• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sektor peternakan merupakan sektor yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada potensi sumber daya alam yang mendukung dan potensi pasar berupa jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di lapangan. Faktor-faktor teknis seperti kurangnya teknologi sistem usahatani tepat guna dan ketersediaan bibit unggul seringkali menjadi faktor penghambat dalam pengembangan peternakan. Sehingga penelitian dan pengembangan pada teknologi, produk dan komoditas ternak unggulan terus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak yang dibudidayakan.

Perkembangan persaingan global dewasa ini juga semakin menuntut semua sektor pertanian termasuk peternakan untuk lebih memiliki daya saing yang lebih tinggi.

Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang bertanggung jawab kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 71/KPTS/OT.210/01/2002 tanggal 29 Januari 2002, Balai Penelitian Ternak merupakan Unit Pelayanan Teknis dibidang Penelitian dan Pengembangan Peternakan dengan tugas pokok yakni melaksanakan penelitian ternak unggas, sapi perah, sapi dwiguna, kerbau, domba, kambing perah dan aneka ternak.

(2)

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Balitnak juga menyelenggarakan fungsi-fungsi antara lain (1) Penelitian dibidang pemuliaan, reproduksi, nutrisi, bioteknologi, teknologi pakan, teknologi budidaya, pasca- panen, agronomi pakan, agroekosistem untuk pengembangan produksi, lingkungan, pola tanam pakan dan analisis komoditas, (2) Penelitian komponen teknologi sistem usahatani ternak, (3) Penelitian eksplorasi, evaluasi, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah ternak, (4) Pelayanan teknik, kerjasama dan penyebarluasan hasil penelitian serta, (5) Urusan Tata Usaha Balai.

Dalam menjawab tantangan global dan kebutuhan masyarakat peternakan nasional, Balitnak memiliki visi menjadi lembaga penelitian peternakan berkelas dunia dalam menghasilkan inovasi teknologi peternakan mendukung terwujudnya sistem pertanian industrial. Visi tersebut menggambarkan sebuah keinginan besar untuk menjadikan Balitnak sebagai lembaga penelitian yang dapat bersaing di level internasional dan menghasilkan inovasi di bidang peternakan untuk mendukung perkembangan sistem pertanian Indonesia menuju sistem pertanian industrial.

Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, maka Balitnak harus dapat menjalankan program dan kegiatan penelitian yang didasarkan pada sebuah perencanaan strategis dan pengukuran kinerja yang sistematis dan komprehensif.

Pendekatan perencanaan dan pengukuran kinerja yang memadukan dan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki Balitnak, baik berupa tangible assets maupun intangible assets. Menurut Yuwono dkk (2002), dalam era revolusi industri, basis persaingan terletak pada efisiensi dalam alokasi finansial dan tangible assets yang mudah dijabarkan dalam dimensi keuangan. Akan tetapi,

(3)

dalam era revolusi informasi saat ini, basis persaingan terletak pada mobilisasi dan eksploitasi intangible asssets yang tidak mudah dijabarkan dalam dimensi keuangan.

Seperti halnya lembaga pemerintah, Balitnak juga melakukan perencanaan program secara berkala dan pelaporan kinerja sesuai dengan ketentuan yang ada.

Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999, setiap pimpinan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit di dalamya diharuskan membuat laporan akuntabilitas secara berkala. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003.

Laporan kinerja instansi pemerintah dilaporkan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disusun berdasarkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi yang terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan yaitu perencanaan strategik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja.

Metode yang biasa digunakan dalam SAKIP adalah metode perbandingan capaian sasaran dengan membandingkan antara target dan realisasi anggaran.

Indikator kinerja sebagai tolak ukur kinerja dikelompokkan ke dalam lima kelompok yakni inputs (masukan-masukan), outputs (keluaran-keluaran), outcomes (hasil-hasil), benefits (manfaat-manfaat) dan impacts (dampak-dampak).

(4)

Indikator dalam kelompok inputs adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dan menghasilkan keluaran berupa dana, sumber daya manusia, informasi kebijakan dan lain sebagainya. Indikator outputs adalah segala sesuatu yang secara langsung dapat dicapai baik berupa fisik ataupun non fisik. Indikator outcomes adalah segala sesuatu yang menggambarkan berfungsinya keluaran dalam jangka pendek. Indikator benefits adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat akhir dari pelaksanaan suatu kegiatan.

