• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

16

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan kegiatan lahiriah manusia. Sejak lahir, manusia telah diberi kemampuan berkomunikasi dengan tahapan dan cara yang berbeda-beda. Inilah sebabnya mengapa selama hidup manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Morissan (2013: 1) mengungkapkan Komunikasi juga merupakan salah satu aspek terpenting namun juga kompleks dalam kehidupan manusia.

Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukan dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris bersal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. (Mulyana, 2010: 46).

Jadi, komunikasi berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Disini pengentian diperlukan agar komunikasi dapat berlangsung, sehingga hubungan mereka itu bersifat komunikatif.

Sebaliknya, jika tidak ada pengertian, komunikasi tidak berlangsung, hubungan antara orang-orang itu dikatakan tidak komunikatif. (Bahri Djamarah 2014: 13).

Banyak sekali pengertian komunikasi yang ditemukan, dan dari setiap pengertian memiliki unsur-unsur yang sama, juga memiliki sejumlah perbedaan dalam hal tingkat pengamatan, pertanyaan tentang niat, sudut pandang, dan masalah mengenai hasil. Dari sekian banyak pengertian komunikasi, mari kita lihat bebera definisi, Rubent;

Stewart,(2013: 15) mengungkapkan, antara lain:

“Komunikasi berarti bahwa informasi dikirimkan dari satu tempat ketempat lain.”

(2)

“Komunikasi... mencakup semua cara dengan mana satu pikiran bisa mempengaruhi yang lain.”

“Pengiriman informasi, ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain, dengan mengunakan simbol_ kata-kata, foto, angka, gambar, grafik, dan lain-lain.”

“Komunikasi, terutama menaruh kepentingan pokok kepada situasi perilaku dimana sumber mengirimkan pesan ke penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi perilaku yang terakhir.”

“Proses memasukan sesuatu ke dalam percakapan.”

“Memberikan, menyampaikan, atau bertukar gagasan, pengetahuan, atau informasi baik secara lisan, tulisan, ataupun melalui tanda-tanda.”

“Komunikasi terjadi ketika satu orang atau lebih, mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam konteks, memiliki beberapa efek, dan memberikan beberapa kesempatan kepada umpan bailk.” Ahli lain berpendapat bahwa komunikasi terjadi pada setiap saat perilaku dihadirkan dan ditafsirkan, apakah itu disengaja atau tidak.

Dalam pengertian pragmatis komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau via media massa maupun media nonmassa, misalnya surat, telepon, dan sebagainya. Jadi, komunikasi dalam pengertian pragmatis bersifat intensional, mengandung tujuan tertentu, yang diawali suatu perencanaan. Entah komunikasi itu dengan maksud untuk memberi tahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain. (Bahri Djamarah 2014: 14).

Jadi, dalam perspektif pragmatis, “Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun langsung melalui media.

Jika ditinjau dari segi penyampaian pesan, komunikasi pragmatis bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif lebih sulit daripada komunikasi informatif, karena dengan mengadalkan komunikasi persuasif tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain dalam berbagai kesempatan dan tempat tertentu, entah dalam keluarga, di sekolah atau di masyarakat. Demikian juga pengertian komunikasi yang dapat

(3)

dikemukakan untuk dijadikan landasan berpijak dalam penguasaan teknik berkomunikasi dalam berbagai kesempatan dan tempat, terutama dalam keluarga.

Komunikasi mungkin bisa dikatakan sangat luas, karena yang melakukan komunikasi bukan hanya manusia. Hewan, tanaman dan juga jin melakukan komunikasi.

Namun yang akan dibahas dalam tulisan ini hanyalah komunikasi manusia. Komunikasi manusia adalah proses melalui mana individu dalam hubungan, kelompok organisasi, dan masyarakat membuat dan memnggunakan informasi untuk berhubungan satu sama lain dan dengan lingkungan. (Rubent; Stewart, 2013: 19).

Carl Hovland mengatakan komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). Sejalan dengan pengertian Carl Hovland, Gerald R. Miller mengatakan komunuikasi terjadi ketika sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

(Mulyana, 2010: 68).

Deddy Mulyana (2010: 69). mengatakan komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Pengertian-pengertian komunikasi diatas selain berorientasi kepada proses penyapaian pesan kepada penerima, juga berorientasi pada tindakan dengan tujuan- tujuan tertentu.

2.1.2 Tujuan Komunikasi

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhubungan dengan masayarakat. Dalam hal ini kita bertujuan untuk dan mencari informasi kepada mereka, agar yang ingin kita sampaikan atau kita minta dapat dimengerti hingga komunikasi kita laksanakan dapat tercapai. menyampaikan informasi. Widjaja mengungkapkan pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain

a. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti.

b. Memahami orang lain.

(4)

c. Supaya gagasan yang kita sampaikan diterima oleh orang lain.

d. Menggerakan orang lain untuk melakukan orang lain.

(Widjaja, 2010: 10-11).

Morissan (2010: 48) dalam bukunya psikologi komunikasi mengatakan model desain pesan memberikan perhatiannya pada bagaimana komunikator membangun pesan untuk mencapai tujuan:

1. Mendapatkan Kepatuhan

Upaya agar orang laim mematuhi apa yang kita inginkan merupakan tujuan komunikasi yang paling sering digunakan. Mendapatkan kepatuhan (gaining compliance) adalah upaya yang kita lakukan agar orang lain melakukan apa yang kita ingin mereka lakukan atau agar mereka menghentikan pekerjaan yang tidak kita sukai.

Banyaknya riset mengenai strategi memperoleh kepatuhan ini terutama didorong oleh terbitnya hasil penelitian dari Gerald Marwell dan David Schmitt.

Mereka berhasil mengidentifikasi 17 strategi yang umum digunakan orang untuk mendapatkan kepatuhan dari orang lain.

Skema

Strategi Mendapatkan Kepatuhan Oleh Marwell dan Schmitt 1. Janji. Menjanjikan hadiah bagi kepatuhan

2. Ancaman. Menunjukan bahwa hukuman akan dikenakan bagi yang tidak patuh.

3. Menunjukan keahlian atas hasil positif. Menunjukan bagaimana hal-hal baik akan terjadi bagi mereka yang patuh.

4. Menunjukan keahlian atas hasil negatif. Menunjukan bagaimana hal-hal buruk akan terjadi terhadap mereka yang tidak patuh.

5. Menyukai. Menunjukan keramahan.

6. Memberi duluan. Memberikan penghargaan sebelum meminta kepatuhan.

7. Mengenakan stimulasi aversif. Mengenakan hukuman hingga diperoleh kepatuhan.

8. Meminta “utang”. Mengatakan kepada seseorang mengenai bantuan atau pertolongan yang pernah diterimanya pada masa lalu.

(5)

9. Membuat daya tarik moral. Menggambarkan kepatuhan sebagai hal yang baik dilakukan secara moral.

10. Menyatakan perasaan positif. Mengatakan kepada orang lain betapa senangnya dia jika terdapat kepatuhan.

11. Menyatakan perasaan negatif. Mengatakan kepada orang lain betapa tidak senangnya dia jika tidak ada kepatuhan.

12. Perubahan peran secara positif. Menghubungkan kepatuhan dengan orang-orang yang memiliki kualitas baik.

13. Perubahan peran secara negatif. Menghubungkan ketidak patuhan dengan orang- orang yang memiliki kualitas buruk.

14. Patuh karena peduli. Mencari kepatuhan orang lain semata-mata sebagai bentuk bantuan atau pertolongan orang itu.

15. Menunjukan penghormatan positif. Mengatakan kepada seseorang bahwa ia akan disukai orang lain jika ia patuh.

16. Menunjukan penghormatan positif. Mengatakan kepada seseorang bahwa ia akan disukai orang lain jika ia patuh.

17. Menunjukan penghormatan negatif. Mengatakan kepada seseorang bahwa ia akan kurang disukai orang lain jika tidak patuh.

