• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PERBAIKAN KUALITAS AIR IRIGASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PERBAIKAN KUALITAS AIR IRIGASI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BASIC DESIGN

TEKNOLOGI PERBAIKAN KUALITAS AIR IRIGASI

KOMPONEN OUTPUT KEGIATAN

PENERAPAN TEKNOLOGI TERBATAS (PILOT PROJECT) MODERNISASI IRIGASI

DESEMBER, 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Berkurangnya kerusakan lingkungan merupakan satu dari delapan indikotor modernisasi irigasi, sehingga kegiatan irigasi yang bisa menyebabkan tercemarnya lingkungan di badan air yang berada di hilirnya memerlukan teknologi perbaikan kualitas airnya. Buku komponen output ini diharapkan memberikan informasi mengenai kondisi kualitas air DI. Ciliman, serta masukan untuk desain dasar teknologi yang tepat dalam memperbaiki kualitas air dari sawah menuju ke badan air (sungai), sehingga teknologi ini dapat mengurangi pencemaran air yang berasal dari areal irigasi. Isi komponen output meliputi: perhitungan desain, gambar rencana, spesifikasi teknis dan perkiraan rencana anggaran biaya.

Pusat Litbang Sumber Daya Air melalui Balai Litbang Lingkungan Keairan pada tahun 2018 telah membuat Basic Design Teknologi Perbaikan Kualitas Air Irigasi. Buku Komponen Output ini disusun peneliti Balai Litbang Lingkungan Keairan, oleh Yuliya Mahdalena Hidayat, ST, MPSDA, Yayu Sofia, S.Si, Drs. Bambang Priadie dan Ir. Iskandar A. Yusuf, M.Sc dibawah koordinasi Taty Yuniarti, ST, MPSDA sebagai Kepala Seksi Pelayanan Teknis dan diarahkan Ir. Nur Fizili Kifli, MT sebagai Kepala Balai Lingkungan Litbang Keairan selaku Pengendali Mutu Balai.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi bahan masukkan dalam menunjang program pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya air khususnya pelaksanaan modernisasi irigasi dalam upaya mewujudkan salah satu tujuan modernisasi irigasi yaitu berkurangnya kerusakan lingkungan (environment degradation).

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan komponen output ini.

Bandung, Desember 2018 Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air,

Prof.R. Dr. Ir. Eko Winar Irianto, MT NIP: 196605021994021001

(3)

TIM PENYUSUN

Yuliya Mahdalena Hidayat, ST, MPSDA Yayu Sofia, S.Si

Drs. Bambang Priadie Ir. Iskandar A. Yusuf, MSc

(4)

ABSTRAK

Berkurangnya kerusakan lingkungan merupakan satu dari delapan indikotor modernisasi irigasi, sehingga kualitas air dan teknologi yang tepat diperlukan perbaikan lingkungan daerah aliran sungai. Basic Design ini menggunakan data primer dan sekunder, analisis hasil investigasi lapangan dan kondisi kualitas air diperlukan untuk perhitungan desain teknologi. Hasil menunjukkan bahwa pemanfaatan air irigasi di Daerah Ciliman dan Saluran Sekunder Seuleuh masih memenuhi Kelas IV dan III dari PP 82/2001. Parameter kualitas air yang keluar dari irigasi tidak memenuhi Kelas II dari PP 82/2001 yaitu TSS untuk tahap pengolahan lahan serta COD, Nitrat dan Fosfat pada tahap pemupukan. Kadar pestisida tidak terdeteksi pada masa tanam ketiga di Sungai Seuleuh Deungeun karena adanya air pasang dari laut. Basic design untuk tahap pengolahan lahan diadopsi dari konsep sedimen forebay, sedangkan konsep wetlands telah mempertimbangkan debit effluent serta koreksi suhu minimum sehingga menghasilkan luasan wetland yang efisien. Dengan penelitian ini diperoleh hasil perhitungan luas wetland yang dapat diterapkan petani setempat karena tenologi bersifat sederhana, mudah dioperasikan dan dikerjakan secara swadaya.

Kata kunci: basic design, kualitas air, modernisasi irigasi, wetpond, wetland

(5)

ABSTRACT

Reduced environmental damage is one of the eight indicators of irrigation modernization, so that water quality and technology is needed to improve the watershed environment. This basic design uses primary and secondary data, field investigations and water quality condition are required for technology design calculations. The results show that the utilization of irrigation water in the Ciliman and Seuleuh Secondary Channels still meets Class IV and III of PP 82/2001. The water quality parameters coming out of irrigation do not meet Class II of PP 82/2001, namely TSS for the tillage stage as well as COD, Nitrate and Phosphate at the fertilization stage. The pesticide level was not detected during the third planting period on the Seuleuh Deungeun River due to the presence of tide from the sea. The basic design for the land processing stage was adopted from the forebay sediment concept, while the wetlands concept had considered effluent discharge and minimum temperature correction to produce efficient wetland area. With this research the results of the calculation of wetland area can be applied to local farmers because technology is simple, easy to operate and self-managed.

Keywords: basic design, water quality, irrigation modernization, wetpond, wetland

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

TIM PENYUSUN ... ii

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 3

2.1 Lahan Basah Buatan (Wetland) ... 3

2.2 Kolam Retensi (Wetpond/Wetpool) ... 4

BAB 3 METODE PENYUSUNAN BASIC DESIGN ... 5

3.1 Metode Pengumpulan Data ... 5

3.2 Hasil dan Analisis Investigasi Lapangan ... 5

3.2.1 Pemilihan dan Penetapan Lokasi ... 5

3.2.2 Kondisi Kualitas Air ... 7

BAB 4 BASIC DESIGN PERBAIKAN KUALITAS AIR IRIGASI ... 19

4.1 Perhitungan Desain ... 19

4.2 Gambar Desain ... 22

4.3 Spesifikasi Teknik ... 24

4.4 Perkiraan Rencana Anggaran Biaya ... 25

BAB 5 PENUTUP ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Parameter Kualitas Air di DI Ciliman ... 9 Gambar 3. 2 Fecal Coliform di DI Ciliman ... 9

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kriteria Desain Konstruksi Wetland ... 3

Tabel 3. 1 Identifikasi Lokasi ... 6

Tabel 3. 2 Lokasi Terpilih untuk Pengambilan Contoh Air untuk Pembuatan Basic Design DI Ciliman ... 6

