• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

69 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Terhadap Tugas dan Wewenang Notaris Dalam Pembuatan Akta Keterangan Waris

Penulis meneliti kasus mengenai tindak pidana pemalsuan yang dilakukan oleh Terdakwa I, Yossy Winarto, SE, Terdakwa II, Angga Adit Setiawan, dan Terdakwa III, Katarine Ayuning Setiawan. Terdakwa dengan membawa Surat Keterangan Hak Waris yang dibuat seolah-olah isi keterangan tersebut sejati atau benar bahwa mereka adalah ahli waris dari Arie Setiawan, mendatangi saksi, Suyanto, SH, selaku Notaris/PPAT, yang berkantor di jalan Widoharjo Nomor 20 Semarang untuk mengambil sertifikat tanah dan bangunan oleh pewaris. Sertifikat tersebut terdiri dari satu buah sertifikat Hak Milik Nomor 925 Manyaran atas nama Arie Setiawan, 1 (satu) buah sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 340 Kalibanteng Kidul atas nama Arie Setiawan, dan 1 (satu) buah fotocopy sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2592 Tawangsari atas nama Arie Setiawan.

1. Identitas Pelaku Terdakwa I

Nama : Yossy Winarto, SE Tempat Lahir : Blitar

Umur/ Tanggal Lahir : 39 Tahun/ 3 November 1971 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jalan Puspowari III No. 06 RT. 04 Kelurahan Salam Mloyo, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang

Agama : Katolik

Pekerjaan : Swasta

(2)

commit to user Terdakwa II

Nama : Angga Adit Setiawan

Tempat Lahir : Blitar

Umur/ Tanggal Lahir : 27 Tahun/ 20 November 1984 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jalan Muradi Raya No. 71 RT 01 RW 007 Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang

Agama : Katolik

Pekerjaan : Swasta Terdakwa III

Nama : Katerine Ayuning Setiawan Tempat Lahir : Blitar

Umur/ Tanggal Lahir : 22 Tahun/ 04 Juni 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jalan Muradi Raya No. 71 RT 01 RW 007 Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang

Agama : Katolik

Pekerjaan : Wiraswasta 2. Kasus Posisi

Pada hari dan tanggal yang sudah tidak bisa dipastikan lagi pada bulan

September 2007, Terdakwa I, Yossy Winarto, SE, dan Terdakwa II, Angga

Aditya Setiawan, mendatangi saksi Sugiharto, SH, selaku Notaris/PPAT

yang berkantor di Jalan Ronggolawe Barat No 01 A Semarang untuk

membuat Surat Keterangan Hak Mewaris dan mengaku sebagai anak dari

Arie setiawan yang sudah meninggal dunia. Selanjutnya saksi Sugiharto

dalam jabatannya membuat Surat Keterangan Hak Waris Nomor:

(3)

commit to user

112/KWH/IX/2007 tanggal 11 September 2007. Pada bulan Mei 2008, Terdakwa I, II, dan Terdakwa III yaitu, Katerine Ayuning Setiawan berbekal Surat Keterangan Hak Waris tersebut mendatangi ke tempat saksi, Suyanto, SH, selaku Notaris/PPAT, yang berkantor di jalan Widoharjo Nomor 20 Semarang untuk mengambil sertifikat tanah dan bangunan yang yang dititipkan oleh Arie Setiawan, yaitu satu buah sertifikat Hak Milik Nomor 925 Manyaran atas nama Arie Setiawan, 1 (satu) buah sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 340 Kalibanteng Kidul atas nama Arie Setiawan, dan 1 (satu) buah fotocopy sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2592 Tawangsari atas nama Arie Setiawan.

Para Terdakwa mengetahui jika putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor: 93/G.TUN/2007/PTUN.SBY tanggal 14 Januari 2008 yang dikuatkan dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Surabaya Nomor: 62/B/2008/PT.TUN.SBY tanggal 09 September 2008 yang menyatakan mencabut akta kelahiran atas nama ketiga Terdakwa yang diikuti dengan surat pencabutan akta kelahiran oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Blitar. Setelah pencabutan akta kelahiran para Terdakwa tersebut, tiga sertifikat atas nama Arie Setiawan masih dikuasai para Terdakwa. Ketiga Terdakwa dengan sengaja datang kepada saksi Suyanto, seolah-olah isi dari Surat Keterangan Hak Waris tersebut sejati atau benar, padahal dengan pencabutan akta kelahiran tersebut, mereka tidak berhak atas ketiga sertifikat tersebut.

Akibat dari perbuatan para Terdakwa, saksi Tunjung Susilarini sebagai istri sah Arie Setiawan telah menderita kerugian sebagai pihak yang berhak menguasai ketiga sertifikat atas nama Arie Setiawan tersebut.

Setelah menjalani proses persidangan, Hakim Pengadilan Negeri Semarang

memutuskan membebaskan para Terdakwa. Sehingga Jaksa Penuntut

Umum mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung karena

beranggapan bahwa Hakim Pengadilan Negeri Semarang telah melakukan

(4)

commit to user

kelalaian dalam menilai alat bukti serta mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam proses persidangan.

3. Dakwaan Jaksa

P1 : Pasal 266 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

P2 : Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

4. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung

- Bahwa Pengadilan Negeri Semarang telah memutus perkara tanggal 29 Mei 2012 No. 182/Pid.B/2012/PN.Smg tersebut telah membebaskan para Terdakwa dengan alasan dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dapat dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dapat dipergunakan tidak terbukti;

- Pengadilan Negeri telah salah menerapkan hukum sesuai dengan fakta yang terdapat di persidangan di mana Terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III, telah membuat akta kelahiran itu dan telah mereka gunakan untuk menerbitkan suatu hak yaitu membuat keterangan waris yang menyatakan bahwa Terdakwa adalah anak alm Arie Setiawan dan juga sampai saat ini para Terdakwa telah menguasai aset Arie yaitu berupa rumah dan bangunan di Jalan Muradi Raya 69-71 Semarang, tanah dan bangunan tersebut tercakup dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 129 atas nama Arie dan Sertifikat Hak Guna Bangunan nomor 165 dengan akta jual beli tanggal 27 Desember 2006;

- Para Terdakwa menggunakan akta keterangan waris 112/KWH/IX/2007

yang merugikan istri alm Arie di mana akta lahir para Terdakwa telah

dibatalkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 62

B/2008/PT.Tun.SBY tanggal 22 September 2008 yang menguatkan

Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor

92/G.Tun/2007/PTUN.SBY tanggal 14 Januari 2008;

(5)

commit to user

- Berdasarkan keterangan-keterangan saksi, Be King Tan adalah supir alm.

