• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurz.) DI HUTAN RAKYAT DESA SIRPANG SIGODANG KECAMATAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurz.) DI HUTAN RAKYAT DESA SIRPANG SIGODANG KECAMATAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON BAMBU TALI (Gigantochloa apus Kurz.) DI HUTAN RAKYAT DESA

SIRPANG SIGODANG KECAMATAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh:

Sihol Marito Malau 111201156

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

Nama : Sihol Marito Malau

NIM : 111201156

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si Irawati Azhar, S.Hut.,M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.”

sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Muhdi, S. Hut., M.Si dan Irawati Azhar, S.Hut., M.Si selaku pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulisan skripsi ini hingga selesai.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis dan seluruh teman-teman penulis, khususnya Manajemen Hutan (MNH 2011) yang telah mendukung proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 5

Ekologi Tanaman Bambu ... 6

Topografi ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 8

Sifat Fisis Bambu ... 8

Berat Jenis ... 8

Kadar Air ... 9

Definisi Hutan ... 9

Definisi Hutan Rakyat ... 10

Biomassa ... 11

Karbon ... 13

Kadar Zat Terbang ... 15

Kadar Abu ... 15

Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Tegakan ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

Prosedur Penelitian ... 18

Pengumpulan Data ... 18

Analisis Data di Lapangan ... 19

Pengumpulan Data dan Pengolahan Data di Laboratorium ... 20

Model Allometrik ... 23

Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Bambu ... 23

(5)

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Basah Tanaman Contoh ... 25

Kadar Air Tanaman Contoh ... 26

Kadar Zat Terbang ... 28

Kadar Abu Tanaman Contoh ... 29

Kadar Karbon Tanaman Contoh ... 30

Uji Beda Rata-Rata Berdasarkan Uji One Way Anova ... 31

Analisis Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Contoh ... 32

Biomassa ... 32

Massa Karbon ... 33

Model Alometrik ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 46

(6)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. ... M odel persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon

mangium (Acacia crassicarpa) ... 16 2. ... Model

persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon

mangium (Acacia crassicarpa) ... 16 3. ... Berat

basah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 25 4. ... K

adar air pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 27 5. ... K

adar zat terbang pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak

contoh penelitian (%) ... 28 6. ... K

adar abu pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 29 7. ... K

adar karbon setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian ... 30 8. ... H

asil uji beda rata-rata kadar karbon pada setiap bagian tegakan bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) berdasarkan uji One Way

Annova (Tukey HSD) ... 31 9. ... B

iomassa pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh

penelitian (%) ... 32 10.Kandungan massa karbon pada setiap bagian tanaman berdasarkan

petak contoh penelitian (%) ... 33 11.Model allometrik untuk menduga biomassa setiap bagian tanaman

dan total biomassa dari setiap bagian tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 35

(7)

12.Model allometrik untuk menduga kandungan karbon setiap bagian tanaman dan total biomassa dari setiap bagian bambu tali

(Gigantochloa apus Kurz.) ... 36

13. Potensi biomassa dan cadangan karbon bambu tali (Gigantochloa

apus Kurz.) ... 40

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. ... Bambu tali ... 3 2. ... Visualisa

si plot uji kenormalan sisaan persamaan allometrik terpilih

biomassa bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 39 3. ... Visualisa

si plot uji kenormalan sisaan persamaan allometrik terpilih

massa bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 39

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. ... Dokume ntasi Penelitian di Lapangan ... 46 2. ... Dokume

ntasi Laboratorium ... 48 3. ... Data

Laboratorium ... 49 4. ... Data

Dimensi Tegakan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) ... 50 5. ... Perhitun

gan total biomassa ... 54 6. ... Perhitun

gan total Massa Karbon ... 58

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kisaran, pada tanggal 31 Juli 1992 dari Ayahanda Mangasi Malau dan Ibunda Tamsia Simbolon. Penulis merupakan anak keenam dari delapan bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 010100, Bangun Sari, Kisaran pada tahun 2005, lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Buntu Pane, Kisaran pada tahun 2008 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangururan, Samosir pada tahun 2011. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri tahun 2011 melalui jalur UMB-PTN di Program Studi Kehutanan, minat Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Selama menuntut ilmu di USU, penulis aktif dalam beberapa organisasi di kampus. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva), IMK FP (Ikatan Mahasiswa Katolik Fakultas Pertanian).

Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2013-2014. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Ekologi Hutan Tahun Ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Pemanenan Hasil Hutan Tahun Ajaran 2013/2014.

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Tahura Bukit Barisan, Kabupaten Karo. Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Cianjur, Jawa Barat selama 1 bulan. Pada akhir masa kuliah, penulis melakukan penelitian di Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

(11)

ABSTRAK

SIHOL MARITO MALAU : Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh MUHDI dan IRAWATI AZHAR.

Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman, begitu pula dengan tanaman bambu. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis biomassa dan massa karbon bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.); (2) Mengetahui persamaan allometrik terbaik biomassa dan karbon bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.); (3) Mengetahui potensi biomassa dan karbon pada tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon bagian-bagian tanaman dilakukan di laboratorium. Peubah yang diukur di lapangan adalah berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Karbon tanaman dalam petak ukur ditentukan menggunakan model allometrik karbon batang bambu tali.

Model hubungan antara biomassa atau karbon tanaman dengan dimensi batang dibuat dengan metode hubungan alometrik yang menggambarkan biomassa atau massa karbon per batang sebagai fungsi dari diameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model persamaan allometrik terbaik untuk menduga biomassa dan massa karbon bambu tali adalah W= 81,324+22,411D+1,710D2 dan C=45,979+12,792D+0,973D2, sehingga menghasilkan biomassa dan massa karbon bambu tali masing-masing sebesar 67,1 ton/ha dan 38,17 ton/ha.

Kata kunci : Gigantochloa apus Kurz., hutan rakyat, biomassa, karbon

(12)

ABSTRACT

SIHOL MARITO MALAU: Analysis of biomass and carbon stock of tali bamboo plants (Gigantochloa apus Kurz.) in Forest Community of Sirpang Sigodang Village, Panei Subdistrict, Simalungun District. Monitored by MUHDI and IRAWATI AZHAR.

