• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE DAKWAH DALAM AL-QUR AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-MIBAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "METODE DAKWAH DALAM AL-QUR AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-MIBAH SKRIPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

METODE DAKWAH DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR AL-MIBAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Pemerolehan Gelar Sarjana ( S1 ) Pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Oleh :

MUHAMMAD ILHAM NIM : 4115011

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI (IAIN)

AGUSTUS 2019

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

(2)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama/NIM : Muhammad Ilham

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi, 03 April 1995

Jurusan : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Judul Skripsi : Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Misbah

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi) saya dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, Agustus 2019 Penulis

Muhammad Ilham Nim : 4115011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya kepada kehadiran Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat, karena melalui nikmat itulah saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini dilakukan dalam rangka

(3)

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah di IAIN Bukittinggi.

Shalawat beserta salam tidak lupa saya hadiahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang banyak membawa perubahan besar kepada umat manusia, salah satunya beliau telah menuntunkitadarialamdanzamanjahiliyyahkepadaalamdanzaman Islamiyah yang berperikemanusiaan seperti yang kita rasakan saat sekarangini.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahaan sampai pada masa penyusunan Skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu DR. Rida Ahida, M.Hum selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi beserta jajarannya.

2. Bapak DR. H. Nunu Burhanuddin, Lc, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Bukittinggi Beserta jajarannya.

3. Bapak DR. Gazali, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I dalam pembuatan Skripsi.

4. Bapak Muhammad Zubir MA selaku Dosen pembimbing II dalam pembuatan skripsi.

5. Ibu Fajriyani Arsya, MA Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

6. Kepada seluruh Dosen dan Staff IAIN Bukittinggi, yang telah mendidik, membimbing dan berbagi ilmu kepada penulis.

7. Kepada UKM selingkup IAIN Bukittinggi.

8. Kepada teman seperjuangan pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015, dan junior, yang memberikan dukungan dalam pembuatan Skripsi ini.

(4)

Akhir kata, saya berharap Allah swt, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bukittinggi, Agustus 2019 Penulis

Muhammad Ilham Nim : 4115011

ABSTRAK

Muhammad Ilham, NIM. 4115011, Judul Skripsi : “METODE DAKWAH DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF TAFSIR AL- MISBAH”. Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi 2019.

Penetian ini didasari bahwa metode dakwah sangat berpengaruh dan diperlukan oleh para da’i atau pendakwah untuk menghadapi mad’u yang latar belakang dan status sosialnya berbeda-beda, karena itu dibutuhkan berbagai macam cara atau metode serta hal-hal pendukung lainnya yang memungkinkan untuk mendorong dan mewujudkan keinginan dan harapan yang ingin dicapai dalam berdakwah. Dizaman sekarang cukup banyak da’i atau penceramah yang melakukan kegiatan dakwah dengan berbagai cara atau metode untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan.

(5)

Jenis penelitian ini ialah penelitian Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah di tentukan oleh para ahli terlebih dahulu. Data dalam penelitian ini adalah Kitab Tafsir al-Misbah dan buku-buku pendukung lainnya.

Hasil Penelitian ini menurut Muhammad Quraish Shihab pada al- Qur’an surat an-Nahl ayat 125 mengajarkan bahwa metode-metode dakwah yang relevan, yang memakai tiga macam metode. Metode Hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka, terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan Metode Mau’izhah yakni memberikan nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan tarap pengetahuan mereka yang sederhana. Metode Mujadalah yakni perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan. metode hikmah adalah berdakwah melalui ilmu pengetahuan, kecakapan memilih materi dakwah yang sesuai dengan kemampuan audiens atau mad’u, pandai memilih bahasa sehingga mad’u tidak merasa berat dalam menerima Islam bahkan mereka laksanakan dalam kehidupannya. Metode mau’izhah hasanah adalah nasihat yang baik harus bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan tanpa ada maksud yang jelas, begitu pula tidak dengan cara membeberkan kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa di sadari atau lantaran ingin bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberi nasehat akan lebih banyak menunjukan hati yang bingung menjinakan hati yang benci dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan, dan celaan. Metode mujadalah adalah melakukan dakwah dengan debat/bantahan secara terbuka sehingga bantahan atas tanggapan para mad’u dapat diterimanya dengan senang hati, tanpa menimbulkan kesan yang tidak baik bagi para pendakwah jika terdapat tanggapan balik, maka jawabannya harus dengan menggunakan argumentasi yang logis dan jelas, sehinnga antara kedua yang sedang bermujadalah/jidal sampai pada suatu kebenaran tanpa menimbulkan kebencian dan permusuhan.

(6)

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... v

Daftar Isi ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Tinjauan Pustaka... ... 9

G. Penjelasan Judul ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : LANDASAN TEORI A. Biografi Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah ... 14

1. Biografi Muhammad Quraish Shihab ... 14

(7)

2. Karya-karyanya ... 16

3. Latar Belakang Penyusunan Kitab ... 19

4. SistematikaKitab ... 20

5. Corak Penafsiran ... 22

B. Metode Dakwah ... 23

1. Pengertian Metode Dakwah ... 23

2. Macam-macam Metode Dakwah ... 24

3. Sumber Metode Dakwah ... 34

4. Prinsip-prinsip Metode Dakwah ... 36

5. Tujuan Dakwah ... 40

6. Beberapa Istilah Yang Semakna Dengan Dakwah... 43

C. Tafsir ... 44

1. Pengertian Tafsir ... 44

2. Macam-macam Tafsir Berdasarkan Metodenya ... 45

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 50

B. Metode Penelitian Tafsir ... 50

C. Sumber Data ... 51

D. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penafsiran Ayat Dakwah Surat An-Nahl 125 Menurut Muhammad Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah ... 53

1. Asbab an-Nuzul dan Munasabah Ayat ... 53

2. Penafsiran Muhammad Quraish Shihab ... 55

B. Metode-metode Dakwah Perspektif Tafsir Al-Misbah ... 58

1. Metode dakwah Hikmah ... 58

2. Metode dakwah Mau’izhah Hasanah ... 63

3. Metode dakwah Mujadalah ... 65

C. Pembahasan ... 66

1. Metode dakwah Hikmah menurut para Mufassir/Ulama ... 66

2. Metode dakwah Mau’izhah Hasanah menurut para Mufassir/ Ulama ... 69

3. Metode dakwah Mujadalah menurut para Mufassir/Ulama ... 71

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 75 DAFTAR KEPUSTAKAAN

(8)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama risalah untuk manusia dan umat manusia adalah pendukung amanah untuk meneruskan risalah dakwah baik sebagai umat kepada umat-umat yang lain ataupun selaku perorangan, ditempat manapun mereka berada dan menurut kemampuan masing-masing. Islam menegaskan umatnya untuk menyiarkandan menyebarkan agama Allah Swt. dan Rasul-Nya.

Dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah agama dakwah yang didalamnya ada usaha untuk menyebarluaskan kebenaran dan mengajak

(9)

manusia untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah dan larangan-Nya.

Dakwah menjadi tugas yang harus diemban setiap muslim dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, bahkan dakwah itu menjadi tugas rutin dan kesinambungan dari masa ke masa sampai dikemudian hari.1

Agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam menasehati seseorang sampai pada peranannya dalam membuat konsepsi tentang diri, cita-cita dan kehidupannya. Dakwah Islam sejak awal mula kelahirannya sampai saat ini akan selalu bersentuhan dengan realitas sosial yang mengitarinya, persentuhan antara kenyataan dimasyarakat dengan dakwah Islam memunculkan dua kemungkinan, yang pertama adalah dakwah Islam akan mampu memberikan out put (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan masyarakat dalam arti memberikan pijakan hidup, arah dan dorongan mengadakan perbaikan serta perubahan yang lebih baik, sehingga terbentuk tatanan masyakat baru yang lebih baik. Dan yang kedua adalah dakwah Islam dipengaruhi oleh adanya perubahan masyarakat dalam arti corak dan arahnya, hal ini berarti bahwadakwah Islam ditentukan oleh sistem yang berada dalam masyarakat tersebut.2

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.

Sebagaimana diketahui, dakwah merupakan suatu usaha untuk mengajak,

1Nurudin, Problematika Dakwah Islam Masjid Al-Ikhsan Desa Bangun Harjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul “ sikripsi,” (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 2007), Hlm. 2

2Ibid.,Hlm. 3-4

(10)

menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang teguh pada ajaran Allah Swt. yang berguna untuk kebahagian hidup baik didunia maupun diakhirat. Usaha mengajak manusia agar beralih dari suatu kondisi ke kondisi yang lain, yaitu dari keadaan yang jauh dari Allah Swt. sampai pada kondisi yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran-Nya.3

Sesuai dengan pengertian dakwah di atas maka metode atau cara yang dilakukan dalam mengajak tersebut haruslah sesuai pula dengan materi dan tujuan ke mana ajakan tersebut ditujukan. Pemakaian metode atau cara yang benar merupakan sebahagian dari keberhasilan dakwah itu sendiri.

Sebaliknya, bila metode dan cara yang dipergunakan dalam menyampaikan sesuatu tidak sesuai, akan mengakibatkan hal yang tidak diharapakan.4

Al-Qur’an adalah kitab dakwah yang berisi aturan, manhaj, dan jalan yang lurus. Keutamaan dan kandungan ilmunya tidak ada bandingannya dibandingkan makhluk-Nya. Al-Qur’an al-Karim telah menjelaskan metode, sitem, dan jalan berdakwah kepada Allah Swt. Yang paling utama ialah metode hikmah (kebijakan) sebagaimana perintah Allah Swt. kepada Rasul-Nya.

Dalam membicarakan metode dakwah, selalu merujuk firman Allah Swt. dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:

3M. Bastomi, Dakwah Dalam Al-Qur’an Kajian Tematik “Sikripsi,” (Yogyakarta:

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 2016) Hlm. 1

4Munzier Saputra, Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Putra Grafika, 2003), Hlm. 2

(11)

ِةَنَسَح ۡلا ِةَظِع ۡوَمۡلا َو ِةَم ۡك ِحۡلاِب َكِ ب َر ِلۡيِبَس ىٰلِا ُعۡدُا نَس ۡحَا َىه ۡىِتَّلاِب ۡمُهۡلِداَج َو

َمِبُمَل ۡعَا َوُهَكَّب َرَّنِا ؕ َن ۡيِدَت ۡهُمۡلاِبُمَل ۡعَا َوُه َو ٖهِلۡيِبَسۡنَعَّلَضۡن

Artinya serulah manusia ke jalan tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggunya tuhanmu, dialah yang lebih mengetaui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan dialah yang lebih mengetaui orang- orang yang mendapat petunjuk.5

Ayat di atas menjelaskan, sekurang-kurangnya ada tiga cara atau metode dalam dakwah, yakni metode hikmah, metode mau’izhah dan metode mujadalah. Adapun penjelasan dari tiga metode ini adalah:

Adapun metode al-hikmah, nasehat baik, serta sanggahan yang bagus dari satu sisi dan perumpamaan serta cerita-cerita dari sisi lain merupakan metode yang komperensif dalam dakwah dan hal ini sebagai karekteristik al-Qur’an yang tidak ditemukan dalam kitab-kitab yang lain.

Adapun metode mau’izhah hasanah, adalah mengandung arti kata- kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau mem-beberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

Adapun metode Mujadalah adalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan

5Al-Quran Terjemahan Tajwid Warna AR-RAFI,’ 2016, QS. An-Nahl: 125, Kamil Jaya Ilmu

(12)

dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima kebenaran tersebut.

Ketiga metode dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’i atau da’iah di dalam berdakwah. Oleh karena itu, al-Qur’an disamping menunjuk metode dakwahnya dengan bentuk hikmah, nasehat yang baik serta sanggahan yang bagus, ia juga menunjukan dalam bentuk perumpamaan, supaya dapat dijangkau oleh orang awam sekaligus menjadi penegasan untuk orang ‘alim yang pada intinya dapat diserap oleh semuanya.6

Sedangkan menurut Muhammad Quraish Shihab metode Hikmah, Mau’izhah, Mujadalah adalah:

Metode Hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka, terhadap kaum awam dieperintahkan untuk menerapkan. Metode Mau’izhah yakni memberikan nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan tarap pengetahuan mereka yang sederhana. Metode Mujadalah yakni perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.7

6Munzier Saputra, Op. Cit.,Hlm. 3

7M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta, 2002, lentera hati), Hlm. 744-745

(13)

Kata dakwah berasal dari akar kata da’a-yad’u-da’watan yang berarti seruan, ajakan, dan panggilan. Kata da’wah telah menjadi kata serapan dalam bahasa indonesia menjadi dakwah. Dakwah menurut istilah adalah upaya mendorong manusia untuk mengerjakan kebaikan atau mengikuti petunjuk, menyeru kepada mereka berbuat baik dan melarang perbuatan buruk, agar mereka mendapat kebahagian, baik didunia maupun diakhirat.8

Dari ungkapan di atas dapatlah dipahami bahwa dakwah pada hakikatnya adalah segala aktifitas dan kegiatan yang mengajak orang untuk berubah dari satu kondisi yang megandung nilai kehidupan yang bukan islami kepada nilai kehidupan yang lebih islami. Aktifitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorog, menyeru, tanpa tekanan, paksaan dan propokasi, dan bukan pula dengan bujukan dan rayuan.