(Sumber Teori Morissan, Komunikasi Individu Hingga Massa, 2013, hlm. 162).

Marwell dan Schmitt menggunakan pendeketan teori pertukaran. Menurut mereka, kepatuhan adalah suatu pertukaran dengan sesuatu hal lain yang diberikan oleh pencari kepatuhan.

Dalam upaya untuk dapat menyusun sejumlah prinsip kepatuhan yang lebih ringkas Marwell dan Schmitt kemudian meminta sejumlah orang untuk menerapkan ke-16 daftar tersebut ke dalam berbagai situasi yang memungkinkan orang untuk patuh agar mendapatkan imbalan tertentu. Hasilnya adalah lima strategi umum, atau lima kelompok taktik, yang mencakup:

 Pemberian penghargaan (termasuk di dalamnya memberikan janji),

 Hukuman (termasuk mengancam),

 Keahlian (menunjukan pengetahuan terhadap penghargaan),

(6)

 Komitmen impersonal (misalnya daya tarik moral), dan

 Komitmen personal (misalnya utang).

(Morissan, 2010: 50).

Lawrence Wheeles dan rekan melakukan analisis komprehansif dengan melakukan kajian dan mengintegrasikan berbagai skema mendapatkan kepatuhan. Menurutnya, cara terbaik untuk mengklasifikasikan pesan untuk mendapatkan kepatuhan adalah berdasarkan jenis kekuasaan yang digunakan komunikator ketika mencoba mendapatkan kepatuhan dari orang lain. Wheeles mengemukakan tiga tipe umum kekuasaan.

a. Kekuasaan dalam hal kemampuan untuk memanipulasi konsekuensi dari suatu arah tindakan tertentu (ability “to manipulate the consequences of” a certain course of action).

b. Kekuasaan atau kemampuan untuk menentukan posisi hubungan (relational position) seseorang dengan orang lain.

c. Kekuasaan atau kemampuan untuk menentukan nilai, kewajiban atau keduanya (to define values, onligator, or both). (Morissan, 2013: 164).

2. Menyelamatkan Muka

Teori konstruktivisme telah menunjukan kepada kita bahwa orang seringkali mencoba untuk mencapai lebih dari satu tujuan dalam satu kali tindakan, dan kesopanan (politeness). Yaitu tindakan untuk menyelamatkan atau melindungi muka orang lain, kerap menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai (.., and politeness, or protecting the face of the other person, is often one of the goal we aim to achieve). (Morissan, 2010: 51).

Teori ini menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita merancang pesan yang dapat menyelamatkan muka sekaligus mencapai tujuan lainnya.

Brown dan Levison percaya bahwa kesopanan sering kali merupakan tujuan karena kesopanan merupakan nilai universitas secara kultural. Setiap kebudayaan memiliki derajat yang berbeda dalam hal kebutuhan terhadap kesopanan dan juga cara-cara yang berbeda untuk menjadi sopan, tetapi semua orang memiliki kebutuhan untuk menjadi sopan, tetapi semua orang memiliki kebutuhan untuk dihargai dan dilindungi.

(7)

Borwn dan Levison menyebut kebutuhan ini sebagai face needs atau

„kebutuhan muka‟ Mereka juga mengemukakan beberapa konsep mengenai face atau muka sebagai berikut.

1) Muka positif (positive face) yaitu keinginan untuk dihargai dan disetujui, disukai dan dihormati. „Kesopanan positif‟ (positive politinees) dirancang untuk memenuhi hasrat sesorang untuk dapat memiliki muka positif. Menunjukan perhatian, memberikan pujian dan menunjukan penghormatan merupakan beberapa contoh kesopanan positif.

2) Muka negatif (negative face) adalah keinginan untuk bebas dari permintaan bantuan orang lain atau interversi orang lain, dan „kesopanan negatif‟ (negative politiness) dirancang untuk melindungi orang lain ketika kebutuhan wajah negatif terancam.

(Morissan, 2010: 52).

Kesopanan menjadi lebih penting ketika kita harus mengancam wajah orang lain. Hal ini sering kali terjadi dalam hubungan kita dengan orang lain. Kita melakukan tindakan yang disebut “tindakan mengancam wajah” atau fece-threatening acts (FTA) ketika kita, karena perbuatan yang kita lakukan, ternyata gagal atau tidak berhasil memenuhi kebutuhan wajah positif atau negatif. FTA pada dasarnya adalah normal dan bukanlah masalah, namun harus ditangani sedemikian rupa untuk mengurangi potensi masalah yang muncul.

Dalam hal ini kesopanan yang kita gunakan akan bergantung pada sejumlah hal.

Terdapat lima pendekatan yang dapat kita gunakan ketika suatu FTA akan dilakukan antara lain:

1) Menyampaikan FTA secara apa adanya dan langsung tanpa perlu basa-basi.

2) Menyampaikan FTA disertai dengan kesopanan positif.

3) Menyampaikan FTA secara tidak langsung atau off-the-record.

4) Tidak menyampaikan FTA sama sekali.

(Morissan, 2013: 172).

(8)

Sebagai pencapaian ahkir dari komunikasi, Burhan Bungin kemudian mengemukakan tujuan komunikasi antara lain:

a. Perubahan sikap (attitude change), b. Perubahan opini (opinion change), c. Perubahan perilaku (behavior change), d. Perubahan sosial (social change the).

(Bungin, 2013: 35).

Setelah Morissan menerangkan tujuan komunikasi yaitu mendapat kepatuhan dan menyalamatkan muka, Bahri Djamarah (2014) mengatakan ketercapaian tujuan komunikasi merupakan keberhasilan komunikasi. Keberhasilan itu tergantung dari berbagai faktor sebagai berikut:

1) Komunikator

Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kepercayaan penerima pesan pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam melakukan komunikasi. Syarat-syarat yang diperhatikan oleh seorang komunikator adalah sebagai berikut, antara lain:

 Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya.

 Keterampilan komunikasi.

 Mempunyai pengetahuan yang luas.

 Sikap.

 Memiliki daya tarik (Widjaja, 2010: 12).

2) Pesan yang Disampaikan

Keberhasilan komunikasi tergantung dari:

 Daya tarik pesan

 Kesesuaian pesan dengan kebutuhan penerima pesan;

 Lingkup pengalaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan tentang pesan tersebut, serta;

 Peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima pesan.

(9)

3) Komunikan

Keberhasilan komunikasi tergantung dari:

 Kemampuan komunikan menafsirkan pesan;

 Komunikan sadar bahwa pesan yang diterima memenuhi kebutuhannya;

 Perhatian komunikan terhadap pesan yang diterima.

4) Konteks

Komunikasi bergantung dalam setting atau lingkungan tertentu. Lingkungan yang kondusif (nyaman, menyenangkan, aman, menantang) sangat menunjang keberhasilan komunikasi.

5) Sistem Penyampaian

Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan media. Metode dan media yang sesuai dengan berbagai jenis indra penerima pesan yang kondisinya berbeda-beda akan sangat menunjang keberhasilan komunikasi.

(Bahri Djamarah, 2014: 16-17) 2.1.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi

Selain memiliki tujuan-tujuan seperti yang dijelaskan diatas, komunikasi juga dilakukan dengan beberapa fungsi. Beberapa ahli komunkasi mengungkapkan banyak fungsi berdasarkan perspektifnya. William I. Gorden salah satu ahli komunikasi yang mengemukakan empat fungsi komunikasi yang kemudian dijelaskan oleh Deddy Mulyana.

Yang mana kempat fungsi komunikasi itu antara lain:

1) Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2) Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekpresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

(10)

3) Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif, melaluai acara ritual- ritual tertentu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus seperti berdo‟a (shalat, sembahyang, misa).

4) Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum:

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan tindakan, dan juga menghibur. Maka semua tujuan tersebut bisa disebut membujuk (bersifat persuasif).