Forests absorb CO2 during photosynthesis and store it as organic matter in biomass plants, as well as bamboo plantations. This study aimed to : (1) analysis biomass and carbon stock; (2) obtain a model Allometric estimation of carbon stocks in vegetation potential of oil palm plantations in North Sumatra; (3) obtain the potential carbon stocks in forest conversion to bamboo plantations in North Sumatra. This research was conducted in Forest Community Sirpang Sigodang Village, Subdistrict, Simalungun District. The research was carried out in two stages, namely the first stage were to data in the field and the second stage was analyze of carbon biomass and plant in the laboratory. Parameters measured in the field was wet weight, whereas in the laboratory is measured moisture content, volatile matter content, ash content and carbon content. Carbon plants in the plot were determined using allometric models bamboo carbon rods.

Models the relationship between plant biomass or carbon rods with dimensions created with a method that describes the relationship Allometric biomass or carbon mass per plant as a function of the diameter. The results showed that the best model of allometric equations for estimating biomass and carbon mass of bamboo plantations was W= 81,324+22,411D+1,710D2 and C=45,979+12,792D+0,973D2, resulting in biomass and carbon mass of tali bamboo plants respectively were 10,91 ton/ha and 5,49 ton C/ha.

Keywords: Gigantochloa apus Kurz., forest community, biomass, carbon

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat yang dirasakan secara langsung, maupun manfaat yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu dan hasil hutan non kayu. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah jasa lingkungan, seperti perlindungan dan pengaturan tata air.

Indonesia memiliki banyak cadangan karbon yang tersimpan dalam bentuk biomassa pada hutan. Biomassa hutan dapat hilang atau berkurang karena adanya proses deforestasi dan degradasi hutan. Kontribusi emisi akibat dari deforestasi dan degradasi hutan tersebut diperkirakan 65% dari emisi karbon nasional (Krisnawati et al., 2010). Oleh karena itu Indonesia berupaya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfer, sebagai bentuk keseriusan Indonesia untuk mengurangi GRK tersebut antara lain adalah terselenggaranya Conference of Parties (COP) ke -13 di Bali tahun 2007 dan berhasil merumuskan rencana aksi

Bali (Bali Action Plan).

REDD+ memberikan insentif dan ganti rugi kepada pengelola hutan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi berupa imbalan jasa lingkungan/Payments for Ecosystem Services (PES). Penerapan sistem PES ini memiliki hambatan yakni adalah kepastian pengunaan lahan untuk mendukung REDD+, pemantauan,

(14)

pelaporan, pembuktian yang tidak memadai, kemampuan administrasi yang tidak memadai dan tata kelola yang buruk (Angelsen, et al., 2012).

Permasalahan penerapan REDD+ pada tingkat nasional dan regional di antaranya adalah kepastian pengunaan lahan, tata batas kawasan hutan yang belum jelas, dan lembaga/kelompok pengelola hutan (Angelsen, et al., 2012).

Salah satu pendekatan yang memungkinkan untuk mengantisipasi permasalahan tersebut yakni penerapan REDD+ pada hutan rakyat. Menurut Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta manfaat hutan pada pasal 1 butir 22 menyebutkan bahwa hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Bentuk hutan hak yang umum dikenal adalah hutan rakyat, hutan rakyat diusahakan oleh rakyat pada lahan miliknya, sehingga memiliki kepastian luasan, dan penebangan dilakukan sesuai kehendak pemilik lahan.

Kedudukan hutan rakyat telah dijamin kepastian lahan dan relatif mudah dalam mengevaluasi dan memonitoring kondisi tegakan, sehingga memiliki peranan penting dalam pengembangan jasa lingkungan terutama dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. Kondisi hutan rakyat di atas memudahkan pelaksana program REDD+ dalam mengukur, memonitoring, dan mengevaluasi perubahan struktur karbon hutan sebagai demonstration activities.

Asycarya (2009) mengemukakan bahwa hutan rakyat dapat masuk pasar karbon baik pasar karbon sukarela maupun pasar karbon yang bersifat wajib atau antar negara mengikuti mekanisme REDD+.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan hutan rakyat.

Bukti minimnya perhatian tersebut adalah penempatan wilayah pembangunan

(15)

hutan rakyat masih ditempatkan pada lahan-lahan marjinal. Oleh karena itu pemilihan vegetasi yang mudah tumbuh menjadi alternatif pembangunan hutan rakyat, misalnya menanam jenis tanaman bambu.

Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh tim Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1993, dilaporkan bahwa jumlah produksi bambu per tahun dari jenis yang ditanam pada hutan rakyat di D.I. Yogyakarta diperkirakan kurang lebih 3 jutaan batang, dengan rincian masing-masing jenis bambu adalah bambu tali sebesar 80,84%, bambu wulung 14,29 %, bambu ori 1,93 %, bambu petung 1,57%, bambu legi 0,96 %, dan bambu ampel 0,41% (Ulfah, 1999).

Bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) banyak ditanam oleh masyarakat karena jenis bambu yang memiliki banyak manfaat seperti bahan bangunan, perabot rumah tangga dan memiliki nilai ekonomi yang baik, selain itu juga bambu mudah dan cepat pertumbuhannya, dan baik untuk menghambat aliran permukaan saat hujan turun.

Manfaat bambu sebagai penyerap karbon belum banyak dibicarakan padahal menurut Sutiyono (2010), bambu memiliki daya serap karbondioksida (CO2) yang besar. Bambu tali selain memiliki jumlah dan manfaat yang banyak juga tergolong dalam tanaman C4. Golongan tanaman C4 dikelompokkan berdasarkan kecepatan dan banyak mengikat karbon di udara. Untuk mengetahui kandungan karbon dalam bambu dibutuhkan penelitian dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan agar mendapat model yang baik digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan pada hutan rakyat bambu tali, dan peluangnya dalam penerapan REDD+ di Indonesia. Dari pernyataan di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon

(16)

Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis biomassa dan massa karbon bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun.