Berkaca dari realita yang ada sekarang ini banyak manusia yang menyampaikan Islam tidak seperti apa yang diajarkan di dalam al-Qur’an.

Hal ini dikarenakan mereka belum memahami kedudukan Islam sebagai agama yang sempurna, terpelihara dan terjamin dari setiap penyimpangan, perubahan dan penyisipan. Contohnya didalam video ini : ada seorang ustadz yang menyampaikan dakwah tidak sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam Al-Qur’an, padahal didalam Al-Qur’an telah disebutkan bagaimana metode dakwah yang benar .9

8M. Bastomi,Op. Cit.,Hlm. 3-4

9https://www.youtube.com/watch?v=zsOW_fBEqRY

(14)

Ada beberapa alasan peneliti memilih Tafsir Al-Misbah diantaranya:

1. Karena menggunakan bahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi al-Qur’an sebagai pedoman atau petunjuk bagi manusia.

2. Sistematika tafsir al-Misbah sangat mudah dipahami oleh kalangan masyarakat umum.

3. Pengungkapan kembali tafsir ayat-ayat al-Qur’an yang telah ditafsirkan sebelumnya dalam menafsirkan suatu ayat.

4. Tafsir al-Misbah menjelaskan secara panjang lebar dan menghubungkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat yaitu dengan kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada.

5. Tafsir ini dalam surahnya terdapat tujuan utama atau tema surah tersebut. Jadi pembaca akan dapat lebih mudah memahami isi dan kandungan al-Quran, karena sudah dijelaskan tujuan utama dari setiap surah.

Berangkat dari kenyataan dan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan melakukan peneltian tentang mengenai “Metode Dakwah dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Misbah.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam skripsi ini adalah: Metode Dakwah dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Misbah

C. Perumusan Masalah

(15)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al-Qur’an sesuai dengan metode Hikmah perspektif Tafsir al-Misbah?

2. Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al-Qur’an sesuai dengan metode Mau’izhah perspektif Tafsir al-Misbah?

3. Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al-Qur’an sesuai dengan metode Mujadalah perspektif Tafsir al-Misbah?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian, dan juga menunjukan kualitas dari penelitian tersebut. berdasarkan permasalahan yang telah di rumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al- Qur’an sesuai dengan metode Hikmah perspektif Tafsir al-Misbah.

2. Untuk mengetahui Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al- Qur’an sesuai dengan metode Mau’izhah perspektif Tafsir al-Misbah.

3. Untuk mengetahui Bagaimana pemahaman metode dakwah dalam al- Qur’an sesuai dengan metode Mujadalah perspektif Tafsir al-Misbah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil yang dicapai dalam penulisan ini diharapkan adalah sebagai berikut:

(16)

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk memperkaya wacana keilmuan dalam bidang ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, khususnya dalam masalah metode dakwah dalam Al-Qur’an.

2. Secara Praktis

a). Secara praktis diharapkan dari kajian ini dapat dijadikan pola pengembangan wacana baru mengenai metode dakwah dalam Al- Qur’an.

b). Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan sebagai sumbangan ilmu tafsir pada khusunya, terutama terhadap masalah yang berkaitan dengan metode dakwah dalam al-Qur’an.

c). Sebagai bahan dan penelitian awal untuk dilakukan penelitian- penelitian selanjutnya mengenai metode dakwah dalam al-Qur’an.

F. Tinjauan Pustaka

Karya tulis ilmiah yang membahas dakwah baik berupa buku, jurnal, atau tugas akademik sudah banyak dan tidak sulit untuk ditemukan.

Berbagai karya tersebut membahas dari sudut pandang yang bervariasi dari mulai metode dakwah, fiqih dakwah, filsafat dakwah, komunikasi dakwah, psikologi dakwah, sejarah dakwah dan masih banyak lagi. Hal ini tidak lepas dari pentingnya ilmu dakwah dalam agama Islam sehingga banyak tokoh

(17)

menulis berbagai buku dan karya ilmiah tentang dakwah yang berguna bagi pekembangan dakwah islam.

Adapun dari beberapa buku yang membahas tentang dakwah diantaranya adalah buku yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Nuh dengan judul aslinya “Afatun ‘Ala al-Thariq” yang dialih bahasakan oleh Nur Aulia ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Penyebab Gagalnya Dakwah”.

Dalam buku ini dijelaskan 14 penyakit yang menyebabkan gagalnya dakwah disertai pula pengertian, faktor-faktor penyebab, dampak akibat, kita dan cara mengatasi penyakit-penyakit itu.

Adapula buku yang berjudul “Ibda’ Binafsika” Menggagas Peradaban Dakwah Partisipatoris”. Buku ini ditulis oleh Andy Dermawan yang didalamnya menjelaskan tentang strategi-strategi dakwah dalam islam untuk menjawab problematika umat.

Selain penetian di atas, terdapat pula tulisan-tulisan lain yang menyoroti dakwah, seperti sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Said bin Salam bin Wahf al-Qathani dengan judul aslinya “Muqawwimat al-Da’iyat an-Najih Fi Dhau’i al-Kitab wa Sunnah Mafhumun wa Nadharun Tathbiqun” yang dialih bahasakan oleh Muzaidi Hasbullah ke dalam bahasa indonesia dengan judul “9 Pilar Keberhasilan Da’i di Medan Dakwah”.

Dalam buku ini penulisnya menawarkan 9 pilar seorang da’i yang sukses yaitu rambu-rambu/ tiang-tiang penegak yang menegakkan seorang da’i dan meluruskan kebengkokannya, hinnga jadilah ia seorag da’i

(18)

mustaqim, mu’tadil (lurus), bijaksana, tegak dalam setiap urusannya, benar dan selalu mendapatkan petunjuk (ilham) berkat izin Allah Swt.

