnya. Jembatan merupakan prasarana transportasi yang berfungsi untuk menghubungkan dua atau lebih bagian yang melintasi sungai, rawa, persawahan, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api, atau perlintasan lainnya.

Dalam perencanaan struktur bawah jembatan, fondasi menjadi hal pokok yang harus diperhatikan agar memenuhi syarat teknis karena fondasi ini akan memikul beban struktur atas. Dalam penentuan jenis fondasi harus berdasarkan pertimbangan beban yang akan bekerja dan daya dukung tanah pada tempat tersebut. Tanah harus mampu untuk menahan fondasi serta beban-beban yang didistribusikan ke fondasi tersebut. Dalam hubungan dengan perencanaan fondasi, besaran-besaran tanah yang harus diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan kedalaman tanah keras.

Menurut Andyka dalam andykasipil.blogspot.com bahwa pengujian sondir merupakan salah satu pengujian penetrasi yang bertujuan untuk mengetahui daya dukung tanah pada setiap lapisan serta mengetahui kedalaman lapisan pendukung yaitu lapisan tanah keras. Kriteria lapisan tanah keras pada pengujian dengan menggunakan sondir ringan kapasitas mesin 2,5 ton yaitu suatu

(16)

lapisan tanah yang memiliki nilai konus (qc) yang lebih besar dari 100 kg/cm2. Akan tetapi pada tanah-tanah kohesif yang mempunyai tahanan friksi yang besar, seringkali nilai konus sebesar 100 kg/cm2 tersebut belum tercapai sedangkan total tahanan friksi yang timbul pada sepanjang stang sondir yang tertanam telah melampaui kapasitas mesin yaitu lebih besar dari 2,5 ton. Lapisan tanah tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan nilai konus (qc) nya sebagai berikut ini.

1. 0-10 kg/cm2 merupakann representasi dari tanah lunak (soft). 2. 10-20 kg/cm2 merupakan lapisan tanah sedang (medium stiff). 3. 20-50 kg/cm2 merupakan tanah kaku (stiff).

4. 50- 100 kg/cm2 merupakan representasi tanah sangat kaku (very stiff). 5. Lebih dari 100 kg/cm2 merupakan lapisan tanah keras (hard).

Sedangkan menurut Mayerhof dalam handout Edy Purwanto, mengelompokkan lapisan tanah berdasarkan nilai konusnya menjadi 5 bagian, yang diuraikan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1

Hubungan antara Kepadatan dan Nilai Konus Nilai Konus (qc) (kg/cm2) Kepadatan 0 – 16 Sangat Lepas 16 – 40 Lepas 40 – 120 Sedang 120 – 200 Padat > 200 Sangat Padat

(17)

Pengujian sondir yang dilanjutkan dengan pengelompokan lapisan tanah berdasarkan nilai konus ini dapat di jadikan acuan dalam penentuan jenis fondasi atas gaya yang bekerja pada jembatan bentang pendek dengan panjang bentang 5,8 meter dan lebar jembatan 7,2 meter di Desa Secang, Kecamatan Ngombol. Pengujian tanah yang dilakukan memberikan hasil data tanah yang menyebutkan bahwa letak lapisan tanah keras untuk uji sondir pada titik 2 lapisan tanah keras dengan qc sebesar 140 kg/cm2 terlatak di kedalaman -15,20 meter dari muka jalan existing dan untuk uji sondir pada titik 1 menyebutkan lapisan tanah keras qc sebesar 120 kg/cm2 terletak pada kedalaman -4,60 meter dari muka jalan

existing.

Maka dari itu perlu di lakukan penelitian mengenai fondasi yang dapat digunakan untuk konstruksi jembatan bentang pendek 5,8 meter dan lebar jembatan sebesar 7,2 meter pada kondisi tanah dengan letak tanah keras berada pada kedalaman -15,20 meter dan -4,60 meter dari muka jalan existing.

B. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dalam mendapatkan solusi, berdasarkan uraian latar belakang maka diperlukan batasan-batasan masalah guna membatasi ruang lingkup penelitian.

1. Pengambilan data dilakukan pada Proyek Penggantian Jembatan Secang, di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

(18)

2. Fondasi yang akan diteliti adalah fondasi telapak gabungan.

3. Penelitian ini tidak memperhitungkan gaya angkat dari tekanan hidrostatis. 4. Penelitian ini tidak menghitung mengenai penulangan.

5. Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut mengenai sifat-sifat tanah lempung.

C. Perumusan Masalah

Agar penelitian mempunyai suatu kejelasan dalam pengerjaannya, maka dari latar belakang dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu apakah fondasi telapak gabungan dapat diterapkan pada proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah dengan letak tanah keras berada pada kedalaman -15,20 m dari muka jalan

existing?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk menganalisis fondasi telapak gabungan bila diterapkan pada jembatan bentang pendek pada Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

(19)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. menambah pengetahuan mengenai perencanaan fondasi jembatan bentang pendek dengan letak tanah keras berada pada kedalaman -15,20 meter,

(20)
(21)

6

A. Kajian Teori 1. Pembebanan

Salah satu bagian terpenting dalam perencanaan suatu jembatan yaitu menghitung beban yang bekerja pada struktur jembatan tersebut. Beban yang telah dihitung ini akan digunakan sebagai salah satu dasar perencanaan fondasi jembatan. Pada dasarnya beban-beban yang akan dihitung dalam perencanaan jembatan terdiri dari beban primer, beban sekunder, dan beban khusus.

a. Beban Primer

Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.. Beban primer terdiri dari dua jenis beban, yaitu sebagai berikut ini.

1) Beban Mati

Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan suatu kesatuan tetap dengannya. Dalam menentukan besarnya muatan mati harus dipergunakan berat isi untuk bahan-bahan bangunan, contoh beban mati pada jembatan yaitu berat beton, berat aspal, berat baja, berat pasangan batu bata, berat plesteran, berat pipa sandaran dan lain-lain. Berat isi bahan bangunan

(22)

mengacu pada Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya Pasal 1.1. (Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, 1987:1)

2) Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari kendaraan-kendaraan yang bergerak dan berat pejalan kaki yang melewati jembatan tersebut. Beban hidup yang digunakan adalah BM 100% yang terdiri dari beban muatan “D” dan beban “T”. Penjelasan lebih spesifik mengenai beban muatan “D” dan beban “T”, dapat dijelaskan sebagai berikut ini. a) Beban Muatan “D”

Beban muatan “D” atau beban jalur adalah beban dari lantai kendaraan yang digunakan suatu rangkaian kendaraan pada satu jalur lalu lintas. Beban muatan “D” terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang per jalur dan beban garis “P” ton per jalur lalu lintas tersebut. Untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan beban muatan “D” yang telah ditentukan. Untuk beban terbagi rata “q” dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini, yaitu: (1) untuk L < 30 m

q = 2,2 t/m’………...……….. (1)

(2) untuk 30 m < L< 60 m

q = 2,2 t/m’ – 1,1/60 x (L-30) t/m’…..……...……… (2)

(23)

q = 1,1 (1+30/L) t/m’ ………. (3)

Untuk beban garis “P” dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini, yaitu:

d dimana:

P = 12 t untuk L < 30 m (Rachmayani, 2012)

L = Panjang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan. (PPPJJR, 1987)

t/m’ = ton per meter panjang, per jalur

s = jarak gelagar yang berdekatan (yang ditinjau) dalam meter, diukur dari sumbu ke sumbu.