Tabel 3. 3 Data Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pengolahan Lahan... 10

Tabel 3. 4 Data Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pemupukan ... 11

Tabel 3. 5 Data Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah Box Tersier 1 BSh2 Saluran Sekunder Seuleuh (Air Limbah Irigasi) pada Tahap Pengolahan Lahan ... 12

Tabel 3. 6 Data Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah Box Tersier 1 BSh2 Saluran Sekunder Seuleuh (Air Limbah Irigasi) pada Tahap Pemupukan ... 12

Tabel 3. 7 Data Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pengolahan Lahan ... 13

Tabel 3. 8 Data Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pemupukan ... 14

Tabel 3. 9 Data Kualitas Air di Anak Sungai Cikawung dan Sungai Seuleuh Deungeun 1 pada Tahap Pengolahan Lahan... 14

Tabel 3. 10 Data Kualitas Air di Anak Sungai Cikawung dan Sungai Seuleuh Deungeun 1 pada Tahap Pemupukan... 16

Tabel 3. 11 Data Kualitas Air di Anak Sungai Cikawung dan Sungai Seuleuh Deungeun 1 pada Masa Tanam 3. ... 17

Tabel 3. 12 Data Pestisida di Anak Sungai Cikawung dan Sungai Seuleuh Deungeun 1 pada Masa Tanam 3 ... 18

Tabel 4. 1 Perkiraan Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Wetpond Tipe 1 ... 26

Tabel 4. 2 Perkiraan Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Wetpond Tipe 2 ... 27

Tabel 4. 3 Perkiraan Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Wetland ... 28

(9)

DAFTAR NOTASI

f’c : nilai kuat tekan beton yang dinyatakan dengan MPa, dan digunakan hanya untuk benda uji berbentuk silinder

GKG/m3 : gabah kering giling per meter kubik, menunjukkan satuan produktifitas padi dalam 1 meter kubik air

kg/ha : kilogram per hektar, menunjukan jumlah massa dalam 1 hektar luas area

mg/L : miligram per liter, menunjukkan jumlah kandungan unsur atau senyawa dalam 1 liter larutan

MPa : Mega Pascal (N/mm2), menunjukan satuan mutu beton yang merupakan satuan gaya per 1 satuan luas

(10)

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

BOD : Biological Oxygen Demand COD : Chemical Oxygen Demand DI : Daerah Irigasi

DO : Dissolved Oxygen FWS : Free water System GKG : Gabah Kering Giling HLR : Hydraulic Loading Rate MCK : Mandi Cuci Kakus MT : Masa Tanam

OP : Operasi dan Pemeliharaan RTTG : Rencana Tata Tanam Global SRI : System of Rice Intensification SSF : Sub-surface Flow

TSS : Total Suspended Solid

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

Sistem Pengelolaan Irigasi terkait langsung dengan modernisasi irigasi, yang didefinisikan sebagai upaya mewujudkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif berorientasi pada pemenuhan tingkat layanan irigasi secara efektif, efisien dan berkelanjutan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan air melalui lima pilar pengembangan dan pengelolaan irigasi. Lima pilar tersebut:

peningkatan keandalan penyediaan air, prasarana, pengelolaan irigasi, institusi pengelola dan sumber daya manusia. Indikator modernisasi irigasi di Indonesia: 1) Peningkatan produktifitas air (kg GKG/m3 air);2) Peningkatan pelayanan irigasi (cukup, andal, adil dan cepat); 3) Peningkatan efisiensi irigasi; 4) Pengurangan biaya OP; 5) Peningkatan pengembalian biaya OP (OM costrecovery); 6) Peningkatan keberlanjutan pembiayaan (financial sustainability); 7) Berkurangnya perselisihan dan 8) Berkurangnya kerusakan lingkungan (environment degradation).

Mengacu pada indikator berkurangnya kerusakan lingkungan dalam modernisasi irigasi maka perlu diketahui kualitas air irigasi baik yang masuk maupun yang keluar dari sistem irigasi.

Kualitas air irigasi yang masuk ke petak sawah melalui saluran sekunder dianalisis berdasarkan baku mutu pemanfaatan air irigasi Kelas III dan IV dari PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan kualitas air yang keluar dari sawah dianalisis berdasarkan baku mutu limbah air irigasi atau pertanian (Alberta Efluent Standard for Wastewater Irrigation, 2000 dalam Yusuf, 2014). Apabila kualitas air untuk pemanfaatan irigasi tidak memenuhi persyaratan baku mutu, maka diperlukan perbaikan kualitas air yang akan dimanfaatkan. Air yang keluar dari sawah diperlukan pemulihan kualitasnya melalui teknologi supaya tidak mengganggu pemanfaatan sungai sebagai sumber air di bagian hilir.

Salah satu contoh teknologi untuk perbaikan kualitas air irigasi adalah dengan wetland.

Kelayakan penerapan wetland tersebut harus mempertimbangkan luas lahan minimal yang diperlukan, oleh karena itu digunakan perhitungan desain dengan memperhatikan debit effluent dan koreksi suhu minimum. Selain itu, pengolahan lahan dalam tahapan masa tanam padi membawa sedimen yang cukup tinggi yang berpengaruh terhadap badan air dan diperlukan teknologi untuk mengendalikan sedimen tersebut.

Pada tahun 2018 dirancang basic design teknologi perbaikan kualitas air irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh. Basic design ini diharapkan dapat mendukung satu dari delapan indikator modernisasi irigasi di Indonesia tentang berkurangnya kerusakan lingkungan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Kegiatan irigasi bisa menyebabkan tercemarnya lingkungan badan air yang berada didaerah hilirnya dan 2) Belum tersedianya basic design teknologi perbaikan kualitas air irigasi terhadap tahapan musim tanam.

Tujuan basic design ini untuk membuat teknologi perbaikan kualitas air buangan dari sawah menuju ke badan air (sungai), sehingga dapat mengurangi pencemaran air dari areal irigasi.

Manfaat basic design ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi BBWS dan masyarakat petani dalam perbaikan kualitas air irigasi untuk mengurangi kerusakan lingkungan di badan air.

Lingkup pekerjaan basic design ini: 1) Kajian Kualitas Air (pengumpulan data sekunder;

Pengambilan contoh air dan pengujian kualitas; serta analisis dan evaluasi data kualitas air); 2)

(12)

Rancangan Basic Design (pemilihan lokasi dan teknologi; penetapan lokasi dan teknologi;

perhitungan desain; gambar teknik; spesifikasi teknis serta RAB.