Arie selama tahun 1985-2006 menerangkan bahwa istri pertama Arie di Jakarta bernama Gaen Sie Geok lalu Arie hidup bersama dengan perempuan Iswinarti di Jalan Puspowarno III Gang 6 Semarang.

Perempuan tersebut membawa seorang anak laki-laki bernama Yossy (Terdakwa I). Pada tahun 2006, Arie menikah dengan Tunjung Susilarini di KUA (Kantor Urusan Agama) Semarang;

- Tunjung membawa anak perempuan yang bernama Olivia, lalu melahirkan Andini Setyorini dan Arjuna Arief Setiawan, para Terdakwa bukan anak alm. Arie dan Iswinarti, Terdakwa II adalah anak dari Wiwik di Pekalongan dan Terdakwa III adalah anak dari Emi di Banyumanik;

- Bahwa ternyata dalam soal keterangan waris yang dibuat para Terdakwa tersebut dengan ahli waris Ny. Tunjung Susilarini, Terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III, dan Andini Setyorini;

- Berdasarkan fakta hukum di atas maka kasasi Jaksa Penuntut Umum dapat dibenarkan karena para Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan sesuatu termaksud dalam dakwaan alternatif II jo. Pasal 263 (2) jo Pasal 55 (1) KUHP.

5. Putusan

Putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 182/Pid.B/2012/PN.Smg tanggal 29 Mei 2012 yang amar lengkapnya sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Terdakwa I, Yossy Winarto, Terdakwa II, Angga Aditya Setiawan, dan Terdakwa III, Katerine Ayuning Setiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama atau dakwaan keedua;

2. Membebaskan oleh karena itu kepada Terdakwa-Terdakwa I, Yossy Winarto, SE, Terdakwa II, Angga Aditya Setiawan, dan Terdakwa III, Katerine Ayuning Setiawan dari kedua dakwaan tersebut di atas;

3. Memerintahkan agar Terdakwa-Terdakwa sebagaimana tersebut di atas

dikeluarkan dari tahanan, segera setelah putusan ini diucapkan;

(6)

commit to user

4. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan kedudukan harkat serta martabatnya;

5. Menetapkan barang bukti berupa:

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 13413/IST/1988 tanggal September 1988 atas nama Yossy Winarto;

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 13414/IST/1988 tanggal 15 September 1988 atas nama Angga Aditya Setiawan;

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 01033/IST/1995 tanggal 25 Oktober 1995 atas nama Katerine Ayuning Setiawan;

- Foto copy legalisir Keterangan Hak Waris Nomor: 112/KHW/IX/2007 tanggal 28 Januari 2007 yang dibuat di Notaris Sugiharto;

- Foto copy legalisir Kutipan Akta Nikah Nomor: 142/142/1/2006 tanggal 30 Januari 2006 yang dikeluarkan dari KUA Kecamatan Semarang Selatan;

- Foto copy legalisir Kutipan Akta Kematian Nomor: 30/2007 tanggal 07 Agustus 2007;

- Foto copy legalisir Surat Pernyataan Bersama antara Arie Setiawan dengan AM. Iswinarti tertanggal 26 September 2005;

- Foto copy legalisir kwitansi tanda terima dari Arie Setiawan yang diterima dan ditandatangani oleh Yossy Winarto tertanggal 19 Oktober 2005;

- Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 129/Kembang Arum atas nama Arie Setiawan;

- Foto copy Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 165/ Kembang Arum atas nama Arie Setiawan;

- Foto copy legalisir salinan putusan Nomor:

93/G.TUN/2007/PTUN.SBY;

- Foto copy legalisir salinan putusan Nomor: 62/B/2008/PT.TUN.SBY jo Nomor: -93/G.TUN/2007/PTUN.SBY;

Terlampir dalam berkas perkara

(7)

commit to user 6. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 238 K/Pid/2013

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Semarang tersebut;

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 182/Pid.B/2012/PN. SMG tanggal 29 Mei 2012 tersebut;

MENGADILI SENDIRI

Menyatakan bahwa Terdakwa I, Yossy Winarto, SE, Terdakwa II, Angga Aditya Setiawan, dan Terdakwa III, Katerine Ayuning Setiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memakai surat palsu;

Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I, Yossy Winarto, SE., Terdakwa II, Angga Aditya Setiawan, dan Terdakwa III, Katerine Ayuning Setiawan dengan pidana penjara masing-masing selama 8 (delapan) bulan;

Menetapkan lamanya para Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan berkekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Menetapkan barang bukti berupa:

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 13413/IST/1988 tanggal September 1988 atas nama Yossy Winarto;

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 13414/IST/1988 tanggal 15 September 1988 atas nama Angga Aditya Setiawan;

- Foto copy Kutipan Akta Kelahiran No. 01033/IST/1995 tanggal 25 Oktober 1995 atas nama Katerine Ayuning Setiawan;

- Foto copy legalisir Keterangan Hak Waris Nomor: 112/KHW/IX/2007 tanggal 28 Januari 2007 yang dibuat di Notaris Sugiharto;

- Foto copy legalisir Kutipan Akta Nikah Nomor: 142/142/1/2006

tanggal 30 Januari 2006 yang dikeluarkan dari KUA Kecamatan

Semarang Selatan;

(8)

commit to user

- Foto copy legalisir Kutipan Akta Kematian Nomor: 30/2007 tanggal 07 Agustus 2007;

- Foto copy legalisir Surat Pernyataan Bersama antara Arie Setiawan dengan AM. Iswinarti tertanggal 26 September 2005;

- Foto copy legalisir kwitansi tanda terima dari Arie Setiawan yang diterima dan ditandatangani oleh Yossy Winarto tertanggal 19 Oktober 2005;

- Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 129/Kembang Arum atas nama Arie Setiawan;

- Foto copy Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 165/ Kembang Arum atas nama Arie Setiawan;

- Foto copy legalisir salinan putusan Nomor:

93/G.TUN/2007/PTUN.SBY;

- Foto copy legalisir salinan putusan Nomor: 62/B/2008/PT.TUN.SBY jo Nomor: -93/G.TUN/2007/PTUN.SBY;

Mebebankan kepada para Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi, yang ditetapkan masing-masing sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

6. Pembahasan

Kasus yang sedang Penulis kaji mengenai tindak pidana pemalsuan,

dalam hal ini para Terdakwa, yaitu Terdakwa I, Yossy Winarto, SE, dan

Terdakwa II, Angga Aditya Setiawan, mendatangi saksi Sugiharto, SH,

selaku Notaris/PPAT yang berkantor di Jalan Ronggolawe Barat No 01 A

Semarang untuk membuat Surat Keterangan Hak Mewaris dan mengaku

sebagai anak dari Arie setiawan yang sudah meninggal dunia. Selanjutnya

saksi Sugiharto dalam jabatannya membuat Surat Keterangan Hak Waris

Nomor: 112/KWH/IX/2007 tanggal 11 September 2007. Pada bulan Mei

2008, Terdakwa I, II, dan Terdakwa III yaitu, Katerine Ayuning Setiawan

berbekal Surat Keterangan Hak Waris tersebut mendatangi ke tempat saksi,

Suyanto, SH, selaku Notaris/PPAT, yang berkantor di jalan Widoharjo

(9)

commit to user

Nomor 20 Semarang untuk mengambil sertifikat tanah dan bangunan yang yang dititipkan oleh Arie Setiawan, yaitu satu buah sertifikat HM Nomor 925 Manyaran atas nama Arie Setiawan, 1 (satu) buah sertifikat HGB Nomor 340 Kalibanteng Kidul atas nama Arie Setiawan, dan 1 (satu) buah fotocopy sertifikat HBG Nomor 2592 Tawangsari atas nama Arie Setiawan.

Para Terdakwa mengetahui jika putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor: 93/G.TUN/2007/PTUN.SBY tanggal 14 Januari 2008 yang dikuatkan dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Surabaya Nomor: 62/B/2008/PT.TUN.SBY tanggal 09 September 2008 yang menyatakan mencabut Akta Kelahiran atas nama ketiga Terdakwa yang diikuti dengan surat pencabutan Akta Kelahiran oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Blitar. Setelah pencabutan Akta Kelahiran para Terdakwa tersebut, tiga sertifikat atas nama Arie Setiawan masih dikuasai para Terdakwa. Ketiga Terdakwa dengan sengaja datang kepada saksi Suyanto, seolah-olah isi dari Surat Keterangan Hak Waris tersebut sejati atau benar, padahal dengan pencabutan Akta Kelahiran tersebut, mereka tidak berhak atas ketiga sertifikat tersebut. Oleh Hakim Pengadilan Negeri Semarang, para Terdakwa dinyatakan tidak terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan serta membebaskan dari segala dakwaan.

Terdapat kelalaian Hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam menilai

alat bukti sehingga Penuntut Umum mengajukan kasasi kepada Mahkamah

Agung. Adanya ketidakpastian dan perbedaan pemahaman Hakim dalam

membaca peraturan perundang-undangan. Padahal dalam Pasal 183

KUHAP telah menjelaskan tentang pembuktian dan prinsip minimum

pembuktian, selain itu, Hakim Pengadilan Negeri Semarang telah

mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan serta

mengabaikan keterangan ahli. Dasar-dasar pertimbangan Hakim Pengadilan

Negeri Semarang dalam menentukan putusan tindak pidana pemalsuan ini

dapat berdampak buruk dalam penegakan hukum dimana setiap orang akan

(10)

commit to user

membuat akta-akta, sertifikat, dan lain-lain yang dikeluarkan oleh pejabat eksekutif dan pelakunya tidak bisa dipidana sebelum adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini memberikan celah hukum kepada orang-orang untuk melakukan tindak pidana pemalsuan.

a. Analisa Tugas dan Wewenang Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris

Pasal l angka 1 Undang-Undang Perubahan atas UUJN tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas Notaris. Menurut Lumban Tobing, bahwa selain untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan.

93

Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Menurut Setiawan, "Inti dari tugas Notaris selaku pejabat umum ialah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan hukum antara pihak yang secara manfaat meminta jasa Notaris yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang memberikan keadilan di antara para pihak yang bersengketa”.

94

Terlihat bahwa Notaris tidak memihak tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu pihak. la tidak memihak kepada mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya dalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku pejabat umum terdapat ketentuan Undang-Undang yang demikian ketat bagi orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi atau sebagai pihak berkepentingan pada akta yang dibuat di hadapannya. Tugas pokok dari Notaris ialah membuat akta-akta otentik. Adapun akta otentik itu menurut Pasal 1870 KUHPerdata memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian sempurna. Disinilah letak arti penting dari

93 Setiawan, “Hak Ingkar Dari Notaris dan Hubungannya Dengan KUHP”, Suatu Kajian Uraian Yang Disajikan Dalam Kongres INI di Jakarta, hlm. 2

94 Ibid;

(11)

commit to user

seorang Notaris, bahwa Notaris karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apayang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya.

95

Notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembuatan akta- akta otentik. Bukan hanya karena ia memang disebut sebagai pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga karena adanya orientasi atas pengangkatan Notaris sebagai pejabat umum yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan umum dan menerima penghasilan karena telah memberikan jasa-jasanya. Kewenangan seorang Notaris dalam hal pembuatan akta nampak dalam Pasal Pasal 1 angka 1 UU Perubahan atas UUJN yaitu membuat akta otentik. Notaris tidak boleh membuat akta untuk ia sendiri, istrinya, keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus tanpa perbedaan tingkatan dalam garis samping dengan tingkat ketiga, bertindak sebagai pihak baik secara pribadi maupun diwakili oleh kuasanya.