2. Mengetahui persamaan allometrik terbaik biomassa dan karbon bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.)

3. Mengetahui potensi biomassa dan karbon pada tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi peneliti dan instansi yang berguna untuk membantu memaksimalkan pengusahaan hutan rakyat bambu sehingga tercapai hasil yang lestari bagi masyarakat terkait dengan kandungan biomassa serta massa karbon pada tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.)

Gambar 1. Bambu tali Klasifikasi bambu tali adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monokotiledon Ordo : Graminales Famili : Graminae Subfamili : Bambusoideae Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa apus (Bl. ex (Schult F.) Kurz.)

Berlian dan Rahayu (1995) menyatakan bahwa bambu tali dapat mencapai tinggi hingga 20 meter lebih. Warna batang bambu tali adalah hijau sampai kekuning-kuningan. Batang bambu tali tidak bercabang di bagian bawah.

Diameter batang antara 2,5 sampai 15 cm, tebal dinding 3 sampai 15 mm, dan

(18)

panjang ruas atau buluhnya 45 sampai 65 cm. Pemanfaatan batang bambu tali antara 3 sampai 15 meter. Bentuk batang bambu tali sangat teratur. Pada buku- bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan miang berwarna cokelat kehitaman. Batang bambu tali dalam keadaan muda dan masih basah berwarna hijau dan tidak keras. Jika telah kering warnanya menjadi putih kekuning-kuningan dan tidak mudah putus atau patah.

Komponen-komponen kimia dari batang bambu tali di antaranya holoselulosa 52,1-54%, pentosan 19,1-19,3%, lignin 24,8-25,8%, kadar abu 2,7- 2,9%, silika 1,8-5,2%. Kelarutan dalam air dingin 5,2 %, air panas 5,4-6,45%, alkohol benzema 1,4-3,2% dan NaOH 21,2-25,1 %. Kadar pati berfluktuasi antara 0,24-0,71% tergantung pada musim (Dransfield dan Widjaja, 1995).

Idris, et al., (1980) menyatakan bahwa bambu tali memiliki kekuatan lentur 502,3 – 1240,3 kg/cm2, modulus elastisitas lentur 57.515 – 121.334 kg/cm2, keteguhan tarik 1.231 – 2.859 kg/cm2, dan keteguhan tekan 505,3 – 521,3 kg/cm2. Sifat mekanis bambu tali tanpa buku lebih besar dibandingkan dengan bambu tali dengan bukunya.

Ekologi Tanaman Bambu

Tanaman bambu tersebar luas di daerah beriklim tropis, sub tropis dan sedang (Sutiyono, 1990). Penyebaran bambu berdasarkan garis lintang yaitu 400 LU/LS dengan penyebaran bambu tipe monopodial 30-380 LU/LS dan bambu tipe simpodial 250 LU/LS (Uchimura, 1981).

Penyebaran bambu yang luas ini sangat dipengaruhi oleh faktor iklim antara lain suhu, curah hujan dan kelembapan yang berkaitan satu sama lain.

Menurut Huberman (1959) daerah yang memiliki curah hujan tahunan minimal

(19)

1020 mm dan kelembapan udara minimal 80% dengan suhu optimum antara 8,8- 36,00 C merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan bambu.

Bambu dapat tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah, kecuali tanah yang berada di dekat pantai. Pada tanah tersebut, bambu dapat tumbuh tetapi pertumbuhannya lambat dan buluh kecil. Umumnya bambu dapat tumbuh di tempat dengan ketinggian 1-2000 m dpl dengan keadaan pH tanah antara 5,0-6,5 (Alrasyid, 1990).

Topografi

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100-2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat, namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah hujannya tinggi mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm (Nur dan Rahayu, 1995).

Secara umum di lokasi pengembangan bambu bentuk topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi mulai dari berombak sampai bergunung. Satuan topografi berombak mempunyai kemiringan 3-8%, bergelombang 9 – 15% dan bergunung > 30% (Nur dan Rahayu, 1995).

Iklim

Rahayu dan Berlian (1995) menyatakan bahwa tanaman bambu tumbuh baik pada daerah tropis, sub tropis maupun pada daerah yang beriklim sedang dari

(20)

dataran rendah sampai daerah pegunungan yang dapat mencapai ketinggian 2.000 m dpl.

Faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap bambu adalah suhu udara, curah hujan dan kelembapan yang berkaitan satu sama lain berkisar antara 8,8- 36,0 0C. Menurut Sutiyono (2010) jumlah dan distribusi curah hujan serta variasi masa-masa kering merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan bambu.

Tanaman bambu dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan 1.289-6.630 mm, dengan curah hujan minimal 1.020 mm dan kelembapan minimal 80%.

Tanah

Sifat fisik tanah pada lokasi dengan pH 5,11 dan memiliki kandungan unsur hara makro (N dan K) dalam kondisi rata-rata rendah sedangkan P yang tersedia dalam keadaan cukup sedangkan kandungan bahan organik tanah juga sangat rendah yang rata-rata 1,81 %. Rata-rata suhu pada siang hari waktu musim penghujan adalah 21°C dengan kelembaban mencapai 75,1 % sedangkan pada musim kemarau rata-rata suhu pada siang hari dapat mencapai 25,83°C dan kelembaban udara rata 61 % (Nur dan Rahayu, 1995).

Sifat Fisis Bambu Berat jenis

Menurut Tamolang, et al. (1980) berat jenis (BJ) bambu cenderung naik ke arah ujung. Selanjutnya Liese (1980) menyatakan BJ bambu bervariasi dari 0.5- 0.8 g/cm2 dengan bagian luar dari batang mempunyai BJ lebih besar dari bagian dalamnya. Haygreen dan Bowyer (1982) mendefinisikan berat jenis sebagai perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat pada kadar air tertentu dan volume) dengan kerapatan air pada suhu 4ºC.

(21)

Dinding bambu bagian luar memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan bagian dalam. Hal ini tergantung dari kandungan serabut yang sangat bervariasi kerapatannya dalam batang (Sharma dan Mehra, 1970). Liese (1980) menambahkan bahwa makin rapat ikatan vaskular, makin banyak pula serabut yang dikandungnya dan pada akhirnya dapat meningkatkan berat jenis.

Berat jenis buku bambu umurnya lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis ruas, karena parenkimnya lebih sedikit.