α = faktor distribusi

α = 0.75 bila kekuatan gelagar melintang di perhitungkan

α = 1.00 bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan 2.75 m = Angka pembagi yang selalu tetap dan tidak tergantung

pada lebar jalur lintasan. (Bambang Supriyadi dan Agus Setyo Muntohar dalam buku Jembatan, 2000: 40)

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan ≤ 5,50

q' = q x α x s ………... ..(4) 2,75 m P' = P x α x s ………... ..(5) 2,75 m

(24)

m, muatan “D” sepenuhnya 100 % harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan. Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan > 5,50 m, muatan “D” sepenuhnya 100% dibebankan pada lebar jalur 5,50 m sedang lebar selebihnya dibebani hanya separuh dari muatan “D” yaitu 50 %.

Beban muatan “D” dihitung 100% yang diterapkan pada perhitungan gelagar induk, dimana beban garisnya mencakup faktor akibat beban kejut. Beban kejut adalah beban yang timbul akibat dari pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya, tegangan akibat beban D harus dikalikan koefisien kejut yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut ini.

k = 1 + 20 ………...……… .(6)

50 + L

Besar beban kejut adalah

K = k x RPL………...…. (7) dimana: k = Koefisien Kejut L = Panjang Bentang (m) RPL = Beban Garis P (t) K = Beban Kejut (t)

Dalam merencanakan fondasi, sering didasarkan atas keadaan yang meyakinkan tidak jadi keruntuhan atau penurunan

(25)

total. Dalam menghitung tekanan tanah tersebut diperlukan data berat jenis tanah (γ), nilai kohesi tanah (c) dan sudut geser dalam (θ). Menurut rankine (Hary C H, 1994, dalam skripsi Khairul Maulana Rachmayani), tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif diperoleh dengan persamaan sebagai berikut ini.

Ka = tg2 (45 – θ/2)..………...……(8)

Kp = tg2 ( 45 + θ/2 )..………....…(9)

Menurut PPPJJR, beban merata di belakang bangunan penahan tanah diperhitungkan senilai dengan muatan tanah setinggi (h = 60 cm).

qx = γ . h………..…(10)

maka tekanan tanah aktif akibat beban “q”

Pa q = Ka . q . H . b……….(11)

(26)

Besarnya tekanan tanah aktif berdasarkan berat jenis tanah asli (γ) adalah

Pa γ = 1/2 . Ka . γ . H2 . b……….………...…(12)

Besarnya tekanan tanah pasif adalah

Pp γ = 1/2 . Kp . γ . H2 . b………...….(13)

Maka besarnya tekanan tanah (Ta) adalah

Ta = Pa q + Pa γ - Pp γ……….………...…..(14)

dimana:

Ka = Koefisien tanah aktif

Kp = Koefisien tanah pasif

ϕ = Sudut geser dalam tanah

Pa q = Tekanan tanah aktif akibat beban merata (t/m)

Pa γ = Tekanan tanah aktif tanah asli (t/m)

Pp γ = Tekanan tanah pasif (t/m)

H = Tinggi abutment (m)

γ = Berat jenis tanah (t/m3 )

q = Beban terbagi rata (t/m)

b) Beban “T”

Beban “T” adalah beban dari kendaraan yang mempunyai roda ganda (two wheel load) yaitu sebesar 10 ton. “Beban T dihitung 100% yang diterapkan pada perhitungan plat lantai kendaraan.” (Departemen Pekerjaan Umum)

(27)

b. Beban Sekunder

Beban sekunder adalah beban sementara yang mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif kecil dari pada tegangan akibat beban primer dan biasanya tergantung dari bentang, bahan, sistem konstruksi, tipe jembatan, dan keadaan setempat. Beban sekunder terdiri dari beban angin, beban rem, beban gempa, gaya tekanan tanah akibat gempa, gaya akibat gesekan pada tumpuan, dan beban akibat susut dan rangkak serta perubahan suhu. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan seperti berikut ini.

1) Beban Angin

Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m2 dalam arah horizontal terbagi rata pada bidang vertikal setinggi 2 meter menerus di atas lantai kendaraan dan tegak lurus sumbu memanjang seperti tercantum dalam (PPPJJR pasal 2 ayat 1). Persamaan yang digunakan dalam perhitungan beban angin yaitu, sebagai berikut ini.

W = P x A………..………(15)

dimana:

W = Besarnya tekanan angin (kg)

P = Beban angin yang bekerja (150 kg/m)

A = Luas bidang yang terkena angin (m2) 2) Beban Rem

Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan,

(28)

tetapi gaya ini tergantung pada panjang struktur yang tertahan atau bentang jembatan. “Perhitungan beban rem yaitu berasal dari 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang bebannya setinggi 1,8 m dari lantai kendaraan.” (PPPJJR pasal 2 ayat 4) Perhitungan beban rem dapat menggunakan persamaan sebagai berikut ini.

Rm = (5% x D) x titik tangkap………….………...(16)

dimana:

Rm = Reaksi akibat gaya rem/ traksi (t)

3) Beban Gempa

Beban gempa ditentukan oleh koefisien gempa rencana dan berat total struktur jembatan. Berat total struktur terdiri dari berat sendiri struktur jembatan, beban mati, dan beban hidup yang bekerja. Besarnya beban gempa dapat dinyatakan dalam:

...(17) ...(18) dengan:

= Gaya geser dasar total pada arah yang ditinjau (kN) = Koefisien beban gempa horizontal

= Faktor kepentingan

= Faktor tipe struktur yang berhubungan dengan kapasitas penyerapan energi gempa (daktilitas) dari struktur jembatan

(29)

= Berat total struktur yang mengalami percepatan gempa, diambil sebagai beban mati tambahan

= Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar, dan kondisi tanh

Waktu getar struktur dihitung dengan rumus:

√* +...(19)

...(20) dengan:

= Waktu getar (detik)

= Berat sendiri struktur atas dan struktur bawah = Berat sendiri (kN)

= Beban mati tambahan (kN) = Percepatan gravitasi (9,8 m/s 2

)

= Kekakuan struktur yang merupakan gaya horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan (kN/m) = Modulus elastisitas beton (kPa)

= Momen Inersia ( = Tinggi breast wall (m)

(30)

Gambar 2. Peta Gempa Indonesia untuk Periode Ulang 500 Tahun (sumber: RSNIT-02-2005, hal:41)

Tabel 2

Kondisi Tanah untuk Geser Dasar

Jenis Tanah Tanah

Teguh

Tanah Sedang

Tanah Lunak Untuk semua jenis tanah ≤ 3 m > 3 m sampai

25 m

> 25 m Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser

undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa

≤ 6 m > 6 m sampai 25 m

> 25 m Pada tempat dimana hamparan tanah salah

satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat

≤ 9 m > 9 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser

undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa

≤ 12 m > 12 m sampai 30 m

> 30 m Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik

padat

≤ 20 m > 20 m sampai 40 m

> 40 m CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang

pancang diperpanjang sampai lapiasan tanah keras yang lebih dalam

(31)

Tabel 3 Faktor Kepentingan

1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif. 1,2 2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak

termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

1,0 3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang direncanakan

untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi sesuai dengan pasal 6.5. 0,8 (Sumber: RSNIT-02-2005, halaman: 43)

Tabel 4

Faktor Tipe Bangunan Tipe

Jembatan (1)

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Bertulang

atau Baja

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton Prategang Prategang Parsial (2) Prategang Penuh (2) Tipe A (3) 1,0 F 1,15 (F) 1,3 F Tipe B (3) 1,0 F 1,15 (F) 1,3 F Tipe C 3,0 3,0 3,0

(Sumber: RSNIT-02-2005, halaman: 43)

Catatan (1) : Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing-masing arah.