(Mulyana, 2010: 5-33)

Sedangkan Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi merangkum fungsi komunikasi kepada empat fungsi, yaitu:

a. Menyampaikan informasi (to inform) b. Mendidik (to educate)

c. Menghibur (to entertain) d. Memengaruhi (to influence)

(Bungin, 2013: 35)

Fungsi komunikasi instrumental merupakan komunikasi yang mempunyai tujuan yang semuanya merujuk pada sifat persuasif. Dengan demikian komunikasi persuasif mencakup pada wilayah komunikasi bertujuan yang luas cakupannya.

2.1.4 Unsur-Unsur Komunikasi

Wisnuwardhani dan Fatmawati Mashoedi (2012) menerangkan beberapa unsur komunikasi, antara lain; Konteks merupakan salah satu unsur dalam komunikasi. Konteks dalam komunikasi adalah lingkungan dimana komunikasi terjadi. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik, seperti di tempat pesta, ruang rapat, dan ruang tunggu dokter yang tentunya akan mempengarunhi topik ataupun cara berbicara orang-orang yang berkomunikasi di sana.

(11)

Pengirim dan penerima pesan merupakan unsur komunikasi berikutnya yang sangat penting dalam komunikasi. Adanya keinginan dari pengirim untuk menyampaikan pesan kepada seseorang (dalam hal ini penerima) memungkinkan terjadinya sebuah komunikasi.

Devito (2009) mengatakan bahwa komunikasi bersifat transaksional yang artinya dalam sebuah komunikasi pengirim dapat berfungsi sebagai penerima sekaligus.

Unsur berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah pesan yang disampaikan. Pesan apat berupa pesan verbal atau nonverbal. Pesan yang merupakan tanggapan dari penerima kepada pengirim disebut umpan balik (feedback), sementara pesan yang diberikan sebelum pengirim disebut umpan maju (feedforward).

Saluran merupakan unsur komunikasi. Yaitu berupa media yang digunakan dalam berkomunikasi. Sebagai media penyampaian pesan, maka perlu diperhatiakan ketetapan pemilihan media dalam menyampaikan sebuah pesan. Apakah pesan tersebut disampaikan secara pesan atau tulisan. Tentunya masing-masing media akan mempunyai dampak (efek) yang berbeda pada penerima pesan.

Sebagai salah satu unsur komunikasi, efek dapat berupa penambahan informasi baru bagi seseorang (aspek kognitif), menimbulkan perasaan suka atau tidak suka (aspek afektif) atau membuat seseorang mampu melakukan kegiatan tertentu (aspek psikomotor).

(Wisnuwardhani dan fatmawati Mashoedi, 2012: 38-40).

Dalam hal ini Widaja meringkas unsur-unsur komunikasi pada lima, yaitu:

a. Source (sumber)

b. Communicator (komunikator=penyampai pesan) c. Message (pesan)

d. Channel (saluran)

e. Communican (komunikan=penerima pesan) f. Effect (hasil).

(Widjaja, 2010: 11).

Dalam setiap unsur komunikasi yang telah disebutkan, dapat terjadi gangguan yang menyebabkan pesan menjadi berubah (rusak). Gangguan tersebut dapat terjadi pada unsur media yang digunakan saat penyampaian pesan dilakukan (sinyal yang tidak kuat

(12)

menyebabkan komunikasi melalui telepon genggam menjadi terputus-putus atau suara tidak jelas). Gangguan juga dapat mucul pada unsur pengirim pesan yang tidak jelas ketika mengemukakan sesuatu. Selain itu, gangguan dapat juga terjadi pada unsur penerima pesan, seperti kurangnya perhatian pada pembicaraan orang lain yang membuat ia salah menangkap makna yang dimaksud oleh pengirim pesan. Melihat bahwa setiap unsur komunikasi berpotensi mengalami gangguan, maka kemungkinan terjadinya salah pengertian dalam komunikasi menjadi terbuka lebar.

2.2 Tinjauan Komunikasi Interpersonal 2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Untuk mendefinisikan komunikasi interpersonal Wood (2013, 21-22) telah menjelaskan komunikasi interpersonal adalah dengan berfokus pada apa yang terjadi, bukan pada di mana mereka berada atau berapa banyak jumlah mereka. Kita dapat mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah bagian dari interaksi antara beberapa orang. Langkah awal untuk memahami karakteristik unik dari komunikasi interpersonal adalah dengan melacak makna dari interpersonal. Kata ini merupakan turunan dari awalan inter, yang berarti “antara,” dan kata person, yang berarti orang. Komunikasi interpersonal secara umum terjadi di antara dua orang. Seluruh proses komunikasi terjadi di antara beberapa orang, namun banyak interaksi tidak melibatkan seluruh orang di dalamnya secara akrab.

Deddy Mulyana mengatakan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar dua orang atau sekelompok orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2010 : 80 ).

Komunikasi interpersonal erat kaitan didalamnya dengan hubungan interpersonal.

Pearson (1983) mengatakan hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Tentu saja hubungan tersebut akan memberikan pengaruh terhadap satu dengan yang lainnya atau dapat dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat timbal balik. (Wisnuwardhani dan Fatmawati Mashoedi, 2012: 2).

(13)

Liliweri menyebutkan ciri dari komunikasi interpersonal atau antarpribadi adalah kegiatan komunikasi harus selalu mengandung tindakan persuasi (Liliweri, 1997: 40).

Inilah yang kemudian melekatkan banyak elemen komunikasi antarpribadi yang bersinggungan dengan elemen komunikasi persuasi. Bahkan komunikasi persuasi biasanya hadir dalam komunikasi antarpribadi. Apalagi bentuk komunikasi intensif yang dilakukan oleh orang tua dan anak. Dapat dipastikan bahwa komunikasi antarpribadi yang memegang peran penting pada hubungan orang tua dan anak, serta menjadi salah satu media pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anak.

Kebanyakan proses komunikasi tidak terjadi secara personal. Terkadang kita tidak menganggap orang lain sebagai lawan bicara, tetapi memperlakukan mereka sebagi objek benda. Julia T. Wood (2014). Membedakan interaksi sosial dalam tiga tingkatan, yaitu: I- it, I-You, dan I-Thou.

Komunikasi I-it

Dalam komunikasi I-it, interaksi antara kita dan orang lain sangat tidak personal, bisa dikatakan orang lain hanya sebagai objek. Interaksi model I-it ini membuat kita tidak mengakui keberadaan orang lain secara personal, melainkan hanya bersifat kebendaan.

Dalam keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, orang tua cenderung mengabaikan anak-anaknya dan memperlakukan mereka sebagai benda. Orang tua tidak menganggap anak sebagai manusia dengan segala keunikan perilakunya.

Komunikasi I-You

Jenis komunikasi tingkat kedua yang dijelaskan oleh Buber adalah komunikasi I-You, yaitu jenis yang paling banyak digunakan dalam interaksi sehari-hari. Kita memperlakukan orang lain lebih dari sekedar objek, tetapi kita tidak sepenuhnya menganggap mereka sebagai manusia yang unik. Komunikasi I-You dapat terjadi secara lebih personal daripada interaksi biasanya. Misalnya, percakapan yang kita lakukan di dalam kelas, di lingkungan kerja, dan tim olah raga. Begitu juga komunikasi yang dilakukan di dunia maya dan forum internet lainnya.

(14)

Komunikasi I-Thou

Jenis yang jarang terjadi di dalam interaksi sosial adalah Komunikasi I-Thou. Buster menganggap model ini sebagai bentuk tertinggi dalam interaksi manusia, karena di dalamnya manusia saling menguatkan dan menghargai keunikan masing-masing. Ketika berinteraksi di tingkatang I-Thou, kita melihat orang lain dengan segala keutuhan dan kepribadiannya. Dalam komunikasi I-Thou, kita terbuka sepenuhnya pada orang lain untuk menerima diri kita apa adanya dalam segala kelebihan dan kekurangan. (Wood, 2013: 22- 13).