Kadar Air

Kadar air bambu sangat penting karena dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis bambu. Kadar air dari bambu dewasa berkisar antara 50 - 99% dan pada bambu muda berkisar dari 80 –150%, sedangkan kadar air bambu kering berkisar antara 8-12%. Kadar air batang bambu meningkat dari bawah ke atas dan dari umur 1-3 tahun, selanjutnya menurun pada bambu yang berumur lebih dari 3 tahun. Kadar air meningkat pada musim penghujan jika dibandingkan dengan musim kemarau (Dransfield dan Widjaja, 1995).

Perbedaan kadar air pada musim penghujan dan musim kemarau dapat mencapai 100%. Selama musim kemarau, bagian atas bambu mengandung hanya kira-kira 50% air (Yap, 1997). Tamolang, et al., (1980) menyatakan bambu muda mengalami penurunan kadar air lebih cepat dari bambu dewasa selama proses pengeringan, yang dapat menyebabkan terjadinya pecah atau belah pada batang.

Definisi Hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- undang tersebut, hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi

(22)

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. John A. Helms (1998) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan segar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri- cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang terkait dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar.

Definisi Hutan Rakyat

Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan- ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat) (Suharjito, 2007).

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/KPR-V/1996, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dari 50% dan pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap hektar. Umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui

(23)

penanaman tanaman tahunan di lahan milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, 2008).

Di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya beraneka ragam. Misalnya hasil kayu, sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), dan lain-lain. Sedangkan hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu hasil utamanya buah antara lain (Aleurites mollucana), kelapa (Cocos nucifera) dan ada juga mengutamakan bambu (Bamboo sp) (Darusman dan Suharjito, 1997).

Menurut Sardjono (2004), ketergantungan masyarakat desa khususnya yang berada di sekitar hutan (forest community) terhadap sumber daya alam tersebut hingga saat ini masih sangat besar, baik menyangkut hasil hutan kayu (timber) dan non kayu (non timber forest product) maupun lahan hutan untuk pertanian. Lebih lanjut dikatakan John dan Kathy (1993), bahwa setiap penduduk pedesaan ditentukan oleh tingkat ketergantungan mereka terhadap hutan untuk pakan ternak, kayu bakar, bahan bangunan dan hasil hutan lainnya. Sedangkan menurut Akhdiyat, et al., (1998) pencaharian penduduk bersumber dari hutan yang dapat dinilai adalah berupa produk kayu bakar, hasil hutan non kayu (binatang buruan, sarang burung walet, dan sedikit rotan), ladang, kebun karet, kebun buah-buahan sebagai upaya pemanfaatan lahan hutan (Suharjito, 2007).

Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal.

Menurut Whitten, et al. (1984) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian

(24)

tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground).

Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana, et al., 1992). Biomassa di bawah permukaan tanah umumnya sekitar 40% dari total biomassa yakni berupa akar (Cairns, et al., 1997). Nilai estimasi biomassa di bawah permukaan tanah suatu tegakan tidak kurang dari 15% dari biomassa di atas permukaan tanah (Mac Dicken, 1997). Terdapat hubungan antara biomassa di bawah permukaan tanah (B) suatu pohon dengan diameter akar (D) dalam persamaan B = ∑a Dib (Hairiah, et al., 2001). Selain itu biomassa di bawah tanah dapat dihitung dengan

berdasarkan biomassa di atas tanah dibagi dengan rasio tajuk-akar. Menurut Hairiah, et al., 2001, nilai rasio tajuk akar tergantung pada kondisi lahan yaitu untuk lahan hutan tropik basah atau upland normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah bernilai lebih dari 10 dan pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Nilai rasio akar-tajuk hutan sekunder dalam ekosistem tropis sebesar 0,1 (Hamburg, 2000).

Biomassa ditentukan oleh diameter batang setinggi dada, tinggi pohon, berat jenis kayu dan kesuburan tanah. Kusmana, et al., (1992) menyatakan untuk

(25)

menduga biomassa tegakan dibandingkan dengan tinggi pohon. Diameter setinggi dada pohon berkaitan erat dengan biomassa dimana semakin besar diameter semakin besar biomassanya (Heryanto dan Siregar, 2007).

Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, kondisi iklim setempat terutama temperatur dan curah hujan. Biomassa tumbuhan/tanaman bertambah karena tumbuhan/tanaman menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Selain fotosintesis, tumbuhan/tanaman juga melakukan respirasi yang melepaskan CO2 ke udara. Laju pengikatan biomassa merupakan selisih antara produksi (fotosintesis) dan konsumsi (respirasi) disebut produktivitas primer bruto.

Karbon

Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer dan disimpan di dalam biomassa vegetasi melalui proses fotosintesis. Berbagai faktor seperti iklim, topografi, karakteristik lahan, komposisi dan jenis tanaman serta perbedaan siklus pertumbuhan hutan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan karbon di hutan dan perkebunan (Cesylia, 2009).

Menurut Whitmore (1985) umumnya karbon menyusun 45–50% dari biomassa tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa. Karbon menyusun sebagian besar bahan kering tanaman. Karbon tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah, batang yang jatuh ke tanah dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore 1985).

Van Nodrwijk., et al. (1997) hutan tropika merupakan lokasi utama cadangan karbon (above ground dan below ground). Hasil pengukuran cadangan karbon

(26)

hutan alami di Jambi dapat melebihi 50 kgm-2 atau 500 Mg ha-1. Hasil penelitian Prayogo (2000) kandungan cadangan karbon pada hutan sekunder hanya 116 Mg ha-1.

Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830 milyar ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfer yang terikat dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam bagian-bagian pohon dan bagian-bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya adalah sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Gardner dan Engelman, 1999).

Karbondioksida diserap dari udara oleh tumbuhan untuk fotosintesis tetapi pada saat yang sama tumbuhan dan makhluk hidup lain juga mengeluarkannya sebagai hasil pernafasan. Oleh karena itu, daur karbon melibatkan dua proses yaitu fotosintesis dan pernafasan. Karbon yang terikat pada mineral akan dikembalikan ke atmosfer melalui proses pembakaran.