Catatan (2) : Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana.

Catatan (3) : F = Faktor perangkaan = 1,25 – 0,025n : F ≥ 1,00

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri

(32)

sendiri-sendiri (misalnya: bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri)

Catatan (4) : Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)

Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)

Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis) 4) Gaya Tekanan Tanah Akibat Gempa (Tag)

Gaya gempa akan mempengaruhi tekanan tanah,untuk itu gaya tekanan tanah akibat dari gempa dapat dihitung dengan persamaan seperti di bawah ini.

Tag = E x Ta………...……….(21)

dimana:

Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa (t)

E = Koefisien gempa

Ta = Gaya tekanan tanah (t)

5) Gaya Akibat Gesekan Pada Tumpuan (Gg)

Gaya gesek yang terjadi pada bangunan atas jembatan dengan koefisien gesek berkisar antara 0,15 – 0,18 (PPPJJR pasal 2 ayat 6). Persamaan yang digunakan dalam perhitungan gaya ini yaitu, sebagai berikut ini.

(33)

Gg = Fs x Beban mati (M abutment)………….………....(22)

dimana:

Gg = Gaya gesekan pada tumpuan

R = Reaksi akibat beban mati

Fs = Koefisien gesek antara gelagar dengan tumpuan, seperti Tabel 5.

Tabel 5

Koefisien Geser/ Gesek antara Gelagar dengan Tumpuan

No. Tumpuan Nilai Koefisien (Fs)

1. 1 Roll baja 0,01

2. 2 atau lebih roll baja 0,05 3. Gesekan (tembaga-baja) 0,15 4. Gesekan (baja besi tuang) 0,25 5. Gesekan (baja/ beton) 0,15 – 0,18 (Sumber: PPPJJR Pasal 2, Ayat 6)

6) Beban Akibat Susut dan Rangkak serta Perubahan Suhu

Peninjauan diadaakan tehadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perubahan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat.

c. Beban Khusus

Beban khusus adalah beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus ini terdiri dari gaya sentrifugal, gaya tumbuk pada jembatan, beban dan gaya selama pelaksanaan pekerjaan, gaya akibat aliran air dan tumbukan

(34)

benda-benda hanyutan, serta gaya angkat. Penjelasan lebih lanjut mengenai beban khusus dijelaskan sebagai berikut ini.

1) Gaya Sentrifugal

Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus dipertimbangkan terhadap suatu gaya horizontal radial yang bekerja pada ketinggian 1.80 meter di atas lantai kendaraan. Gaya horizontal tersebut dinyatakan dalam porsen terhadap beban “D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien kejut. Besarnya prosentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut ini.

Ks = 0.79 x

V2

………..(23)

R

dengan:

Ks = Koefisien gaya sentrifugal (prosen)

V = Kecepatan rencana (km/jam)

R = Jari-jari tikungan (meter) 2) Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang

Gaya tumbuk antara keandaraan dan pilar dimaksudkan pada jembatan-jembatan layang dimana bagian dibawah jembatan digunakan untuk lalu lintas. Bagian pilar yang mungkin terkena tumbukan kendaraan perlu diberi tembok pengaman. Gaya tumbuk horizontal yang paling menentukan yaitu pada arah lalu lintas (100 ton) dan pada tegak

(35)

lurus lalu lintas (50 ton). Gaya-gaya tumbuk tersebut dianggap bekerja pada tinggi 1.80 meter di atas permukaan jalan raya.

3) Beban dan gaya selama pelaksanaan pekerjaan

Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan pembangaunan jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.

4) Gaya Akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan

Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan yang mengalami gaya-gaya aliran air, harus diperhitungkan dapat menhaan tegangan-tegangan maksimum akibat gaya-gaya tersebut. Gaya tekanan aliran adalah hasil perkalian tekanan air dengan luas bidang pengaruh pada suatu pilar, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut ini.

Ah = k x Va2 ……….……….………..(24)

dengan:

Ah = Tekanan aliran air (ton/m)

Va = Kecepatan aliran air yang dihitung berdasarkan analisa

hidrolodi (m/ detik), bila tidak ditentukan lain maka Va = 3m/detik

k = Koefisien aliran yang tergantung bentuk pilar dan dapat diambil menurut Tabel 6.

(36)

Tabel 6 Koefisien Aliran (k)

Bentuk depan pilar k

Persegi (tidak disarankan) 0.075

Bersudut 0.025

Bundar 0.035

(Sumber: Supriyadi, 2000:48)

Tegangan-tegangan akibat tumbukan benda-benda hanyutan (kayu, batu dan lain-lain pada aliran sungai) pada bangunan bawah harus diperhitungkan dan besarnya ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan setempat.

5) Gaya Angkat

Bagian-bagian dasar bangunan bawah pada rencana fondasi langsung atau fondasi terapung, diperhitungkan terhadap gaya angkat yang mungkin terjadi.

2. Kombinasi Pembebanan

Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai keadaan elastis. Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam persen terhadap tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya pada Tabel 7.

(37)

Tabel 7

Kombinasi Pembebanan

No. Kombinasi Pembebanan dan Gaya Tegangan yang dipakai terhadap Tegangan Ijin

1 M +(H + K)+ Ta + Tu 100% 2 M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm + S 125 % 3 Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140 % 4 M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu 150 % 5 M + P1 130 % *) 6 M + (H +K) + Ta + S + Tb 150 % (Sumber : PPPJJR,1987) keterangan: A = Beban angin (T/m2)

Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan (T/m2)

AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa (T/m2)

Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak (T)

Gh = Gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi (T)

(H+K) = Beban hidup dan kejut (T)

M = Beban Mati (T)

P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanaan (T)

Rm = Gaya rem (T)

S = Gaya sentrifugal (T)

SR = Gaya akibat susut dan rangkak (T)

Tm = Gaya akibat perubahan suhu (T)

(38)

Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi (T)

Tb = Gaya tumbuk (T)

Tu = Gaya angkat (T/m2)

3. Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah (σ

-) adalah kemampuan tanah memikul tekanan, atau tekanan maksimum yang diijinkan bekerja pada tanah di atas fondasi. Daya dukung terfaktor (σult) atau Factored Bearing Capacity adalah kemampuan tanah memikul tekanan atau tekanan maksimum pada batas runtuh. Daya dukung tanah dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini:

σ - = σ

ult / SF………...(25)

dimana:

SF = safety factor

= 3 untuk beban normal = 2 untuk beban darurat

Terzaghi menghitung daya dukung tanah berdasarkan bentuk fondasi (persegi, bulat, lajur) dan berdasarkan jenis keruntuhan (general shear dan

local shear). Rumus yang digunakan untuk bentuk fondasi persegi adalah

sebagai berikut ini.

σult = 1,3.c.Nc + q.Nq+0,4B.γ.nγ……....…….………..………...…(26)

(39)

σult = kapasitas dukung ultimit

c = kohesi

γ = berat volume tanah

B = lebar pondasi

Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung untuk kondisi keruntuhan geser umum Nc’, Nq’, Nγ’ = faktor daya dukung untuk kondisi keruntuhan geser lokal

Tabel 8

Daftar Nilai Koefisien Daya Dukung Tanah Terzaghi

Nc Nq Nγ Φ Nc' Nq' Nγ' 5.7 1 0 0ᵒ 5.7 1 0** 7.3 1.6 0.5 5ᵒ 6.7 1.4 0.2 9.6 2.7 1.2 10ᵒ 8 1.9 0.5 12.9 4.4 2.5 15ᵒ 9.7 2.7 0.9 17.7 7.4 5 20ᵒ 11.8 3.9 1.7 25.1 12.7 9.7 25ᵒ 14.8 5.6 3.2 37.2 22.5 19.7 30ᵒ 19 8.3 5.7 57.8 41.4 42.4 35ᵒ 25.2 12.6 10.1 95.7 81.3 100.4 40ᵒ 34.9 20.5 18.8

(Sumber : Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti dalam Desain Pondasi Tahan Gempa, 2013) hal 14.