Dalam komunikasi I-Thou, kita benar-benar menjadi manusia utuh yang mampu mengungkapkan jati diri dan apa yang kita rasakan. Jadi, komunikasi dan interaksi dalam level I-Thou adalah sesuatu yang jarang dan memiliki makna khusus.

Sedang untuk membedakan komunikasi interpersonal dan komunikasi lainnya Richard L. Johannesen (1996: 147) telah membedakan antara komunikasi non- antarpersonal dan komunikasi antarpersonal. Dalam komunikasi non-antarpersonal, informasi yang diketahui diantara partisipan tentang satu sama lainnya terutama bersifat kultural dan sosiologis (keanggotaan atau kelompok). Sebaliknya, partisipan dalam komunikasi antarpersonal melandaskan persepsi dan relasi mereka pada karakteristik psikologis yang unik dari personalitas individu masing-masing.

2.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Setelah menyimak deskripsi dari Buber, kita dapat mengidentifikasi komunikasi interpersonal sebagai proses transaksi (berkelanjutan) yang selektif, sistemis, dan unik, yang membuat kita mampu merefleksikan dan mampu membangun pengetahuan bersama orang lain. Kita akan membahas beberapa istilah kunci untuk memahami pengetahuan umum terkait komunikasi interpersonal.

Julia T. Wood (2014) juga, menerangkan beberapa ciri komunikasi interpersonal, antara lain:

1) Selektif

Seperti yang dibahas sebelumnya, kita tak mungkin berkomunikasi secara akrab dengan semua orang yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seperti

(15)

yang disadari oleh Buber, kebanyakan pola komunikasi kita terjadi dalam level I- it dan I-You. Ini adalah hal yang wajar, mengingat hubungan dalm level I-Thou memerlukan lebih banyak energi, waktu, dan usaha yang kita berikan untuk orang lain.

2) Sistemis

Komunikasi interpersonal dicirikan dengan sifat sistemis karena ia terjadi dalam sistem yang bervariasi. Seperti yang sudah dijelaskan dalam model transaksional, komunikasi terjadi dalam konteks yang memengaruhi peristiwa dan makna yang melekat terhadapnya. Terdapat banyak sistem yang melekat pada proses komunikasi interpersonal. Setiap sistem memengaruhi apa yang kita harapkan dari orang lain. Cara manusia berkomunikasi sangat beragam berdasarkan kebudayaan masing-masing.

Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu, masyarakat, budaya latar belakang personal, dan sebagainya. Tidak dapat menggabungkan semua sistem tersebut untuk memahami dinamika komunikasi interpersonal. Tetapi, mesti memahami bahwa seluruh sistem tersebut saling berkaitan, setiap bagian memengaruhi bagian lainnya.

Gangguan dalam komunikasi adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, tetapi harus selalu waspada bahwa gangguan tersebut selalu ada. Terdapat empat jenis gangguan. Pertama, fisiologis yang merupakan gangguan disebabkan fungsi fisik seperti rasa lapar, lelah, atau sakit kepala. Kedua, gangguan fisik yang berasal dari lingkungan fisik seperti gangguan dari orang lain, cahaya yang terlalu redup atau terlalu terang. Ketiga, gangguan psikologis merujuk pada kondisi yang memengaruhi bagaimana cara kita berkomunikasi dan bagaimana cara kita menginterpretasikan informasi. Terakhir, gangguan semantik yang merupakan ketidak pahaman komunikan terhadap kata atau kalimat yang diucapkan komunikator.

Jadi, ketika dikatakan bahwa komunikasi meliputi sebuah sistem, hal tersebut meliputi tiga hal. Pertama, semua proses komunikasi terjadi dalam banyak sistem yang memengaruhi makna. Kedua, seluruh bagian dan sistem dalam komunikasi saling terkait, maka mereka memengaruhi satu sama lain.

(16)

Ketiga, seluruh sistem komunikasi memiliki gangguan, baik berupa gangguan fisiologis, fisik, psikologis , atau semantik.

3) Unik

Pada tingkatan yang paling dalam, komunikasi interpersonal sangat unik.

Pada interaksi yang melampaui perang sosial, setiap orang menjadi unik dan oleh karena itu menjadi tidak tergantikan. Nicholson (2006) mengatakan setiap orang selalu unik, begitu pula dengan persahabatan. Sekelompok sahabat pasti menciptakan pola unik sendiri dan bahkan istilah-istilah yang hanya dimiliki oleh kelompok mereka sendiri.

4) Processual

Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Hal ini berarti komunikasi senantiasa berkembang dan menjadi lebih personal dari masa ke masa. Hubungan persahabatan dan hubungan romantis dapat tumbuh lebih dalam atau lebih renggang seiring berjalannya waktu. Hubungna dalam lingkungan kerja dapat berkembang dari masa ke masa. Proses yang berkelanjutan tidak memiliki awal dan akhir yang pasti. Menunjukan proses alami dari komunikasi interpersonal yang di dalamnya mencakup waktu sebagai ciri yang dinamis dan senantiasa berubah.

Hubungan interpersonal adalah proses, maka situasi pada dua orang yang berinteraksi di masa lalu dan masa depan akan saling terkait. Dalam komunikasi, masa lalu, masa kini, dan masa depan selalu terjalin dalam satu kesatuan. Pola komunikasi interpersonal yang berkelanjutan membuat sesuatu tidak dapat menghentikan prosesnya atau menarik perkataan yang sudah terlanjur diucapkan.

Dalam konteks situasi ini, komunikasi adalah sesuatau yang tidak dapat ditarik kembali. Oleh karena itu, kita harus bertanggung jawab dengan etika komunikasi dan selalu berhati-hati setiap berkomunikasi dengan orang lain.

5) Transaksional

Pada dasarnya, komunikasi interpersonal adalah proses transaksi antara beberapa orang. Ketika dimarahi orang tua, bisa jadi kepala tertunduk sebagai tanda bersalah. Dalam hubungan sehari-hari, semua pihak berkomunikasi secara terus menerus dalam waktu yang bersamaan. Sifat transaksional yang secara

(17)

alami terjadi dalam komunikasi interpersonal berdampak pada tanggung jawab komunikator untuk menyampaikan pesan secara jelas.

Kesalahpahaman berkomunikasi sering terjadi dalam interaksi online melalui e-mail karena tidak langsung membalas pesan yang masuk. Kelemahan lain dalam komunikasi online adalah ketidak mampuan untuk menyampaikan pesan suara dan mengkap bahasa nonverbal. Oleh karena komunikasi interpersonal adalah proses ynag berkelanjutan, maka baik komunikator maupun komunikan bertanggung jawab terhadap efektivitas komunikasi.

6) Individual

Melalui Buber, telah diketahui bahwa bagian terdalam dari komunikasi interpersonal melibatkan manusia sebagai individu yang unik dan berbeda dengan orang lain. Ketika berbicara dalam konteks ini, tidak dibahas peran sosial (guru-murid, atasan-bawahan, atau pelayan-pedagang). Dalam komunikasi I- Thou, orang lain diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, tanpa meletakannya pada peran sosial. Komunikasi seperti ini hanya dapat terjadi jika sudah memahami diri sendiri sebagai manusia yang unik.

7) Pengetahuan Personal

Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan individu dan wawasan kita terhadap interaksi manusia. Agar dapat memahami keunikan individu, kita harus memahami pikiran dan perasaan orang lain secara personal.

Komunikasi interpersonal juga membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain. Ketika hubungan yang dijalani semakin dalam, kita membangun kepercayaan dan belajar untuk berkomunikasi dengan cara yang membuat kita merasa nyaman.

Pemahaman personal adalah proses yang tumbuh dan berkembang sepanjang kita berkomunkasi interpersonal. Berbagi mengenai informasi pribadi mengundang konsekuensi mengenai dimensi etika dalam komunikasi interpersonal. Kita dapat menggunakan informasi tersebut untuk melindungi orang yang kita kenal atau justru melukai mereka.