Kemudian buku yang ditulis oleh Kholili dengan judul “ Beberapa Pendekatan Psikologi Dalam Dakwah”. Dalam buku ini penulisnya menyebutkan ada empat aliran yang cukup dominan dari sekian banyak aliran psikolog yang muncul dalam merumuskan teori-teori tentang manusia , yaitu : Psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Sigmun Freud, behaviorisme yang ditemukan oleh Jhon B. Waston, psikologi kognitif oleh Max Wertheimer dan psikologi humanistik.

Sedangkan skripsi yang membidik persoalan dakwah adalah skripsi yang berjudul “Dakwah Nabi Muhammad Periode Madinah”. Skripsi ini ditulis oleh Khalifah, mahasiswi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang lulus tahun 1999. Dalam skripsinya ini, Khalifah membicarakan tentang dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah semenjak beliau berada di kota Madinah.

Selain itu ada pula skripsi karya Jenal Haddad dengan judul “Konsep Qaulan Layyinan dan Relevansinya dengan Komunikasi Persuasif (Studi analisis Terhadap ayat 43-44 Surat Thaha Tentang Dakwah Nabi Musa kepada Fir’aun)”. Dalam skripsinya ini, Jenal mengulas tentang efektifitas konsep komunikasi persuasif Musa ketika dirinya berhadapan dengan Fir’aun.

Karya-karya ilmiah yang disebutkan di atas, pembahasan tentang dakwah masih bersifat parsial karena tidak dijadikannya dakwah sebagai

(19)

variabel utama. Atas dasar pertimbangan inilah, maka penelitian skripsi ini akan membahas dengan judul yaitu MetodeDakwah Dalam Al- Qur’anPerspektif Tafsir Al-Misbah.

G. Penjelasan Judul

1. Metode Dakwah adalah cara atau jalan yang mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.

2. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai petunjuk dan pedaman hidup manusia.

3. Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawiyang terdapat di dalam al-Qur’an.

4. Al-Misbah adalah pelita, penerang di waktu gelap, memberikan petunjuk bagi umat manusia dalam menangarui kehidupan.

Jadi maksud judul keseluruhan adalah: Mengenai Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Misbah.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan hasil penelitian, dibutuhkan sebuah sistematika penulisan agar permasalahan tersebut tersusun secara sistematis dan tidak keluar dari pokok permasalahan yang akan diteliti. Untuk itu penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

(20)

BAB I: PENDAHULUAN, terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujauan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Penjelasan Judul,Sistematika enulisan

BAB II: LANDASAN TEORI, terdiri dari : Biografi Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah, Biografi Muhammad Quraish Shihab, Karya- karyanya, Latar Belakang Penyusunan Kitab, Sistematika Kitab, Corak Penafsiran, Pengertian Metode Dakwah, Macam-macam Metode Dakwah, Sumber Metode Dakwah, Prinsip-prinsip Dakwah, Tujuan Dakwah, Beberapa istilah yang semakna dengan Dakwah. Pembahasan tentang tafsir yang meliputi: Pengertian Tafsir, Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya.

BAB III: METODE PENELITIAN,terdiri dari: Jenis Penelitian, Metode Penelitian Tafsir, Sumber Data,Teknik Analisis Data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN,terdiri dari: Penafsiran Ayat Dakwah Surat An-Nahl 125 Menurut Muhammad Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah, Metode-Metode Dakwah, Perspektif Tafsir Al-Misbah, Pembahasan.

BAB V: PENUTUP, terdiri dari: Kesimpulan, Saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Biografi Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Misbah 1. Biografi Muhammad Quraish Shihab

(21)

Tafsir al-Misbah adalah karya monumental Muhammad Quraish Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al – Misbah adalah adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 juz pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Warna keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.

Muhammad Quraish Shihabdilahirkan di Rappang, Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944.10 Ia berasal dari keturunan Arab yang terpelajar.

Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986). Seorang wiraswasta, beliau selalu berusaha meluangkan waktunya untuk berdakwah dan mengajar, baik di mesjid maupun Perguruan Tinggi Islam.

Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagiMuhammad Quraish Shihabuntuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Makassar ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan pada awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa

10M.Quraish Shihab, Logika Agama; Batas Batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), Hlm. 91

(22)

dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibouti berkedudukan di Kairo.

KehadiranMuhammad Quraish Shihabdi Ibukota Jakarta telah memberikan suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah- tengah masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih al- Qur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan.

Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.11

Muhammad Quraish Shihab seorang tokoh muslim kontemporer Indonesia yang sangat produktif dalam menulis. Dalam waktu yang sangat relatif singkat beliau mampu mengahasilkan karya yang sangat banyak dan cukup bercorak, sesuatu yang luar biasa. Karya itu sangat populer dan bisa diterima diberbagai kalangan, bahkan sangat dinanti-nanti oleh masyarakat.

11Ibid.,Hlm.100

(23)

2. Karya-karyanya

Selain kontribusinya dalam berbagai buku suntingan jurnal-jurnal ilmiah, dan kontribusi bagi majalah maupun koran, hingga kini Muhammad Quraish Shihabtelah banyak mempublikasikan banyak buku. Di antaranya karyanya yang bisa penulis sebutkan sebagai berikut:12

a). Peranan Kerukunan Hidup Beragama di Idonesia Timur, terbit pada tahun 1975. Berisikan ilustrasi tentang bagaimana kerukunan antar umat beragama yang terdapat di Indonesia Timur yang pluralis dan bagaimana solusi yang seharusnya diwujudkan dalam mencapai kehidupan yang harmonis.

b). Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan diterbitkan di Ujung Pandang pada tahun 1978 M. merupakan laporan penelitian yang berisi gambaran objektif dari persoalan wakaf di Sulawesi.

c). Tafsir al-Manar: Keistemewaan dan Kelemahan, ( Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984); dari judul buku ini dapat diketahui bahwa, yang menjadi fokus pembahasannya adalah segi-segi keistemewaan dan kelemahannya.

d). Mahkota Tuntunan Ilahi ( Tafsir Surat al-Fatihah) Jakarta : Untagma, 1988). Karya yang satu ini khusus membahas tafsir dari surat al-Fatihah secara panjang lebar.