Keterangan:

** : lempung murni jenuh air

Untuk nilai ϕ diantara nilai-nilai tersebut dapat diinterpolasi.

4. Fondasi Dangkal

Fondasi dangkal adalah fondasi yang mendukung beban secara langsung. Fondasi dangkal digunakan apabila kedalaman tanah baik tidak begitu dalam. “Kedalaman tanah kuat untuk fondasi dangkal diperkirakan

(40)

sampai mencapai 3,00 meter di bawah permukaan tanah.” (Ali Asroni, 2010: 140)

Untuk perencanaan dimensi secara langsung, dapat ditentukan dengan rumus Df/B < 4, dimana Df adalah kedalaman fondasi diukur dari alas fondasi sampai permukaan tanah dan B adalah lebar alas fondasi. Sedangkan luas alas fondasi dihitung sedemikian rupa sehingga tekanan yang terjadi pada tanah dasar tidak melampaui kapasitas dukung ijin tanah σ ≤ σ

-, dan luas alas fondasi ditentukan dengan rumus A= P / σ, dengan A yaitu luas alas fondasi dan P yaitu beban yang bekereja pada kolom yang didukung fondasi (beban normal) dan σ yaitu tekanan yang terjadi pada tanah. Beberapa contoh fondasi dangkal yaitu fondasi batu kali, fondasi telapak tunggal, fondasi telapak gabungan, fondasi rakit, fondasi lajur, dan fondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL). Untuk penjelasan lebih detailnya, dapat dipahami seperti uraian sebagai berikut ini.

a. Fondasi Batu Kali

Fondasi batu kali hanya mempertimbangkan berat beban yang bekerja tanpa mempertimbangkan beban momen yang terjadi, yang oleh karena itu kurang tepat apabila dipakai pada konstruksi bangunan yang berat atau tinggi. Bila diketahui beban-beban dari struktur atas dan daya dukung tanah, maka dimensi fondasi batu kali dapat ditentukan. (Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti, 2013: 19).

(41)

b. Fondasi Telapak Tunggal

Fondasi telapak tunggal adalah fondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom atau fondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada tanah bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah atau sedikit di bawah permukaan tanah. “Fondasi Telapak dibuat dari beton bertulang, dengan kedalaman tanah kuat sampai mencapai 2,00 meter di bawah permukaan tanah.” (Ali Asroni, 2010: 141)

c. Fondasi Telapak Gabungan

Fondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai fondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama yang lainnya maka fondasinya digabung menjadi satu. (Ali Asroni, 2010: 143)

d. Fondasi Rakit

Fondasi rakit adalah pelat beton yang besar, yang digunakan untuk mengantarkan (interface) dari satu atau lebih kolom di dalam beberapa garis (jalur) dengan tanah dasar. Sebuah fondasi rakit boleh digunakan di mana tanah dasar mempunyai daya dukung yang rendah dan atau beban kolom yang begitu besar, sehingga lebih dari 50 persen dari luas, ditutupi oleh fondasi telapak sebar konvensional. (Joseph E. Bowles, 1992)

(42)

e. Fondasi Staal atau Fondasi Lajur

Fondasi Staal dibuat dari pasangan bata atau pasangan batu kali, dengan kedalaman tanah kuat sampai 1,50 m dibawah permukaan tanah. Jika kedalaman tanah kuat sampai 2,00 m, dapat pula digunakan fondasi

staal yang diletakkan diatas timbunan pasir yang dipadatkan secara berlapis

setiap ± 20 cm. (Ali Asroni, 2010: 140)

f. Fondasi Pyler

Fondasi pyler dibuat dari pasangan batu kali, berbentuk paramida terpancung. Fondasi ini biasanya dipasang pada sudut-sudut bangunan dan pada pertemuan tembok-tembok dengan jarak ± 2,50 sampai dengan 3,50 m, dengan kedalaman tanah kuat 2,50 m sampai dengan 3,00 m di bawah permukaan tanah. Di atas fondasi pyler ini dipasang balok sloof. (Ali Asroni, 2010: 141)

g. Fondasi Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL)

Konstruksi sarang laba-laba adalah suatu sistem kombinasi perbaikan suatu ketebalan tertentu dari lapisan tanah teratas dengan plat beton pipih. Sehingga menjadi satu kesatuan komposit beton bertulang.

5. Analisis Stabilitas

Abutment dan fondasi merupakan struktur bawah pada perencanaan jembatan yang direncanakan melalui beberapa tahapan yang meliputi:

(43)

b. menentukan pembebanan yang terjadi pada abutmen.

1) Beban akibat dari reaksi vertikal berat mati konstruksi bangunan atas jembatan terhadap abutment, menggunakan rumus:

...(27)

...(28) dimana:

Mabutmen = Reaksi vertikal dari berat mati bangunan atas (t)

Habutmen = Reaksi vertikal dari berat hidup bangunan atas (t)

Ptotal = Berat mati keseluruhan bangunan atas (t)

2) Berat mati konstruksi abutmen dan berat tanah timbunan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut ini.

∑ ...(29) ∑ ...(30) c. Beban hidup berupa beban merata dan beban garis.

d. analisis stabilitas

1) Stabilitas konstruksi terhadap gaya-gaya internal yang meliputi tinjauan terhadap pengaruh desak, tinjauan terhadap pengaruh geser (konstruksi putus akibat geser), dan tinjauan terhadap patahnya kaki depan atau belakang (tumit). (Suryolelono, 1994: 101).

(44)

Gambar 3. Tinjauan Stabilitas Konstruksi Terhadap Gaya Internal a) Tinjauan terhadap pengaruh desak

Gaya vertikal ∑ ...(31) Gaya horisontal ∑ ...(32) Momen terhadap pusat tampang I-I

∑ ∑ ...(33) Pengaruh desak mengakibatkan pecahnya konstruksi,

...(34) dengan ∑ ...(35) (terhadap pusat tampang I-I)

b) Tinjauan terhadap pengaruh geser (konstruksi putus akibat geser) Gaya lintang yang terjadi pada tampang I-I adalah gaya horisontal (DI-I)= EaI-I

...(36)

(45)

Ditinjau tampang III-III’

Gambar 4. Tinjauan Terhadap Patahnya Kaki Belakang

Dalam tinjauan ini, dukungan pada tampang III-III’ dianggap sebagai jepit, karena bagian ini merupakan satu kesatuan konstruksi. Selain itu beban terbagi rata (q) diabaikan, dengan alasan bahwa momen dan gaya lintang yang terjadi pada tampang III-III’ lebih besar bila beban (q) diperhitungkan, sehingga memperbesar angka keamanan (SF). Tinjauan pada tampang III-III’ meliputi tinjauan terhadap kuat desak yang terjadi yaitu:

...(37) dengan M yaitu momen yang terjadi pada tampang III-III’ dan W adalah tahanan momen pada tampang III-III’. Besarnya σ ≤ σdesak bahan dan tinjauan terhadap kuat geser yang terjadi yaitu:

...(38) dengan D adalah gaya lintang pada tampang III-III’ dan A adalah luas tampang III-III’. Besarnya τ ≤ τgeser bahan.