8) Menciptakan Makna

Inti dari komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua belah pihak. Kita tidak hanya bertukar kalimat, tetapi juga saling

(18)

berkomunikasi. Kita menciptakan makna seperti kita memahami tujuan setiap kata dan perilaku yang ditampilkan oleh orang lain.

Rogers (2008), mengatakan komunikasi interpersonal melibatkan dua tingkatan makna. Tingkat pertama disebut dengan pemaknaan isi (content meaning), yang merujuk pada arti sebenarnya. Misalnya ketika orangtua menyuruh anaknya yang berumur lima tahun, “Bersihkan kamarmu sekarang,”

kalimat tersebut bermakna bahwa sang anak harus segera membersihkan kamarnya. Tingkatan kedua adalah pemaknaan hubungan (relationship meaning). Hal ini menjelaskan hubungan yang terjadi antara komunikator dan komunikan. Makna dari kalimat “Bersihkan kamarmu sekarang” adalah bahwa orangtua memiliki hak untuk memerintah anaknya; mereka memiliki hubungan yang timpang. Ketika mereka berkata, “Dapatkah kamu membersihkan kamarmu?” hubungan tersebut terlihat lebih imbang. (Wood, 2013: 23-28).

2.2.3 Prisip-Prinsip dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal sama halnya dengan komuniksai lainnya mempunyai prinsip sebagai acuan atau sesuatu yang selalu hadir dalam komunikasi itu sendiri. Prinsip- prinsip komunikasi interpersonal telah dipaparkan oleh Julia T. Wood (2013: 30-34) yaitu sebagai berikut:

1. Kita Tidak Mungkin Hidup Tanpa Berkomunikasi

Setiap ada manusia, pasti ada komunikasi. Kita tidak dapat menghindari komunikasi ketika berada dalam kelompok manusia, karena kita saling menginterpretasikan apa yang dilakukan oleh manusia lainnya. Bahkan ketika memilih untuk diam, kita sebenarnya tetap berkomunikasi.

2. Komunikasi Interpersonal adalah Hal yang Tidak Dapat Diubah

Komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat ditarik kembali memberikan pesan pada kita agar berhati-hati dalam berinteraksi dan berbicara. Sekali kita mengatakan sesuatu pada orang lain, perkataan tersebut akan menjadi bagian dari hubungan interpersonal.

3. Komunikasi Interpersonal Melibatkan Masalah Etika

Etika adalah cabang dari filsafat yang fokus pada prinsip moral dan aturan terkait perilaku. Etika menaruh perhatian pada masalah benar dan salah. Oleh

(19)

karena komunikasi interpersonal bersifat tidak dapat ditarik kembali, ia selalu memiliki dampak dalam etika antarmanusia. Richard Johanessen (1996) mengatakan komunikasi yang beretika terjadi ketika seseorang menciptakan hubungan yang seimbang dan saling mencerminkan sikap empati.

4. Manusia Menciptakan Makna dalam Komunikasi Interpersonal

Manusia menciptakan makna dalam proses komunikasi. Proses pemaknaan muncul dari bagaimana seseorang menginterpretasikan komunikasi. Dalam komunikasi interpersonal, seseorang akan selalu menerjemahkan apa yang dikatakan oleh orang lain.

5. Metakomunikasi Memengaruhi Pemaknaan

Metakomunikasi berarti berkomunikasi tentang komunikasi.

Metakomunikasi dapat muncul dalam bentuk verbal dan nonverbal. Sementara metakomunikasi nonverbal sering muncul untuk menguatkan komunikasi verbal.

Namun, tidak semua metakomunikasi nonverbal menguatkan pesan verbal.

Metakomunikasi bisa meningkatkan pemahaman terhadap penyampaian pesan.

Metakomunikasi yang efektif juga dapat membantu sahabat atau pasangan kekasih untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan.

6. Komunikasi Interpersonal Menciptakan Hubungan yang Berkelanjutan

Komunikasi interpersonal adalah cara utama untuk membangun dan memperbaiki sebuah hubungan. Komunikasi juga bisa membuat kita menyusun kembali masa lalu. Komunikasi juga merupakan sarana utama untuk membangun masa depan dalam interaksi dan hubungan interpersonal anda.

7. Komunikasi Tidak Dapat Menyelesaikan Semua Hal

Komunikasi bukanlah tongkat ajaib yang bisa menyelesaikan semua masalah. Banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan komunikasi.

Komunikasi tidak apat berdiri sendiri untuk mendamaikan perselisihan atau menghapus luka dari peperangan. Meskipun komunikasi yang baik mampu meningkatkan pemahaman dan membantu untuk memecahkan masalah. Tetap saja komunikasi tidak dapat memperbaiki segalanya. Komunikasi interpersonal memiliki kelebihan sekaligus kekurangan. Seberapa efektif sebuah komunikasi dijalankan bergantung dari situasi yang terjadi dalam sebuah kebudayaan.

(20)

8. Efektivitas Komunikasi Interpersonal adalah Sesuatu yang Dapat Dipelajari

Ada orang-orang yang begitu berbakat dalam olahraga dan menulis, tetapi bukan berarti orang lain tak bisa belajar olah raga dan menulis. Sama halnya berkomunikasi, ada orang yang berbakat dalam hal komunikasi, tetapi kita semua bisa terampil untuk menjadi seorang komunikator.

2.3 Tinjauan Tentang Keluarga 2.3.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kelompok sosial yang bersifat abadi, dikukuhkan dalam hubungan nikah yang memberikan pengaruh keturunan dan lingkungan sebagi dimensi penting yang lain bagi anak. Keluarga adalah tempat yang penting di mana anak memperoleh dasar dalam membentuk kemampuan agar kelak menjadi orang berhasil di masyarakat. (D.

Gunarsa, 1995: 26).

Keluarga merupakan konsep yang bersifat multidimensi. Para ilmuan sosial mempunyai macaam-macam pendapat mengenai definisi keluarga yang bersifat universal.

Murdock menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi.

(Sri Lestari, 2012: 3).

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti;

bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua, atau dari anak ke anak. Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa yang berkepentingan untuk menyampaikan suatu pesan berpeluang untuk memulai komunikasi.

Komunikasi berpola stimulus-respons adalah model yang masih terlihat dalam kehidupan keluarga. Komunikasi ini sering terjadi pada saat orang tua mengasuh seorang bayi. Orang tua lebih aktif dan kreatif memberikan stimulus (rangsangan), sementara bayi berusaha memberikan respons (tanggapan). Komunikasi berpola stimulus-respons berbeda dengan komunikasi berpola interaksional. (Bahri Djamarah, 2014: 2).

(21)

Keluarga sebagai landasan bagi anak memberikan berbagai macam bentuk dasar:

1) Di dalam keluarga yang teratur dengan baik dan sejahtera, seorang anak akan memperoleh latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan kebiasaan berperilaku.

2) Di dalam keluarga dan hubungan-hubungan antar anggota keluarga bersentuhan pola persesuaian sebagai dasar bagi hubungan sosial dan interaksi sosial yang lebih luas.

3) Dalam ikatan keluarga yang akrab dan hangat, seorang anak akan memperoleh pengertian tentang hak, kewajiban, tanggung jawab yang diharapkan.

4) Bilamana menghadapi seseorang dalam pergaulan yang santai dan menganggap hidup itu selalu membahagiakan, akan diketahui bahwa latar belakang kehidupan keluarganya, menyebabkan ia selalu melihat sisi positif dalam kehidupannya. (D.

Gunarsa, 1995: 27-29).

Dari beberapa hal yang dikemukakan diatas tentang keluarga, dapat disimpulkan bahwa keluarga sangat penting bagi pembentukan pribadi. Suasana keluarga mempengaruhi perkembangan emosi, respons afektif anak, remaja dan orang dewasa.

2.3.2 Fungsi Komunikasi Keluarga

Sebagai mana telah diketahui keluarga pada hakikatnya adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Hidup berkeluarga sebagai sepasang suami istri tidak bisa sembarangan.