Sehubungan dengan kewenangan Notaris dalam membuat akta sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 15 ayat (1), maka dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Perubahan atas UUJN dijelaskan bahwa Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus,

b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus,

c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan,

95 Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum (Wet-en Rechmatig Bestuur), ctk. Pertama, Yuridika, Surabaya, 1993, hlm. 5

(12)

commit to user

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

g. Membuat akta risalah lelang.

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU Perubahan atas UUJN. Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum untuk membuat suatu akta otentik, seorang Notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan jabatannya di daerah yang ditentukan baginya dan hanya dalam daerah hukum ia berwenang. Akta yang dibuat oleh seorang Notaris di luar daerah hukumnya (daerah jabatannya) adalah tidak sah. Dengan kata lain, kewenangan Notaris pada dasarnya meliputi 4 hal yaitu:

a. Sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya,

b. Sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan akta itu dibuat, c. Sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat, dan

d. Sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Terkait dengan wewenang Notaris untuk membuat akta otentik tentang semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Perubahan atas UUJN, yang perlu mendapat perhatian mengenai perbuatan-perbuatan, perjanjian-perjanjian dan penetapan-penetapan yang harus dibuat oleh Notaris ialah:

a. Bilamana yang demikian itu dikehendaki oleh mereka atau pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Apabila oleh perundang-undangan umum hal tersebut harus

dinyatakan dalam akta otentik. Tidak semua akta yang mengandung

perbuatan-perbuatan, perjanjian- perjanjian dan penetapan-penetapan

harus dilakukan dengan akta otentik, melainkan orang bebas

membuatnya dengan bentuk apapun. Sebagai contoh dalam pencatatan

(13)

commit to user

boedel dari orang yang telah meninggal dunia dilakukan oleh ahli warisnya. Hal mana dapat dilakukan dengan akta Notaris sebagai akta otentik dan dapat pula dilakukan dengan akta di bawah tangan.

Mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang harus dilakukan dengan akta otentik oleh karena hal itu memang telah digariskan dalam ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

Sebagai contoh dalam hal pemberian kuasa untuk memasang hak tanggungan atau hipotik atas tanah. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik kecuali dalam hal-hal yang tegas ditunjuk oleh undang- undang. Begitu pula untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu akta otentik.

b. Analisa Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Keterangan Waris

Kewenangan pembuatan Akta Keterangan Waris bagi mereka yang tunduk pada hukum waris yang diatur dalam KUHPerdata didasarkan pada asas konkordansi dengan Pasal 14 ayat 1 dan 3 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld (S.I931-105) di Nederland yang kemudian diterima sebagai doktrin dan yurisprudensi di Indonesia dan dianggap sebagai hukum kebiasaan. Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld bukan undang- undang yang khusus mengatur wewenang notaris dalam pembuatan Akta Keterangan Waris atau Keterangan Hak Waris, namun di dalam praktik dianggap sebagai dasar hukum kewenangan Notaris dalam pembuatan Keterangan Hak Waris. Menurut Tan Thong Kie selama ini "Pembuatan keterangan waris oleh seorang notaris di Indonesia tidak mempunyai dasar dalam undang-undang di Indonesia".

96

Demikian pula pendapat dari Ting

96Tan Thong Cie, Studi Notarial dan Scrba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar, Jakarta, 1994, hlm 362

(14)

commit to user

Swan Tiong

97

dan Oe Siang Djie, akibatnya di dalam praktek ditemukan bermacam-macam bentuk Keterangan Hak Waris. Surat keterangan ahli waris merupakan alat bukti yang menunjukkan siapa-siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dari seseorang yang meninggal dunia, atau yang berhak atas harta warisan dari pewaris yang meninggal dunia.

98

Ada dua pendapat tentang bentuk dan syarat-syarat pembuatan surat keterangan waris oleh notaris, yaitu:

99

1. Pendapat Pertama:

a. Ahli waris datang kepada notaris untuk minta dibuatkan surat keterangan waris dari notaris atas meninggalnya pewaris;

b. Notaris meminta kepada ahli waris untuk membuat surat pernyataan kesaksian ahli waris yang isinya menceritakan keberadaan pewaris semasa hidupnya. Umumnya yang membuat dan menandatangani surat pernyataan adalah minimal dua orang saksi yang usianya lebih kurang sama dengan pewaris dan dalam surat pernyataan kesaksian tersebut ahli waris bisa turut mengetahui dan menanda-tangani surat pernyataan tersebut. Surat pernyataan kesaksian ahli waris umumnya ada dua bentuk, yaitu pernyataan yang dibuat oleh saksi-saksi sendiri (di bawah tangan dan dilegalisir oleh Notaris) dan akta pernyataan oleh saksi-saksi dihadapan notaris (akta notaris);

c. Kemudian notaris menanyakan pada Pusat Daftar Wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang pada intinya menanyakan tentang ada atau tidak pewaris membuat surat wasiat;

97 Ting Swan Tiong, Pcmbuktian Hak atas Harta Peninggalan, Media Notarial, No.6-7, April

1988, hlm.

.l1

98UdinNarsudin,http://medianotaris.com/berikan_keterangan_ahli_waris_kepada_notaris_berita32 0.html. Diakses pada tanggal 03 November 2015. Pukul 15.30 WIB

99Herlien Budiono, “Surat Keterangan Waris Dalam Praktik”, disampaikan pada Simposium tentang Menuju Surat Keterangan Waris Yang Bersifat Nasional Bagi Warga Negara Indonesia, BPHN Departemen Hukum dan Ham bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Alumni Notariat-Universitas Padjajaran, Jakarta, 6 Mei 2009

(15)

commit to user

d. Atas dasar hal-hal tersebut, kemudian notaris membuat surat keterangan ahli waris atau surat keterangan hak mewaris.

Sifat dari surat keterangan waris tersebut dalam hal ini adalah surat keterangan dari notaris yang dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk aslinya (in originali).

2. Pendapat Kedua:

Ahli waris datang menghadap kepada notaris membuat pernyataan tentang ahli waris yang disertai dua orang saksi lalu notaris menuangkannya dalam akta pernyataan yang sebelumnya terlebih dahulu notaris menanyakan pada Pusat Daftar Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang ada atau tidak pewaris membuat surat wasiat. Adapun sifat dari surat waris ini adalah akta pernyataan ahli waris, yang dibuat dalam bentuk minuta akta dan dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk salinan akta pernyataan ahli waris (akta pihak/partij acte).

Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur secara jelas kewenangan notaris dalam pembuatan Akta Keterangan Waris untuk golongan Tionghoa.

100

Dalam Pasal 15 ayat (1) tersebut, dapat kita ketahui bahwa kewenangan Notaris adalah membuat akta otentik untuk semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh para pihak dimana pasal ini memberikan kewenangan pada setiap Notaris untuk menuangkan semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan ke dalam akta otentik baik itu

100 Askriman, http://asriman.com/surat-keterangan-waris-untuk-beberapa-golongan-penduduk/.

Diakses pada tanggal 09 Desember 2015. Pukul 18.00 WIB

(16)

commit to user

yang merupakan kemauan para pihak maupun karena pembuatan akta otentik itu diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

101

Dengan wewenang yang ada pada Notaris, maka seluruh masyarakat Indonesia, jika ingin membuat bukti sebagai ahli waris, dapat dilakukan dengan akta notaris, dalam bentuk akta pihak, hal tersebut sesuai dengan wewenang Notaris untuk membuat akta otentik yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Sebagai bukti sebagai ahli waris, Notaris dapat membuat akta keterangan sebagai ahli waris atau akta keterangan waris dalam jenis akta pihak, dengan tidak meninggalkan ketentuan-ketentuan atau substansi yang selama ada, seperti : pernyataan atau keterangan kematian pewaris, keterangan perkawinan pewaris, ada atau tidak ada anak angkat, jumlah anak anak kandung pewaris, ada tidak ada perjanjian perkawinan dan ada atau tidak ada wasiat dari instansi yang berwenang.

102

Bentuk Keterangan Hak Waris di bawah tangan yang dibuatkan oleh Notaris adalah bukan bentuk yang diatur di dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN.

Kelemahan atas bentuk Keterangan Hak Waris di bawah tangan diantaranya jika ada kesalahan atas isi Keterangan Hak Waris tidak mungkin dicabut kembali oleh Notaris yang telah membuatnya sendiri. Keterangan Hak Waris yang dibuat dalam bentuk otentik atas pemyataan para pihak, jika ada kesalahan keterangan yang diberikan adalah merupakan tanggung jawab para pihak sendiri serta bentuk Keterangan Hak Waris di bawah tangan tidak mempunyai nilai pembuktian sebagaimana halnya dengan kekuatan pembuktian akta otentik.

103

101 I Dewa Gede Wirasatya Purnama, “Analisis Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Keterangan Waris Untuk Golongan Tionghoa”, artikel pada Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2013, hlm. 55

102 Habib Adjie, “Kesetaraan Dalam Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris”, makalah disajikan pada Penyegaran dan Pembekalan Pengetahuan, Kongres Ikatan Notaris Indonesia XX, Surabaya, 28-31 Januari 2009

103 Herlien Budiono, “Surat Keterangan Waris Dalam Praktik”, disampaikan pada Simposium tentang Menuju Surat Keterangan Waris Yang Bersifat Nasional Bagi Warga Negara Indonesia, BPHN Departemen Hukum dan Ham bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Alumni Notariat-Universitas Padjajaran, Jakarta, 6 Mei 2009

(17)

commit to user

Pengaturan lain yang menyangkut pembuatan akta keterangan waris dapat kita temukan dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa:

104

1. Wasiat dari pewaris, 2. Putusan pengadilan,

3. Penetapan hakim/ ketua pengadilan, atau

4. - Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh dua orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa atau Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meningga dunia

- Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris

- Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Peraturan menteri secara agraria atau kepala badan pertanahan nasional nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan peraturan pelaksana atau mendapat kekuatan dari kaedah hukum yang lebih tinggi dalam hal ini adalah peraturan pemerintah maka peraturan menteri negara agraria atau kepala badan pertanahan nomor 3 tahun 1997 dapat berlaku dan mengikat sebagaimana disebutkan oleh stufenbau teori bahwa,

“kaedah-kaedah hukum dari tingkatan yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari kaedah hukum yang lebih tinggi”, sehingga berdasarkan

104 Deny Haspada, “Kewenangan Pejabat Umum Dalam Pembuatan Keterangan Waris Untuk Menetapkan Ahli Waris”, Jurnal Ilmu Hukum Wacana Paramarta, hlm. 95

(18)

commit to user

stufenbau teori, maka Pasal 111 Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat dipergunakan oleh Notaris dalam pembuatan akta keterangan hak mewaris untuk golongan Tionghoa.

Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KHUPerdata. Akta otentik memberikan di antara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan di dalam akta ini. Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan yang terdapat padanya.

Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat sehingga akta akan kehilangan keotentikannya.

Akta keterangan waris memiliki bentuk sebagai akta pihak atau partij akta berdasarkan:

105

1. Akta ini harus dibuat di hadapan seorang Notaris;

2. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, sesuai dengan kewenangan Notaris yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, maka Notaris wajib untuk memformulasikannya dalam bentuk akta notaris, Notaris bukan menyalin pernyataan para pihak, tapi kehendak para pihak sendiri yang diformulasikan ke dalam bentuk akta keterangan waris; dan

3. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.

105 Habib Adjie, “Kesetaraan Dalam Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris”, Op.Cit;

(19)

commit to user

Akta keterangan waris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai partij akta apabila akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian lahir, formil, dan materiil serta memenuhi syarat otentitas sebagaimana dipersyaratkan dalam UUJN.

B. Hasil Penelitian Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Mengenai Keterangan Palsu Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

a. Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Otentik

Jabatan atau profesi Notaris dalam pembuatan akta merupakan jabatan kepercayan yang harus dipertangungjawabkan baik secara hukum maupun secara etika profesi. Akta yang dibuat oleh Notaris adalah akta yang bersifat otentik, oleh karena itu Notaris dalam membuat akta harus hati-hati dan selalu berdasar pada peraturan. Pembuatan akta otentik, Notaris harus bertangung jawab apabila atas akta yang dibuatnya terdapat kesalahan atau pelangaran yang disengaja oleh Notaris. Sebaliknya apabila unsur kesalahan atau pelangaran itu terjadi dari para pihak penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenanganya sesuai peraturan, Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertangungjawabanya, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta.