(46)

Untuk jenis konstruksi dari beton bertulang prinsip tinjauan sama, sedangkan besarnya kuat desak, tarik, geser tergantung mutu beton dan baja yang disesuaikan dengan Peraturan Beton Indonesia. (Suryolelono, 1994: 102).

2) Stabilitas konstruksi terhadap gaya-gaya eksternal yang meliputi stabilitas guling, stabilitas geser, dan stabilitas terhadap daya dukung tanah. (Suryolelono, 1994: 95)

Gambar 5. Tinjauan Stabilitas Konstruksi Terhadap Gaya Eksternal a) Stabilitas Terhadap Guling

Faktor keamanan digunakan untuk memastikan keamanan suatu struktur dinding penahan tanah terhadap penggulingan SF > 2.

SF = Σ MP ……….………...…….(39)

Σ MA

dimana:

∑MA = Total momen yang dapat mengakibatkan penggulingan

(47)

b) Stabilitas Terhadap Geser

Faktor keamanan yang digunakan untuk memastikan keamanan struktur terhada pergeseran (FS) adalah sebagai berikut ini.

FS = Σ V ...……….………...(40)

Σ H

dimana:

∑V = Total gaya yang menahan penggeseran ∑H = Total gaya yang menyebabkan penggeserean

c) Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah.

Faktor keamanan untuk memastikan keamanan struktur terhadap daya dukung tanah (FS) adalah:

FS = qu …...…...……….……(41) q(max)

...(42) ( ) ...(43) d) analisis fondasi telapak gabungan dapat diambil sebagai berikut ini.

(1) Tentukan besarnya resultante gaya-gaya yang bekerja

...(44) (2) Tentukan letak garis kerja (R), dengan menggunakan statis momen terhadap pusat kolom P1 atau P2. Dalam hal ini dimisalkan

terhadap P1 maka letak resultante (R) adalah r1. R.r1 = P2 . r atau

(48)

(3) Dibuat atau diusahakan letak resultante (R) berimpit atau melalui pusat berat fondasi (O), sehingga diperoleh r1 + a1 = ½ , dan panjang fondasi diperoleh ...(46) (4) Untuk mencari luas alas pelat fondasi, diperoleh hubungan

sebagai berikut:

dengan ...(47)

Lebar fondasi diperoleh dari ...(48) Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa bentuk fondasi telapak gabungan segi empat tergantung dari beban P1,P2, dan a1, bilamana a1 cukup panjang, maka akan diperoleh bentuk luasan fondasi dengan lebar b sempit. Untuk itu diperlukan batasan sebagai berikut,

dan ...(49)

Gambar 6. Pengaruh Momen (M) pada Fondasi Telapak Gabungan Segi Empat

Beban yang bekerja (beban normal) umumnya berupa beban vertikal (P) dan beban momen (M) sehingga mempengaruhi letak

(49)

garis kerja resultante (R). Letak garis kerja R(r1) dicari sebagai berikut:

atau ∑

...(50) Pada umumnya, beban yang bekerja pada suatu konstruksi banguanan maupun fondasi, dapat diklasifikasikan sebagai beban normal dan beban sementara. Oleh karena itu analisis fondasi perlu direncanakan terhadap beban normal (σ ≤ σtanah ) dan kemudian dilakukan kontrol dengan beban sementara sehingga diperoleh σ ≤ 1,5 σtanah dan umumnya diharapkan atau

( ) ...(51)

B. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian “Analisis Penggunaan Fondasi Telapak Gabungan Untuk Jembatan Bentang 5,8 Meter Dengan Letak Daya Dukung Tanah Keras Di Kedalaman -15,20 Meter”, serta hasil studi kasus desain jembatan yang terkait yaitu, sebagai berikut ini.

1. Andri Mahendra dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Daya Dukung Pondasi Abutment Jembatan Bawas Kabupaten Kubu Raya” membahas mengenai apakah keruntuhan yang terjadi pada Abutment jembatan diakibatkan oleh terlampaunya daya dukung pondasi dan seberapa besar

(50)

pengaruh beban-beban upper structure yang terjadi terhadap keruntuhan daya dukung fondasi abutment. Pada akhir penelitannya, Andri Mahendra menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut ini.

a. Total pembebanan vertikal yang terjadi di Jembatan Bawas = 576,157 ton Dari hasil perhitungan daya dukung tiang tunggal, maupun group tiang, dengan menggunaan data pengeboran (DB-02) yang telah dilakukan terdahulu (Data Existing) untuk panjang tiang 38 m dengan D = 50 cm diperoleh Qijin = 325,574 ton, dan Qijin group= 2969,23 ton, dengan (Si dan Scons) = 22,07 mm. Hal ini dapat simpulkan bahwa pondasi. tiang pancang pada abutment Jembatan Bawas (DB-02), relatif aman mendukung beban vertikal yang terjadi (Qgroup tiang > Qbeban vertikal). Pada kenyataannya,

abutment mengalami kegagalan (Bearing Capacity Failure).

b. Maka penulis mencoba menganalisa kembali dengan menggunakan data pengeboran yang baru, dari hasil perhitungan daya dukung tiang tunggal (Data DB-02 baru), untuk panjang tiang yang sama 38m (Qijin) = 49,396 ton, dan (Qgroup) = 450,492 ton < (Qvertikal = 576,157 ton), Dan (St) = 101,3 mm, disini dapat disimpulkan, bahwa pondasi tidak mampu menahan beban vertikal yang terjadi. Sehingga hal inilah yang menjadi salah satu penyebab keruntuhan pada abutment Jembatan Bawas.

c. Sebagai alternatif pemecahan dicoba dengan menggunakan tiang pancang, yang dipancang pada kedalaman lapisan tanah keras (N-SPT = 50),

(51)

diperoleh Qijin tiang tunggal = 230,786 ton dan Qgroup = 2104,77 ton > 576,15 ton.

Penelitian Andri Mahendra merupakan penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan pada skripsi ini, karena membahas mengenai daya dukung fondasi abutment dimana pada penelitian ini juga harus merencanakan

abutment. Akan tetapi, penelitian ini tidak membahas mengenai fondasi tiang

pancang seperti pada penelitian Andri Mahendra, melainkan lebih memfokuskan pada dimensi fondasi telapak gabungan.

2. Endra Ade Gunawan Sitohang dan Roesyanto dalam skripsinya yang berjudul “Desain Pondasi Telapak dan Evaluasi Penurunan Pondasi”. Tugas akhir ini bertujuan untuk mendesain pondasi telapak pada tanah lempung mulai dari menghitung daya dukung tanah, dimensi fondasi, penulangan, kontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah, sampai pada evaluasi penurunan pondasi. Untuk perhitungan penurunan digunakan dua metode yaitu metode one point dan metode sub-layer untuk menentukan metode yang dapat memberikan hasil lebih akurat. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perhitungan dan analisis, antara lain:

a. kegagalan/kerusakan fondasi selalu diawali oleh terjadinya retak pada beton. Keadaan ini terjadi karena fondasi tidak mampu menahan beban yang berupa momen lentur dan/atau gaya geser. Inilah sebabnya kenapa perlu dihitung juga kontrol tegangan geser 1 arah dan 2 arah.