12Karya Muhammad Quraish Shihab, 1974, diposting tanggal 19 desember 2014. Hlm. 56

(24)

e). Tafsir al Amanah. (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992). Berisikan tentang surat al Alaq dan surat al Mudatsir.

f). Membumikan al-Qur’an. Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. (Bandung: Mizan. 1992). Isi dari buku ini berasal dari enam puluh lebih makalah dan ceramah yang pernah disampaikan oleh penulisnya mulai dari tahun 1975 hingga tahun 1992.

g). Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994).

h). Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudh’iy atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996). Karyanya yang satu ini membahas tentang bagaimana al-Qur’an menjelaskan tentang kematian, bagaimana pula al-Qur’an memberikan pemahaman tentang dosa, hari akhir, neraka, seni makanan, pakaian, serta apa pula anjuran al-Qur’an berkaitan dengan sikap dan tindakan kita dalam menjalin ukhwah, silaturrahmi, dan berdagang. Buku ini megungkap lebih dari tiga puluh topik menarik yang dibahas melalui perpektif al-Qur’an.

i). Tafsir al-Quran al-Karim, diterbitkan oleh Pustaka Hidayat pada tahun 1997.

j). Haji Bersama Quraisy Syihab, (Bandung: Mizan. 1999). Di dalam ini para pembaca diberikan tuntunan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti tentang bagaimana tata cara pelaksanaan haji yang baik dan benar.

k). Fatwa-fatwa, (Bandung:Mizan, 1999).

(25)

l). Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati 2004).

m). Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian. Surga, dan Ayat-Ayat Tahlil, (Jakarta :Lentera Hati, 1999)

n). Hidangan al-Qur’an: Tafsir Ayat-ayat Tahlili, (Jakarta: Lentera Hati, 1999).

o). Sahur BersamaQuraisy Syihab, (Bandung: Mizan 1999)

p). Logika al Quran: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal dalam Islam, (Jakarta: Lentera Hati dan Pusat Studi Al Quran)

q). Pengantin al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (Jakarta:

Lentera Hati, 1999)

r). Wawasan al-Qur’an tentang Dzikir dan Do’a. (2006)

s). Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), 15 Jilid. Tafsir ini adalah yang penulis analisis, khusus ayat-ayat yang mengandung kata Waliy.

t). Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Dalam Pandangan Ulama dan Cendikiawan Kontemporer, (Jakarta: Lentera Hati, 20004)

u). Dia di Mana-Mana; Tangan Tuhan di balik Setiap Fenomena, (Jakarta:

Lantera Hati, 2004)

v). Sunnah Syi’ah Bergandengan Tangan! Mugkinkah?; Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran. (Jakarta: Lentera Hati, 2007)

w). Membumikan al-Qur’an Jilid 2 Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan, (Jakarta: Lentera Hati 2011)

x). Mu’jizat al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997).

(26)

y). Menyingkap Tabir Ilahi: Asma’ al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an.

(Jakarta: Lentera Hati, 1998).13 3. Latar Belakang Penyusunan Kitab

Sebelum menulis tafsir al-Misbah, Muhammad Quraish Shihabjuga pernah menulis kitab tafsir, yakni Tafsiral-Qur’an al-Karim yang diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Hidayah pada 1997. Namun, Muhammad Quraish Shihabmerasa belum puas dan merasa masih banyak kelemahan atau kekurangan dalam cara penyajian dalam kitabnya itu, sehingga kitab itu kurang diminati oleh para pembaca pada umumnya. Diantara kekurangan yang ia rasakan kemudian adalah terlalu banyaknya pembahasan tentang makna kosakata dan kaidah-kaidah penafsiran sehingga penjelasannya terasa bertele-tele. Oleh karena itu, dalam Tafsir al-Misbah dia berusaha untuk memperkenalkan al-Qur’an dengan model dan gaya apa yang disebut dengan “tujuan surah” atau”tema pokok” surah. Sebab, setiap surah memiliki “tema pokok”nya sendiri-sendiri, dan pada tema itulah berkisar uraian-uraian ayat-ayatnya.

Muhammad Quraish Shihab melihat bahwa kebiasaan sebagai kaum muslimin adalah membaca surah-surah tertentu dari al-Qur’an,seperti Yasin, al-Waqi’ah, atau ar-Rahman. Akan berat dan sulit bagi mereka memahami maksud-maksud ayat yang dibacanya. Bahkan, boleh jadi ada yang salah dalam memahami maksud ayat-ayat yang dibacanya, walau telah

13H. Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab, Kajian atas Amtsal Al- Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2012), Hlm. 9-11

(27)

mengkaji terjemahannya. Kesalahpahaman tentang kandungan atau pesan surah akan semakin menjadi-jadi bila membaca buku-buku yang menjelaskan keutamaan surah-surah al-Qur’an atas dasar hadis-hadis lemah.

Misalnya, bahwa membaca surah al-Waqi’ah akan mengandung kehadiran rezeki. Maka dari itu, menjelskan tema pokok surah atau tujuan utama surah, seperti yang ditempuh Muhammad Quraish Shihabdalam Tafsir al-Misbah, membantu meluruskan kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar.

Demikian hal-hal pokok yang yang melatarbelakangi dan mendorong Muhammad Quraish Shihabdalam menulis kitab Tafsir al- Misbah, seperti yang dapat disarikan dari “Sekapur Sirih” kitab tafsirnya di halaman-halaman awal volume 1.14

4. Sistematika Kitab

Tafsir al-Misbah yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihabberjumlah XV volume, mencakup isi keseluruhan Al-Qur’an sebanyak 30 juz. dari kelima belas volume masing-masing memiliki ketebalan halaman yang berbeda-beda. Dalam menyampaikan uraian tafsirnya menggunakan tartib mushaf. Maksudnya, di dalam menafsirkan al- Qur’an, ia mengikuti urutan-urutan sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam mushaf, ayat demi ayat, surah demi surah, yang dimulai dari Suat al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah an-Nas.

14M. Quraish Shihab.,Op. Cit.,Hlm. 150

(28)

Di awal setiap surah, sebelum menafsrikan ayat-ayatnya, Muhammad Quraish Shihab terlebih dahulu memberikan penjelasan yang berfungsi sebagai pengantar untuk memasuki surah yang akan ditafsirkan.

Cara ini ia lakukan ketika hendak mengawali penafsiran pada tiap-tiap surah.

Tahap berikutnya yang dilakukan oleh Muhammad Quraish Shihab adalah membagi atau mengelompokkan ayat-ayat dalam suatu surah ke dalam kelompok kecil terdiri atas beberapa ayat-ayat yang dianggap memiliki keterkaitan erat. Dengan membentuk kelompok ayat tesebut akhirnya akan kelihatan dan terbentuk tema-tema kecil, dimana antartema kecil yang berbentuk dari kelompok ayat tersebut terlihat adanya saling keterkaitan.