Menurut keberadaannya komponen karbon daratan dapat dibedakan menjadi dua yaitu di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah.

Simpanan karbon di atas permukaan tanah meliputi :

1. Biomassa pohon. Biomassa pohon dapat dibedakan menjadi biomassa daun, ranting, kulit, cabang dan batang.

2. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang meliputi semak belukar yang berdiameter batang kurang dari 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput dan gulma.

(27)

3. Nekromassa yaitu batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang.

4. Serasah yaitu bagian tanaman/tumbuhan yang gugur berupa daun dan ranting.

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu 950±20 ºC selama 2 menit (ASTM 1990b). Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen dan Bowyer, 1982).

Kadar Abu

Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis yaitu kalium, kalsium, magnesium dan silika. Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah.

Persamaan Allometrik Biomassa dan Massa Karbon Tegakan

Persamaan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, contohnya adalah hubungan antara volume tegakan, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi tegakan.

Volume tegakan, biomassa atau massa karbon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi pohon yang disebut sebagai peubah

(28)

bebas. Hubungan allometrik biasanya dinyatakan dalam suatu model allometrik.

Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter tegakan yang diukur setinggi dada atau 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Model persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Acacia crassicarpa disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Model persamaan allometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon mangium (Acacia crassicarpa)

No Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Biomassa Akar Power WR = 0,025 D2,414

2 Dbh-Biomassa Batang Power WS = 0,019 D2,977

3 Dbh-Biomassa Cabang Growth WB = e 0,746+0,29D

4 Dbh-Biomassa Daun Power WL = 0,398 D1,155

5 Dbh-Biomassa Pohon Power WT = 0,165 D2,399

Sumber: Adiriono (2009)

Tabel 2. Model persamaan allometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon mangium (Acacia crassicarpa)

No Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Karbon Akar Power CR = 0,012 D2,415

2 Dbh-Karbon Batang Power CS = 0,009 D2,977

3 Dbh-Karbon Cabang Power CB = 0,067 D1,180

4 Dbh-Karbon Daun Power CL = 0,200 D1,154

5 Dbh-Karbon Pohon Power CT = 0,083 D2,399

Sumber: Adiriono (2009)

(29)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2015, dengan perincian bulan Januari 2015 adalah kegiatan pengumpulan data di lapangan dan bulan April 2015 adalah kegiatan menganalisis data. Penelitian dilaksanakan di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Analisis karbon dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, gergaji, parang, tali rafia, timbangan dacin, gunting tanaman, kamera digital, kalkulator, alat tulis menulis, microsoft office excel 2007 dan software IBM SPSS statistic Version 22 for windows. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tegakan bambu

tali (Gigantochloa apus Kurz.) di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, contoh uji bambu yang terdiri dari batang, ranting dan daun. Bahan pendukung terdiri dari kantong plastik dan label nama.

Metode Penelitian

Biomassa tegakan ada 2, yaitu bagian di atas tanah dan bagian dalam tanah (akar). Pada penelitian ini, pengukuran biomassa tegakan dilakukan pada bagian di atas tanah. Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan dengan cara:

(30)

1. Tanpa melakukan perusakan (metode non-destructive), jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya.

2. Melakukan perusakan (metode destructive). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis tegakan yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang tanaman dan mengukur diameter, panjang dan berat massanya.

(Hairiah, 2011).

Pada penelitian ini, pengukuran biomassa bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) dilakukan dengan metode destructive.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data A. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data tinggi, diameter setiap tegakan contoh dan berat basah masing-masing fraksi tegakan bambu tebang untuk selanjutnya dianalisis dan diperoleh model allometrik terbaik, serta pengumpulan data hasil analisis bahan uji di laboratorium.

(31)

B. Data Sekunder

Data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya, maupun literatur pendukung lainnya.

2. Analisis Data di Lapangan

Pengukuran Plot untuk Penebangan Bambu

Pengukuran parameter tegakan yang penting dilakukan pada setiap petak contoh penelitian (PCP) dengan metode jalur berpetak. Setiap PCP dibuat dengan ukuran 20 m x 20 m dengan jarak antar petak contoh 10 m x 10 m (Kiyoshi, 2002). Adapun petak ukur yang dibuat sebanyak 1 baris, sehingga banyaknya petak contoh penelitian (PCP) adalah 3 petak. Penempatan lokasi petak ukur dilakukan dengan cara random sampling.

1. Buat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m yang letaknya berselang- seling (random) dengan jalur utama berada tepat di tengah.

2. Dilakukan inventarisasi tegakan bambu dewasa tiap plot dengan mengukur tinggi dan DBH serta dicatat dalam tally sheet.

3. Dari tiap-tiap plot diambil 3 tegakan bambu dewasa yaitu bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) sebagai sampel tebang yang akan digunakan untuk analisa laboratorium kemudian diambil data DBH, berat basah tegakan, dan tinggi total.

4. Pengukuran tinggi total tanaman bambu terpilih juga dilakukan setelah pohon contoh rebah. Tinggi total merupakan panjang total pohon contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk ditambah panjang tunggak yang tersisa di tanah.

(32)

Pemilahan Bagian Batang dan Penimbangan Berat Basah

1. Sebelum dilakukan pembagian fraksi tegakan, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang, ranting dan daun.

2. Pembagian fraksi tegakan contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, ranting dan daun yang bertujuan agar analisa laboratorium lebih terwakili.

3. Sampel batang, ranting dan daun diambil pada bagian ujung pangkal, tengah, dan ujung atas. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan. Dimana tiap ulangan diambil sebanyak 200 gram.

3. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data di Laboratorium Pengukuran Kadar Air

Contoh uji kadar air batang dibuat dengan ukuran 10 cm x10 cm x 10 cm.

Sedangkan contoh uji dari bagian ranting dan daun diambil masing-masing ± 200g.

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut : 1. Contoh uji ditimbang berat basahnya.

2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

BKT BKT KA Bo

=

(33)

Dimana :

KA = Kadar air

Bo = Berat awal contoh uji

BKT = Berat kering tanur (oven) dari contoh uji

Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

BK = Berat kering/biomassa (kg) BB = Berat basah (kg)

KA= Persen kadar air (%).

