• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN SEKUNDER DESA BALLATABUA DI DAERAH IRIGASI KAMPILI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN SEKUNDER DESA BALLATABUA DI DAERAH IRIGASI KAMPILI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN SEKUNDER DESA BALLATABUA DI DAERAH IRIGASI KAMPILI

KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA

DISUSUN OLEH : MUHAMMAD MISDAM

4516041130

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020

(2)
(3)
(4)

i DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Penelitian ... I-4 1.3. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... I-4 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Sistematika Penulisan... I-5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1. Pengertian Irigasi ... II-1 2.1.1.Jenis Jenis Irigasi ... II-2 2.2. Klasifikasi Jaringan Irigasi ... II-3 2.2.1.Irigasi Sederhana ... II-3 2.2.2.Irigasi Semi Teknis ... II-5

(5)

ii

2.2.3.Irigasi Teknis ... II-7 2.3. Bagian – Bagian Irigasi ... II-10 2.4. Jenis – Jenis Saluran Irigasi ... II-14 2.5. Efesiensi Irigasi ... II-19 2.6. Efesiensi Penyaluran ... II-22 2.7. Debit Aliran ... II-22 2.8. Kehilangan Air ... II-25 2.8.1. Rembesan ... II-27 2.8.2. Evaporasi ... II-29 2.9. Kriteria Efesiensi Pengairan... II-31

BAB III METODE PENELITIAN ... III-1 3.1. Jenis Penelitian dan Sumber Data………. III-1 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... III-1 3.3. Teknik Pengumpulan Data ... III-2 3.4. Bagan Alur Penelitian ... III-5 3.5. Pelaksanaan Penelitian ... III-7 3.6. Analisis Data ... III-8 3.7. Menghitung Luas Penampang Basah, Kecepatan,

Debit Saluran ... .. III-8 3.8. Menghitung Kehilangan Air Akibat Rembesan . III-10 3.9. Menghitung Kehilangan Air Akibat Evaporasi .. III-10 3.10. Menghitung Kehilangan Air Total ... III-11

(6)

iii

BAB IV PEMBAHASAN ... IV-1 4.1. Deskripsi Jaringan Irigasi ... IV-1 4.1.1. Letak Daerah Irigasi ... IV-1 4.1.2. Keadaan Iklim ... IV-3 4.1.3. Kondisi Bangunan ... IV-3 4.1.4. Lokasi Pengukuran ... IV-5 4.2. Geometri Saluran dan Perhitungan Luas Penampang

Basah ... IV-8 4.2.1. Geometri Saluran ... IV-8 4.2.2. Perhitungan Luas Penampang Basah ... IV-9 4.3. Debit Aliran ... IV-11 4.4. Kehilangan Air ... IV-12

4.4.1. Analisis Kehilangan Air pada Saluran

Sekunder... .. IV-12 4.4.2. Analisis Rembesan pada Saluran

Sekunder... . IV-13 4.4.3. Analisis Evaporasi pada Saluran

Sekunder... IV-15 4.4.4. Kehilangan Air Total ... IV-17 BAB V PENUTUP ... V-1

Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran ... V-2

(7)

iv

DAFTAR PUSTAKA ... xii LAMPIRAN DATA SEKUNDER

LAMPIRAN DOKUMENTASI LAMPIRAN DATA PRIMER

(8)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Sederhana ... II-5 Gambar 2.2 Jaringan Irigasi Semi Teknis ... II-6 Gambar 2.3 Jaringan Irigasi Teknis ... II-8 Gambar 2.4 Jenis – jenis Saluran Irigasi ... II-15 Gambar 2.5 Bagan Klasifikasi Aliran ... II-18 Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ... III-2 Gambar 3.2 Current Meter dan Bagian Bagiannya ... III-3 Gambar 3.3 Alat Ukur ... III-4 Gambar 3.4 Pengukuran debit pada saluran ... III-5 Gambar 3.5 Bagan Alur Penelitian ... III-6 Gambar 3.2 Current Meter dan Bagian Bagiannya ... III-3 Gambar 4.1 Skema Jaringan Irigasi Sekunder Ballatabua Kec.

Bajeng Barat Daerah Irigasi Kampili ……… ... IV-1 Gambar 4.2 Lokasi Pengukuran Kecepatan Arus Saluran

Sekunder Ballatabua Kec. Bajeng Barat Daerah Irigasi Kampili.. IV-2 Gambar 4.3 Kondisi dinding bagian dalam Saluran Sekunder IV-3 Gambar 4.4 Kondisi dinding bagian luar Saluran Sekunder ... IV-4 Gambar 4.5 Titik Pengukuran Inflow Pada Saluran Sekunder

Ballatabua ... IV-5 Gambar 4.6 Titik Pengukuran Outflow Pada Saluran

(9)

vi

Sekunder ... IV-6 Gambar 4.7 Pengambilan Data Geometri Saluran ... IV-7 Gambar 4.8 Pembacaan Kecepatan Arus menggunakan Alat

Current Meter ... IV-7

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Koefisien bahan pelapis Saluran Manning ... II-28 Tabel 3.1. Batas Kehilangan Air pada Jaringan Irigasi Secara

Umum………. ... III-8 Tabel 4.1. Data Primer Geometri Saluran Sekunder Ballatabua. IV-8`

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kecepatan Arus Inflow ... IV-9 Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kecepatan Arus Outflow ... IV-9 Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Luas Penampang Basah ... IV-11 Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Nilai Debit Air ... IV-12 Tabel 4.6. Koefisien Bahan Pelapis Saluran Manning ... IV-13 Tabel 4.7. Hasil Analisis Data Primer ... IV-18 Tabel 4.8. Hasil Analisis Kehilangan Air ... IV-18

(11)

viii

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, kasih karunia yang berlimpah sehingga Penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul “ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN SEKUNDER KEC. BAJENG BARAT DAERAH IRIGASI KAMPILI KABUPATEN GOWA” Proposal ini disusun berdasarkan keresahan masyarakat.

Dalam penulisan Proposal ini tidak terlepas dari bantuan – bantuan pihak lain dalam memberi bantuan dan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan Proposal. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang terkait.

Makassar, 5 September 2020

MUHAMMAD MISDAM 45 16 041 130

(12)

I-1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan sangat penting bagi pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, industri dan untuk kepentingan- kepentingan lainnya. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian khusus, karena sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan air untuk kebutuhan tanaman. Untuk sektor pertanian yaitu penyediaan kebutuhan air membutuhkan adanya teknik pengelolaan sumber daya air. Teknik tersebut tidak hanya aspek fisik tetapi juga aspek non fisik yaitu sosial budaya. Pengelolaan sumber daya air yang dimaksudkan di sini adalah penigkatan kinerja pendistribusian dan pengalokasian air secara efektif dan efisien. Hal tersebut tidak lepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara efektif dan ekonomis.

Kebutuhan air irigasi pada sektor pertanian dengan sistem irigasi memiliki banyak permasalahan. Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air pada waktu tertentu. Jumlah air yang sampai pada waktu tertentu mengalami pengurangan sepanjang saluran yang dilaluinya. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat

(13)

I-2

sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, keragaman pemanfaatan air, pengembangan pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi dalam Pamuji, 2007).

Jaringan Irigasi yang baik untuk mempermudah dalam menunjang ketersediaan air yang lebih optimal. Upaya peningkatan irigasi membutuhkan penanganan tersendiri dalam suatu sistem perencanaan konfrehensif yakni bangunan irigasi dan ketersediaan air yang berlebih atau kurang sehingga distribusi air yang secara alami maupun rekayasa manusia, dapat terdistribusi dengan merata.

Air yang mengalir dari saluran primer ke saluran sekunder dan tersier menuju ke sawah sering terjadi kehilangan air sehingga dalam perencanaan selalu dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah.

Kehilangan air yang terjadi erat hubungannya dengan efisiensi. Besaran efisiensi dan kehilangan air berbanding terbalik. Bila angka kehilangan air naik maka efisiensi akan turun dan begitu pula sebaliknya. Efisiensi irigasi menunjukkan angka daya guna pemakaian air yaitu merupakan perbandingan antara jumlah air yang digunakan dengan jumlah air yang diberikan. Sedangkan kehilangan air adalah selisih antara jumlah air yang diberikan dengan jumlah air yang digunakan. (Jurnal Informasi Teknik, 8/199: 89).

(14)

I-3

Kehilangan air yang terjadi pada saluran primer, sekunder dan tersier melalui evaporasi, perkolasi, rembesan, bocoran dan eksploitasi.

Evaporasi, perkolasi, bocoran, dan rembesan relatif lebih mudah untuk diperkirakan dan dikontrol secara teliti. Sedangkan kehilangan akibat eksploitasi (faktor operasional) lebih sulit diperkirakan dan dikontrol tergantung pada bagaimana sikap tanggap petugas operasi dan masyarakat petani pengguna air.

Daerah Jaringan Irigasi Kampili pertama kali di fungsikan pada tahun 2004 dan memiliki Jaringan Irigasi permukaan. Besarnya peningkatan tekanan pada sumber daya air yang tersedia untuk irigasi dan kebutuhan lainnya, terutama selama musim kemarau, membutuhkan Jaringan Irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi untuk menyalurkan air irigasi. Diduga adanya kehilangan air pada saluran irigasi akibat karakteristik bentuk saluran.

Berdasarkan tinjauan singkat tentang pokok masalah yang dihadapi daerah Irigasi maka penulis tertarik untuk melakukan penilitian ANALISIS KEHILANGAN AIR PADA SALURAN SEKUNDER DESA BALLATABUA DI DAERAH IRIGASI KAMPILI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA ” dengan harapan dapat memberikan gambaran dan solusi bagi pengambil kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

(15)

I-4 1.2 Rumusan Penelitian

Pokok permasalahan yang dihadapi oleh daerah Irigasi pada saat studi kasus dilakukan, sesungguhnya merupakan fenomena yang lazim terjadi di daerah irigasi lain di Indonesia yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dikaji lebih detail adalah sebagai berikut :

1.) Bagimana kondisi eksisting pada saluran sekunder daerah irigasi ? 2.) Berapa besar nilai kehilangan air pada saluran sekunder yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor ?

1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan data riil kondisi fisik saluran sekunder Daerah Irigasi Kampili sehingga mengetahui berapa besar kehilangan air yang terjadi dari beberapa faktor. Oleh karena itu penulis membatasi pembahasan hanya dalam lingkup daerah irigasi saluran sekunder pada saluran moncobalang.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Kehilangan air secara berlebihan perlu dicegah dengan cara peningkatan saluran menjadi permanen dan pengontrolan operasional sehingga debit tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi peningkatan produksi pertanian dan taraf hidup petani.

(16)

I-5

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengontrol debit secara maksimal, maka perlu diketahui bagaimana kondisi saluran sekunder dan berapa besar nilai kehilangan air yang dipengaruhi oleh faktor faktor yang menyebabkan kehilangan air. Manfaat penelitian ini adalah agar menjadi acuan perencanaan perbaikan saluran irigasi dan menjadi referensi untuk studi kedepannya.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN.

Bab ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan penelitian, serta sistematika penulisan laporan ilmiah.

BAB II STUDI PUSTAKA.

Bab ini menguraikan secara ringkas hasil studi kepustakaan yang telah dilakukan Penulis meliputi teori dasar tentang irigasi, definisi kehilangan air, faktor penyebab kehilangan air, dan metode perhitungan kehilangan air.

BAB III METODE PENELITIAN.

Bab ini berisi penjelasan tentang metode penelitian yang digunakan, lokasi studi, langkah-langkah pengumpulan data, proses pengolahan data hingga hasil perhitungannya.

(17)

I-6

BAB IV ANALISIS DATA, HASIL DAN PEMBAHASAN.

Bab ini menguraikan secara rinci analisis data, hasil pengolahan data dan pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.

Bab ini menjelaskan beberapa kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir dari penelitian ini.

(18)

II-7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Irigasi

Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air. Tetapi juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud mencegah peluapan air dan kerusakan tanah. Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang ke saluran pembuangan. Sebagian sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai, yang membawanya ke laut.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/1982 Ps 1, pengertian irigasi, bangunan irigasi, dan petak irigasi telah dibakukan sebagai berikut:

a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.

(19)

II-8

b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya.

c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

d. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.

2.1.1 Jenis Jenis Irigasi

Dalam perkembangannya, Irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : Irigasi Sistem Gravitasi

1. Irigasi Sistem gravitasi

Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal danditerapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air yang diambil dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau, yang ada di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak- petak yang membutuhkan dilakukana secara gravitatif.

2. Irigasi sistem pompa

Sistem irigasi dengan menggunakan pompa dapat dipertimbangkan, apabila pengambilan secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomin maupun teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerluka biaya

(20)

II-9

ekpoitasi yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat diambil dari sungai.

3. Irigasi Pasang Surut

Yang dimaksud dengan irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang – surut air laut. Areal yang direncanakn untuk tipe Irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang 30 – 50 Km memanjang panatai dan 10 – 15 km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut. (Sidartha SK,1997 Irigasi dan Bangunan Air).

2.2 Klasifikasi Jaringan Irigasi

2.2.1 Irigasi Sederhana

Di dalam Irigasi sederhana pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir kesaluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan ini.

Persediaan air biasanya belimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak memerlukan teknik yang sulit untuk membagi airnya.

(21)

II-10

Jaringan yang sederhana itu masih diorganisasi tapi memiliki kelemahan kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu terbuang ketempat daerah yang lebih subur.

Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karenasetiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri, karena bangunan pengeleknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umumnya mungkin pendek.

Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Sederhana

(22)

II-11 2.2.2 Irigasi Semi Teknis

Dalam banyak hal perbedaan hal satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semi teknis ini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan.

Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tepatnya berupa bangunanpengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Depertemen Pekerjaan Umum.

(23)

II-12

Gambar 2.2 Jaringan Irigasi Semi Teknis

(24)

II-13 2.2.3 Irigasi Teknis

Salah datu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut.

Perlunya batasan petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar pembagian air disaluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi sawah terjauh.

(25)

II-14

Gambar 2.3 Jaringan Irigasi Teknis

2.2.3.1 Petak Tersier

Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.

Petak tersier yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor lainnya adalah jumlah petani dalam sat petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak yang ideal antara 50-100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha.

Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8-15 hektar. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petaktersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Apabila kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan perabagian air yang efisien.

Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi

(26)

II-15

petak-petak tersier lainnya. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 m tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2500 m.

2.2.3.2 Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan.

Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.

2.2.3.3 Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air biasanya sungai.

Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila

(27)

II-16

saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer. (Standar Perencanaan Irigasi Bagian 2, 2002)

2.3. Bagian Bagian Irigasi

Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain (Direktorat Jenderal Pengairan, 2010):

1) Bangunan Utama

Bangunan utama adalah semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kadar sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bagian yaitu bangunan-bangunan pengelak dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, dan (jika diperlukan) kantong lum pur, tanggu banjir, pekerjaan sungai dan bangunan-bangunan pelengkap.

2) Bangunan Pembawa

Bangunan pembawa mempunyai fungsi membawa / mengalirkan air dari sumbemya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi

(28)

II-17

saluran prim er, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter.

Saluran irigasi merupakan bangunan pembawa dari bangunaan utama sampai ke tempat yang membutuhk an air (Ansori, 2013)

3) Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi-sadap adalah sebuah bangunan yang berfungsi membagikan air dan menyabang dari Saluran primer ke saluran primer yang lain dan atau dari saluran primer ke saluran tersie dan saluran primer ke saluran sekunder dan atau saluran sekunder ke saluran tersier.

Saluran sekunder yang satu ke saluran sekunder yang lain dan atau saluran sekunder ke saluran tersier.Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu.

Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Y aitu bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Elevasi ambang ke semua arah harus sama

(2) Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.

(3) Lehar bukan proporsional dengan luas sawah yang diairi

(29)

II-18

Tetapi disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan dalam irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan

Bangunan bagi adalah adalah bangunan yang berfungsi untuk membagi air dari saluran primer atau saluran sekunder ke dua buah saluran atau lebih yang masing-masing debitnya lebih kecil. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan atau saluran sekunder pada suatu titik cabang. Sesuai dengan fungsinya maka bangunan bagi harus memenuhi syarat yaitu :

Pembagian air ke seluruh jaringan irigasi harus dicukupi dengan teliti sesuai dengan kebutuhan.

Perlu bangunan pengontrol berupa pintu sorong atau balok sekat untuk mengontrol taraf muka air. Perubahan kedudukan pintu-pintu hanya boleh dilakukan oleh petugas yang berwenang dan dilakukan apabila dipandang perlu saja.

Pada bangunan bagi biasanya terdapat penyadapan langsung ke dalam saluran tersier. Jadi bangunan bagi berfungsi pula sebagai pemberi ke saluran tersier.

Bangunan sadap adalah sebuah bangunan yang digunakan untuk menyadap / mengambil air dari saluran primer ke saluran sekunder / tersier dan atau dari saluran sekunder ke saluran tersier. Bangunan sadap

(30)

II-19

akhir adalah bangunan pembagi air pada bagian akhir dari saluran sekunder dimana debitnya disadap habis oleh saluran-saluran tersier.

angunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran sekunder disebut bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.

Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier disebut bangunan sadap tersier terletak di saluran sekunder.

Bangunan sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.

4. Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier.

Peralatan ukur dapat dibedakan menjadi alat ukur aliran-atas bebas (free overflow) dan alat ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari alat-alat pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya:

a) Di hulu saluran primer, untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran danpintu sorong atau radial untuk pengatur.

b) Di bangunan bagi/bangunan sadap sekunder pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur danmengatur aliran. Bila

(31)

II-20

debit terlalu besar, maka alat ukur ambang lebardengan pintu sorong atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer.

c) Pada bangunan sadap tersier untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump-de Gruyter. Dipetak-petak tersier kecil di sepanjang saluran primer.

2.4 Jenis Jenis Saluran Irigasi

Pada saluran irigasi, terdapat dua macam aliran yaitu aliran saluran terbuka dan saluran tertutup: Saluran yang mengalirkan air dengan permukaan bebas. Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-usul yaitu berupa saluran alam (natural channel) contohnya sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara. Dan yang kedua yaitu saluran buatan. Saluran buatan (artificial channel) contohnya saluran drainase tepi jalan, saluan irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum, saluran banjir.

(32)

II-21 Sumber : Hamsyar, 2012

Gambar. 2.4. Jenis Jenis Saluran Irigasi

Saluran terbuka adalah saluran alami atau buatan yang memiliki permukaan bebas pada tekanan atmosfer. Saluran terbuka dapat diklasifikasikan berdasarkan asal-usulnya dan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasar. Klasifikasi saluran terbuka berdasarkan asal-asulnya, sebagai berikut :

1. Saluran alam (natural channel), yaitu saluran yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh : sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara.

2. Saluran buatan (artificial channel), yaitu saluran yang dibuat dan

(33)

II-22

direncanakan oleh manusia. Contoh : saluran drainase tepi jalan, saluan irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum, dan saluran banjir.

Klasifikasi berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasar, sebagai berikut:

1. Saluran Prismatik (prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya tetap. Contoh : saluran drainase dan saluran irigasi.

2. Saluran non Prismatik (non prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah- ubah. Contoh : sungai.

Berdasarkan mekanika aliran, terdapat beberapa jenis aliran yaitu

1. Aliran mantap (Steady Flow). Sifat dari aliran mantap yaitu perubahan volume terhadap waktu bersifat tetap, perubahan kedalaman bersifat tetap, dan perubahan kecepatan terhadap waktu bersifat tetap.

2. Aliran tidak mantap (unsteady flow). Sifat aliran ini yaitu perubahan volume terhadap waktu bersifat tidak tetap, perubahan kedalaman terhadap waktu bersifat tidak tetap, dan perubahan kecepatan terhadap waktu bersifat tidak tetap.

3. Aliran merata (Uniform Flow). Aliran ini menunjukkan Besar dan

(34)

II-23

arah kecepatan bersifat tfetap pada jarak, aliran pada pipa dengan penampang sama dan variable fluida juga tetap.

4. Aliran tidak merata ( non uniform flow). Sifat aliran ini yaitu aliran pada pipa dengan tampang tidak merata, pengaruh pembendungan dan variabel fluida lain juga tidak tetap,

Klasifikasi aliran dapat dilihat pada gambar 2.5.

Aliran

Aliran Permanen (Steady)

Aliran tak permanen (unsteady)

Seragam (uniform)

Berubah (varied)

Berubah lambat laun

(gradually)

Berubah tiba tiba (Rapidly)

Seragam (uniform)

Berubah (varied)

Berubah lambat laun

(gradually)

Berubah tiba tiba (Rapidly)

Gambar 2.5. Bagan Klasifikasi Aliran

Jika partikel zat cair yang bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis yang paralel, maka alirannya disebut aliran laminer. Sebaliknya jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur yang tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya disebut aliran turbulen.

Faktor yang menentukan keadaan aliran adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika gaya

(35)

II-24

viskositas dominan, alirannya laminer, jika gaya inersia yang dominan, alirannya turbulen. Nisbah antara gaya kekentalan dan inersia dinyatakan dalam bilangan Reynold (Re), yang didefinisikan sebagai :

Re  V.L/ v …………..(2.1)

Dimana

V = kecepatan aliran (m/det),

L = panjang karakteristik (m), pada saluran muka air bebas

R = Jari-jari hidraulik saluran,

 = kekentalan kinematik (m2 /det)

Tidak seperti aliran dalam pipa, dimana diameter pipa biasanya dipakai sebagai panjang karakteristik, pada aliran bebas dipakai kedalaman hidraulik atau jari-jari hidraulik sebagai panjang karakteristik.

Kedalaman hidraulik didefinisikan sebagai luas penampang basah dibagi lebar permukaan air, sedangkan jari-jari hidraulik didefinisikan sebagai luas penampang basah dibagi keliling basah. Batas peralihan antara aliran laminer dan turbulen pada aliran bebas terjadi pada bilangan Reynold, Re + 600, yang dihitung berdasarkan jari-jari hidraulik sebagai panjang karakteristik. Dalam kehidupan sehari-hari, aliran laminer pada saluran terbuka sangat jarang ditemui. Aliran jenis ini

(36)

II-25

mungkin dapat terjadi pada aliran dengan kedalaman sangat tipis di atas permukaan.

2.5 Efisiensi Irigasi

Di dunia dimana air merupakan sumber berharga, tidak seorang pun mempunyai hak untuk menyia-nyiakan air yang dibutuhkan oleh orang lain. Penggunaan air irigasi yang efisien adalah merupakan kewajiban setiap pemakai. Di daerah dimana air merupakan barang yang langka dan mahal, air yang tersedia pada umumnya dipergunakan dengan hati-hati.

Sebaliknya, di daerah yang airnya berlimpah, nilai air tersebut lebih rendah dan kecendrungannya adalah menyai-nyiakan air. Juga efisiensi dipengaruhi oleh biaya dan kualitas tenaga, kemudahan penanganan air, tanaman yang sedang diberi air irigasi, karakteristik tanah. Untuk alasan ini efisien pemberian air irigasi adalah istilah umum yang kasar yang dapat digunakan pada pelaksanaan pemberian air irigasi dalam bentuk kualitatif.

Untuk menguraikan bagian keseluruhan gambaran efisien evaluasi kuantitatif dapat dilakukan. Maksud dari konsep efisiensi tersebut adalah untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang akan menghasilkan pemberian air yang lebih efisien. Pengendalian dan manajemen pemberian air irigasi yang memadai membutuhkan bahwa metode yang ada untuk mengevaluasi pelaksanaan pemberian air irigasi dari waktu air meninggalkan titik pengambilan sampai air tersebut digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

(37)

II-26

Kebutuhan air pengairan (irigasi) merupakan banyaknya air pengairan yang diperlukan untuk menambah curah hujan efektif yang ketersediaannya di perukaan dan bawah perukaan tanah terbatas (terutama dalam musim kemarau) untuk memenuhi keperluan pertumbuhan atau perkembanagan tanaman. Ketepatgunaan pengairan (efisiensi) adalah suatu daya upaya pemakaian yang benar-benar sesuai bagi keperluan budidaya tanaman dengan jumlah debit air yang tersedia atau dialirkan sampai di lahan-lahan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman dapat terjamin dengan baik, denan mencukupkan air pengairan yang tersedia itu.

Efisiensi irigasi menunjukkan angka daya guna pemakaian air yaitu merupakan perbandingan antara jumlah air yang digunakan dengan jumlah air yang diberikan yang dinyatakan dalam persen (%).

Efesiensi =

……….………. ..(2.1)

Bila angka kehilangan air naik maka efisiensi akan turun dan begitu pula sebaliknya.Efiesiensi diperlukan karena adanya pengaruh kehilangan air yang disebabkan oleh evaporasi, perkolasi, infiltrasi, kebocoran dan rembesan. Perkiraan efisiensi irigasi ditetapkan sebagai berikut (KP-01, 1986: 10) : (1) jaringan tersier = 80 % ; (2) jaringan sekunder = 90 %; dan (3) jaringan primer = 90 %. Sedangkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan adalah 80 % x 90 % x 90 % = 65 %.

(38)

II-27 2.6 Efisiensi Penyaluran

Ketepatgunaan penyaluran (efisiensi) air pengairan ditunjukkan dengan terpenuhinya angka presentase air pengairan yang telah ditentukan untuk sampai di areal pertanian dari air yang dialirkan ke saluran pengairan hal ini sudah termasuk dalam memperhitungkan kehilangan-kehilangan selama penyaluran.

Setelah menyalurkan air yang tersedia ke sawah melalui bangunan pembagi dan pembawa yang mahal, yang diperlukan adalah pemakaian air secara efisien. Sering terjadi dengan menyolok lebih banyak air yang dialirkan ke dalam tanah dari pada yang mungkin bisa ditahannya. Konsep efiseinsi pemakaian air berikut ini dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi di mana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah, yang dapat digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

Konsep efisiensi pemakaian air dapat diterapkan pada proyek, sawah, atau ladang untuk mengevaluasi pelaksanaan pemberian air irgasi. Efisiensi pemberian air berbeda-beda dari harga yang paling rendah sampai mendekati 100 persen. Namun demikian pada pelaksanaan pemberian air irigasi normal, aplikasi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60 persen, sedangkan pemberian air penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75 persen.

(39)

II-28

Pada setiap pemberian air irigasi para petani memberikan air dalam volume tertentu ke sawahnya. Masalah irigasinya adalah untuk menampung air tersebut pada tanah daerah akar. Ia tidak dapat menampung semua air sebagai kelembapan tanah, untuk beberapa kehilanganair yang tidak dapat dihindarkan. Ia harus menampung presentase air maksimum pada daerah akar tanahnya yang ia akan gunakan sesuai dengan keperluan irigasi yang baik dan ekonomis.

Kehilangan air irigasi yang paling umum adalah limpasan dan perkolasi dalam. Permukaan yang tidak teratur, tanah dangkal yang dilandasi krikil dengan permeabilitas yang tinggi, aliran air irigasi yang kecil, air yang tidak ada selama pemberian irigasi, pemberian air irigasi yang lama.

Pemakaian tunggal yang berlebihan semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap kehilangan yang besar secara berlebihan, persiapan tanah yang tidak semestinya, tanah padat yang kedap air, kemiringan permukaan tanah yang tajam, dan ketiadaan air memberikan pengaruh tidak efisien.

Kedalam air yang diinginkan pada setiap pemberian air irigasi adalah faktor yang paling utama mempengaruhi efisiensi pemakaian.

Efisiensi penampungan air menjadi penting apabila air yang tidak memadai di tampung di daerah akar selama pemberian akar selama pemberian air irigasi. Keadaan ini bisa terjadi karena harga air yang mahal, karena kelangkaan air, atau karena waktu yang berlebihan untukmenjamin penetrasi yang memadai. Masalah garam yang ada

(40)

II-29

mungkin membutuhkan bahwa efisiensi penampungan air cukup tinggi dalam rangka untuk menjaga garam tercuci bersih dari permukaan tanah.

Efisiensi pemakaian air yang tinggi menunjukkan bahwa efisiensi penampungan air mungkin merupakan petunjuk yang penting untuk pelaksanaan pemberiaan air irigasi yang lebih baik.

2.7 Debit Aliran

Jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satu satuan waktu disebut debit aliran (Q). Debit aliran diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per detik ( ⁄ ) atau satuan yang lain (liter / detik, liter/menit, dsb).

(Triatmodjo B,1996 : 134).

Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang diabaikan, dan kecepatan aliran dianggap seragam disetiap titik pada tampang lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rerata V, sehingga debit aliran adalah (Triatmodjo B,1996 : 134) :

……….(2.2)

Dimana :

debit aliran yang diperhitungkan ( ⁄ )

luas penampang ( )

kecepatan rata rata aliran ( ⁄ )

(41)

II-30 2.8 Kehilangan Air

Kehilangan air secara umum dibagi dalam 2 kategori, antara lain :

(1) Kehilangan akibat fisik dimana kehilangan air terjadi karena adanya rembesan air di saluran dan perkolasi di tingkat usaha tani (sawah);

(2) Kehilangan akibat operasional terjadi karena adanya pelimpasan dan kelebihan air pembuangan pada waktu pengoperasian saluran dan pemborosan penggunaan air oleh petani.

Ada beberapa aspek yang mempengaruhi faktor kehilangan air pada saluran dapat terjadi, yaitu :

1. Kondisi saluran. Semakin panjang saluran, semakin lebar saluran, maka semakin besar pula nilai kehilangan airnya. Jika kondisi saluran baik maka nilai kehilangan air rendah, tetapi jika kondisi saluran kurang baik maka nilai kehilangan air meningkat. Pengaruh dari kondisi saluran yang kurang baik dapat meningkatkan nilai kehilangan air seperti rembesan, tumbuh-tumbuhan liar yang memasuki permukaan air pada saluran, bahkan kebocoran yang terjadi sangat mempengaruhi nilai kehilangan air meningkat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah setempat dan masyarakat yang mengakibatkan kondisi saluran tidak terawat dengan baik.

2. Cuaca. Jika saluran irigasi tersebut tertutup, maka nilai kehilangan air yang terjadi hanya dipengaruhi oleh kondisi

(42)

II-31

saluran, tetapi jika saluran irigasi tersebut terbuka, maka nilai kehilangan air dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor cuaca. Semakin panjang saluran dan semakin lebar saluran, maka nilai kehilangan air meningkat akibat penguapan yang dipengaruhi oleh cuaca pada wilayah tersebut.

Maka dari itu penulis menggaris bawahi bahwa penelitian saluran irigasi yang akan dilakukan adalah saluran terbuka dan nilai kehilangan air disebabkan oleh 2 faktor yaitu kehilangan air yang akibat rembesan/kebocoran yang dipengaruhi oleh kondisi saluran dan kehilangan air akibat evaporasi/penguapan yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada wilayah saluran terbuka.

Kehilangan air pada tiap ruas pengukuran debit masuk (Inflow) debit keluar (Outflow) diperhitungkan sebagai selisih antara debit masuk dan debit keluar. (Tim Penelitian Water Management IPB, 1993: 1-05) :

…..……….(2.3)

Dimana :

kehilangan air pada ruas pengukuran/bentang saluran ke n ( ⁄ )

debit masuk ruas pengukuran ke n ( ⁄ )

(43)

II-32

debit keluar ruas pengukuran ke n ( ⁄ )

2.8.1 Rembesan

Rembesan adalah air yang mencari jalannya melalui material porus atau suatu rekahan baik yang ada didalam tubuh maupun pondasinya.

Besarnya kehilangan air pada saluran irigasi akibat rembesan dapat dihitung menggunakan rumus oleh Davis dan Wilson, dengan rumus seperti berikut :

………(2.4)

Dimana :

Si = Kehilangan air akibat rembesan ( ⁄ )

C = koefisien bahan pelapis saluran ( m/s )

P = keliling basah (m)

L = Panjang Saluran (m)

V = Kecepatan aliran rata rata (m/s)

Rembesan yang terjadi pada saluran dipengaruhi oleh panjang saluran, keliling basah saluran, kecepatan saluran, dan bahas pelapis saluran. Maka dari itu untuk menghitung nilai rembesan diperlukan koefisien bahan pelapis saluran yang telah diterbitkan oleh Robert

(44)

II-33

Manning, Insinyur Inggris tahun 1889. Koefisien bahan pelapis saluran Manning dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Koefisien bahan pelapis saluran Manning

Permasalahan dalam memperkirakan rembesan atau Seepage Losses :

1. Sulit membandingkan hasil tes dan perkiraan disebabkan oleh banyaknya variabel.

2. Pengecekan rembesan secara khusus dari catatan operasi sangat mahal disebabkan oleh banyaknya variable.

3. Penerbitan pencatatan sering salah dalam mencatat variable penting.

Berikut variabel variabel rembesan :

1. Karakteristik Tanah ( Porositas, Permeabilitas, kimiawi, Jenis butirannya, dan tingkat/bahan pembentuk )

(45)

II-34 2. Penampang lingkar saluran 3. Posisi kedalaman air tanah 4. Kimia tanah dan air

5. Tempratur air 6. Sedimentasi

7. Kualitas konstruksi saluran 8. Umur saluran

9. Siklus drainase 10 Pemeliharaan 2.8.2 Evaporasi

Evaporasi adalah penguapan yang terjadi dari permukaan (seperti laut, danau, sungai), permukaan tanah (genangan di atas tanah dan penguapan dari permukaan air tanah yang dekat dengan permukaan tanah), dan permukaan tanaman (intersepsi). Laju evaporasi dinyatakan dengan volume air yang hilang oleh proses tersebut tiap satuan luas dalam satu satuan waktu; yang biasanya diberikan dalam mm/hari atau mm/bulan. Evaporasi sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatologi, meliputi (Triatmodjo B, 2008:49-50) : (a) radiasi matahari (%); (b) temperatur udara ( C); (c) kelembaban udara (%); (d) kecepatan angin (km/hari).

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan

(46)

II-35

bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini (Triatmodjo B, 2008:69) :

………….(2.5)

Dimana :

evaporasi dari badan air ( ⁄ )

koefisien panci ( )

evaporasi dari panci ( ⁄ )

Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7. (Triatmodjo B, 2008:70). Untuk menghitung besarnya kehilangan air akibat penguapan pada saluran dapat menggunakan rumus di bawah ini (Soewarno, 2000).

.……….(2.6)

Dimana :

kehilangan air akibat evaporasi ( ⁄ ) evaporasi dari badan air ( ⁄ )

(47)

II-36 luas permukaan saluran ( )

2.9 Kriteria Efisiensi Pengairan

Efisiensi pengairan yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah, Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah.

Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing- masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

(48)

III-37 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Dan Sumber Data

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian secara langsung di lokasi irigasi daerah kampili bajeng barat gowa, Sulawesi selatan, dengan mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini. Seperti pada flow cart di diatas.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Bendung Irigasi Kampili dibangun pada tahun 1930. Adapun sumber air irigasi atau Bendung Daerah Irigasi Kampili yang terletak di Kecamatan Bajeng Barat, Kab. Gowa berasal dari Sungai Jeneberang.Penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei 2020 Saluran Sekunder Ballatabua.

(49)

III-38

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penelitian ini, maka digunakan dua metode pengumpulan data yaitu :

1) Studi pustaka, untuk memperoleh data sekunder dengan membaca sejumlah buku, artikel-artikel ilmiah sebagai landasan teori dalam menuju kesempurnaan penelitian ini.

2) Pengumpulan data sekunder yang terdiri dari:

a. Wawancara dengan masyarakat pengguna air terkait efisiensi saluran.

b. Pengumpulan peta Daerah Irigasi Kampili

c. Pengumpulan skema jaringan irigasi Daerah Irigasi Kampili

(50)

III-39

d. Data debit saluran irigasi primer DI Kampili 3) Pengumpulan data primer dengan cara :

Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan untuk mengamati kondisi lapangan secara rinci tentang kondisi saluran irigasi DI Kampili. Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan dengan pengukuran langsung kecepatan dan penampang basah di saluran. Pengukuran kecepatan aliran pada saluran sekunder menggunakan alat ukur Current Meter. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung diilustrasikan pada Gambar 3.1, berikut :

Gambar 3.2 Current meter dan bagian-bagiannya

(51)

III-40

Gambar 3.3 Alat ukur

Prosedur pengukuran dengan menggunakan Current meter, yaitu sebagai berikut :

Ukur kedalaman saluran dengan tiang ukur dari alat current meter

Pilih propeller yang sesuai dengan kedalaman saluran,sehingga dapat digunakan untuk beberapa titik vertikal yaitu (0.2h,0.6h, 0.8h) dimana h merupakan kedalaman saluran.

Current meter dipasang pada tiang ukur (statis) dengan kedalaman 0.2h, 0.6h, dan 0.8h, kemudian tiang ukur dimasukan ke dalam air sampai alas tiang ukur terletak di dasar saluran dengan propeller menghadap arah aliran (arus air).

(52)

III-41

Gambar 3.4 Pengukuran debit pada saluran

Jumlah putaran tiap satuan waktu, yang terjadi pada setiap kedalaman air dihitung.

3.4 Bagan Alur Penelitian

Untuk memudahkan penelitian yang akan dilakukan, maka perlu direncanakan tahapan–tahapan yang akan menjadi pedoman dan arahan bagi penelitian ini, tahapan–tahapan proses tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.5.

(53)

III-42

Gambar 3.5 Bagan Alur Penelitian

(54)

III-43 3.5 Pelaksanaan Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian pada prinsipnya dibagi dalam beberapa bagian yaitu pengumpulan data, pengolahan data, perhitungan dan analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Prosedur pelaksanaan penelitian ini mengikuti beberapa tahapan antara lain :

Persiapan dalam tahap persiapan ini diperlukan data-data dan gambar penampang saluran di lapangan.

Pelaksanaan penelitian dalam tahap ini dilakukan analisis antara lain :

a. Pengambilan data luas penampang basah saluran b. Pengambilan data debit dan kecepatan aliran di saluran.

c. Survey dan observasi kondisi saluran.

d. Analisis data kecepatan aliran di saluran menjadi data debit.

e. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui faktor penyebab kehilangan air di saluran.

(55)

III-44

Tabel 3.1 Batas kehilangan air pada jaringan irigasi secara umum

No. Jenis Saluran Kehilangan Air (%)

1 Saluran utama 5% ‐10 %

2 Saluran sekunder 5% ‐10 %

3 Petak tersier,antara bangunan sadap tersier dan sawah

12,5% ‐ 20 %

Sumber : Kriteria Perencanaan – KP 03 Saluran

3.6 Analisis Data

Pada tahapan ini dilakukan analisa terhadap hasil perhitungan kehilangan air pada saluran irigasi Sekunder Ballatabua. Hasil analisa diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan mengenai besar kecilnya kehilangan air pada Saluran Irigasi Ballatabua.

3.7 Menghitung Luas Penampang Basah, Kecepatan, Debit Saluran

Debit aliran saluran irigasi terbuka dapat ditentukan dengan menghitung kecepatan aliran dan luas penampang basah saluran tersebut. Dikarenakan pada penelitian ini berbentuk trapesium, maka luas tampang basah dapat dihitung dengan rumus:

(56)

III-45

A = h x

b1 b2

2 ………….……… (3.1)

Keterangan:

A = Luas penampang basah (m2)

h = Kedalaman air (m)

b1 = Lebar dasar saluran (m)

b2 = Lebar permukaan air (m)

Pengukuran kecepatan aliran dapat dilakukan dengan metoda apung atau dengan menggunakan alat current meter. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kecepatan aliran dengan current meter.Debit aliran dapat dihitung dengan rumus:

……….(3.2)

Dimana :

debit aliran yang diperhitungkan ( ⁄ )

luas penampang ( )

kecepatan rata rata aliran ( ⁄ )

(57)

III-46

3.8 Menghitung Kehilangan Air Akibat Rembesan

Krantz mengemukakan metode menetapkan besarnya kehilangan air pada saluran irigasi akibat rembesan yang ditemukan oleh Davis dan Wilson, dengan rumus seperti berikut :

Si 4

P L

4 1 6 365 √V……..……(3.3)

Dimana :x

Si = Kehilangan air akibat rembesan ( ⁄ )

C = koefisien bahan pelapis saluran ( m/s )

P = keliling basah (m)

L = Panjang Saluran (m)

V = Kecepatan aliran rata rata (m/s)

3.9 Menghitung Kehilangan Air Akibat Evaporasi

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci

(58)

III-47

evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini (Triatmodjo B, 2008:69) :

E k E

p..…….……….(3.4)

Dimana :

evaporasi dari badan air ( ⁄ )

koefisien panci ( )

evaporasi dari panci ( ⁄ )

3.10 Menghitung Kehilangan Air Total

Pengukuran kehilangan air pada saluran sekunder dilakukan dengan metode inflowoutflow. Kehilangan air selama penyaluran adalah selisih debit yang terjadi sepanjang saluran yang diamati. Kehilangan air selama penyaluran dapat dihitung dengan rumus:

Sehingga persentase kehilangan air dapat dihitung dengan rumus:

Q

kehilangan

Q

pangkal

- Q

ujung ……..(3.5)

Dimana :

(59)

III-48

= Debit air yang hilang selama penyaluran (m3/detik)

= Debit air yang diukur pada pangkal saluran (m3/detik)

= Debit air yang diukur pada ujung saluran (m3/detik)

Sehingga presentase kehilangan air dapat dihitung dengan rumus :

Q =

Qkehilangan

Qpangkal

1 ……. ….…(3.6)

(60)

IV-49 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Jaringan Irigasi 4.1.1 Letak Daerah Irigasi

Secara administratif lokasi penilitian dilakukan di Desa Ballatabua Kecamatan Bajeng Barat daerah irigasi Kampili terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Area pelayanan Jaringan Irigasi tersebut sebesar 10.515 Ha.

Saluran Sekunder Ballatabua Bl 2 Ki

61.90 ha 83.57 l/s

Bl 1 Ki

37.00 ha 49.95 l/s

Bl 2 Ka

35.80 ha 90.18 l/s

Bl 1 Ka

64.00 ha 86.40 l/s B.BI 2

B.D 2 B.D 3

B.BI 1

Gambar 4.1 Skema Jaringan Irigasi Sekunder Ballatabua Kec.

Bajeng Barat Daerah Irigasi Kampili

(61)

IV-50

Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pada jaringan irigasi berasal dari Waduk Bili-bili. Jaringan Irigasi ini merupakan jaringan irigasi teknis yaitu sistem dengan pengambilan Banguanan Bagi sadap BD.14 Saluran induk Limbung. Bangunan Pengambilan Bangunan bagi BD 4 Ballatabua. Sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja. Jaringan irigasi sekunder Ballatabua mengairi wilayah Kecamatan Bajeng Barat tersebut berasal dari saluran induk Limbung bangunan bagi sadap BL.14, kemudian terbagi ke saluran sekunder Doang menuju saluran sekunder Ballatabua.

Gambar 4.2 Lokasi Pengukuran Kecepatan Arus Saluran Sekunder Ballatabua Kec. Bajeng Barat Daerah Irigasi Kampili

(62)

IV-51 4.1.2 Keadaan Iklim

Untuk keadaan iklim Kabupaten Gowa memiliki iklim tropis yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pengamatan menunjukkan rata-rata kelembaban udara 88% bulan. Curah hujan berkisar antara 30-34 mm/bulan. Tingkat penguapan 3,94 mm/hari tempratur udara per bulan minimum 29,2 oC. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,10 m/dtk.

4.1.3 Kondisi Bangunan

Setelah melaksanaan survey lapangan, kondisi pada bangunan sekunder banyak mengalami kerusakan dikarenakan perencanaan bangunan saluran yang kurang baik dan faktor umur bangunan yang sudah sangat lama.

Gambar 4.3 kondisi dinding bagian dalam saluran sekunder

(63)

IV-52

Gambar 4.4 kondisi dinding bagian luar saluran sekunder

Dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4 kondisi dinding saluran bagian dalam maupun bagian luar saluran, sangat memprihatinkan dan butuh penanganan renovasi saluran secepatnya dikarenakan beberapa penduduk mengeluhkan kebocoran saluran yang menyebabkan petak sawah milik penduduk tersebut kelebihan air dan besar kemungkinan untuk hasil panen yang gagal dikarenakan kelebihan air.

(64)

IV-53 Lokasi Pengukuran

Pengukuran pada saluran sekunder dilakukan pada 2 titik yaitu titik Inflow ( debit masuk ) yang dimana titik ini debit air berasal dari saluran sekunder utama yang terbagi di titik saluran sekunder bagi salah satunya saluran sekunder Ballatabua, dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Titik Pengukuran Inflow pada Saluran Sekunder Ballatabua.

(65)

IV-54

Dan titik outflow ( debit keluar ) yang dimana titik ini debit air yang berada pada saluran sekunder Ballatabua akan keluar dan disalurkan ke saluran tersier desa Ballatabua, dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Titik Pengukuran Outflow pada Saluran Sekunder.

Penulis meneliti saluran sekunder Ballatabua dengan panjang aliran saluran adalah 85 m.

(66)

IV-55

Gambar 4.7 Pengambilan Data Geometri Saluran

Gambar 4.8 Pembacaan Kecepatan Arus menggunakan Alat Current Meter

(67)

IV-56

4.2 Geometri Saluran dan Perhitungan Luas Penampang Basah 4.2.1 Geometri saluran di titik Inflow dan Outflow

Data primer yang mendukung dalam perhitungan luas penampang basah yang didapatkan dari hasil pengukuran dilapangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Primer Geometri Saluran Sekunder Ballatabua

Sedangkan pada pengukuran kecepatan nilai arus dapat dilihat pada 2 tabel berikut :

H ( tinggi ) 1 b1 ( lebar sisi atas ) 1.5 b2 ( lebar sisi bawah ) 0.95

h ( tinggi muka air ) 0.4 z1 ( kemiringan sisi kanan ) 0.690

z2 ( kemiringan sisi kiri ) 0.690

H ( tinggi ) 1 b1 ( lebar sisi atas ) 1.5 b2 ( lebar sisi bawah ) 0.87

h ( tinggi muka air ) 0.45 z1 ( kemiringan sisi kanan ) 1.048

z2 ( kemiringan sisi kiri ) 1.048 Titik

Pengujian dimensi saluran (m) sketsa dimensi saluran

Inflow

Outflow

h H

b2

b1 z

h H

b2

b1 z

(68)

IV-57

Tabel 4.2 Hasil Nilai Pengukuran Kecepatan Arus Inflow ( Debit Masuk )

Tabel 4.3 Hasil Nilai Pengukuran Kecepatan Arus Outflow ( Debit Keluar )

4.2.2 Perhitungan Luas Penampang Basah

Perhitungan geometri titik Inflow dan Outflow menggunakan rumus Trapezium yang dapat dilihat pada rumus (3.1). Perhitungan luas penampang basah dilakukan pada titik Inflow dan Outflow.

1. Inflow

Bawah

total nilai rata rata

kecepatan arus (m/s) 0.20

Tengah

Kiri

0.24 0.19

0.18 0.19

0.22

0.19 Atas

0.21 Bawah

0.18 Atas

Titik pengukuran kecepatan arus

Inflow Nilai kecepatan Arus

(m/s)

Nilai rata rata kecepatan arus (m/s)

Kanan Atas

Bawah

0.20

total nilai rata rata

kecepatan arus (m/s) 0.10

Kiri Atas 0.14

Bawah 0.03 0.09

Tengah Atas 0.19

Bawah 0.08 0.14

Outflow Titik pengukuran kecepatan arus

Nilai kecepatan Arus (m/s)

Nilai rata rata kecepatan arus (m/s)

Kanan Atas 0.12

Bawah 0.03 0.08

(69)

IV-58

 Diketahui : h = 0,4 m b1 = 1,5 m b2 = 0,95 m

 Penyelesaian : A = h x

A = 0,4 x 1 5 95 2 A = 0,49 m2

2. Outflow

 Diketahui : h = 0,45 m b1 = 1,5 m b2 = 0,87 m

 Penyelesaian : A = h x

A = 0,45 x 1 5 87 2

A = 0,53325 m2

Hasil perhitungan luas penampang basah dapat dilihat dalam Tabel 4.4.

(70)

IV-59

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Luas Penampang Basah

No. Nama Titik Pengujian

Luas Penampang Basah (m2)

1. Inflow 0,49

2. Outflow 0,53325

4.3 Debit Aliran

Debit saluran adalah banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu pada suatu saluran. Perhitungan debit saluran dihitung dengan menggunakan rumus (3.2).

1. Inflow

 Diketahui : A = 0,49 m2 V = 0,2 m/s

 Penyelesaian : Q = A . V

Q = 0,49 x 0,2 Q = 0,098 m3/s

2. Outflow

 Diketahui : A = 0,53325 m2

(71)

IV-60 V = 0,1 m/s

 Penyelesaian : Q = A . V

Q = 0,53325 x 0.1 Q = 0,053325 m3/s

Hasil perhitungan luas penampang basah dapat dilihat dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Nilai Debit Air

No. Nama Titik Pengujian Debit Aliran (m3/s)

1. Inflow 0.098

2. Outflow 0.053325

4.4 Kehilangan Air

4.4.1 Analisis Kehilangan Air karena kerusakan pada Saluran Sekunder

Analisa perhitungan kehilangan air pada saluran menggunakan data perhitungan hasil debit pada Inflow lalu dikurangi dengan debit pada Outflow pada saluran yang diamati. Mengacu pada rumus (3.5).

Q kehilangan = Q Inflow – Q Outflow

 Diketahui : Q1 = 0,098 m3/s

(72)

IV-61 Q2 = 0,053325 m3/s

 Penyelesaian :

Q kehilangan = Q Inflow – Q Outflow

Q kehilangan = 0,098 – 0,053325

Q kehilangan = 0,044675 m3/s

Maka nilai kehilangan debit air pada saluran sekunder dari Q Inflow sampai Q Outflow sepanjang 85 m adalah 0,044675 m3/s .

4.4.2 Analisis Rembesan pada Saluran Sekunder Tabel 4.6 Koefisien bahan pelapis saluran Manning

Rembesan yang terjadi pada saluran dipengaruhi oleh panjang saluran, keliling basah saluran, kecepatan saluran, dan bahas pelapis saluran. Perhitungan rembesan ini menggunakan rumus (3.3).

(73)

IV-62 Si 4 P L

4 1 6 365 √V

 Diketahui : C = 0,020 m/s

P = 3,8 m (keliling basah) L = 85 m

V rata rata = 0,25 m/s (VInflow + VOutflow /2 )

Konversi nilai satuan waktu dari hari ke satuan detik = 24 x 60 x 60

= 86400

 Penyelesaian :

Si = 0,4 x 0,020 x 3 8 85

4 1 6 365 √ 25

Si = 0.008 x 44.246,575 Si = 353.9726 m3/m.hari

 Untuk mencapai nilai debit per detik pada kehilangan air oleh rembesan, maka nilai satuan waktu dari hari di konversi menjadi nilai satuan detik.

Si = 3539726 / 86400

Si = 0.004097 m3/s

Maka hasil debit dari nilai kehilangan air yang diakibatkan oleh rembesan sepanjang saluran dari titik Q Inflow sampai Q Outflow setiap detiknya adalah senilai 0.004097 m3/s atau setiap harinya adalah 353.9726 m3/m.hari. Hasil rembesan memperlihatkan bahwa nilai

Referensi

Dokumen terkait

Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak, diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies

MAN tersebut. 176 Wawancara dengan Abdullah, waka kurikulum MTsN Pulosari pada tanggal 25 Juni 2016. 177 Wawancara dengan Juwito, waka humas MTsN Pulosari pada tanggal 15

Alhamdulilahirobbil ‘Alamin, dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta atas segala rakmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil oleh Uni Eropa dalam mengatasi krisis ekonomi Yunani adalah dengan memberikan bantuan dana talangan..

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah menentukan model isoterm adsorpsi nisbah bobot ampas teh hitam dan ampas kopi sebagai adsorben air

Dengan adanya e- SPT Masa PPN yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang sebelumnya pengisian SPT Masa secara manual oleh wajib pajak, apakah

bimbingan agama pada para lanjut usia yang terdapat di Panti Jompo Dayah Nurul Yaqin. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan orang lanjut usia yang masih

1) Yang dimaksud adalah calon peserta didik yang berasal dari lulusan sekolah asal lingkup Kabupaten Klungkung;.. 2) Alur proses pendaftaran mengacu pada tata cara