Lokasi kegiatan penelitian dilaksanakan di Saluran Sekunder Seuleuh, Daerah Irigasi Ciliman di Kab. Pandeglang, Provinsi Banten.

(13)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Lahan Basah Buatan (Wetland)

Salah satu cara teknologi pengendalian pencemaran air dari kegiatan pertanian adalah dengan mengolah limbah cair menggunakan sistem lahan basah buatan (wetland). Menurut Metcalf dan Eddy (1977), wetland adalah suatu lahan jenuh air dengan kedalaman air tipikal kurang dari 0,6 m yang mendukung pertumbuhan tanaman air emergent, misalnya Cattail, Bulrush, Reeds dan Sedges (Carex, sp). Dalam konstruksi wetland terdapat dua sistem yaitu: Free Water Surface System (FWS) disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan tanah dan Sub-surface Flow System (SSF) disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah permukaan tanah. Kriteria desain wetland dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 1 Kriteria Desain Konstruksi Wetland

No. Parameter Satuan

Jenis Sistem Free Water

Surface System

Sub Surface Flow System 1 Waktu kontak hidraulik Hari

4 - 15 4 - 15

2 Kedalaman air M

0,09 - 0,61 0,30 - 0,76 3 BOD5 loading rate kg/ha. Hari

< 67,25 < 67,25 4 Hidraulik loading rate m3/m2.hari

0,014 - 0,047 0,01 - 0,047 5 Areal spesifik ha/(103m3/hari)

7,162 - 2,138 7,16 - 2,138

Sumber : Metcalf dan Eddy (1977)

Beberapa studi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas air limbah irigasi dengan wetland antara lain Prasetyo, dkk (2013) dan Ivansyah, dkk (2014).

Konsentrasi parameter TDS, KMnO4, Ortofosfat dan Amonium mengalami penurunan setelah dilakukan Eksperimen semu dengan melakukan penanaman vegetasi riparian secara insitu di saluran penampungan yang merupakan outlet dari sawah (Prasetyo, dkk, 2013).

Konsentrasi parameter Nitrat, Amonium dan Fosfat terlarut mengalami penurunan setelan dilakukan eksperimen penanaman hidromakrofita (tanaman air) secara exsitu di rumah kaca melalui fitoremediasi dengan sistem batch culture (Ivansyah, dkk, 2014).

Studi yang dilakukan Yashoumi, dkk (2016) menunjukkan bahwa pengolahan air limbah dari kegiatan pertanian menggunakan sistem wetland dengan kapasitas desain 1 L/det/ha, dibutuhkan lahan sekitar 20%. Jika petani harus menerapkan sistem tersebut, maka petani atau pemilik lahan akan kehilangan lahan garapan sebesar 20% dan mengalami kerugian, karena produksi yang dihasilkan akan berkurang. Dengan adanya studi tersebut, maka dibutuhkan modifikasi teknologi wetland yang memperhatikan debit effluent dan koreksi suhu minimum sehingga lebih layak dimanfaatkan stakeholder.

(14)

2.2 Kolam Retensi (Wetpond/Wetpool)

Selain wetland, teknologi lain yang digunakan dalam pengolahan air limbah persawahan digunakan kolam retensi untuk mengendapkan sedimen dari kegiatan pengolahan lahan (Yusuf, 2014). Kolam retensi ini bisa dibuat pada saluran drainase setelah effluent limbah air irigasi dibuang sebelum masuk ke badan air. Terkait dengan perlunya kolam retensi yang merupakan bagian dari sistem pengolahan air limbah persawahan. Menurut Machbub, 1986 dalam Yusuf, 2014, jika air limbah dijemur matahari selama lebih kurang 3 hari bakterinya mati lebih dari 99,9%.

Parameter dari pembuangan limbah jerami padi yang membusuk dengan kadar BOD 5,2 mg/L, pada saat keluar dari kolam retensi efluennya berkurang menjadi 3 mg/L sehingga memenuhi Kelas II dari PP 82/2001. Parameter lainnya yaitu TSS pada pasca panen sebesar 5.000 mg/L setelah melalui kolam retensi turun menjadi lebih kecil dari 100 mg/L (Yusuf, 2014).

Mekanisme penghilangan polutan pada kolam retensi terjadi pada proses sedimentasi, yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat mengurangi kadar polutan dari aliran permukaan, masyarakat mudah menerima keberadaannya, dan memungkinkan sebagai tempat tinggal satwa (Soedjono dkk, 2010)

(15)

BAB 3

METODE PENYUSUNAN BASIC DESIGN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam basic design terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer didapatkan dengan metode wawancara untuk memperoleh data pengolahan lahan, data awal tanam, data musim tanam, data pemakaian pupuk dan pestisida, dan investigasi langsung ke lapangan untuk memperoleh data kualitas air, data kondisi lokasi dan data penetapan lokasi untuk basic design. Data kualitas air terdiri dari pengambilan contoh air di lapangan dan pengujian in situ untuk parameter lapangan, serta parameter ex situ untuk pengujian di laboratorium.

Pengumpulan data sekunder dengan cara studi literatur, kunjungan ke lembaga terkait, dan diskusi langsung dengan petani. Data sekunder merupakan data dasar yang diperlukan untuk tahapan kegiatan selanjutnya dalam pembuatan basic design. Untuk mengetahui kondisi irigasi diperlukan data luas area, site plan dan skema Daerah Irigasi. Data Rencana Tata Tanam Global (RTTG) diperlukan untuk perencanaan pengujian kualitas air irigasi dengan memperhatikan jadwal tanam (MT I, MT II dan MT III). Penyusunan RTTG berdasarkan data prediksi dari ketersedian air dengan periode waktu minimal 10 tahun terakhir. Pada kenyataannya prediksi ini kadang meleset dengan kejadian awal hujan, sehingga data pengolahan lahan dan informasi pemupukan hasil wawancara langsung dengan petani dilakukan untuk mendukung penjadwalan pengujian kualitas air secara lebih tepat waktu. Data Topografi diperlukan untuk memperkirakan ketinggian/kontur lokasi sehingga bisa mendukung ketepatan teknologi yang digunakan, data tersebut ditingkatkan keakuratannya melalui survey langsung ke lapangan.