Penentuan Kadar Zat Terbang

Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan yang tidak termasuk air dengan menggunakan energi panas. Setiap bagian tanaman mendapat ulangan sebanyak tiga kali. Prosedur penentuan zat terbang yang digunakan berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98 adalah sebagai berikut : Sampel dari tiap bagian batang dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang, sampel kemudian dioven pada suhu 950 ⁰C selama 2 menit. Kemudian cawan berisi contoh uji tersebut didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Zat Terbang =

(34)

Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 105oC

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC

Penentuan Kadar Abu

Prinsip penetapan kadar abu adalah penentuan jumlah abu yang tertinggal (mineral yang tidak dapat menguap) dengan membakar serbuk menjadi abu dengan menggunakan energi panas. Setiap bagian tanaman mendapat ulangan sebanyak tiga kali. Prosedur penentuan kadar abu yang digunakan berdasarkan ASTM D 2866-94 adalah sebagai berikut : Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukan ke dalam tanur listrik bersuhu 750 ⁰C selama 6 jam.

Selanjutnya cawan dikeluarkan dari tanur, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

Kadar abu =

Penentuan Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon dilakukan dengan penentuan kadar karbon yang digunakan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730- 1995 adalah sebagai berikut: Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang (%) = 100 % - kadar zat terbang arang- kadar abu

(35)

Model Allometrik

Bambu yang ditebang secara destructive sampling sebanyak 9 batang diukur diameternya dan panjangnya sebagai tinggi batang bambu. Hasil pengukuran diameter dan tinggi tersebut dibuat model dengan menggunakan software IBM SPSS statistic Version 22 for windows.

Model Pendugaan Biomassa Bambu dan Karbon Bambu

Pendugaan biomassa bambu dilakukan dengan tahapan seperti model hubungan antara biomassa bambu dan dimensi bambu (diameter dan tinggi) dibuat dengan menggunakan persamaan regresi allometrik dan persamaan polynomial yang menggambarkan biomassa sebagai fungsi dari diameter dan tinggi. Penyusunan dan analisa persamaan allometrik ini dibuat dengan menggunakan program software IBM SPSS statistic Version 22 for windows.

Adapun bentuk analisis regresi allometrik dan persamaan polynomial adalah sebagai berikut :

Ŷ = ß0+ ß1D+ ß2D2 Ŷ = ß0Dß1

Ŷ = ß0+ ß1D2H Ŷ = ß0 Dß1Hß2 Dimana :

Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon bambu tali (kg/batang) D = Diameter (dbh) (cm)

H = Tinggi (m)

ß0, ß1, ß2 = Konstanta (parameter) regresi

(36)

Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, yakni goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisaan serta pertimbangan kepraktisan untuk pemakaian.

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah:

1. Analisis deskriptif dan penyajian data dalam bentuk tabel atau gambar

2. Uji perbedaan kadar karbon dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS statistic Version 22 for windows. Adapun parameter yang diuji adalah

perbedaan kadar karbon rata-rata setiap bagian tegakan yaitu pada bagian batang, ranting dan daun. Analisis perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian tanaman dilakukan analisis statistik dengan uji beda rata-rata menggunakan 54 uji one way anova, yaitu berdasarkan Tukey HSD.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dan perhitungan terhadap bambu tali dewasa dengan ukuran plot 20 m x 20 m diperoleh pada petak contoh 1 terdapat 50 batang, pada petak contoh 2 sebanyak 47 batang, dan pada petak contoh 3 terdapat 59 batang.

Setiap petak contoh diambil 3 sampel tebang sehingga dalam 3 petak contoh tersebut terdapat 9 sampel tebang yang diteliti dimana batang, ranting dan daun dipisahkan dan masing-masing bagian dibuat menjadi 3 ulangan.

Berat Basah Tanaman Contoh

Berdasarkan hasil pengukuran berat komponen penyusun bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) dalam kondisi segar yang meliputi batang, ranting dan daun diperoleh rata-rata berat keseluruhan 13,64 kg per bambu tali. Batang bambu tali merupakan komponen terbesar yakni 9,69 kg (71,04%) dari total berat basah tanaman.

Tabel 3. Berat basah bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.)

No. Plot

Sampel

Tebang H (m)

DBH (cm)

Berat Basah (kg)

Total Berat Basah (kg)

Batang

Ranting +

Daun

1 15,5 7,86 12,2 4,3 16,5

1 2 12,5 7,03 8,4 4 12,4

3 13,75 6,59 10 3,7 13,7

4 14,25 6,42 9 3,9 12,9

2 5 12,45 5,77 10 4,2 14,2

6 12,25 6,85 9,6 3,8 13,4

7 13,25 6,59 9,5 4 13,5

3 8 14,25 6,43 9,5 3,8 13,3

9 13,5 6,43 9 3,9 12,9

Total 121,7 59,97 87,2 35,6 122,8 Rata-Rata 13,52 6,66 9,69 3,96 13,64 Keterangan : DBH = Diameter at Breast Height (Diameter Setinggi Dada)

(38)

Selanjutnya berat basah ranting dan daun sebesar 3,96 kg (29,03%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield dan Widjaja (1995) yang menyatakan bahwa batang bambu tali memiliki komponen-komponen kimia di antaranya holoselulosa 52,1-54%, pentosan 19,1-19,3%, lignin 24,8-25,8%, kadar abu 2,7- 2,9%, silika 1,8-5,2% zat ekstraktif sebesar 5,2 %.

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa berat basah masing-masing tanaman bambu tali dan masing-masing bagiannya berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan komposisi penyusun tiap bagian tanaman tersebut. Pada bagian batang lebih banyak diisi oleh selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif dibandingkan dengan ranting dan daun.

Berat basah tertinggi terdapat pada bambu 1 (satu) dengan diameter 7,86 cm yaitu sebesar 16,5 kg. Sedangkan berat basah terendah terdapat pada bambu 2 (dua) dengan diameter 7,03 cm yaitu sebesar 12,4 kg. Bagian-bagian tanaman bambu tali, berat basah tertinggi terdapat pada batang, kemudian ranting dan daun.