Pada akhirnya penjelasan di setiap surah, Muhammad Quraish Shihab selalu memberikan kesimpulan atau semacam kandungan pokok dari surah tersebut, serta segi-segi munasabah atau keserasian yang terdapat di dalam surah tersebut. Akhirnya Muhammad Quraish Shihab mencantumkan kata Wa Allah A’lam sebagai penutup urainnya di setiap surah. 15

5. Corak Penafsiran

Corak penafsiran Muhammad Quraish Shihab, tampak bahwa beliau lebih mendekati corak penafsiran yang menyertakan kosa kata, munasabah antar ayat dan asbab al-nuzul, walaupun dalam melakukan

15H. Mahfudz Masduki, Op. Cit., Hlm. 9-12

(29)

penafsiran ayat demi ayat, beliau selalu mendahulukan riwayat, tapi pendekatan kajian sains menjadi salah satu pertimbangan dalam beberapa penafsirannya.16

Selanjutnya jika dilihat bentuk tinjuan dan kandungan informasi yang ada didalamnya, maka dapat dikatakan bahwa Muhammad Quraish Shihab menggunakan sekaligus dua macam corak penafsiran yaitu bi al- ma’tsur dan bi ar-ra’yi. Sebab disamping ia menafsirkan ayat dengan ayat, ayat dengan hadits, dan ayat dengan pendapat sahabat dan tabi’in, dan ia menggunakan pemikiran akalnya dan ijtihadnya untuk menafsirkan ayat- ayat al-Qur’an.

Namun demikian, jika yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan corak kitab tafsir itu adalah ghalib-nya atau keumuman cakupan isi kitab tafsir tersebut, maka tafsir al-Misbah lebih condong untuk disebut sebagai corak kitab tafsir bi al-ma’tsur. Dari segi coraknya, tafsir termasuk adabi ijtima’i.17

B. METODE DAKWAH

1. Pengertian Metode Dakwah

Metode berasal dari kata Yunani meta dan hodos. Methodos artinya jalan sampai. Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

16Hasan Hanafi, Metode Tafsir Dan Kemaslahatan Umat , Terj. Yudian Wahyudi, (Yogyakarta: Pesantren Nwesea, 2007), Hlm. 17-18

17H. Mahfudz Masduki, Op.Cit., Hlm. 12-13

(30)

dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.18

Pengertian dakwah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu (da’aa-yad’uu-da’watan) yang berarti menyeru, memangggil, mengajak, menjamu, mendo’a, atau memohon. Sedangkan arti dakwah menurut etimologis atau istilah, kata dakwah didefenisikan oleh banyak toko dengan berbagai pengertian (ta’rif) diantaranya adalah sebagai berikut:

a). Pendapat Bakhial Khauli, adalah satu proses menghidupkan peraturan- peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.

b). Pendapat Syeikh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan mereka melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagian di dunia dan akhirat. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amr ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.19

Dari pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar

18Dewi Sadia, Metode Penelitian Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), Hlm.

1

19Ropingi El Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, Studi Komprehensif Dakwah dari Teori Ke Praktis,( Malang: Madani IKAPI, 2016), Hlm. 2-8

(31)

hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

2. Macam-Macam Metode Dakwah

a). Metode bi al-Hikmah

Kata “hikmah” dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah

“hukuman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.20

Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang, seperti istilah hikmatullijam, karena lijam (cambuk atau kekang kuda) itu digunakan untuk mencegah tindakan hewan. Diartikan demikian karena tali kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga sipenunggang kuda dapat mengaturkannya baik untuk perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin Munir al-Muqri’ al-Fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.

Sedangkan menurut beberapa ahli pengertian Al-Hikmah adalah:

20Munzier Saputra, Harjani Hefni,Op. Cit., Hlm. 8

(32)

1). M.Abduh berpendapat bahwa, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh, akan tetapi banyak makna ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.

2). Toha Yahya Umar,menyatakan bahwa hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.

3). Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti apa yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketetapan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami al-Qur’an, dan mendalami Syariat-syariat Islam serta hakikat iman.

4). Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu:“Dakwah bi al-hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.

5). Menurut Syaikh Zamakhsyari dalam kitabnya al-Kasyaf, al-Hikmah adalah perkataan yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran. Selanjutnya, Syaikh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-

(33)

Qur’an yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.21

Dalam konteks ushul fiqh istilah hikmah dibahas ketika ulama ushul membicarakan sifat-sifat yang dijadikan ilat hukum. Dan pada kalangan tarekat hikamah diartikan pengetahuan tentang rahasia Allah Swt.

Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu, Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat, karena filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.

Al-Hikmah diartikan pula sebagai al-adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-hilm (ketabahan), al-ilm (pengetahuan), dan an-Nubuwwah (kenabian). Disamping itu, al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada posisinya.Al-Hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat sehingga menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasikan ke dalam empat hal: kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran dan ketajaman pikiran.Sebagai metode dakwah, hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.22

21Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm. 244-245

22Ibid., Hlm. 246

(34)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al- hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.

b). Hikmah Dalam Dakwah

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam meghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukan kalbunya.23

Pada suatu saat boleh jadi diamnya da’i menjadi efektif dan berbicara membawa bencana, tetapi di saat lain terjadi sebaliknya diam malah mendatangkan bahaya besar dan berbicara mendatangkan hasil yang gemilang. Kemampuan da’i menempatkan dirinya, kapan harus berbicara

23Munzier Saputra, Op.Cit.,Hlm. 11

(35)

dan kapan harus memilih diam juga termasuk bagian dari hikmah dalam dakwah.

Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Karunia Allah Swt. yang diberikan kepada orang yang mendapatkan hikmah in syaa Allah juga akan berimbas kepada para mad’unya, sehingga mereka termotivasi untuk mengubah diri dan mengamalkan apa yang disampaikan da’i kepada mereka. Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab Allah Swt. hanya memberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya. Barang siapa mendapatkannya, maka dia telah memperoleh karunia besar dari Allah.

Allah Swt. berfirman:

⬧⬧☺⬧⧫⧫

⧫◆⬧⬧☺⬧⬧

⬧◆⧫

◆⧫❑⧫



Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar- benar telah dianugerahi karunia yang banyak.(Q.S. Al-Baqarah (2):269)

Ayat tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya menjadikan hikmah sebagai sifat dan bagian yang menyatu dalam metode dakwah dan betapa perlunya dakwah mengikuti langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukan metode dakwah praktis kepada para juru dakwah yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan aqidah yang benar. Mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak mungkin dilakukan tanpa melalui

(36)

pendahuluan dan pancingan atau tanpa mempertimbangkan iklim dan medan kerja yang sedang dihadapi.