(52)

b. beban yang bekerja pada pondasi berasal dari tekanan tanah di bawah pondasi. Jika tulangan tidak mampu menahan momen lentur yang bekerja pada pondasi, maka akan terjadi retak beton pada momen terbesar (umumnya di bagian tengah pondasi) dengan arah vertikal ke atas,

c. tegangan geser 2 arah atau tegangan geser pons (punching shear), dapat mengakibatkan retak miring di sekeliling kolom dengan jarak ± d/2 dari muka kolom, d adalah tebal efektif pondasi,

d. tegangan geser 1 arah yang bekerja pada dasar pondasi dapat mengakibatkan retak di sekitar pondasi pada jarak ± d dari muka kolom.

e. untuk perhitungan penurunan, dengan metode sub-layer, semakin banyak lapisan yang kita tinjau akan memberikan hasil penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan metode one-point yang hanya meninjau satu lapisan saja.

Perbedaan pembahasan antara tugas akhir karya Endra Ade Gunawan Sitohang dan Roesyanto dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada penelitian ini tidak memperhitngkan beberapa fondasi, melainkan membahas mengenai dimensi fondasi telapak gabungan yang dapat digunakan untuk menahan beban yang bekerja dengan kondisi daya dukung tanah keras di kedalaman -15,20 m.

3. Fabian J. Manoppo dalam Jurnal Ilmiah Media Engineering yang berjudul “Perilaku Tanah Expansif Terhadap Daya Dukung”. Dalam analisa ini dihitung daya dukung fondasi dangkal yaitu fondasi telapak yang dipengaruhi oleh

(53)

tekanan dari atas dan tekanan muai dimana tekanan muai yang besar dapat mengakibatkan desakan keatas menjadi semakin besar sebaliknya kohesi tanah yang besar akan meningkatkan daya dukung pondasi telapak dan memperkecil terjadinya desakan ke atas.

a. Desakan keatas (heave) menjadi kecil hsw = 6.97 dicapai pada saat tekanan dari atas paling besar p = 168 kPa dan tekanan muai paling kecil psw = 100 kPa.

b. Tekanan muai menjadi besar hingga mencapai tingkat maksimum maka desakan keatas yang terjadi menjadi besar kemudian cenderung menjadi stabil

c. Pengaruh kohesi tanah yang besar akan meningkatkan daya dukung sehingga dapat memperkecil terjadinya desakan tanah (heave) menjadi kecil.

d. Metode untuk memperkecil resiko desakan keatas dapat dilakukan dengan cara stabilisasi tanah.

Pada penelitian Fabian J. Manoppo membahas mengenai tanah lempung dan daya dukung tanah, hal ini seperti kondisi tanah berupa lempung ini sama seperti tanah yang terdapat pada Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecill. Akan tetapi fokus penelitian ini tidak membahas mengenai hubungan antara pengaruh kohesi tanah dan desakan tanah yang terjadi, tetapi membahas mengenai dimensi fondasi telapak gabungan jika diterapkan pada kondisi tanah lempung dengan kedalaman tanah keras yang berbeda berdasarkan pengujian pada 2 titik sondir.

(54)
(55)

39

A. Desain Penelitian

Peneliti pada penelitian ini melakukan perhitungan beban yang harus dipikul oleh fondasi. Setelah beban yang terjadi terhitung, dilanjutkan perencanaan abutmen dan dimensi fondasi yang sesuai dengan kedalaman daya dukung tanah berdasarkan data sondir. Penelitian difokuskan untuk pemilihan dimensi fondasi yang dapat menahan beban yang terjadi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Proyek Penggantian Jembatan Secang Kecil yang beralamat di Desa Secang, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 8. Lokasi Penelitian Lokasi

(56)

2. Waktu Penelitian

Penelitian yang meliputi studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan ini dimulai tanggal 7 April 2016 sampai tanggal 1 September 2016.

C. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Data tanah

Data tanah yang digunakan yaitu meliputi hasil uji sondir, pengujian geser langsung, analisis ukuran butir, dan bor log.

2. Gambar situasi

Data gambar yang digunakan yaitu meliputi elevasi existing, potongan memanjang jembatan, potongan melintang jembatan, detail gelagar, detail, plat injak, letak muka tanah existing, detail pagar pengaman atau sandaran, dan detail expantion joint.

D. Analisis Data

Analisis data awal yang dilakukan yaitu menghitung total beban yang bekerja lalu dilanjutkan dengan perencanaan abutmen dan perencanaan dimensi fondasi yang sesuai. Untuk lebih jelasnya, maka penulis sajikan bagan alir penelitian dan bagan alir analisis data.

(57)

Gambar 8. Bagan Alir Penelitian Ya

Tidak

Kesimpulan dan Saran

Selesai ANALISIS DATA: 1. Perhitungan Beban 2. Perencanaan Abutment 3. Perencanaan Fondasi Telapak Gabungan Penentuan dimensi fondasi telapak gabungan

Mulai Studi Pustaka Pengumpulan Data DATA: 1. Data tanah 2. Gambar situasi

(58)

Gambar 9. Bagan Alir dari Analisis Data Ya

Tidak

Mulai

Pembebanan Struktur Atas

Perencanaan Abutment dan Dimensi Fondasi Telapak Gabungan

𝜎𝑑𝑒𝑠𝑎𝑘 = 𝑉 𝑏. 1+ 𝑀 𝑊 ≤ 𝜎𝑑𝑒𝑠𝑎𝑘 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝜏 =3 2. 𝐷 𝐴≤ 𝜏𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝜎𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘=𝑏. 1𝑉 − 𝑀 𝑊 ≤ 𝜎𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 Stabilitas Internal:

1. Tinjauan Terhadap Pengaruh Desak

2. Tinjauan Terhadap Pengaruh Geser 3. Tinjauan Terhadap Patahnya Kaki

Depan atau Belakang (Tumit)

Stabilitas Eksternal:

1. StabilitasTerhadap Guling

𝑆𝐹 = 𝑀𝑃

𝑀𝐴 ≥ 2

2. Stabilitas Terhadap Geser

𝑆𝐹 = 𝑉 𝐻 ≥ 2

3. Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah 𝑆𝐹 = 𝑞𝑢

𝑞(max) ≥ 2

Dan 𝜎𝑚𝑎𝑥 = 𝐵.𝐿𝑉 𝑥 1 ±6𝑒𝐵 < 𝜎𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

Selesai Penentuan dimensi fondasi telapak gabungan

(59)
(60)

43

A. Deskripsi Data

Perencanaan jembatan Secang ini mempunyai panjang bentang 5.8 m dan lebar 7.2 m, merupakan jembatan beton bertulang dengan klasifikasi jalan III C. Tampak jembatan Secang dapat dipahami seperti gambar dibawah ini.

Gambar 10. Potongan Memanjang Jembatan Secang

(61)

Data Jembatan

1. Tipe jembatan = Beton bertulang 2. Klasifikasi jalan = Kelas III C 3. Panjang jembatan = 5,8 m 4. Lebar jembatan = 7,2 m 5. Tinggi jembatan = 1,25 m 6. Lebar jalur kendaraan = 5 m 7. Tebal plat lantai = 0,20 m 8. Tebal perkerasan = 0,05 m

9. Tiang sandaran = 0,3 x 0,3 x 1,4 m 10. Trotoar + Plat siku L60.60.6 = 0,2 x 0,7 m (2 sisi) 11. Jumlah gelagar utama = 0,25 x 0,5 m (3 gelagar) 12. Jarak antar gelagar utama = 1,58 m

13. Jumlah diafragma = 0,15 m x 0,2 m (6 diafragma) 14. Jarak antar diafragma = 2,5 m

B. Analisis Data

1. Konstruksi Bangunan Atas

Bangunan atas jembatan atau struktur atas jembatan adalah bagian jembatan yang menerima langsung beban dari berat sendiri dan beban lalu lintas berupa kendaraan atau orang yang akan melewatinya. Perhitungan

(62)

pembebanan dari bangunan atas ini terdiri dari beban mati, beban hidup, dan beban kejut yang akan dihitung sesuai dengan Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya 1987 berikut ini.

a. Perhitungan Beban Mati

Perhitungan beban mati berdasarkan PPPJJR 1987, beban yang dihitung adalah sebagai berikut ini.