Kadar Air Tanaman Contoh

Dalam proses pertumbuhannya tanaman memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tanaman.

Kadar air merupakan persentase jumlah air yang terkandung dalam suatu tanaman.

Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Contoh uji yang digunakan dalam keadaan basah, dengan KA lebih dari 20%. Hasil pengujian kadar air bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) disajikan pada Tabel 4.

(39)

Tabel 4. Kadar air (%) pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian No Plot Sampel Tebang Kadar Air (%)

Batang Ranting+Daun

1 50,77 45,02

1 2 84,43 47,92

3 66,72 43,33

4 86,04 42,93

2 5 73,69 43,55

6 86,62 45,2

7 68,29 38,87

3 8 87,85 27,58

9 70,03 35,58

Total 774,48 400,02

Rata-Rata 86,05 44,44

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan bagian tegakan. Bagian batang bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) merupakan bagian tegakan yang paling tinggi kadar airnya, yakni dengan nilai yang berkisar antara 50-88%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian ranting dan daun sebesar 27-48%.

Tingginya kadar air batang bambu didukung oleh sel parenkim yang terdapat pada bambu, sekitar 50-60% parenkim, serat 40% (Liese, 1992b). Kadar air mempengaruhi pemanfaatan bambu, penentuan kadar air dilakukan dengan cara yang sama pada penentuan kadar air kayu (Xiaobing, 2007). Kadar air bambu berbeda tergantung: 1) Spesies bambu: spesies yang berbeda memiliki jumlah yang berbeda dari parenkim sel yang berkorelasi dengan kapasitas memegang air (Liese, et al., 1961). 2) Bagian batang: pangkal memiliki kadar air lebih tinggi dibanding bagian atas. Bagian dalam dari penampang batang memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bagian luar. 3) Node atau ruas: node memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding ruas (hingga 25%). 4. Musim: pada akhir musim hujan jauh lebih tinggi daripada akhir musim kemarau; 5) Umur batang:

(40)

batang yang muda memiliki kadar air yang lebih tinggi dan lebih seragam daripada yang dewasa (Dunkelberg, 1985). Setelah panen kadar air bambu dapat dipengaruhi oleh kelembapan dan kekeringan lingkungan, (Xiaobing, 2007).

Kadar Zat Terbang Tanaman Contoh

Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 0C yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Rata-rata kadar zat terbang bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar zat terbang setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian (%)

No. Plot Sampel Tebang Kadar Zat Terbang (%)

Batang Daun+Ranting

1 35,29 70,95

1 2 35,25 69,19

3 31,47 68,77

4 31,86 68,59

2 5 30,66 68,35

6 30,78 70,10

7 31,35 69,50

3 8 30,94 69,92

9 32,94 69,49

Total 290,54 624,86

Rata-Rata 32,28 69,43

Berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang disajikan pada Tabel 5, kadar zat terbang terbesar terdapat pada bagian ranting dan daun sebesar 69,43%.

Hal ini karena ranting dan daun lebih banyak mengandung zat ekstraktif (senyawa alifatik, terpena dan fenolik yang mudah menguap pada suhu 950 0C) sebesar 70%

dan 3-30% berada pada kayu (Haygreen dan Bowyer, 1982).

(41)

Kadar Abu Tanaman Contoh

Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti Kalsium (Ca), Kalium (K), Magnesium (Mg), Mangan (Mn) dan silika (Haygreen dan Bowyer, 1982).

Hasil perhitungan kadar abu bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kadar abu setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian (%) No. Plot Sampel Tebang Kadar Abu (%)

Batang Daun+Ranting

1 1,77 9,16

1 2 1,87 9,78

3 2,58 10,07

4 3,24 9,77

2 5 3,21 10,42

6 3,26 9,34

7 2,20 9,55

3 8 2,75 8,93

9 2,29 9,50

Total 23,17 86,52

Rata-Rata 2,57 9,61

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu terbesar terdapat pada ranting dan daun yaitu sebesar 9,61%. Hal ini sejalan dengan penelitian Onrizal (2004) kadar abu terbesar berada pada ranting dan daun yaitu berkisar antara 2,3%-3,4%. Persentase nilai kadar abu ranting dan daun tertinggi karena ranting dan daun mengandung lebih banyak bahan anorganik dibanding bagian yang lain dan daun sebagai bagian dari pohon yang melakukan fotosintesis (xilem mengangkut air dan mineral menuju daun).

(42)

Kadar Karbon Tanaman Contoh

Karbon merupakan salah satu bahan organik penyusun zat suatu tanaman.

Hasil pengukuran kadar karbon disajikan pada Tabel 7. Kadar karbon rata-rata pada bagian bambu tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 65,14%, sedangkan kadar karbon rata-rata terendah adalah pada ranting dan daun sebesar 21,09%. Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprihatno, et al., (2012) di areal tanaman bambu Kebun Kayangan, PT. Salim Ivomas Pratama, Desa Balam Sempurna, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau terhadap bambu belangke (Gigantochloa pruriens) yang menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi terdapat pada bagian batang dengan kisaran 50,68– 54.87% (rata-rata 53.84%).

Tabel 7. Kadar karbon setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian (%) No Plot Sampel Tebang Kadar Karbon (%)

Batang Ranting+Daun

1 62,94 21,04

1 2 62,88 21,04

3 65,95 21,15

4 64,90 21,64

2 5 66,14 21,23

6 65,95 20,55

7 66,46 20,96

3 8 66,31 21,15

9 64,76 21,01

Total 586,29 189,77

Rata-Rata 65,14 21,09

Tingginya kadar karbon pada bagian batang karena batang memiliki zat penyusun kayu lebih banyak dan pada saat penyebaran hasil proses fotosintesis, batang mampu menyimpan lebih banyak polisakarida dibanding bagian tanaman

(43)

lainnya. Karbohidrat atau polisakarida dalam tumbuh-tumbuhan mempengaruhi besarnya kadar karbon yang tersimpan di dalam jaringan tumbuhan karena polisakarida dalam tubuh-tumbuhan mengandung 50% karbon, 44% oksigen, dan 6% hidrogen (Sitompul dan Bambang, 1995).