Atas dasar itu, maka hikmah berjalan pada metode yang realistis (praktis) dalam melakukan suatu perbuatan. Maksudnya, ketika seorang da’i akan memberikan ceramahnya pada saat tertentu, haruslah selalu memerhatikan realitas yang terjadi di luar, baik pada tingkat intelektual, pemikiran, psikologis, maupun sosial. Semua itu menjadi acauan yang harus dipertimbangkan.24

Dengan demikian, jika hikmah dikaitkan dengan dakwah, akan ditemukan bahwa merupakan peringatan kepada juru dakwah untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus menggunakan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat terhadap agama Islam. Sebab sudah jelas bahwa dakwah tidak akan berhasil menjadi suatu wujud yang riil jika metode dakwah yang dipakai untuk menghadapi orang bodoh sama dengan yang dipakai untuk menghadapi orang terpelajar. Kemampuan kedua kelompok tersebut dalam berpikir dan menangkap dakwah yang disampaikan tidak dapat disamakan, daya pengungkapan dan pemikirang yang dimiliki manusia berbeda-beda.25

Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’i dalam berdakwah. Karena dengan hikmah ini akan akhir kebijaksanaan-

24Ibid., Hlm. 12

25Ibid.,Hlm. 13

(37)

kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-lagkah dakwah, baik secara metodologis maupun praktis. Oleh karena itu, hikmah yang memiliki multidefinisi mengandung arti dan makna yang berbeda tergantung dari sisi mana melihatnya.

Dalam konteks dakwah misalnya, hikmah bukan hanya sebuah pendekatan satu metode, akan tetapi beberapa pendekatan yang multi dalam sebuah metode. Dalam dunia dakwah; Hikmah bukan berarti “Mengenal Strata Mad’u” akan tetapi juga “Bila harus Bicara, Bila harus Diam”.

Hikmah bukan hanya “Mencari Titik temu” akan tetapi juga “Toleran yang tanpa kehilangan Sibghah”. Bukan hanya dalam kontek “Memilih Kata yang Tepat”, akan tetapi juga “Cara Berpisah”, dan akhirnya pula bahwa, hikmah adalah “Uswatun Hasanah” serta “Lisan al-Haal”.

c). Mau’izhah Al-Hasanah

Terminologi mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat populer, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tabligh) seperti Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj, istilah mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan sebutan “acara yang ditunggu- tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu target sebuah keberhasilan acara. Namun demikian agar tidak menjadi kesalah pahaman, maka akan dijelaskan pengertian mau’izhah hasanah.

Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izhah dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-

‘idzatan yang berarti ; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan,

(38)

sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.26

Adapun pengertian mau’izhah hasanah menurut beberapa ahli antara lain;

1). Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.

Hasanuddin adalah sebagai berikut:“al-Mau’izhah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihatdan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.

2). Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.

3). Sedangkan menurut pendapat Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, kata tersebut megandung arti: al-Mu’izhah hasanah yaitu perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.27

Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan

26Iftitah Jafar, Tinjauan Dakwah dalam Perspektif Al-Quran Mempertajam Fokus dan Orentasi Dakwah Ilahi, Miqot, Vol XXXIV, No 2, 2010. Hlm 10.

27Ibid., Hlm. 251-252

(39)

pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi diatas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:

1). Nasihat atau petuah

2). Bimbingan, pengajaran (pendidikan) 3). Kisah-kisah

4). Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)

Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah- lembutan dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

d). Mujadalah

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata

“jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan Faaala, “ jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.

(40)

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu . Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.28

Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitabnya Adabal-Hiwar waalmunadzarah, mengartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa dapat bermakna pula “Datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk isim “al-Jadlu” maka berarti “ pertentangan atau perseteruan yang tajam”.

Al-Jarisyah menambahkan bahwa, lafazh “al-Jadlu” musytaq dari lafazh

“al-Qotlu” yang berarti sama-sama terjadi pertentangan, seperti halnya terjadinya perseteruan antara dua orang yang saling ber-tentangan sehingga saling melawan/menyerang dan salah satu menjadi kalah.

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al- Mujadalah (al-Hiwar). al-mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis/membangun, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan antara keduanya.

Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.29

28Aliasan, Metode Dakwah Menurut Al-Quran, Warda, No 23, 2011, Hlm 8.

29Wahidin Saputra, Op. Cit.,Hlm. 254

(41)

Menurut tafsir an-Nasafi, kata ini mengandung arti; Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa, al- Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis/membangun, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.

3. Sumber Metode Dakwah a). Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah dakwah. Diantara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan dengan kisah para rasul dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. ketika beliau melancarkan dakwahnya. Semuanya ayat-ayat tersebut menunjukan metode yang harus dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan

(42)

menceritakan melainkan agar dijadikan suri tauladan dan dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah berdasarkan metode-metode yang tersurat dan tersirat dalam al-Qur’an.30

Sebagai mana terdapat dalam firman Allah SWT Surat Hud Ayat 120 Sebagai berikut :

ُّقَحْلٱ ِهِذ َٰه ىِف َكَءٓاَج َو ۚ َكَداَؤُف ۦِهِب ُتِ بَثُن اَم ِلُس ُّرلٱ ِءٓاَب ۢنَأ ْنِم َكْيَلَع ُّصُقَّن الًُّك َو َنيِنِم ْؤُمْلِل ٰى َرْكِذ َو ٌةَظِع ْوَم َو

Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul yang kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. Hud 120).

b). Sunnah Rasul

Di dalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang berkaitan dengan dakwah. Begitu juga dalam sejarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara yang beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya baik ketika beliau berjuang di Makkah maupun di Madinah.

Semua ini memberikan contoh dalam metode dakwahnya. Karena setidaknya kondisi yang dihadapi Rasulullah Saw. ketika itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.

c). Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqaha

30Ibid.,Hlm. 255

(43)

Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fuqaha cukuplah memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah.

Karena merka dalah orang-orang expert dalam bidang agama. Muadz bin jabal dan para sahabat lainya merupahkan figur yang patut dicontoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan misi dakwah.31

d). Pengalaman

Experience Is The Best Teacher itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak.

Pengalaman juru dakwah merupahkan hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadang kala dijadikan refrence/rujukan ketika berdakwah.

Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya kita menjadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang terjadi.