106

Notaris dapat saja dikenakan hukum secara pidana atau perdata apabila terbukti di pengadilan bahwa secara sengaja (penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan) Notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan

106 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PT Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 38-39

(20)

commit to user

penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti, Notaris tersebut wajib diberikan hukuman. Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelangaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainya, yaitu: Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan; dan Akta Notaris menjadi batal demi hukum.

Akibat dari akta Notaris yang seperti itu, maka ini dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut pengantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Jika Notaris dipangil oleh Kepolisian, Kejaksan, atau hakim, maka instansi bersangkutan yang ingin memangil wajib meminta persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD).

b. Pertangungjawaban Notaris Dari Segi Hukum Perdata

Akta yang dibuat oleh Notaris berkaitan dengan masalah keperdatan yaitu mengenai perikatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih meskipun memungkinkan dibuat secara sepihak (sifatnya hanya menguatkan). Sifat dan asas yang dianut oleh hukum perikatan khususnya perikatan yang lahir karena perjanjian, bahwa undang-undang hanya mungkin dan boleh diubah atau diganti atau dinyatakan tidak berlaku, hanya oleh mereka yang membuatnya, maksudnya kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatu akta otentik mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang- undang.

Kesepakatan itu tidak dapat ditarik selain terjadi kesepakatan kedua

belah pihak pula yang membuatnya (Pasal 138 KUH Perdata). Oleh karena

itu suatu perjanjian atau persetujuan, yang mempunyai kekuatan

seperti/sebagai undang- undang itu, hanya dapat dibatalkan oleh atau atas

persetujuan para pihak yang membuatnya. Hal yang sangat prinsip, bahwa

suatu akta tidak mungkin dibatalkan, kalaupun ada suatu kekeliruan atau

kesalahan hanya mungkin melalui proses atau prosedur hukum, dengan cara

membuat rectifcatie (pembetulan/perbaikan), dengan kata lain hanya dapat

(21)

commit to user

dilakukan dengan membuat akta lagi guna memperbaiki kesalahan tadi.

Akta-akta yang keliru tadi, masih tetap harus berada dan tersimpan dalam protokol pembuat akta tadi. Hal ini berarti bahwa jika ditinjau dari segi hukum perdata, apabila pembuat akta yang keliru, maka akta tersebut akan disimpan oleh pembuat akta yang bersangkutan. Pasal 84 UUJN menetapkan bahwa "dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut pengantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris".

Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik, jika terjadi kesalahan baik disengaja maupun karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain menderita kerugian, berarti Notaris telah melakukan perbuatan melangar hukum. Ganti rugi atas dasar perbuatan melangar hukum di dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata,: "Tiap perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengantikan kerugian tersebut”.

Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata diatas, didalamnya terkandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan yang melangar hukum;

2. Harus ada kesalahan;

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan; dan

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Perbuatan melangar hukum diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang melangar hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap berhati-hati sebagaimana sepatutnya dalam lalu lintas masyarakat, terhadap diri atau barang- barang orang lain.

107

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 84 UUJN, bahwa tindakan pelangaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana

107 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1998, hlm.

264

(22)

commit to user

dimaksud dalam beberapa pasal, maka jika salah satu pasal tersebut dilangar berarti terjadi perbuatan melangar hukum, sehinga unsur harus ada perbuatan melangar hukum sudah terpenuhi. Perihal kesalahan dalam perbuatan melangar hukum, dalam hukum perdata tidak membedakan antara kesalahan yang ditimbulkan karena kesengajan pelaku, melainkan juga karena kesalahan atau kurang hati-hatinya pelaku. Ketentuan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Riduan Syahrani sebagai berikut:

“Notaris yang membuat akta ternyata tidak sesuai dengan wewenangnya dapat terjadi karena kesengajaan maupun karena kelalaiannya, yang berarti telah salah sehinga unsur harus ada kesalahan telah terpenuhi. Perihal kerugian dalam perbuatan melangar hukum, dapat berupa kerugian materil dan dapat pula berupa kerugian immaterial".

108

Kerugian dalam bentuk materil, yaitu kerugian yang jumlahnya dapat dihitung, sedangkan kerugian immaterial, jumlahnya tidak dapat dihitung, misalnya nama baiknya tercemar, mengakibatkan kematian. Dengan adanya akta yang dapat dibatalkan atau batal demi hukum, mengakibatkan timbulnya suatu kerugian, sehinga unsur harus ada kerugian telah terpenuhi.

Adanya hubungan kausal atau hubungan sebab akibat maksudnya yaitu kerugian yang diderita tersebut diitmbulkan atau disebabkan karena perbuatan melangar hukum yang dilakukan oleh pelaku. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Riduan Syahrani yang mengutip teori Von Kries sebagai berikut: "suatu hal baru dapat dinamakan sebab dari suatu akibat, apabila menurut pengalaman masyarakat dapat diduga, bahwa sebab itu akan dikuti oleh akibat itu”.

109

Hal ini berarti bahwa jika terdapat suatu sebab tetapi sebab tersebut tidak menimbulkan suatu kerugian, atau timbul suatu kerugian namun bukan disebabkan oleh pelaku, maka tidak dapat dikatakan adanya suatu hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan. Kerugian yang diderita oleh seseorang disebabkan karena kesalahan Notaris dalam

108 Ibid ; hlm. 280

109 Ibid; hlm. 281

(23)

commit to user

membuat akta, sehinga unsur harus ada hubungan kausal antara perbuatan Notaris dengan kerugian yang timbul telah terpenuhi.

Gugatan ganti kerugian atas dasar perbuatan melangar hukum apabila pelaku melakukan perbuatan yang memenuhi keseluruhan unsur Pasal 1365 KUH Perdata, mengenai siapa yang diwajibkan untuk membuktikan adanya perbuatan melangar hukum, menurut Pasal 1865 KUH Perdata menentukan:

"setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut". Hal ini berarti bahwa dalam perbuatan melangar hukum, yang diwajibkan untuk membuktikan adanya perbuatan melangar hukum adalah pihak yang haknya dilangar yang harus membuktikan bahwa haknya telah dilanggar oleh orang lain. Oleh karenanya jika pihak yang merasa haknya dirugikan, namun tidak dapat membuktikan adanya pelangaran hak karena salah satu unsur tidak terpenuhi, maka gugatan ganti kerugian atas dasar perbuatan melangar hukum tidak akan berhasil.