1) Berat Plat Lantai Jembatan

Konstruksi jembatan Secang mengenai detail perencanaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 12. Plat Lantai Jembatan Berat bagian-bagian plat injak yaitu:

P1 = 0,2 m x 1,575 m x 5,8 m x 2,5 t/m³ x 2 = 9,14 t

P2 = 0,5 x 0,1 m x 1,575 m x 5,8 m x 2,5 t/m³ x 2 = 2,28 t

P3 = 0,2 m x 1,65 m x 5,8 m x 2,5 t/m³ x 2 = 9,57 t

Maka berat plat lantai jembatan adalah

Bplj = P1 + P2 + P3 = 9,14 t + 2,28 t + 9,57 t = 20,99 t

2) Perkerasan Aspal

Perkerasan aspal di atas jalur kendaraan pada jembatan Secang, didesain dengan data sebagai berikut:

(63)

berat jenis aspal = 2,2 t/m³ (PPPJJR: 1987, 4) lebar = 5 m = 500 cm

tebal = 0,05 m = 5 cm panjang = 5,8 m = 580 cm Maka berat lapisan aspal adalah

Bas = 0,05 m x 5m x 5,8m x 2,2 t/m³ = 3,19 t

3) Berat Trotoar dan Profil siku L60.60.6

Gambar 13. Trotoar

Trotoar di rencanakan dari beton tombuk dengan data sebagai berikut: berat jenis= 2,2 t/m³ (PPPJJR, 1987:4)

lebar = 0,7 m = 70 cm tebal = 0,2 m = 20 cm panjang = 5,8 m = 580 cm kemiringan = 1%

Berat trotoar adalah:

Btr = P x L x T x Berat Jenis Beton x 2 sisi

(64)

Gambar 14. Detail Expantion Joint

Dari tabel profil baja (Standard Sectional Dimension of Equal

Angle Steel and Its) dalam skripsi Khairul Maulana Rachmayani tahun

2012, di dapat berat baja profil siku L 60.60.6 adalah sebesar = 0,0054 t/m. Perhitungan berat profil siku adalah sebagai berikut.

Bps = L.60.60.6 x L x 4 sisi

= 0,0054 t/m x 7 m x 4 sisi = 0,1512 t

Maka berat trotoar dan profil siku L60.60.6 adalah

Btrps = Btr + Bps

= 3,57 t + 0,1512 t = 3,724 t 4) Berat Sandaran

Data- data perencanaan sandaran dapat dipahami sebagai berikut ini. panjang = 0,3 m = 30 cm

panjang = 5,2 m = 520 cm berat jenis beton = 2,5 t/m³

lebar = 0,3 m = 30 cm tinggi a = 1,4 m = 140 cm

(65)

tinggi b = 1,2 m = 120 cm Berat sandaran yaitu:

Bs a = P x L x T x Berat Jenis Beton x jumlah tiang sandaran

= 0,3 m x 0,3 m x 1,4 m x 2,5 t/m³ x 4 = 1,3 t

Bs b = P x L x T x Berat Jenis Beton x 2 sisi

= 5,2 m x 0,3 m x 1,2 m x 2,5 t/m³ x 2 = 9,4 t

Data-data mengenai rooster di rencanakan sebagai berikut panjang = 0,2 m = 20 cm

berat jenis beton = 2,2 t/m³ lebar = 0,3 m = 30 cm tinggi = 0,58 m = 58 cm Berat rooster dihitung sebagai berikut:

Br = P x L x T x Berat jenis Beton x jumlah rooster

= 0,3 m x 0,2 m x 0,6 m x 2,2 t/m³ x 12 = 0,92 t Maka berat sandaran adalah

Bts = Bs a + Bs b – Br = 1,26 t + 9,36 t – 0,92 t = 9,7013 t

5) Berat Gelagar Memanjang

(66)

Data perencanaan gelagar yaitu: berat jenis beton = 2,5 t/m³ panjang = 5,4 m lebar = 0,25 m tebal = 0,50 m Berat Gelagar Memanjang

Bgr = P x L x T x berat jenis beton x 3 sisi

= 5,4 m x 0,25 m x 0,5 m x 2,5 t/m³ x 3 = 5,0625 t 6) Berat Gelagar Melintang (Diafragma)

Gambar 16

Denah Diafragma dan Potongan Melintang Diafragma

Perencanaan diafragma menggunakan data sebagai berikut: berat jenis beton = 2,5 t/m³

panjang = 1,58 m tinggi = 0,20 m

lebar = 0,15 m

(67)

Bdf = P x L x T x Berat jenis Beton x jumlah diafragma

= 0,15 m x 1,58 m x 0,20 m x 2,5 t/m³ x 6 = 0,71 t 7) Berat Plat Injak

Gambar 17

Potongan Memanjang Plat Injak

Perencanaan plat injak ini terdiri dari data-data berikut ini. berat jenis beton = 2,5 t/m³

panjang = 7,2 m

lebar = 1,5 m

tebal = 0,2 m

Berat bagian-bagian plat injak:

Bpi 1 = P x L x T x Berat jenis Beton

= 1,5 m x 7,2 m x 0,2 m x 2,5 t/m³ = 5,40 t

Bpi 2 = P x L x T x Berat jenis Beton

= 0,20 m x 7,2 m x 0,2 m x 2,5 t/m³ = 0,72 t

Bpi 3 = ½ alas x T x Lx Berat jenis Beton

= 0,5 x 0,2 m x 0,1 m x 7,2 m x 2,5 t/m³ = 0,18 t Maka berat seluruh bagian plat injak yaitu:

(68)

= [(5,40 t + 0,72 t + 0,18 t) x 2] = 12,6 t

8) Berat Air Hujan

Pembebanan yang berasal dari berat air hujan dihitung berdasarkan data-data sebagai berikut:

ketinggian air = 0,03 m berat jenis air hujan = 1 t/m³ lebar jalan = 5 m panjang bentang = 5,8 m Beban air hujan:

Bah = tinggi genangan x lebar jalan x panjang bentang jembatan x

berat jenis air hujan = 0,03 m x 5 m x 5,8 m x 1 t/m³ = 0,87 t

Total beban mati pada konstruksi bangunan atas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9

Total Beban Mati Konstruksi Bangunan Atas

No Muatan-muatan Beban (t)

1. Plat lantai 20,99

2. Aspal 3,19

3. Trotoar + Besi siku L60.60.6 3,724

4. Sandaran 9,7013 5. Balok 5,0625 6. Diafragma 0,711 7. Plat Injak 12,6 8. Air hujan 0,87 P(total) 56,85

(69)

b. Perhitungan Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban bergerak yang berasal dari lalu lintas seperti berat kendaraan-kendaraan dan berat orang yang melaluinya. Perhitungan beban hidup yaitu terdiri dari beban muatan “D”.