4. Prinsip-prinsip Dakwah

a). Mencari TitikTemu atau Sisi Kesamaan

Kita menyaksikan pola dakwah Rasulullah Saw. sebelum tiba masanya hijriah, tidak pernah menyeru umatnya sendiri atau ahli kitab dengan sebutan orang-orang kafir, musyrik atau munafik, melainkan dengan seruan yang sama dengan dirinya yaa ayyuhan naas, “Wahai manusia” atau

31Munzier Saputra, Harjani Hefni, Op. Cit., Hlm. 20

(44)

ya qoumi, “Wahai kaumku”. Bahkan untuk orang-orang munafik, sebelum jatuhnya kota Mekkah Nabi Saw. 32

Mempergunakan panggilan yaa ayyuhal ladziina aamanuu, “hai orang-orang yang beriman”, dan sama sekali tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan kemunafikan mereka dengan menggunakan panggilan yaa ayyuhal munaafiqun. “Hai orang munafiq”. Akan tetapi, setelah sekian lama berdakwah dengan kelembutan dan ayat-ayat Ilahi sia- sia menjelaskan kebenaran kepada mereka dan mereka tidak saja menolak kebenaran, tetapi juga bersekongkol dan bersepakat membunuh Rasulullah.

Baru Rasulullah menyeru dengan kata-kata tegas dan jelas. “Hai orang- orang kafir” dan menyatakan berlepas tangan dari mereka dan agama mereka. “Katakanlah orang-orang kafir...bagimu agamamu dan bagiku agamaku.33

Satu lagi contoh dari model titik temu yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dengan para ahli kitab terdapat dalam surat Ali-‘Imran:

64:

ۡلُق َل ۡهَأَٰٓي ِبَٰتِك ۡلٱ ْا ۡوَلاَعَت ٰىَلِإ ٖةَمِلَك ِۢءٓا َوَس اَنَن ۡيَب ۡمُكَنۡيَب َو َّلَّأ

َدُب ۡعَن َّلِّإ ََّللّٱ َلّ َو َك ِر ۡشُن

ۦِهِب ۡيَش ا َلّ َو َذ ِخَّتَي اَنُض ۡعَب اًض ۡعَب

ا باَب ۡرَأ ن ِ م ِنوُد َِّۚللّٱ نِإَف ْا ۡوَّل َوَت ْاوُلوُقَف ْاوُدَه ۡشٱ

اَّنَأِب َنوُمِل ۡسُم ٦٤

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian

32Ibid., Hlm. 50

33Ibid., Hlm. 52

(45)

yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".34

b). Mengembirakan Sebelum Menakut-nakuti

Sudah menjadi fitrah manusia suka kepada yang menyenangkan dan benci kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da’i untuk memulai dakwahnya dengan memberi harapan yang menarik, mempesona dan menggembirakan sebelum memberikan ancaman. Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Musa ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda “Serulah manusia! Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang lari”.

c). Memudahkan Tidak Mempersulit

Di antara metode yang menyejukan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam berdakwah yaitu mempermudahkan tidak mempersulit serta meringankan tidak memberatkan begitu melimpah nash al-Qur’an maupun teks as-Sunnah yang memberiakn isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit. Allah SWT. berfirman dalam surat Al- baqarah 185 sebagai berikut:

ُر ۡهَش َناَضَم َر ٓيِذَّلٱ

َل ِزنُأ ِهيِف ُناَء ۡرُقۡلٱ ى دُه

ِساَّنلِ ل ٖتَٰنِ يَب َو َن ِ م

ٰىَدُهۡلٱ ِۚناَق ۡرُفۡلٱ َو

نَمَف َدِهَش ُمُكنِم َر ۡهَّشلٱ ُه ۡمُصَي ۡلَف

نَم َو َناَك اًضي ِرَم ۡوَأ

ٰىَلَع ٖرَفَس ةَّدِعَف ۡن ِ م ماَّيَأ

َرَخُأ ُدي ِرُي َُّللّٱ ُمُكِب َر ۡسُي ۡلٱ َلّ َو ُدي ِرُي ُمُكِب َر ۡسُعۡلٱ ْاوُلِم ۡكُتِل َو َةَّدِع ۡلٱ

ْاو ُرِ بَكُتِل َو ََّللّٱ

ٰىَلَع

اَم ۡمُكٰىَدَه ۡمُكَّلَعَل َو َنو ُرُك ۡشَت

١٨٥

Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda

34QS. Ali Imran: 64

(46)

(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.35

d). Memperhatikan Penahapan Beban dan Hukum

Untuk menjadikan aktivitas dakwa tidak memberatkan dan menawan hati mad’u, para da’i harus memperhatikan prinsip hukum penahapan baik dalam amar ma’ruf maupun nahi mungkar. Hal ini sejalan dengan sunnatullah dalam penciptaan makhluk dan mengikuti metode perundang-undangan hukum Islam. Dengan mengetahui bahwa manusia tidak senang untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain yang asing sama sekali. Maka al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan surat demi surat dan ayat demi ayat, dan kadang-kadang menurut peristiwa-peristiwa yang menghendaki diturunkanya, agar dengan cara demikian lebih disenangi oleh jiwa dan lebih mendorong ke arah mentaatinya serta bersiap-siap untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan lama untuk menerima hukum yang baru. Sebagaimana penahapan dalam hukum islam, demikian pula aktivitas dakwah dijalankan.

35QS. Al-Baqarah: 185

Referensi

Dokumen terkait

Selain karya-karya tafsir para intelektual muslim Indonesia di atas, yang tidak boleh dilupakan adalah tafsir asli berbahasa Indonesia lengkap yang pertama yaitu Tafsir

Dengan kata lain, metode tafsir ijmali menempatkan setiap ayat hanya sekedar ditafsirkan dan tidak diletakkan sebagai obyek yang harus dianalisa secara tajam dan

Dalam Tafsir Departemen Agama hendaklah makanan didapatkan dengan cara yang halal sesuai dengan ketentuan syariat Islam, makanan yang dikonsumsi hendaklah

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata toleransi mempunyai arti bersikap atau bersifat menenangkan rasa (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian dalam

Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, dengan gaya penuturan yang sejuk dan lembut serta gambaran masalah yang inspiratif ini, al-Qur‟an menyingkap rasa kesadaran manusia

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul “PENCIPTAAN MANUSIA PERSPEKTIF ULAMA NUSANTARA Kajian Tafsir An-Nūr, Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al- Mishbah” yang disusun oleh Alfi Nurlaela

Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara kerja yang bersistem

Dengan memakai metode deskriptif-kualitatif dan dibantu pendekatan tafsir maudhu’i, didapatkan kesimpulan bahwa makna hijrah menurut Sayyid Qutub mengandung berbagai arti, antara