3.2 Hasil dan Analisis Investigasi Lapangan 3.2.1 Pemilihan dan Penetapan Lokasi

Saluran Sekunder Seuleuh mempunyai panjang 8,7 km yang terdiri dari 5,6 km sudah di lining dan 3,1 km masih tanah, mengairi 818 Ha area irigasi dari total area 1078 Ha. Petak irigasi dari Saluran Sekunder Seuleuh membuang air limbahnya ke empat saluran pembuang induk yaitu SPI 84N, SPI 85N, SPI 83N dan SPI 89N.

Pemilihan lokasi diperlukan untuk pengujian kualitas air dalam mendukung rancangan basic design. Berdasarkan survey awal dan survey penentuan lokasi untuk mengidentifikasi badan air yang terpengaruh oleh kegiatan irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh, terdapat 2 (dua) badan air penerima yaitu Sungai Seuleuh Deungeun 1 juga disebut sebagai Sungai Cikodok dan Sungai Seuleuh Deungeun 2 disebut juga sebagai Sungai Cilatak. Saluran Pembuang Internal yang mempengaruhi kedua badan air tersebut terdiri dari:

1) Saluran Pembuang Internal (SPI) 83 N 2) Saluran Pembuang Internal (SPI) 84 N 3) Saluran Pembuang Internal (SPI) 85 N 4) Saluran Pembuang Internal (SPI) 89 N

(16)

Identifikasi terhadap kedua badan air tersebut berdasarkan aspek teknis maupun non teknis untuk memilih lokasi basic design dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Identifikasi Lokasi

No Lokasi Seuleuh Deungeun 1 Lokasi Seuleuh Deungeun 2 1 Aksesibilitas:

Walau Sulit dijangkau tetapi mobil masih bisa masuk sampai titik tertentu, sedangkan untuk lokasi pengambilan contoh masih bisa dibantu menggunakan motor

Aksesibilitas:

Sulit dijangkau, mobil susah masuk, bisa di akses dengan jalan kaki atau motor, pertemuan SPI 83N dan SPI 89 N dengan Seuleuh Deungeun 2 paling sulit dijangkau

2 Saluran Pembuang Sekunder: SPS Cikawung Saluran Pembuang Sekunder: -

3 Saluran Pembuang Internal: SPI 84N dan SPI 85N Saluran Pembuang Internal: Pertemuan SPI 83N dan SPI 89 N

4 Teknis:

Skema tata airnya lengkap mulai dari outlet, pembuang internal, pembuang sekunder dan badan air.

Teknis:

Skema tata airnya tidak lengkap karena ada beberapa titik pertemuan dengan badan air yang tidak jelas teridentifikasi dimana

Pertimbangan pemilihan lokasi berdasarkan kemudahan akses dan aspek teknis yang diputuskan melalui rapat internal. Berdasarkan hal tersebut, Sungai Seuleuh Deungeun 1 ditetapkan untuk lokasi pengambilan dan pengujian kualitas air dan lokasi basic design, koordinat lokasi dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3. 2 Lokasi Terpilih untuk Pengambilan Contoh Air untuk Pembuatan Basic Design D.I Ciliman

No Lokasi Sampling Koordinat

1 Box Tersier 1 B.SH2

Tanggul Irigasi Sadang I,Bojen,Sobang,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’32.00” S 1050 47’45.80” E 2 Inlet SP1 84 N

Tanggul Irigasi Sadang I,Bojen,Sobang,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’31.50” S 1050 47’42.50” E 3 Inlet SPS Cikawung

Tanggul Irigasi Sadang I,Bojen,Sobang,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’52.17” S 1050 48’8.23” E 4 Outlet dari Sawah

Bojen,Sobang,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’31.50” S 1050 47’42.50” E 5 Jembatan Ujung Sawah BSH2 (SPS Cikawung)

Jalan Bojen –Kp.Sepuluh,Sobang,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’6.35” S 1050 47’46.24” E 6 Outlet SPI 84N1

Tanggul Irigasi Sadang I, Bojen,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’5.30” S 1050 47’45.60”E 7 SPS Cikawung (sebelum pertemuan dengan SPI 84N)

Tanggul Irigasi Sadang I, Bojen,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’5.30”S 1050 47’45.70”E 8 SPS Cikawung (setelah pertemuan dengan SPI 84N)

Tanggul Irigasi Sadang I, Bojen,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’4.43”S 1050 47’45.78”E 9 Saluran Pompa Sekunder (SRI)

Tanggul Irigasi Sadang I, Bojen,Kabupaten Pandeglang,Banten

60 33’26.81”S 1050 47’22.67”E

10 Inlet SPI 85N Kiri 60 33’24.20”S

(17)

Kategori titik pengujian kualitas air dibagi menjadi:

1) Pemanfaatan (kualitas air yang masuk ke Irigasi): Lokasi sampling no. 1 dan 9 2) Air limbah Irigasi (keluar dari Irigasi)/efluen: Lokasi sampling no. 4

3) Saluran Pembuang Internal: Lokasi sampling no. 2, 6,10,11, 12, 13, dan 14

4) Badan Air Penerima: Anak sungai Cikawung (lokasi sampling no. 3, 5, 7, 8, 15) dan Sungai Seuleuh Deungeun 1 (lokasi sampling no. 16)

3.2.2 Kondisi Kualitas Air

1) Kualitas Air yang Masuk (Pemanfaatan)

Kondisi kualitas D.I Ciliman dapat diketahui dengan membandingkan hasil pengukuran setiap lokasi terhadap PP 82/2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Kelas III (Air untuk peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut) dan Kelas IV (Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut).

Kualitas air untuk pemanfaatan kualitas air di D.I Ciliman, hampir semua parameter memenuhi baku mutu Kelas IV dan Kelas III dari PP 82/2001, kecuali untuk parameter Fecal Coliform. Suhu di tiga lokasi berturut – turut mempunyai nilai : 26; 26,1 dan 26,8 0C, hal tersebut menunjukkan bahwa suhu masih dalam toleransi Kelas III dari PP 82/201 (deviasi 3) dan Kelas IV dari PP 82/2001 (deviasi 5).

pH di tiga lokasi berturut – turut mempunyai nilai : 7,45; 7,47 dan 7,14, hal tersebut menunjukkan bahwa pH masih berada dalam rentang Kelas III dari PP 82/2001 yaitu sebesar 6-9 dan Kelas IV dari PP 82/2001 yaitu sebesar 5-9. Nilai pH di tiga lokasi tersebut masih dikategorikan pH netral, sehingga air di lokasi DI. Ciliman belum terpengaruh asam maupun basa dari suatu aktifitas, sehingga layak untuk digunakan untuk air irigasi.