Selanjutnya indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan dari suatu kegiatan baik bersifat negatif maupun positif.

Pada pengukuran kinerja Balitnak yang tertuang dalam LAKIP, indikator kinerja yang meliputi masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak hanya digunakan dalam mengukur secara teknis program atau kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan selama satu tahun anggaran. Pengukuran dan penilaian pencapaian kinerja yang tertuang dalam LAKIP tersebut lebih banyak terfokus pada penilaian aspek keuangan (anggaran) yakni tentang perbandingan realisasi penggunaan anggaran dengan rencana tingkat capaian (target) selama satu tahun. Target kinerja serapan dana yang ada disesuaikan dengan anggaran yang disahkan dalam APBN.

Pengukuran kinerja dengan pendekatan program berbasis anggaran pada LAKIP belum dapat menggambarkan kondisi sebenarnya dari pencapaian kinerja keseluruhan Balitnak. Pengukuran pada LAKIP Balitnak belum mencakup dan mempertimbangkan aspek-aspek penting lain yang diperlukan oleh sebuah organisasi seperti pelayanan pelanggan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang digunakan dan lain sebagainya.

(5)

Dalam pengukuran LAKIP, unsur sumberdaya manusia sebagai komponen indikator inputs, hanya memuat jumlah pegawai yang dilibatkan dalam pelaksanaan program atau kegiatan. Unsur intangible assets yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung seperti kepuasan pegawai dalam bekerja dan menjalankan tugas, belum termuat dalam LAKIP. Selain itu, unsur kualitas sumberdaya manusia dan sarana dan prasarana yang dapat berdampak langsung dalam pelaksanaan program atau kegiatan serta unsur penilaian kepuasan pelanggan juga belum menjadi perhatian dalam proses pengukuran yang dilaporkan dalam LAKIP Balitnak. LAKIP juga belum memberikan gambaran arah hubungan antara sasaran-sasaran yang ada dalam proses pencapaian visi dan misi Balitnak. Oleh karena itu, Balitnak perlu melengkapi metode pengukuran kinerja LAKIP yang selama ini digunakan dengan pendekatan pengukuran yang lebih komprehensif. Pendekatan pengukuran kinerja yang mempertimbangkan seluruh aspek, baik tangible assets maupun intangible assets.

Dewasa ini, terdapat banyak alternatif metode pengukuran kinerja yang berkembang untuk menilai dan meningkatkan kinerja sebuah perusahaan seperti TQMS (Total Quality Management Systems), ISO, Malcom Baldrige Criteria for Performance Exellence (MBCFPE), balanced scorecard dan lain sebagainya.

Salah satu pendekatan pengukuran kinerja yang dewasa ini berkembang dan mulai dikaji serta dikembangkan pada lembaga non-profit dan lembaga pemerintah yakni balanced scorecard.

Menurut Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard merupakan salah satu metode pengukuran yang memberikan rancangan indikator kinerja yang lebih

(6)

komprehensif dan koheren bagi para manajer puncak dengan menggunakan empat perspektif yakni perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran organisasi. Balanced scorecard dapat membantu organisasi dalam memberikan arahan hubungan sebab akibat bagaimana intangible assets organisasi seperti sumberdaya manusia, informasi dan budaya

diubah dalam proses internal menjadi tangible value.

Penerapan rancangan balanced scorecard pada organisasi publik bertujuan untuk mewujudkan misi organisasi tersebut (Kaplan dan Norton, 2004). Suatu organisasi yang akan membangun balanced scorecard sebagai manajemen strategik harus menetapkan: (1) Visi, misi dan tujuan, (2) Menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam empat perspektif balanced scorecard. Penerapan balanced scorecard dalam suatu perencanaan strategik dapat menuntun

manajemen dan anggota organisasi pemerintah dalam menerjemahkan visi, misi dan strategi organisasi dalam tindakan-tindakan yang terukur dan terencana dengan baik. Penerapan balanced scorecard pada organisasi publik dapat meningkatkan kinerja organisasi dan bersifat lebih proaktif dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

Pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja dengan keempat perspektifnya diharapkan akan dapat memberikan sudut pandang yang lebih lengkap kepada manajemen Balitnak terhadap proses pengukuran kinerja melengkapi LAKIP yang selama ini digunakan. Manajemen Balitnak akan memperoleh gambaran pengukuran kinerja pada proses peningkatan kapasitas dan kemampuan pegawai dan organisasi Balitnak, proses pencapaian tupoksi pada perspektif proses bisnis internal dan proses pelayanan masyarakat atau pelanggan

(7)

Balitnak pada perspektif stakeholders. Selain itu, balanced scorecard akan dapat melengkapi pengukuran pada perspektif keuangan yang selama ini ada di LAKIP dan memberikan gambaran hubungan sasaran-sasaran strategik yang koheren pada masing-masing perspektif.