Pasal 1246 KUHPerdata menentukan bahwa biaya, rugi, dan bunga yang oleh si berpiutang boleh menuntut akan pengantinya, atas rugi yang dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya. Mengenai biaya, rugi, bunga dijelaskan lebih lanjut oleh Subekti sebagai berikut: biaya maksudnya yaitu yang benar-benar telah dikeluarkan. Kerugian maksudnya kerugian yang benar-benar diderita akibat kelalaian dari debitur. Sedangkan bunga maksudnya yaitu keuntungan yang telah diperhitungkan sebelumnya akan diterima.

110

Mengenai gugatan ganti kerugian yang berupa pengantian biaya, rugi dan bunga ini tidak sepenuhnya harus terpenuhi, melainkan cukup dengan

110 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 47

(24)

commit to user

kerugian yang benar-benar telah diderita oleh kreditur karena kelalaian debitur yang tidak memenuhi kewajiban yang timbul karena perjanjian.

111

c. Pertanggungjawaban Notaris Dari Segi Hukum Administrasi

Dalam melaksanakan tugas jabatanya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris (UU Perubahan atas UUJN) dan Kode Etik Notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme seorang Notaris akan hilang sama sekali. Kode Etik adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilan untuk suatu profesi tertentu. Dengan kata lain Kode Etik Notaris adalah tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya dalam bidang pembuatan akta. Kode Etik ini umumnya memberikan petunjuk kepada para angotanya untuk berpraktek dalam profesi, khususnya menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:

1. Hubungan antara klien dan tenaga ahli dalam profesi;

2. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;

3. Penelitan dan publikasi/penertiban profesi;

4. Konsultasi dari praktek pribadi;

5. Tingkat kemampuan/kompensasi yang umum;

6. Administrasi personalia; dan 7. Standar-standar untuk pelatihan.

112

Kode etik yang disusun oleh organisasi profesi (INI) yang ada sekarang merupakan penambahan dari UU Perubahan atas UUJN tersebut semata-mata sebagai penjabaran atau penjelasan tambahan dari ketentuan UU Perubahan atas UUJN. Kode Etik yang disusun menjadi norma-norma atau peraturan-peraturan mengenai etika baik tertulis maupun tidak tertulis.

Khusus bagi para Notaris tentang etika telah diatur dalam UU Perubahan atas UUJN, namun untuk mengetahui ketentuan mana yang ada dalam UU

111 Muhammad Abdulkadir, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, 1992, hlm. 40

112 Suhrawardi K Lubis, op. cit., hlm. 13

(25)

commit to user

Perubahan atas UUJN yang termasuk dalam ruang lingkup kode etik kiranya perlu ada penafsiran tersebut, agar dapat diketahui dengan jelas hukuman- hukuman dalam arti teknis dari KUHP yang merupakan hukuman pidana dan merupakan displinair dari ketentuan Pasal 84 dan Pasal 85 dari UU Perubahan atas UUJN.

Jabatan Notaris selain sebagai jabatan yang mengeluti masalah- masalah teknis hukum, juga harus ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan hukum nasional. Oleh karena itu, Notaris harus senantiasa menghayati idealisme perjuangan bangsa secara menyeluruh terutama dalam rangka peningkatan jasa pelayanan kepada masyarakat. Notaris wajib mengikuti perkembangan hukum nasional yang pada akhirnya Notaris mampu melaksanakan profesinya secara profesional. Dalam menjalankan tugasnya, Notaris harus menyadari kewajibanya, bekerja mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tangung jawab serta memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.

Profesi Notaris termasuk ke dalam jenis profesi yang dinamakan profesi luhur untuk membantu memberikan kepastian terhadap hubungan hukum yang dibangun para pihak dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat, sehinga penghasilan atas jasanya seharusnya bukan dijadikan motivasi utamanya. Dalam kaitan itu, yang menjadi motivasi utamanya adalah kesedian yang bersangkutan untuk melayani sesamanya.

113

Dalam pembuatan akta otentik, Notaris harus bertangung jawab apabila atas akta yang dibuatnya terdapat kesalahan atau pelangaran yang disengaja oleh Notaris. Sebaliknya apabila unsur kesalahan atau pelangaran itu terjadi dari para pihak penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenanganya sesuai peraturan. Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertangungjawabanya, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta.

113 C. S. T Kansil dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hlm. 5

(26)

commit to user

Keterangan palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tangung jawab para pihak.

Apabila memperhatikan uraian Pasal 1 angka 1 UU Perubahan atas UUJN terdapat kalimat semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Kalimat sebagaimana di atas hanya mengecualikan bahwa akta tersebut jika undang-undang menentukan lain. maka Notaris tidak mempunyai kewenangan untuk membuat akta tersebut. Ketentuan ini menunjukan bahwa selama akta yang dibuat oleh Notaris tersebut dibuat sesuai dengan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta, maka Notaris tidak dapat dimintakan pertangungjawaban atas akta yang dibuatnya. Namun Notaris adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dalam pembuatan akta tersebut, untuk itu jika terjadi baik karena disengaja maupun kelalaianya Notaris melakukan kesalahan, maka dapat dimintakan tangung jawab baik dari segi hukum pidana, perdata maupun administratisi.

Mengenai sanksi Hukum Administrasi berupa teguran lisan, tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam keadan bagaimana Notaris diberikan sanksi dengan kualifikasikan sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 UUJN.

Sanksi Hukum Administrasi terhadap Notaris karena kesalahanya

yang membuat akta otentik menurut Pasal 85 UUJN menyangkut ketentuan

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 7, Pasal 15 ayat (1,2 dan 3), Pasal

16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1) huruf b Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal

16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf , Pasal

16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf I, Pasal

16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27,

Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai

sanksi berupa:

(27)

commit to user a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara;

d. Pemberhentian dengan hormat: atau e. Pemberhentian dengan tidak hormat.

d. Pertangungjawaban Notaris Dari Segi Hukum Pidana

Tangung jawab Notaris secara pidana terhadap akta yang dibuatnya tidak diatur dalam UU Perubahan atas UUJN namun tangung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukan perbuatan pidana.

Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertangungjawabannya, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tangung jawab para pihak. Dengan kata lain, yang dapat dipertangungjawabkan kepada Notaris ialah apabila penipuan atau tipu muslihat itu bersumber dari Notaris sendiri.

114

Undang-Undang Perubahan atas UUJN tidak mengatur secara khusus tentang perbuatan Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan atau memalsukan akta Notaris tersebut, hal ini berdasarkan pada asas legalitas yang merupakan prinsip-prinsip KUHP bahwa:

a. Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD;

b. Negara menjamin setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan; dan

c. Setiap warga negara tanpa kecuali wajib menjunjung hukum dan pemerintahan.

115

Demi tegaknya hukum, Notaris harus tunduk pada ketentuan pidana sebagaimana di atur dalam KUHP, dan terhadap pelaksanaanya mengingat

114 R Soegondo Notodisoerjo, op. cit., hlm. 29

115 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 36

(28)

commit to user

Notaris melakukan perbuatan dalam kapasitas jabatannya untuk membedakan dengan perbuatan Notaris sebagai subyek hukum orang, Pasal 50 KUHP memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris yang menyebutkan bahwa : “barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang, tidak boleh dihukum”.

116

Pengertian penerapan Pasal 50 KUHP terhadap Notaris bukan untuk melindungi Notaris serta membebaskan adanya perbuatan pidana yang dilakukannya tetapi Notaris mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam UU Perubahan atas UUJN. Apakah perbuatan yang telah dilakukannya pada saat membuat akta sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dalam UU Perubahan atas UUJN mengatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelangggaran, maka Notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan Notaris, dan sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik sebelum adanya Peraturan Jabatan Notaris, dan sekarang dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, dan tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap Notaris. Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti:

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap;

b. Pihak (siapa-orang) yang menghadap Notaris;

c. Tanda tangan yang menghadap;

d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;

e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta, dan

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara engkap, tapi minuta akta dikeluarkan.

Aspek-aspek tersebut jika terbukti dilanggar oleh Notaris, maka kepada Notaris yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi perdata atau

116 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1993, hlm. 66

(29)

commit to user

administratif, tetapi ternyata di sisi lain batasan-batasan tersebut ditempuh atau diselesaikan secara pidana atau dijadikan dasar untuk mempidanakan Notaris dengan dasar Notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Notaris dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum dalam konteks Hukum Pidana sekaligus juga melanggar kode etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), sehingga syarat pemidanaan menjadi lebih kuat. Apabila hal tersebut tidak disertai dengan pelanggaran kode etik atau bahkan dibenarkan oleh UUJN, maka mungkin hal ini dapat menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan dengan suatu alasan pembenar.

Pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan sebagai berikut :

a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana.

b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.

c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas

Notaris. Seorang Notaris melakukan penyimpangan dalam sebuah akta

yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara pidana maka

Notaris harus mempertanggung jawabkan secara pidana apa yang telah

dilakukannya tersebut. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan

diteruskannya celaan (verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan

yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang

berlaku, dan secara subyektif kepada pelaku yang memenuhi persyaratan

untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu. Hal tersebut

(30)

commit to user

didasarkan pada asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan atau “actus non facit reum nisi mens sit rea”.

Terjadinya pemidanaan terhadap Notaris berdasarkan akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris sebagai bagian dari pelaksanaan tugas jabatan atau kewenangan Notaris, tanpa memperhatikan aturan hukum yang berkaitan dengan tata cara pembuatan akta dan hanya berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saja, menunjukkan telah terjadinya kesalahpahaman atau penafsiran terhadap kedudukan Notaris sedangkan akta otentik yang dibuat oleh Notaris sebagai alat bukti dalam Hukum Perdata. Sanksi pidana merupakan ultimum remedium yaitu obat terakhir, apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan atau dianggap tidak mempan.

Pertanggungjawaban pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya di samping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUHP. Suatu tindakan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi jika ternyata berdasarkan UUJN dan menurut penilaian dari Majelis Pengawas Daerah bukan suatu pelanggaran. Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UUJN dan kode etik jabatan Notaris. Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya tidak diatur dalam UUJN namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila Notaris melakukan perbuatan pidana. UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap UUJN, sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan.

Berdasarkan uraian tentang tanggung jawab Notaris tersebut di atas,

dalam kasus tindak pidana pemalsuan keterangan waris, Notaris yang

(31)

commit to user

bersangkutan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena Notaris pada

dasarnya hanya mencatat atau menuangkan perbuatan hukum dan syarat-

syarat formil dari para pihak ke dalam akta. Notaris tidak mempunyai

kewajiban untuk menyelidiki kebenaran materiil isinya. Keterangan palsu

yang diberikan para penghadap merupakan tanggung jawab penghadap itu

sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Maka agar yang dipotret persis dengan potretnya, alat potret itu harus memakai film negatif yang belum terpakai (belum ada gambarnya), yang masih bersih.. Begitu pula

Struktur Organisasi Wakaf IPT merupakan antara komponen terawal yang penting bagi pelaksanaan suatu wakaf yang hendak dijalankan.. dibincangkan secara profesional dan teliti

Puji syukur ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan barokahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ENUTRITION” Aplikasi

Dampaknya adalah tenaga buruh yang menjadi korban, tenaga buruh dieksploitasi oleh pengusaha dan pemerintah masih terkesan tutup mata misalnya : l) upah yang sangat

Pertumbuhan berat gurami terendah terdapat pada perlakuan P1 (tanpa perendaman hormone tiroksin) dengan berat mutlak 0,81 g, hal ini diduga karena media yang

tentang kewenangan Notaris dalam membuat akta autentik mengenai pembagian warisan yang dilakukan para ahli waris menurut hukum Islam berdasarkan kesepakatan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan pendidikan berpengaruh positif