Residu terlarut di tiga lokasi (Gambar 3.1 a.) berturut – turut mempunyai nilai : 75; 79 dan 269 mg/L, hal tersebut menunjukkan bahwa residu terlarut masih dibawah Kelas III dari PP 82/201 yaitu sebesar 1000 mg/L dan Kelas IV dari PP 82/2001 yaitu sebesar 2000 mg/L.

Residu tersuspensi di tiga lokasi (Gambar 3.1 b.) berturut – turut mempunyai nilai : 23; 32 dan 128 mg/L, hal tersebut menunjukkan bahwa residu tersuspensi masih dibawah Kelas III dari PP 82/2001 yaitu sebesar yaitu 400 mg/L dan Kelas IV dari PP 82/2001 yaitu sebesar 400 mg/L.

BOD dilokasi 1 dan 2 masih berada dibawah Kelas III dan IV dari PP 82/2001, sedangkan BOD untuk lokasi 3 melebihi Kelas III dan IV dari PP 82/2001 (Gambar 3.1 c.), hal ini masih bisa di toleransi karena lokasi 1 dan 2 belum dimanfaatkan untuk kegiatan irigasi, sedangkan untuk titik 3 telah terjadi penurunan kualitas air akibat aplikasi pupuk di area petak sawah. Hal yang sama juga terjadi untuk parameter COD yaitu di lokasi 1 dan 2 masih berada dibawah Kelas III dan IV dari PP 82/2001, sedangkan COD untuk lokasi 3 sedikit melebihi Kelas III dari PP 82/2001 tetapi masih dibawah Kelas IV dari PP 82/2001 (Gambar 3.1 d.), hal ini terjadi karena untuk titik 3 telah terjadi penurunan kualitas air akibat aplikasi pupuk di area petak sawah.

Oksigen terlarut (DO) di tiga lokasi (Gambar 3.1 e.) masih bagus dan berada di atas Kelas III dan IV dari PP 82/2001, walaupun pada titik 3 ada kecenderungan menurun hal ini disebabkan karena titik 3 berada di titik pemanfaatan, sehingga ketersediaan oksigen sudah berbagi dengan tanaman, berbeda dengan titik 1 dan 2.

(18)

Fosfat total dilokasi 1 dan 2 masih berada dibawah Kelas III dan IV dari PP 82/2001, sedangkan untuk lokasi 3 sedikit melebihi Kelas III dari PP 82/2001, tetapi masih sesuai untuk Kelas IV dari PP 82/2001 (Gambar 3.1 f.). Hal ini masih bisa ditoleransi karena lokasi 1 dan 2 belum dimanfaatkan untuk kegiatan irigasi sedangkan untuk titik 3 telah terjadi proses penambahan fosfat akibat fosfat yang tidak terserap akar tanaman di area petak sawah.

Parameter nitrat (Gambar 3.1 g.) dan boron (Gambar 3.1 h.) di tiga lokasi berada di bawah Kelas III dan IV dari PP 82/2001, walaupun pada titik 3 ada kecenderungan naik tetapi masih dalam batas yang diijinkan oleh PP 82/2001.

a. Residu Terlarut b. Residu Tersuspensi

c. BOD d. COD

0 500 1000 1500 2000

0 1 2 3 4

Residu Terlarut (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III PP 82 Tahun 2001 Kelas IV PP 82 Tahun 2001

0 100 200 300 400 500

0 1 2 3 4

Residu Tersuspensi (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III dan Kelas IV PP 82 Tahun 2001

0 2 4 6 8 10 12 14

0 1 2 3 4

BOD (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III PP 82 Tahun 2001 Kelas IV PP 82 Tahun 2001

0 20 40 60 80 100 120

0 1 2 3 4

COD (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III PP 82 Tahun 2001 Kelas IV PP 82 Tahun 2001

2 4 6 8

terlarut/DO (mg/L)

DI Ciliman

Kelas III PP 82 Tahun

2001 1

2 3 4 5 6

Fosfat Total (mg/L) DI Ciliman

Kelas III PP 82 Tahun 2001

(19)

g. Nitrat h. Boron

Gambar 3. 1 Parameter Kualitas Air di D.I Ciliman

Kualitas air di D.I Ciliman pada dasarnya memenuhi kriteria untuk pemanfaatan pertanian (Kelas III dan Kelas IV dari PP 82 Tahun 2001), kecuali untuk parameter Fecal Coliform pada Gambar 3.2.

Hal tersebut disebabkan pemanfaatan air selain untuk irigasi teknis juga menerima limbah kegiatan domestik seperti MCK. Pada pengujian kualitas air awal, terdapat Fecal Coliform yang cukup tinggi dari mulai Bendung Ciliman (titik 1) sampai Saluran sekunder Seuleuh (titik 3).

Gambar 3. 2 Fecal Coliform di D.I Ciliman

Pada titik 2 (setelah pintu air/saluran primer) bakteri Fecal Coliform cenderung menurun, karena jarak bendung ke pintu air dekat dan tata guna lahan di sekitar masih baik. Akan tetapi ketika sampai di Saluran Sekunder Seuleuh, Fecal Coliform cenderung naik secara drastis, karena penggunaan air di Sekunder Seuleuh juga berfungsi sebagai MCK. Fecal Coliform, yang berada di sungai berasal dari kotoran manusia yang masuk ke badan air apabila fasilitas sanitasi belum ada atau kebiasaan BAB sembarangan. Umumnya Fecal Coliform tidak terlalu bermasalah untuk pemanfaatan irigasi karena setelah waktu detensi (td) 3 hari, Fecal Coliform cenderung menurun sekitar 99 % (Machbud, 1978 dalam Yusuf, 2014).