Namun, nyatanya dalam kasus tertentu masih ada orang tua yang mengawinkan anaknya dalam keadaan usia dini. Padahal anaknya belum siap lahir dan batin. Penyaluran nafsu seksual secara sah menurut ajaran agama lewat perkawinan bukanlah tujuan utama.

Karena masih ada tujuan lain yang lebih mulia yang ingin dicapai, yaitu ingin membentuk keluarga sejahtera lahir dan batin.

(22)

Kebanyakan fungsi mengenai sitem keluarga merupakan produk dari komunikasi di dalam keluarga. Dalam buku Teori Komunikasi Antarpribadi karangan Butyatna dan Mona Ganiem, (2012) komunikasi keluarga memiliki paling tidak tiga tujuan utama bagi para anggota keluarga individual.

1. Komunikasi keluarga berkonstribusi bagi pembentukan konsep-diri

Satu tanggung jawab utama yang dimiliki para anggota keluarga terhadap satu sama lain ialah “berbicara”- meliputi unsur-unsur komunikasi verbal dan nonverbal dengan cara-cara yang akan berkontribusi bagi pengembangan konsep- diri yang kuat bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak muda.

Menekankan pada maksud bahwa konsep-diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi dari pada anggota keluarga. Konsep diri para anggota keluarga ditingkatkan dengan cara sebagai berikut:

a. Pernyataan pujian;

b. Pernyataan sambutan dan dukungan;

c. Pernyataan kasih.

(Butyatna; Mona Ganiem, 2012: 170).

2. Komunikasi Keluarga Memberikan Pengakuan dan Dukungan yang Diperlukan Tanggung jawab kedua dari para anggota keluarga ialah berinteraksi terhadap satu sama lain dengan cara-cara yang mengakui dan mendukung para anak secara individual. Pengakuan dan dukungan membantu para anggota keluarga merasa diri mereka berarti dan membantu mereka mengatasi pada masa- masa sulit di mana kita semuanya adakalanya menghadapi.

3. Komunikasi Keluarga Menciptakan Model-model

Tanggung jawab yang ketiga dari para anggota keluarga ialah berkomunikasi demikian rupa yang dapat bertindak sebagi model atau contoh mengenai komunikasi yang baik bagi para anggota keluarga yang lebih muda.

Orang tua bertindak sebagi model peran apakah mereka suka atau tidak suka.

4. Komunikasi Keluarga Antargenerasi

Komunikasi antara anak-anak, orang tua, eyang, dapat menjadi sumber kegembiraan yang besar dan juga banyak frustasi dari dalam keluarga. Hubungan orang tua dan anak yang kekal tetap memuaskan apabila adanya hubungan tetap, adanya kasih sayang secara timbal balik pada tingkat tinggi, dukungan sosial dan

(23)

bantuan yang nyata, dan adanya kesempatan mengenai nilai-nilai, keyakinan, dan opini.

5. Meningkatkan Komunikasi Keluarga

Dalam menguraikan mengenai pentingnya komunikasi yang efektif dalam keluarga telah disingung sebelumnya mengenai cara meningkatkan komunikasi keluarga. Berikut ini akan dibicarakan secara lebih spesifik lima petunjuk atau pedoman dimana para anggota keluarga dapat menggunakan untuk meningkatkan komunikasi dalam keluarga:

a. Membuka jalur komunikasi

b. Menghadapi pengaruh ketidakseimbangan kekuasaan c. Menegenali dan menyesuaikan kepada perubahan d. Menghormati kepentingan-kepentingan individual e. Mengelola konflik secara adil

(Butyatna; Mona Ganiem, 2012: 178).

Untuk menciptakan keluarga sejahtera tidak mudah. Kaya atau miskin bukan satu- satunya indikator untuk menilai sejahtera atau tidak suatu keluarga. Buktinya, cukup banyak ditemukan keluarga yang kaya secara ekonomi di tengah kehidupan masyarakat, tetapi belum mendapat kebahagiaan. Tetapi, tidak mustahil dalam keluarga yang miskin secara ekonomi ditemukan kebahagiaan.

Dalam rangka untuk membangun keluarga yang berkualitas tidak terlepas dari usaha anggota keluarga untuk mengembangkan keluarga yang berkualitas yang diarahkan pada terwujudnya keluarga dan ketahanan keluarga. (Bahri Jdamarah, 2014: 22).

Singgih D. Gunarsa (1995) merinci fungsi keluarga kepada lima fungsi, antara lain:

1) Mendapat keturunan dan membesarkan anak.

2) Memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban.

3) Mengembangkan kepribadian.

4) Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban, hak, dan tanggung jawab.

5) Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem nilai moral kepada anak.

(24)

Dalam perspektif perkembangan fungsi paling penting dari keseluruhan adalah melakukan perawatan dan sosialisasi pada anak. Sosialisasi merupakan proses yang ditempuh anak untuk memperoleh keyakinan, nilai-nilai dan perilaku yang dianggap perlu dan pantas oleh anggota keluarga dewasa, terutama orang tua. (Lestari, 2012: 22).

Sebagai syarat utama bagi kelancaran terlaksananya fungsi keluarga adalah terciptanya suasana keluarga yang baik. Suasana keluarga dimana setiap anak bisa mengembangkan dirinya dengan bantuan orang tua dan saudara-saudaranya. (Gunarsa, 1995: 30).

Keluarga adalah ladang terbaik dalam menyampaikan nilai-nilai agama. Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai agama dapat ditanamkan kedalam jiwa anak. Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah, misalnya seperti shalat, puasa, infaq, dan sadaqah menjadi suri tauladan bagi anak untuk mengikutinya.

Keluarga dalam konteks sosial budaya tidak bisa dipisahkan dari tradisi budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar menjadi orang yang pandai dalam masyarakat. (Bahri Djamarah, 2014: 22).

2.3.3 Peran Orang Tua dalam Keluarga

Dalam sebuah keluarga setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.

Begitu juga peran orang tua dalam keluarga, dalam hal ini orang tua yang terdiri dari ibu dan ayah, mereka mempunyai peran masing-masing dalam keluarga. Singgih D. Gunarsa dan istrinya (1995) mengemukakan peran ibu dan ayah dalam keluarga, antara lain:

Peran Ibu dalam keluarga

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis.

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga. Jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apalagi jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya.

Dari perumpamaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan.

(25)

2. Peran ibu dalam merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten.

Ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga. Ibu menciptakan suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak dan semua kelangsungan keberadaan unsur keluarga lainnya.

3. Peran ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan anak.

Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan juga menuntut ketegasan dan kepastian dalam melaksanakannya.

4. Ibu sebagai contoh dan teladan.

Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk sikap-sikap anak, seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima. Dalam mengembangkan kepribadian, anak belajar melalui peniruan terhadap orang lain.

5. Ibu sebagai manajer yang bijaksana.

Seorang ibu menjadi manajer di rumah. Ibu mengatur kelancaran rumah tangga dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak.

6. Ibu memberi rangsangan dan pelajaran.

Seorang ibu juga memberi rangsangan sosial bagi perkembangan anak.

Sejak masa bayi pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberi rangsangan bagi perkembangan anak, kemampuan berbicara dan pengetahuan lainnya.

7. peran ibu sebagai istri.

Biasanya bila suatu keluarga sudah bertambah banyak, dengan adanya kelahiran anak yang baru maka peran Ibu sebagai istri mulai mendesak. Seorang suami yang penuh pengertian akan turut mengambil bagian dalam tugas-tugas istri sebagai Ibu. (Gunarsa, 1995: 31-35).

(26)

Peran Ayah dalam Keluarga

1. Ayah sebagai pencari nafkah.

Sebagai tokoh utama yang mencari nafkah untuk keluarga. Mencari nafkah merupakan suatu tugas yang berat. Pekerjaan mungkin dianggap hanya sebagi suatu cara untuk memenuhi kebutuhan utama dan kelangsungan hidup.

2. Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa aman.

Ayah sebagai suami yang memberikan kekraban, kemesraan bagi istri. Hal ini sering kurang diperhatikan dan dilaksanakan.

3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak.

Peranan ayah di keluarga sangat penting. Terutama bagi anak laki-laki, ayah menjadi model, teladan untuk perannya kelak sebagai seorang laki-laki. Bagi anak perempuan, fungsi ayah juga sangat penting yaitu sebagai pelindung.

4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi keluarga.

Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap-sikap patuh terhadap otoritas dan disiplin.

(Gunarsa, 1995: 35-37).

Akhirnya akan tampak bahwa disiplin orang tua , merupakan pengalaman yang penting bagi timbulnya rasa aman seluruh keluarga. Kesatuan pandangan dan tujuan pendidikan ayah-ibu merupakan landasan penting bagi perkembangan anak.

2.3.4 Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga

Orang tua dan anak adalah satu ikatan dalam jiwa. Dalam keterpisahan raga, jiwa mereka bersatu dalam ikatan keabadian. Tak seorang pun dapat mencerai-beraikan. Ikatan itu dalam bentuk hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku.

Menjadi orang tau merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Massa transmisi menjadi orang tua pada saat kelahiran anak pertama terkadang menimbulkan masalah bagi relasi pasangan dipersepsi menurunkan kualitas perkawinan. (Lestari, 2012: 16).

(27)

Setiap orang tua yang memiliki anak selalu ingin memelihara, membesarkan, dan mendidiknya. Seorang ibu yang melahirkan tanpa ayah pun memiliki naluri untuk memelihara, membesarkan, dan mendidiknya, meski terkadang harus menanggung beban malu yang berkepanjangan. Sebab kehormatan keluarga salah satunya juga ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku anak dalam menjaga nama baik keluarga. (Bahri Djamarah, 2014: 44).

Anak-anak menjadi tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan dan hubungan.

Pengalaman mereka sepanjang waktu bersama orang-orang yang mengenal mereka dengan baik, serta brebagai karakteristik dan kecenderungan yang mulai mereka pahami merupakan hal-hal pokok yang mempengaruhi perkembangan konsep dan kepribadian sosial mereka. (Lestari, 2012: 16).

Orang tua dan anak dalam suatu keluarga memiliki kedudukan yang berbeda. Dalam pandangan orang tua, anak adalah buah hati dan tumpuan dari masa depan yang harus dipelihara dan dididik. Ikatan emosional antara orang tua dan anak inilah yang memberikan pencitraan terhadap institusi keluarga sebagai lembaga pendidikan yang bersifat kodrati dengan pola asuh secara naluriah dan cenderung terwariskan secara turun temurun. (Bahri Djamarah, 2014: 45).

2.3.5 Model-model Pola Asuh Orang Tua

Dikemukakan model-model pola asuh orang tua, karena di dalam model-model pola asuh inilah tipe-tipe pola asuh orang tua diterapkan. Tipe-tipe pola asuh ada dalam lingkup model pola asuh. Dalam konteks ini, model pola asuh atau model pola kepemimpinan dirasa perlu untuk diuraikan dalam kesempatan ini. Penulis akan mencoba mengambil model kepemimpinan antara pemimpin dan pengikut, yaitu model kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, dan model pola kepemimpinan pancasila, yang di kutip oleh Bahri Djamarah (2014), antara lain, yaitu:

1. Model Pola Kepemimpinan Antara Pemimpin dan Pengikut

Pola ini sebagai hubungan yang erat antara seorang pemimpin (pemimpin) dan yang dipimpin (pengikut).

(28)

2. Model pola kepemimpinan Ki Hajar dewantara

Pola kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sun tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Maksudnya di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan dibelakang memberi pengaruh.

3. Model Pola Kepemimpinan Pancasila

Kepemimpiana pancasila mengikuti pola seimbang, selaras dan serasi menurut keadaan, waktu dan tempat (ketupat) atau situasi dan kondisi (sikon).

Jika dirumuskan secara singkat, maka seorang pemimpin yang taat asas, harus memiliki dinamikaa horizontal dan vertikal. Seorang pemimpin yang baik diharapkan mengerti dan memahami dimana dia harus menempatkan diri pada situasi dan kondisi tertentu menurut tuntutan keadaan waktu dan tempat. (Bahri Djamarah, 2014: 56-58).

2.3.6 Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua

Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua keterampilan, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) maupun keterampian teknis (technical skill).

Sedangkan kriteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, menguasai keahlian teknis mendidik anak, memberikan contoh yang baik kepada anak, memperbaiki jika merasakan ada kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik, membina dan melatih anak.

Faktor ibu dan ayah yang memengaruhi pelaksanaan pengasuhan bersama antara lain kondisi psikologis, asal-usul keluarga, pengharapan terhadap pengasuhan bersama, dan karakteristik pekerjaan. Adapun faktor anak yang memengaruhi pelaksanaan pengasuhan bersama adalah gender, usia, dan jumlah anak. (Lestari, 2012: 65-66).

Pola asuh orang tua dalam keluarga tampil dalam berbagai tipe. Disini Bahri Djamarah, (2014) menyebutkan ada lima belas macam tipe-tipe pola asuh orang tua dalam keluarga, yaitu sebagai berikut:

1. Gaya Otoriter

Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksa kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai pengendali atau

(29)

pengawas (controller), selalu memaksa kehendak kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit menerima saran, dan cenderung memaksakan kehendak dalam perbadaan.

2. Gaya Demokrastis

Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Beberapa ciri dari tipe pola asuh yang demokratis adalah sebagai berikut:

a. Dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk termulya di dunia.

b. Orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dan kepentingan anak.

c. Orang tua senang menerima saran.

d. Mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan menberikan pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif, dan prakarsa dari anak.

e. Lebih menitik beratkan kerja sama dalam mencapai tujuan.

f. Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih sukses darinya.

3. Gaya Laissez-Faire

Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan. Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan dengan sedikit campur tangan orang tua agar kebebasan yang diberikan terkendali.

4. Gaya Fathernalistik

Fathernalistik (fathernal= kebapaan) adalah pola asuh kebapaan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan menasihati.

5. Gaya Karismatik

Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang memiliki kewibawaan yang kuat. Kewibawaan ini hadir bukan karena kekuasaan atau ketakutan, tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara orang tua dan anak.

(30)

6. Gaya Melebur Diri

Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan orang tua yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan membangun kerja sama dengan anak dengan cara menggabungkan diri.

7. Gaya Pelopor

Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di depan (pelopor) untuk memberikan contoh atau suritauladan dalam kebaikan bagi anak dalam keluarga.

8. Gaya Manipulasi

Tipe pola asuh ini selalu melakukan tipuan, rayuan, memutar balik kenyataan. Agar apa yang dikehendaki tercapai orang tua menipu dan merayu anak agar melakukan yang dikehendakinya.

9. Gaya Transaksi

Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian (transaksi), dimana antara orang tua dan anak membuat kesepakatan dari setiap tindakan yang diperbuat.

10. Gaya Biar Lambat Asal Selamat

Pola asuh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatu sangat berhati-hati.

Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan tapi pasti melompat jauh kedepan.

11. Gaya Alih Peran

Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orang tua dengan cara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak. Pola asuh ini dipakai orang tua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemban tugas dan peran orang tua.

12. Gaya Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut pamrih (gentong ngumes=sunda), karena setiap hasil kerja yang dilakukan ada nilai material.

13. Gaya Tanpa Pamrih

Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih, karena asuhan yang dilaksanakan orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam perilaku dan perbuatan.

(31)

14. Gaya Konsultan

Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah anak, membuat diri menjadi pendengar yang baik bagi anak.