Berdasarkan PPPJJR 1987, beban muatan “D” terdiri dari beban “q” dan “P”. Pada jembatan L < 30 m ditetapkan q = 2,2 t/m dan P = 12 t. Untuk jembatan dengan lebar kurang dari sampai dengan 5,50 m, beban muatan “D” sepenuhnya atau 100% dibebankan pada seluruh lebar jembatan, dengan demikian untuk perhitungannya yaitu:

= 2,2 t/m x 1 x 7,2 m = 5,76 t/m 2,75 m = 12 t x 1 x 7,2 m = 31,418 t 2,75 m

2. Konstruksi Bangunan Bawah

Bangunan bawah jembatan merupakan bagian konstruksi jembatan yang menahan atau memikul beban dari berat mati dan beban hidup konstruksi bangunan di atasnya. Kemudian menyalurkan beban-beban tersebut ke dasar tanah.

a. Berat Akibat Beban Mati Bangunan Atas (Wa)

= 56,85 t x 2 = 56,85 t 2,00

Lengan gaya terhadap titik O = 2,70 m Mwa = 56,85 x 2,48 = 140,98 Tm

(70)

b. Berat Akibat Beban Hidup Bangunan Atas (H)

Habutmen = q’ + P’ = 5,76 t/m + 31,418 = 37,178 t

Lengan gaya terhadap titik O = 2,48 m MH = 37,18 t x 2,48 m = 92,202 Tm c. Berat Akibat dari Beban Kejut (K)

Perhitungan pengaruh getaran-getaran dan pengaruh dinamis lainnya maka tegangan akibat beban garis "P" harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum. Koefisien kejut dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

k = 1 + 20 = 1 + 20 = 1,36

50 + L 50 + 5,8

Maka besarnya beban kejut (K) adalah: =1,36 x 31,42 t = 42,68 t lengan gaya terhadap titik O = 2,48 m MK = 42,68 x 2,48 = 105,84 tm d. Beban Angin (A)

Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m² ddalam arah horisontal terbagi rata pada bidang vertikal setinggi 2 meter menerus diatas lantai kendaraan dan tegak lurus sumbu memanjang. Maka besarnya beban angin dapat dihitung sebagai berikut ini.

Beban angin untuk luas bidang beban mati (A1):

(71)

= 7,2 m x 2 m x 0,15 t/m2 x 150% = 3,24 t Beban angin untuk luas bidang beban hidup (A2):

A2 = lebar kendaraan x 2 m x 0,15 t/m2 x 100%

= 2,75 m x 2 m x 0,15 t/m2 x 100% = 0,825 t

Atotal = A1 + A2

= 3,2 T + 0,825 T = 4, 065 T

Tinggi lantai kendaraan = 0,05 m Tinggi pengaruh beban angin = 2,00 m Tinggi abutmen = 4,60 m Lengan beban terhadap titik O = 6,65 m MA = 4,07 t x 6,65 = 27,03 tm

e. Gaya Rem dan Traksi (Rm)

Menurut PPPJJR 1987, besarnya beban rem diperhitungkan 5 % dari beban muatan “D” tanpa menghtung koefisien kejut. Beban rem dianggap bekerja horizontal arah sumbu jembatan dengan titik tangkap 1,8 m dari atas permukaan lantai. Untuk lebih jelasnya dapat dipahami melalui perhitungan berikut ini.

Beban muatan “D”

D = q’ + P’ = 5,76 + 31,418 = 37,178 t

Maka gaya rem dan traksi adalah

Rm = 5% x D = 5% x 37,178 = 1,86 t

(72)

tinggi pengaruh beban angin = 1,80 m tinggi abutmen = 4,60 m lengan gaya terhadap titik O = 6,45 m MRm = 1,86 t x 6,45 m = 11,99 tm

f. Gaya Geser/ Gesek

Gaya geser terjadi pada bangunan atas jembatan, koefisien beban geser (Fs) antara karet dengan beton menurut PPPJJR berkisar antara 0,15-0,18. Pada perencanaan koefisien beban geser di ambil sebesar Fs = 0,17.

Gg = Fs x Beban mati (M abutmen)

= 0,17 x 56,847 t = 9,664 t

Lengan gaya terhadap titik O = 4,15 m MGg = 9,664 t x 4,15 m = 40,106 tm g. Gaya Gempa (Gh)

Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 x √fc’ = 4700 x √33 = 26999,44 m Tinggi breast wall, Lb = 4,2 m

Lebar breast wall, b = By = 7,0 m

h = 1 m

Inersia penampang breast wall,

x 7 x 1 x 1 x 1 = 0,5833 m 4 Nilai kekakuan,

(73)

Waktu getar alami struktur,

√[

( )] √[

( )] Untuk menentukan koefisien geser dasar gempa berdasrkan lokasinya, Desa Secang yang terletak di Kabupaten Purworejo berada di wilayah gempa 3, maka digunakan Grafik Koefisien Gempa seperti Gambar 16.

Gambar 18. Grafik Koefisien Geser Dasar Gempa

Klasifikasi jenis tanah pada daerah ini termasuk jenis tanah sedang, sehingga dengan nilat T = 1,29843 detik maka didapatkan besarnya koefisien gempa (C) sebesar 0,10. Untuk struktur dapat berperilaku daktail dan mengalami simpangan yang cukup besar sehingga mampu menyerap energi gempa yang besar, nilai faktor tipe struktur (S) sebagai berikut:

S =1 x F

(74)

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral gempa (2)

F = 1,25 – (0,025 x 2) = 1,20

S =1 x F =1 x 1,20 = 1,20

Untuk menentukan besarnya gaya gempa, dihitung terlebih dahulu besarnya koefisien beban gempa horizontal yaitu sebesar:

Kh = C x S = 0,1 x 1,225 = 0,12

Dengan faktor kepentingan (I) yaitu pengaruh dari seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk mengurangi pembebanan lalu lintas, maka diambil sebesar 1,0 sehingga diperoleh gaya gempa sebesar:

Beban gempa yang bekerja adalah:

Gh = Kh x I x Wtp = 0,12 x 1 x 56,848 = 6,8217 t

Lengan gaya terhadap titik O = 4,15 m MGh = 6,8217 x 4,15 = 28,31 tm h. Gaya Akibat Tekanan Tanah

Menurut PPPJJR 1987, beban diatas abutmen akibat muatan lalu lintas diperhitungkan sebagai beban merata “q” dengan tekanan tanah setinggi h = 60 cm, dengan data tanah sebagai berikut:

tinggi abutmen (H) = 4,6 m lebar abutmen (b) = 7,0 m

Gambar

Gambar 1. Tekanan Tanah Aktif dan Tanah Pasif
Gambar 2. Peta Gempa Indonesia untuk Periode Ulang 500 Tahun  (sumber: RSNIT-02-2005, hal:41)
Tabel 3  Faktor Kepentingan
Tabel 6  Koefisien Aliran (k)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

• However, under a certain conditions, a system having more than two poles or zeros can be approximated as a 2 nd order system having two complex dominant poles.. • Once

Analisis SWOT ( Strength , Weakness , Opportunity , Threat ) Instalasi Hiperbarik Rumah Sakit Paru Jember ; Dewi Qomariyah; 082110101070; 2012; 141 halaman; Bagian

Maka dari itu, penulis akan memaparkan hasil penelitian tersebut dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Tinjauan Mas}lah}ah Mursalah Terhadap Kebijakan Kantong

Dari hasil analisis pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang kotoran sapi maupun pupuk NPK Yara-Mila 16-16-16 menunjukkan

STRATEGI PENGEMBANGAN KECERDASAN MORAL PESERTA DIDIK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI BOARDING SCHOOL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan maka metode yang digunakan adalah metode kepustakaan, dengan membaca buku - buku wajib serta catatan kuliah dan metode

Menurut Marlinda (2004:1), sistem basis data adalah suatu sistem menyusun dan mengelola record-record menggunakan komputer untuk menyimpan atau merekam serta