0 5 10 15 20 25

0 1 2 3 4

Nitrat (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III dan IV PP 82

Tahun 2001 0

1 1 2 2

0 1 2 3 4

Boron (mg/L)

Lokasi Titik Pengamatan ke - DI Ciliman

Kelas III dan IV PP 82 Tahun 2001

0 40.000 80.000 120.000 160.000 200.000 240.000

0 1 2 3 4

Jml./100 mL

Lokasi Titik Pengamatan ke -

DI Ciliman

Kelas III dan IV PP 82 Tahun 2001

(20)

a) Kualitas Air untuk Pemanfaatan Irigasi pada Tahapan Pengolahan Lahan

Kegiatan irigasi tidak terlepas dari kegiatan masa tanam dalam setahun, di Saluran Sekunder Seuleuh terdapat tiga kali masa tanam dengan pola tanam padi-padi-palawija, sehingga pengujian kualitas air dilakukan dengan memperhatikan pola tanam tersebut. Pada masa tanam padi terdapat dua kondisi yang mempengaruhi kualitas air yaitu proses pengolahan lahan dan pemupukan. Data kualitas air pada tahapan pengolahan lahan dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3. 3 Data Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pengolahan Lahan

1 Temperatur *) 2 Residu Terlarut *) 3 Residu Tersuspensi *) 4 pH

5 BOD *) 6 COD 7 DO *)

8 Fosfat total *) (PO4-P)

9 Nitrat *) (NO3-N)

10 Boron *) (B)

11 Kadmium (Cd)

12 Kromium (Cr)

13 Tembaga (Cu)

14 Timbal (Pb)

15 Seng (Zn)

16 Flourida *) (F)

17 Nitrit (NO2-N)

18 Fecal Coliform *) 19 Total Coliform *) 20 Minyak dan Lemak *)

21 Detergen *) (MBAS)

22 Fenol *)

200 1 0.05

1.5 0.06 2000 10000

1000 20

1 0.01 0.05 0.02 0.03

-

PP 82 Tahun 2001 Kelas III

Deviasi 3 1000

400 6-9 6 50 3 1

- - 2000 10000

- - 9

4,7 x 103 2,5 x 104

< 0,1 1 0.01

1 0.2

1 2

< 0,003 0.013

< 0,025 0.004

< 0,06 0.001 6 24 4.80 0.065

0.67

< 0,009 Petak SRI

(Saluran Sekunder) 26.7

99 171

PP 82 Tahun 2001 Kelas IV

Deviasi 5 2000

400 Hasil Pengujian Titik

Lokasi ke - 1

mg/L < 0,1

mg/L 0.030

mg/L < 0,003

mg/L 0.007

Jml/100 mL 5,8 x 103 Jml/100 mL 2,6 x 104 mg/L < 0,025

mg/L 0.016

mg/L < 0,06 mg/L < 0,002 mg/L < 0,012

mg/L 0.013

mg/L 0.143

mg/L 1.54

mg/L 0.42

mg/L 10

mg/L 20

mg/L 7.82

mg/L 94

mg/L 1083

- 7.68

No. Parameter Satuan

oC 27.6

Box Tersier 1 BSh2

0.41

< 0,002

< 0,012 5-9 12 100

0 5 20 7.43

Catatan : pengujian dilakukan tanggal 27 Maret 2018

Kualitas air di Saluran Sekunder Seuleuh yang berasal dari Sungai Ciliman untuk pemanfaatan irigasi, diambil di dua (2) lokasi yaitu box tersier 1 BSh2 dan di Saluran Sekunder Seuleuh di titik lokasi 9. Box tersier 1 BSh2 memanfaatkan air dari Saluran Sekunder Seuleuh untuk mengairi persawahan secara konvensional, sedangkan titik lokasi 9 merupakan Saluran Sekunder Seuleuh

(21)

b) Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi pada Tahapan Pemupukan

Data kualitas air yang pada tahapan pemupukan dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pada titik pemanfaatan hampir semua parameter memenuhi untuk pengairan irigasi kecuali Fecal Coliform dan Total Coliform.

Tabel 3. 4 Data Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pemupukan

1 9

Box Tersier 1

BSh2

Petak SRI (Saluran Sekunder)

1 Temperatur *) 31.5 30.5

2 Residu Terlarut *) 68 56

3 Residu Tersuspensi *) 112 98

4 pH 7.12 7.46

5 BOD *) 4.0 2.4

6 COD 7.0 5.0

7 DO *) 7.3 7.9

8 Fosfat total *) (PO4-P) 0.035 0.073

9 Nitrat *) (NO3-N) 0.58 0.58

10 Boron *) (B) 0.17 < 0,06

11 Kadmium (Cd) < 0,002 < 0,002

12 Kromium (Cr) < 0,021 < 0,021

13 Tembaga (Cu) < 0,013 < 0,013

14 Timbal (Pb) < 0,025 < 0,025

15 Seng (Zn) < 0,003 < 0,003

16 Flourida *) (F) < 0,06 < 0,06

17 Nitrit (NO2-N) 0.001 0.001

18 Fecal Coliform *) 4,7 x 103 2,9 x 103

19 Total Coliform *) 2,1 x 104 7,3 x 103

20 Minyak dan Lemak *) 1.0 < 0,1

21 Detergen *) (MBAS) 0.027 < 0,009

22 Fenol *) 0.024 0.052

mg/L - 200

mg/L - 1

Jml/100 mL 10000 10000

mg/L - 1000

Jml/100 mL 2000 2000

mg/L - 1.5

mg/L - 0.06

mg/L 2 0.05

mg/L 1 0.03

mg/L 0.2 0.02

mg/L 0.01 0.01

mg/L 1 0.05

mg/L 1 1

mg/L 5 1

mg/L 20 20

mg/L 100 50

mg/L 0 3

- 5-9 6-9

mg/L 12 6

mg/L 400 400

oC Deviasi 5 Deviasi 3

mg/L 2000 1000

No. Parameter Satuan

Hasil Pengujian Titik Lokasi ke -

PP 82 Tahun 2001 Kelas IV

PP 82 Tahun 2001 Kelas III

Catatan : pengujian dilakukan tanggal 17 April 2018

2) Kualitas Air yang Keluar (Outlet Sawah)

Kualitas air limbah irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh diambil di titik lokasi ke-4 dengan pertimbangan outlet dari sawah pada lokasi tersebut cenderung tetap, outlet lainnya cenderung berpindah - pindah dan menjadi banyak ketika musim pengolahan lahan menyesuaikan dengan kebutuhan drainase untuk pengeringnya.

a) Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah pada Tahapan Pengolahan Lahan

Kualitas air yang keluar dari petak sawah pada tahapan pengolahan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.5.