15. Gaya Militeristik

Pola asuh militeristik adalah tipe kepemimpinan orang tua yang suka memerintah. Tanpa dialog, anak harus mematuhi perintahnya. Tidak boleh dibantah, harus tunduk dan patuh pada perintah dan larangan. (Bahri Djamarah, 2014: 60-67).

Adapun Maurice J. Elias dkk (2000: 51) memberikan metode mengasuh anak dengan EQ. Mendidik anak dengan EQ adalah jumlah total apa yang kita lakukan-hal besar dan kecil, hari demi hari- yang dapat menciptakan keseimbangan lebih sehat dalam rumah tangga dan hubungan dengan anak-anak.

2.4 Tinjauan Tentang Pola Komunikasi Keluarga

Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di atas, bahwa komunikasi adalah inti dari semua perhubungan. Itu berarti, dimana ada masyarakat yang melakukan hubungan sosial, disitu ada kegiatan komunikasi. Tak kenal waktu siang atau malam, tak peduli pagi atau sore hari, entah itu dalam keluarga, di sekolah, atau dimasyarakat, yang pasti bila seseorang melakukan kontak sosial, maka di dalamnya ada komunikasi.

Semenjak lahir manusia sudah mengadakan hubungan dengan kelompok masyarakat sekelilingnya. Kelompok pertama yang dialami oleh individu yang baru lahir, ialah keluarga. Hubungan yang dilakukan oleh individu itu dengan ibunya, bapaknya, dan anggota keluarga lainnya.

Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak seperti di pasar. Masyarakat yang melakukan transaksi jual beli di pasar dengan tujuan masing-masing. Mereka melakukan interaksi tanpa melakukan perubahan sama sekali terhadap sikap dan perilaku masing-masing. (Barri Djamarah, 2014: 108).

Lain halnya dengan komunikasi dalam keluarga. Karena tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak, maka komunikasi yang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi itu ada sejumlah norma yang ingin diwariskan oleh orang

(32)

tua kepada anaknya dengan pengandalan pendidikan. Norma-norma itu misalnya, norma agama, norma akhlak, norma sosial, norma etika, norma estetika, dan norma moral. (Barri Djamarah, 2014: 108).

Komunikasi dalam keluarga jika dilihat dari segi fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi komunikasi pada umumnya. Paling tidak ada dua fungsi komunikasi dalam keluarga, yaitu fungsi komunikasi sosial dan fungsi komunikasi kultural. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari tekanan dan ketegangan. Selain itu, melaluai komunikasi seseorang dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat, terlebih dalam keluarga untuk mencapai tujuan bersama. (Barri Djamarah, 2014: 108).

Fungsi komunikasi kultural. Para sosiolog berpendapat bahwa komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian dari komunikasi.

Peranan komunikasi di sisni adalah turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Sebagaimana kata Edward T. Hall bahwa “culture is comunication”

dan “ communication is culture.” Artinya, “Budaya adalah komunikasi dan komuniksi adalah budaya.” Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mengkomunikasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal (dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya) ataupun secara vertikal (dari suatu generasi kepada generasi berikutnya). Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk sesuatu kelompok tertentu.

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga.

Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan sebagainya. Akibatnya, kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak dan anak, perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.

Pola komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga berkisar di seputar Model Stimulus-Respons (S-R), Model ABX, dan Model Interaksional.

(33)

1. Model Stimulus-Respons

Pola komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model stimulus-respons (S-R). Pola ini menunjukan komunikasi sebagai suatu proses

“aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan- tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu.

2. Model ABX

Model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologi- sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).

3. Model Interaksional

Model interaksional ini barlawanan dengan model S-R. Sementara model S- R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. (Bahri Djamarah, 2014: 110-114).

2.4.1 Aneka Komunikasi dalam Keluarga

Dalam sebuah keluarga cara mereka berkomunikasi tentunya berbagai ragam cara, tergantung anggota keluarganya masing-masing. Komuniksai dalam keluarga sama saja sebagaimana komunikasi pada umumnya yang sering terjadi, ada komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, komunikasi individu atau interpersonal, dan komunikasi kelompok.

Dari setiap cara komunikasi tersebut akan penulis paparkan dibawah sebagai berikut:

1. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Bahasa itu sendiri menurut Larry L. Barker memiliki tiga fungsi, yaitu penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga. Setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya.

Canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak. Perintah, suruhan, larangan, dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering dipergunakan oleh orang tua atau anak dalam kegiatan komunikasi keluarga.

(34)

Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengarunhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan.

2. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal suatu ketika bisa berfungsi sebagi penguat komunikasi vebal. Fungsi komunikasi nonverbal itu sangat terasa jika komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas.

Mark L. Knapp menyebutkan lima macam fungsi pesan nonverbal, yaitu:

a. Repetisi; mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.

b. Substitusi; menggantikan lambang-lambang verbal.

c. Kontradiksi; menolak pesan yang verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal.

d. Komplemen; melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.

e. Aksentuasi; menegaskan pesan verbal, atau mengaris bawahi. (Bahri Djamarah, 2014: 116-117).

Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orang tua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah katapun, orang tua menggerakan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anakpun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat dan didengar dari orang tuanya.

Dalam konteks sikap dan perilaku orang tua yang lain, pesan nonverbal juga dapat nenerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati. Tanpa harus didahului oleh kata-kata sebagai pendukungnya, tepuk tangan, pelukan, usapan tangan, duduk, dan berdiri tegak mampu mengekspresikan gagasan, keinginan atau maksud.

3. Komunikasi Individual

Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam

(35)

sebuah interaksi antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, dan antara anak dan anak.

Komunikasi interpersonal ini dapar berlangsung dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Bila komunikasi itu dimulai oleh orang tua kepada anak, maka komunikasi itu disebut komunikasi arus atas. Bila komunikasi itu dimulai oleh anak kepada orang tua, maka komunikasi itu disebut komunikasi arus bawah. (Bahri Djamarah, 2014: 119).

4. Komunikasi Kelompok

Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Masalah waktu dan kesempatan menjadi faktor penentu berhasil atau gagal suatu pertemuan.

2.4.2 Interaksi Sosial dalam Keluarga

Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif.

Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga sedini mungkin dalam upaya memerankan fungsi pendidikan dalamn keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.

Mendiskusikan perasaan, menghubungkan perasaan dengan kejadian-kejadian dalam keluarga adalah hal-hal yang menjadikan keluarga sebagai sumber dukungan bagi anak- anak. Jika orang tua menciptakan suasana positif, dan membantu anak-anak memecahkan masalah, dan bukan sekedar memberikan jawaban atau membuat semua keputusan, anak- anak akan lebih mampu mengembangkan rasa tanggung jawab. (Maurice Elias dkk, 2000:

54).

Hubungan sosial dalam sebuah keluarga mempunyai atau berada dalam bermacam bentuk interaksi. Bahri Djamarah (2014) menjelaskan antara lain, yaitu: interaksi antara

Referensi

Dokumen terkait

10 Merujuk pada hal tersebut, maka penelitian ini akan difokuskan dan dipusatkan di Timika (Distrik Mimika Baru) 11 yang berkaitan langsung dengan

Untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk 10 tahun mendatang digunakan metode aritmatik, geometrik dan eksponensial, dari hasil perhitungan diperoleh jumlah

Memberi kemudahan menggunakan bahan bukan cetak termasuk perisian sama ada secara individu atau berkumpulan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat kerusakan pada ruas jalan tersebut sesuai dengan metode PCI (Pavement Condition Index) dan mengetahui faktor-faktor

Sejak ditetapkan RRI sebagai lembaga yang dapat menerima pendapatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan

Karena tidak dijumpai gambaran hidroureter pada hasil CT scan abdomen pasien ini, sementara pelvis renis mengalami dilatasi yang hebat, maka disimpulkan bahwa obstruksi terjadi

Untuk mengenali ciri-ciri sebuah puisi, bacalah contoh berikut ini yang diambil dari buku antologi puisia. Buku antologi puisi merupakan kumpulan karya puisi pilihan dari seseorang