1.2. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dianalisa pada Balai Penelitian Ternak adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah menjabarkan komponen-komponen strategik (visi, misi dan tujuan Balitnak) ke dalam sasaran-sasaran strategik pada model pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard?

2. Bagaimanakah bentuk strategy map Balai Penelitian Ternak?

3. Faktor-faktor apa yang menjadi Key Performance Indicators (KPI) dalam pengukuran kinerja Balitnak?

4. Bagaimana rancangan pengukuran kinerja Balitnak?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan pelaksanaan penelitian ini yakni :

1. Menganalisis komponen strategik Balitnak ke dalam sasaran-sasaran strategik pada keempat perspektif model pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard.

2. Menyusun strategy map Balai Penelitian Ternak.

3. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi Key Performance Indicators (KPI) kinerja Balitnak.

4. Menyusun rancangan pengukuran kinerja kerja Balitnak.

(8)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini antara lain : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen Balai Penelitian Ternak dalam

penyusunan program dan pengukuran kinerjanya

2. Peneliti memperoleh pengetahuan ilmiah dan pengalaman praktis tentang perancangan kinerja dengan pendekatan balanced scorecard pada organisasi publik.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Ternak dengan pembatasan pada perancangan pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard.

Penelitian meliputi penjabaran visi, misi dan tujuan ke dalam sasaran strategis Balitnak pada keempat perspektif balanced scorecard, penyusunan strategy map, penentuan KPI dan perancangan balanced scorecard.

Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian yakni penjabaran visi, misi, tujuan strategi dan strategi Balitnak menggunakan empat perspektif balanced scorecard yakni perspektif keuangan, pelanggan dan stakeholders,

proses bisnis internal dan kapasitas pegawai dan organisasi. Kemudian dilakukan penyusunan strategy map dengan hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis yang ada pada masing-masing perspektif. Selanjutnya penentuan KPI pada masing-masing sasaran perspektif balanced scorecard.

Penentuan KPI diperoleh melalui hasil diskusi, wawancara dan Focused Group Discussion (FGD) dengan kepala balai, kepala seksi jasa penelitian, kepala seksi pelayanan teknik, kepala subbagian tata usaha, koordinator penelitian dan ketua PSDM Balitnak. Setelah KPI dari masing-masing perspektif ditentukan,

(9)

dilakukan pembobotan tingkat kepentingan pada empat perspektif dan KPI dari masing-masing perspektif, penentuan penanggung jawab, target dan inisiatif strategik dan perancangan pengukuran kinerja Balitnak.

Referensi

Dokumen terkait

Beton yang tidak memenuhi persyaratan slump, pada umumnya akan dianggap di bawah standar dan tidak boleh digunakan dalam pekeraan, terkecuali <ireksi eknik

Dalam tahap persiapan pembelajaran pada SBI, guru harus menyusun strategi pembelajaran, ialah mulai dari bagaimana mengorganisasi bahan ajar, memilih model/

Selama malam hari, ada pengubahan yang lambat menjadi bentuk yang tidak aktif; periode gelap yang lebih panjang, bagian fitokhrom yang dalam bentuk tidak aktif menjadi

Alat dan bahan yang berada pada blok ini adalah sabuk sebagai tempat untuk alat yang akan digunakan oleh orang yang akan diikuti, batrai untuk catu daya Transducer

Kostrada, dan Kostratani dengan instansi teknis pertanian lingkup pemerintahan kabupaten atau kota dan unsur Penyuluh Pertanian pendamping dari BPTP dalam

pendidikan dalam waktu 6 (enam) semester maupun karena kesalahan/pelanggaran yang dilakukan oleh Penerima Beasiswa selama masa perkuliahan yang dapat berakibat pada

Dalam kegiatan budidaya udang vaname di tambak intensif salah satu hal yang penting diperhatikan yaitu pengelolaan kualitas air, dimana pengelolaan kualitas air

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Komunikasi Internal terhadap Kinerja Guru di SMA/SMK Muhammadiyah