(22)

Tabel 3. 5 Data Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah Box Tersier 1 BSh2 Saluran Sekunder Seuleuh (Air Limbah Irigasi) pada Tahap Pengolahan Lahan

1 Daya hantar listrik (DHL) 2 Residu Tersuspensi *) 3 pH

4 BOD *) 5 COD

6 Fosfat total *) (PO4-P)

7 Nitrat *) (NO3-N)

8 Fecal Coliform *) 9 Total Coliform *) 10 SAR *)

30 -50 0,2 - 1,0

10 Alberta Efluent Standard for

Wastewater Irrigation,

2000

< 500 6,5 - 8,5 1000-2500

- 0.42

Jml/100 mL

4 - 9

µghos/cm 107

1,7 x 103

200 1000 20 - 30

mg/L 0.258

mg/L 1.21

Jml/100 mL 1,7 x 103

mg/L 1968

mg/L 41

- 7.72

mg/L 12

No. Parameter Satuan

Hasil Pengujian Titik Lokasi ke -

Outlet dari Sawah 4

Catatan : pengujian dilakukan tanggal 27 Maret 2018

Kualitas air limbah irigasi pada outlet yang keluar dari petak sawah Box tersier 1 BSh2 memenuhi baku mutu air limbah kecuali untuk parameter residu tersuspensi, Fecal Coliform dan Total Coliform. Residu tersuspensi yang tinggi dapat dipahami karena proses pembolak balikkan tanah dengan traktor membawa aliran sedimen yang cukup tinggi. Parameter Total Coliform dan Fecal Coliform diatas baku mutu air limbah irigasi, akan tetapi kedua parameter tersebut telah mengalami penurunan setelah melewati petak tersier sawah dibandingkan di sumbernya sebesar 71 – 93%.

b) Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah pada Tahapan Pemupukan

Kualitas Air yang keluar dari Petak Sawah Box Tersier 1 BSh2 Saluran Sekunder Seuleuh (Air Limbah Irigasi) setelah tahapan pemupukan dapat dilihat dari Tabel 3.6.

Tabel 3. 6 Data Kualitas Air yang Keluar dari Petak Sawah Box Tersier 1 BSh2 Saluran Sekunder Seuleuh (Air Limbah Irigasi) pada Tahap Pemupukan

Hasil Pengujian Titik Lokasi ke -

4 Outlet dari Sawah

1 109.7

No. Parameter Satuan

Alberta Efluent Standard for Wastewater Irrigation, 2000

(23)

Pada tahap pemupukan, setelah keluar dari irigasi beberapa parameter yang tidak memenuhi antara lain pH lebih basa yang telah melebihi baku effluent, demikian juga COD dan Total Coliform sudah melebihi baku mutu.

c) Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal pada Tahapan Pengolahan Lahan

Kualitas air di Saluran Pembuang Internal pada tahap pengolahan lahan (Tabel 3.7) diambil di beberapa lokasi yaitu titik 2 (inlet SPI 84N), 6 (outlet SPI 84N), 10 (inlet SPI 85N kanan), 11 (inlet SPI 85N kiri), 12 (outlet SPI 85N kanan), 13 (outlet SPI 85N kiri) dan 14 (outlet SPI 60N dari SS.

Sumur Waru). Pada saat pengambilan contoh masa pengolahan lahan ini titik lokasi 10 dan 11 tidak airnya sehingga yang mengalir murni berasal dari buangan – buangan dari daerah sebalah kanan dan kiri salurannya.

Tabel 3. 7 Data Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pengolahan Lahan

1 Temperatur *) 2 Residu Terlarut *) 3 Residu Tersuspensi *) 4 pH

5 BOD *)

6 COD

7 DO *)

8 Fosfat total *) (PO4-P)

9 Nitrat *) (NO3-N)

10 Boron *) (B)

11 Kadmium (Cd)

12 Kromium (Cr)

13 Tembaga (Cu)

14 Timbal (Pb)

15 Seng (Zn)

16 Flourida *) (F)

17 Nitrit (NO2-N)

18 Fecal Coliform *) 19 Total Coliform *) 20 Minyak dan Lemak *)

21 Detergen *) (MBAS)

22 Fenol *)

0.2

13 14 PP 82 Tahun

2001 Kelas II

Deviasi 3 1000

10 1 0.01 0.05 0.2 50 6-9 3 25 4

1000 5000 1000 200 0.03 0.05 1.5 0.007

< 0,06 0.006 2,8 x 103 1,6 x 104

1

< 0,1

< 0,009

< 0,003

0.06 40

1,9 x 104 2.60 0.173

1.53 0.40

< 0,002

< 0,012 0.013

< 0,025 Outlet SPI 60

N dari SS.

Sumur Waru 34.5

98 467 6.92 15

< 0,1

< 0,009

< 0,003 0.024

< 0,06 0.003 34 4.01 0.169

1.67 0.26

5,6 x 103

< 0,002

< 0,012 0.013

< 0,025

< 0,003

< 0,003

< 0,06 0.006

Outlet SPI 84 N (kiri)

30.6 108 538 7.44 12

< 0,012 0.017

< 0,025

1,9 x 104

< 0,1 0.022 4,6 x 103

30 1.71 0.203

1.87 0.45

< 0,002 Outlet SPI

85 N (kanan)

32.9 132 303 6.88 14

5,6 x 104 2,7 x 105

< 0,1

< 0,009

< 0,003

< 0,025 0.009

< 0,06 1.49

0.005 0.20

< 0,002

< 0,012 0.013 Outlet SPI

84 N

27.2 132 558

Jml/100 mL

7.46 13 39 2.87 0.280

0.011

mg/L < 0,1

mg/L 0.148

mg/L < 0,003 mg/L < 0,025

mg/L 0.006

8,5 x 104 Jml/100 mL 3,2 x 105 mg/L < 0,06 mg/L

mg/L < 0,002 mg/L < 0,012 mg/L < 0,013

mg/L 0.285

mg/L 1.50

mg/L 0.26

mg/L 14

mg/L 32

mg/L 1.70

mg/L 146

mg/L 1351

- 7.46

No. Parameter Satuan

Inlet SPI 84 N

oC 27.4

Hasil Pengujian Titik Lokasi ke -

2 6 12

Catatan : pengujian dilakukan tanggal 27 Maret 2018

Kualitas air pada saluran pembuang internal yang tidak memenuhi baku mutu Kelas II dari PP 82/2001 meliputi : residu tersuspensi, BOD, COD, DO, sebagian fosfat total di titik 2, 6 dan 12, Fecal Coliform dan Total Coliform. Tingginya residu tersuspensi karena selama pengolahan lahan air dari hasil pengolahan lahan dialirkan langsung ke saluran pembuang dan terakumulasi dari outlet – outlet sawah yang melewatinya. BOD, Fecal Coliform dan Total Coliform diatas baku mutu membuktikan bahwa adanya saluran pembuangan internal telah terkontaminasi limbah domestik di dekat aliran irigasi. Total fosfat sedikit diatas baku mutu menunjukkan bahwa di sepanjang aliran titik ke 2, 6 dan 12 telah ada sawah yang menerapkan aplikasi pupuk dasar dimana dominasi unsur P (Fosfat) pada pupuk dasar diterapkan sekitar 50%. Kadar COD diatas baku mutu sejalan dengan adanya penggunaan pupuk dasar di lahan.

(24)

d) Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal pada Tahapan Pemupukan

Data Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal di Saluran Sekunder Seuleuh dalam masa pemupukan dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3. 8 Data Kualitas Air dari Saluran Pembuang Internal di Saluran Sekunder Seuleuh pada Tahap Pemupukan

2 6 10 11 12 13 14

Inlet SPI 84 N

Outlet SPI 84 N

Inlet SPI 85 N (kanan)

INlet SPI 84 N (kiri)

Outlet SPI 85 N (kanan)

Outlet SPI 84 N (kiri)

Outlet SPI 60 N dari SS. Sumur

Waru

1 Temperatur *) 31.5 31.7 29.9 29.2 29.4 29.4 30.0

2 Residu Terlarut *) 80 112 182 284 171 160 835

4 Residu Tersuspensi *) 96 105 172 23 67 77 132

5 pH 7.16 6.93 7.27 7.29 7.37 7.32 7.41

6 BOD *) 4 6 9.4 7.0 16 8 8

7 COD 7 13 34 22 56 36 23

8 DO *) 5.90 6.10 5.9 7.2 3.40 5.70 6.20

9 Fosfat total *) (PO4-P) 0.083 0.526 0.245 0.736 0.371 0.166 0.289

10 Nitrat *) (NO3-N) 1.75 2.81 7.48 2.83 3.67 8.62 4.48

12 Boron *) (B) 0.32 < 0,06 < 0,06 < 0,06 < 0,06 < 0,06 < 0,06

13 Kadmium (Cd) < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 < 0,002 14 Kromium (Cr) < 0,021 < 0,021 < 0,021 < 0,021 < 0,021 < 0,021 < 0,021 15 Tembaga (Cu) < 0,013 < 0,013 < 0,013 < 0,013 < 0,013 < 0,013 < 0,013 17 Timbal (Pb) < 0,025 < 0,025 < 0,025 < 0,025 < 0,025 < 0,025 < 0,025

19 Seng (Zn) 0.003 < 0,003 0.006 < 0,003 0.00 0.011 0.009

21 Flourida *) (F) < 0,06 0.197 0.526 0.114 0.393 0.321 0.350

22 Nitrit (NO2-N) 0.002 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 0.001 0.001

24 Fecal Coliform *) 1,2 x 104 1,0 x 104 1,24 x 104 7,8 x 103 8,5 x 103 8,7 x 104 3.2 x 103 25 Total Coliform *) 1,9 x 104 8,1 x 104 2,0 x 104 2,2 x 104 9,7 x 104 1,9 x 104 2,9 x 104

26 Minyak dan Lemak *) < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 1.0 1.0 1.0

27 Detergen *) (MBAS) 0.021 0.013 0.013 0.041 0.027 0.027 < 0.009

28 Fenol *) 0.1 0.1 0.033 0.039 0.0 0.0 0.0

Deviasi 3

mg/L 1000

oC

No. Parameter Satuan

Hasil Pengujian Titik Lokasi ke -

PP 82 Tahun 2001 Kelas II

6-9

mg/L 3

-

mg/L 50

0.2

mg/L 10

mg/L

25

mg/L 4

mg/L

0.01

mg/L 0.05

mg/L

mg/L 1

0.05 mg/L

0.03 mg/L

0.2 mg/L

Jml/100 mL 1000

1.5

mg/L 0.06

mg/L

200

mg/L 1

mg/L

5000

mg/L 1000

Jml/100 mL

Catatan : pengujian dilakukan tanggal 17 April 2018

Dari tabel tersebut diatas terdapat beberapa parameter yang tidak memenuhi Kelas II dari PP 82/2001, yaitu : TSS, BOD,COD, Fecal Coliform dan Total Coliform.

Tingginya parameter BOD,COD, Fecal Coliform dan Total Coliform menunjukkan telah terkontaminasi oleh limbah domestik, sehingga diperlukan peningkatan sarana sanitasi untuk pengolahan limbah kotoran manusia baik secara on site sanitation berupa tangki septik di setiap perumahan, maupun off site sanitation berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat

Gambar

Tabel 2. 1 Kriteria Desain Konstruksi Wetland
Tabel 3. 2 Lokasi Terpilih untuk Pengambilan Contoh Air                                                                untuk Pembuatan Basic Design D.I Ciliman
Gambar 3. 1 Parameter Kualitas Air di D.I Ciliman
Tabel 3. 3        Data Kualitas Air untuk Pemanfaatan Air Irigasi di Saluran Sekunder Seuleuh     pada Tahap Pengolahan Lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada air sumur berdasarkan PP no 82 tahun 2001 konsentrasi timbal masuk ke dalam baku mutu kelas IV yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

Apabila kualitas air dibandingkan terhadap baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 yang disajikan pada Tabel 6 diperoleh bahwa kualitas air Sungai

bangunan bagi yang terakhir. 2) Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak – petak tersier.. yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran

Saluran primer membawa air hujan dari jaringan utama ke saluran sekunder dan petak-petak tersier yang dialiri. atas ujung saluran primer adalah pada bangunan, petak-petak tersier

Efisiensi pengairan yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah, Efisiensi

dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut

Debit air yang mengalir di sepanjang saluran irigasi sekunder Desa Senyiur, debit air pada bagian hulu saluran lebih besar dibandingkan dengan di bagian

Baku mutu untuk Fenol adalah 1 µg/L (PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air). Hasil analisis laboratorium terhadap parameter