Bambu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon.

Uji Beda Rata-Rata Berdasarkan Uji One Way Anova

Pada penelitian ini, uji beda rata-rata dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar karbon pada setiap bagian tanaman. Dapat dilihat hasil yang diperoleh untuk uji rata-rata kadar karbon pada setiap bagian tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji beda rata-rata kadar karbon pada setiap bagian Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) berdasarkan uji One Way Anova (Tukey HSD)

Beda Rata-Rata Signifikasi

Tukey HSD

Ranting+ Daun Batang -44,05824 0,000*

Batang Ranting+ Daun 44,05824 0,000*

Keterangan : * : Berbeda Nyata (P<0,05) pada Selang Kepercayaan 95%

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa antar kadar karbon batang dengan ranting dan daun bambu tali dewasa berbeda nyata dengan signifikansi P<0,005 pada selang kepercayaan 95%. Hasil pengujian beda nyata ini menunjukkan bahwa kadar karbon pada setiap bagian tanaman tidak sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa terdapat perbedaan yang cukup nyata antara rata-rata kadar karbon bagian batang dengan ranting dan daun, yaitu 65,14%

dengan 21,09%.

(44)

Analisis Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Contoh Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven per satuan luas (Brown, 1997). Selanjutnya menurut Jenkins, et al., (2003), biomassa dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber dan sink karbon. Potensi biomassa suatu hutan dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan.

Tabel 9. Biomassa pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian

Sampel Batang Ranting+Daun

Total Biomassa (kg/btg) No. Plot Tebang BB (kg) BK (kg) BB (kg) BK (kg)

1 12,2 8,09 4,3 2,97 11,06

1 2 8,4 4,55 4 2,7 7,26

3 10 6 3,7 2,58 8,58

4 9 4,84 3,9 2,73 7,57

2 5 10 5,76 4,2 2,93 8,68

6 9,6 5,14 3,8 2,62 7,76

7 9,5 5,64 4 2,88 8,52

3 8 9,5 5,06 3,8 2,98 8,04

9 9 5,29 3,9 2,88 8,17

Rataan 5,6 2,81 8,4

Berdasarkan Tabel 9, bagian bambu yang memiliki komponen terbesar penyusun biomassa yaitu batang sebesar 5,6 kg dan terendah pada ranting dan daun sebesar 2,81 kg. Kandungan biomassa batang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman yang didapat melalui proses fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang, karena batang pada umumnya memiliki zat penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tanaman yang lain. Zat penyusun tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang akan menjadi lebih besar.

(45)

Sedangkan daun umumnya tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat, sehingga kurang berat.

Menurut White dan Plaskett (1991) kisaran biomassa pada daun adalah sekitar 3- 6%.

Massa Karbon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan massa karbon pada setiap bagian tegakan. Massa karbon terbesar terdapat pada batang sebesar 3,64 kg dan yang terendah adalah ranting dan daun sebesar 0,59 kg.

Tabel 10. Kandungan massa karbon pada setiap bagian tanaman berdasarkan petak contoh penelitian

No. Plot Sampel Tebang

Massa Karbon (kg) Total Massa Karbon (kg)

Batang Ranting+Daun

1 5,09 0,62 5,72

1 2 2,86 0,57 3,43

3 3,96 0,55 4,5

4 3,14 0,59 3,73

2 5 3,81 0,62 4,43

6 3,39 0,54 3,93

7 3,75 0,6 4,36

3 8 3,35 0,63 3,98

9 3,43 0,6 4,03

Rataan 3,64 0,59 4,23

Massa karbon pada batang erat kaitannya dengan tingginya potensi biomassa batang dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Peningkatan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa semakin besar biomassa maka akan semakin besar pula massa karbon. Merujuk pada data kadar air komponen tanaman yang tersaji pada Tabel 4, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kadar air akan menghasilkan persentasi biomassa yang semakin rendah atau dengan kata lain kadar air berbanding terbalik dengan persentasi biomassa.

(46)

Model Allometrik

Model allometrik merupakan model yang menghubungkan dimensi- dimensi dari tanaman dengan nilai biomassa tanaman. Setiap tanaman yang berbeda akan memiliki pola yang berbeda untuk membentuk model allometrik ini.

Pengambilan sampel tanaman bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) yang dilakukan secara dekstruktif dengan menebang bambu tali dewasa berdasarkan data biomassa 9 contoh tegakan bambu tali telah menghasilkan persamaan allometrik biomassa dan massa karbon bambu tali. Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan hubungan antara biomassa atau massa karbon pada tiap bagian-bagian bambu tali dengan diameter ataupun tinggi total bambu tali. Model pendugaan biomassa dan massa karbon ini menggunakan pendekatan diameter, dan tinggi total sehingga diperoleh suatu model terpilih.

Persamaan terpilih tersebut selanjutnya dibandingkan dengan persamaan- persamaan lain yang menggunakan beberapa variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan yang menggunakan suatu variabel bebas tertentu akan dipilih untuk menduga biomassa dan massa karbon bambu tali. Model allometrik yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon bambu tali di Hutan Rakyat Desa Sirpang Sigodang, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Gambar

Gambar 1. Bambu tali  Klasifikasi  bambu tali  adalah sebagai berikut :  Kingdom  : Plantae  Divisi    : Spermatophyta  Subdivisi  : Angiospermae  Kelas    : Monokotiledon  Ordo    : Graminales  Famili    : Graminae  Subfamili  : Bambusoideae  Genus    : G
Gambar 4. Visualisasi plot uji kenormalan sisaan model allometrik terpilih massa   karbon bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.)

Referensi

Dokumen terkait

Produk bamboo yang dihasilkan oleh petani di Desa Pondok Buluh adalah bambu belah.. Pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa bambu terdiri dari 5

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Widyasari (2010) yang melakukan penelitian terhadap pendugaan biomassa dan potensi karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan

Analisis yang dilakukan pada Tabel 4 dan Tabel 5, dihitung berdasarkan biaya hasil produk akhir yaitu dupa dengan komponen dasar bambu dari hutan rakyat Desa Timbang

(1998) juga menyatakan bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon,