• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengelihatan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi enam tingkat pengetahuan, yakni:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

(2)

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2010:54), pengetahuan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan

(3)

mengadopsinya. Pada inovasi ini diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini.

c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja.

2.2. Penyuluhan

2.2.1. Pengertian Penyuluhan

Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif sendiri diartikan sebagai suatu rangkaian yang dilakukan secara sistematik-terencana-terarah,

(4)

dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, budaya setempat (Suharjo, 2003).

Dengan cara ini, kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaianya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut atau perilaku baru.

2.2.2. Metode Penyuluhan dan Media Penyuluhan

Menurut Van de ban dan Hawkins yang dikutip oleh Rika Candra (2008), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.

2.2.2.1Pendekatan Kelompok besar

Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kekompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan.

Disamping keuntungan yang diperoleh, kelemahan yang ditemukan dalam metode ini adalah sulitnya mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Ceramah adalah salah satu cara yang efektif

(5)

dikarenakan metode ini sesuai untuk masyarakat, baik yang berpengetahuan tinggi maupun yang berpengetahuan rendah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih metode pendekatan kelompok dengan melakukan penyuluhan dengan cara ceramah mengenai makanan kariogenik dengan hubungannya terhadap penyakit karies gigi.

2.2.2.2Pendekatan Kelompok Kecil (Diskusi Kelompok)

Agar semua anggota kelompko dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi maka formasi duduk peserta diatur sedemikian rupa sehingga dapat saling berhadapan satu sama lain. Pemimpin juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi.

2.3. Makanan Kariogenik

Menurut Setiowati dan Furqnita (2007), Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut.

Kariogenitas suatu makanan tergantung dari : 1. Bentuk fisik

Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko terkena karies gigi. Selain itu karbohidrat dalam bentuk tepung yang mudah

(6)

hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992).

Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi.Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, bengkoang, pir, jeruk.

2. Jenis

Ada banyak macam makanan yang dijual bebas sebagai makanan cemilan, akan tetapi ada jenis makanan tertentu yang dapat menyebabkan karies gigi, makanan manis yang banyak mengandung gula atau sukrosa. Makanan-makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi seperti permen, coklat, biskuit dan lain sebagainya (Tarigan, 1993).

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang paling erat berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa, karena mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Sukrosa banyak tergantung pada makanan

(7)

manis dan camilan (snack) seperti roti, coklat, permen dan es krim (Pratiwi, 2009).

Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang punya sifat khas misalnya larut dalam air dan manis. Dalam arti sempit disebut sukrosa akan tetapi dalam arti luas merupakan monosakarida dan disakarida yakni: glukosa atau gula tebu atau gula pasir, maltose atau gula gandum, fruktosa atau gula buah bisa juga terdapat dalam madu, laktosa atau gula susu dan gula inverse atau campuran 50:50 glukosa dan fruktosa yang diperoleh dari hidrolisis sukrosa, tingkat kemanisan gula inverse ini 130% lebih tinggi dibandingkan dengan sukrosa.

Didalam makanan menurut Mahdiyah (2003), terdapat beberapa kandungan 1. Coklat : - 99,8% sukrosa - kadar air 0.01-0,02%, - mineral 0,006-0,3% - gula invert 0,03-0,2%, 2. Susu : - 62,5% sukrosa - 4,8% laktosa 3. es krim : - 12-16% sukrosa - 55-64% susu

(8)

4. permen :

- 65,25% sukrosa

Menurut Sutrisna dan Rizal (2007) jika tingkat kemanisan sukrosa diberi angka 100 makan kandungan masing-masing tingkat kemanisan gula adalah sebagai berikut:

Table 2.1

Tingkat kemanisan gula

No Jenis gula Tingkat kemanisan

1 Fruktosa 173 2 Gula inverse 130 3 Sukrosa 100 4 Glukosa 74 5 Maltose 33 6 Laktosa 16

Sumber : Sutrisna dan Rizal (2007) 3. Frekuensi konsumsi

Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan mengkonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang (Arisman, 2002).

Terlalu sering mengemil akan membuat saliva dalam rongga mulut tetap dalam suasana asam akibatnya gigi akan semakin rentan terhadap karies.

(9)

Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan dan minuman yang bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi sebaiknya dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi resiko karies. (Houwink, 1993)

4. Cara Mengkonsumsi

Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang. Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai resiko karies lebih tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral clearance time pendek (Tarigan, 1995).

2.4 Karies Gigi

2.4.1. Defenisi Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits,fissure dan daerah interproximal) meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan, 1995).

Menurut Inda Irma dan S. Ayu intan dalam bukunya mendefenisikan karies gigi sebagai kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam

(10)

yang ada dalam karbohidrat melalui perantaraan mikroorganisme yang ada dalam saliva.

Kata karies, dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Ker” artinya kematian. Dalam bahasa Latin berarti kehancuran. Pembentukan lobang pada permukaan gigi disebabkan oleh kuman yang dikenal sebagai Streptococcus. Lubang ini terbentuk pada permukaan gigi yang terbuka yaitu mahkota gigi (Srigupta, 2004).

Karies merupakan suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan dari bakteri), selanjutnya timbul destruksi komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan lubang) (Schuurs, 1992).

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi 1. Faktor dalam

Menurut Panjaitan (1995), ada empat faktor yang langsung berhubungan dengan karies gigi yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikrooorganisme, substrat dan waktu.

Faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga

(11)

dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.

Menurut Panjaitan (1995), Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi yaitu : (1) memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan Ph. (2) membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam terus-menerus. (3) mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Dekstran menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi.

Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel, juga mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi asam, enzim-enzim serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan tumbuhnya

(12)

karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.

Secara umum karies dianggap penyakit kronis pada manusia, yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang, bervariasi dan diperkirakan antara 6-48 bulan. Penelitian epidemiologi pada segolongan besar anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua sampai empat tahun sesudah erupsi gigi, yang kemudian menurun. Disamping itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa di dalam mulut, sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa (Panjaitan, 1995).

Karies akan terjadi bila kondisi setiap faktor tersebut saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.

2. Faktor Luar

Menurut Tarigan (1995), beberapa faktor luar yang juga mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras / suku bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk serta kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi.

(13)

Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Umur yang paling rentan menderita karies gigi adalah 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk gigi sekunder atau permanen (Wong, 2008).

Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak, diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi, antara lain struktur gigi, morfologi gigi, susunan gigi-geligi di rahang, derajat keasaman saliva, kebersihan mulut yang berhubungan dengan waktu dan teknik menggosok gigi, jumlah dan frekuensi makan makanan yang menyebabkan karies (kariogenik). Selain itu, terdapat faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan terjadinya karies gigi antara lain usia, jenis kelamin, letak geografis, tingkat ekonomi, serta pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi.

Dilihat dari jenis kelamin seseorang, beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan

(14)

antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan kejadian karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut.

Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam. Pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet dan kebiasaan merawat gigi merupakan faktor yang mempengaruhi kultur sosial penduduk .

Fase perkembangan anak- anak masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan, kesadaran dan kebiasaan orang tua dalam merawat kesehatan gigi anaknya sangat berpengaruh terhadap timbulnya kerusakan pada gigi. Masalah tingginya angka penyakit gigi dan

(15)

mulut sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat. Dalam hal ini adalah peran ibu yang pertama-tama terdekat dengan anak-anaknya (Ratna;_). Kesadaran masyarakat untuk datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan masih rendah. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.

2.5 Proses terjadinya karies gigi 2.5.1. Pembentukan karies

Karies gigi atau lebih dikenal dengan lubang pada permukaan gigi, yang berada di atas email dapat terjadi apabila semua faktor yaitu gigi, air liur, makanan dan kuman lengkap. Bagian yang ganjil adalah bukan hanya keberadaannya saja yang penting akan tetapi keempat faktor tersebut harus saling mempengaruhi. Kuman yang sangat kecil memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan lubang. Kuman-kuman ini menghasilkan asam yang melarutkan email permukaan gigi dan membentuk suatu lubang.

Kuman-kuman tersebut menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak dicuci dengan air liur. Air liur, makanan dan permukaan gigi menyediakan perlindungan bagi bakteri dalam mulut untuk menempati dan membentuk suatu koloni. Bahan yang lengket dan bakteri membuat suatu endapan, yang dikenal dengan plak (Srigupta, 2004).

Di dalam plak, 70% lapisan yang menutupi gigi, volumenya terdiri dari bakteri, dibentuk asam dari karbohidrat yang mengakibatkan turunnya pH

(16)

lokal yang normal. Penurunan ini mengganggu keseimbangan antara jaringan gigi, biasanya email, dan lingkungan (Schuurs, 1992).

2.5.2. Proses Penjalaran Karies

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui prismata dan lewat perluasan “lubang fokus” tapi belum sampai kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin. Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas, produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih telur dari pada email (Schuurs, 1992).

Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam, dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Di dalam lapisan ini terdapat flora campuran yang mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4) lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan ensimnya. (5) lapisan opak

(17)

(tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli, kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas.

Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5.

Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut, dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-saluran dimana sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992).

2.6. Bentuk – Bentuk Karies Gigi

Tarigan (1995) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies.

2.6.1.Berdasarkan Cara Meluasnya

Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut: 1. Penetrierende Karies

Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secarapenetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.

(18)

Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.

2.6.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya)

Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai berikut:

1. Karies Superficialis

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

2. Karies Media

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

3. Karies Profunda

Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

Karies profunda dapat dibagi lagi atas : a. Karies profunda stadium I

Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum dijumpai.

b. Karies profunda stadium II

Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan telah terjadi radang pulpa.

c. Karies profunda stadium III

(19)

2.6.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies

Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut: 1. Karies Oklusal

Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum.

2. Kariess Labial

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.

3. Karies Bukal

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi). 4. Karies Palatal/Lingual

Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi). 5. Karies Aproksimal

Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari gigi.

6. Karies Kombinasi

Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada gigi belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi selain dari pengunyahan normal (abrasi), keadaan physiologis pada

(20)

pengunyahan (atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia (erosi).

2.6.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies terbagi sebagai berikut:

1. Simpel karies

Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal, lingual, mesial, distal, oklusal.

2. Kompleks Karies

Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal.

2.7. Hubungan Makanan Kariogenik Terhadap Karies

Beberapa jenis karbohidrat termasuk sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu (Edwina dan Sally, 1992) penurunan pH dalam waktu tertentu akan demineralisasi permukaan gigi yang menyebabkan terjadinya karies gigi.

Menurut Edwina dan Sally (1992) plak akan tetap bersifat asam pada waktu tertentu untuk dapat kembali ke pH normal. Makanan manis atau makanan kariogenik bertahan 20- 30 menit tidak berbahanya. Akan tetapi apabila lebih dari 20 menit makanan tersebut akan bersifat asam dan gigi akan mengalami kerusakan lebih cepat karena keadaan ini. Setelah memakan makanan kariogenik pH plak akan menurun dengan cepat yang dapat

(21)

menghancurkan email. pH ini akan bertahan dalam waktu 30 sampai 60 menit sebelum mencapai pH normal. Sebaiknya dalam sehari kebiasaan mengemil dibatasi 4 kali/ hari untuk total makanan kariogenik dan 3 kali/minggu agar gigi mempunyai waktu untuk menetralisir asam yang ada dalam mulut (Ramadhan, 2010).

Kebiasaan mengemil makanan manis diluar jam makan utama yakni makan pagi, siang dan malam juga mempengaruhi terjadinya karies gigi. Karena pada waktu jam makan utama, air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga mambantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel pada gigi (Edwina dan Sally, 1992).

Mengkonsumsi permen loli juga mempunyai resiko lebih tingi terjadi karies dibandingkan dengan mengkonsumsi coklat batangan karena adanya gula sukrosa tersembunyi dalam permen loli serta permen loli lebih bersifat lengket dan keras dibandingkan dengan coklat batangan (Wong, 2009).

2.8. Konsep Frekuensi Menyikat Gigi

Frekuensi menggosok gigi adalah banyak sedikitnya atau berapa kali menyikat gigi dalam satu hari. Menngosok gigi ini dilakukan untuk mengangakat dan menghilangkan sisa makanan dan pla pada permukaan gigi dan gusi (Nurfaizah, 2007).

Frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menggosok gigi 3 X sehari tidak selalu dapat

(22)

dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain (Mimit Ariwibowo, 2010).

Frekuensi sikat gigi adalah Minimal 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Idealnya sikat gigi setiap habis makan, tapi yang paling penting malam hari sebelum tidur. Sebaiknya sikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor yang dapat menguatkan email. Untuk anak -anak berikan pasta gigi dengan rasa buah, sehingga anak gemar menggosok gigi (Ririn Fitriana, 2010).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi menyikat gigi maksimal 3 X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).

2.9. Kerangka Konsep Penyuluhan Makanan Kariogenik dengan hubungannya terhadap karies Sebelum Pengetahuan anak penderita karies gigi

Sesudah Pengetahuan anak penderita karies gigi

(23)

Dalam kerangka konsep yang ingin diketahui adalah bagaimana tingkat pengetahuan anak sebelum dan sesudah penyuluhan.

2.10.Hipotesis

Ada pengaruh (pemberian) penyuluhan tentang makanan kariogenik dengan metode ceramah dan diskusi terhadap pengetahuan anak-anak penderita karies gigi di SD Negeri 068004 Perumnas Simalingkar Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan (1) penyebab terjadinya varians biaya bahan baku adalah kenaikan harga bahan bakar solar, peningkatan produksi batako, dan kesalahan penggunaan bahan

[r]

According to Simon (2012) RAFT helps students understand their role as writer and learn how to communicate their ideas effectively and clearly in order to make the

seseorang untuk bekerja dengan giat sehingga dapat mencapai hasil kerja yang1. optimal sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan perusahaan.” 3 Sedangkan

Rumah sakit besar diseluruh negeri mungkin akan diminta mengirim Tim Medik Bencana yang akan dikirim pada lokasi bencana dan bekerja atas arahan Komandan Medik yang ditunjuk,

animasi pengenalan rambu – rambu lalu lintas untuk anak taman kanak -. kanak beserta uraian dan penjelasannya secara

Sesuai dengan ketentuan pasat 19 Peraturan Menteri Daiam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber.. dari APBD, sebagaimana

Pemutus Tenaga ( PMT ) merupakan peralatan saklar atau switching mekanis, yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal serta mampu menutup,