i
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING(PBL) UNTUK
MENINGKATKAN PARTICIPATION SKILLS SISWA PADA PELAJARAN PKN KELAS V,SDN KARANGGONDANG, SEWON, BANTUL,
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Camelia NIM 11108249009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
“
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik selama ada komitmenuntuk menyelesaikannya”
(Penulis)
“Selalu berpikir positif, punya antusias dan semangat membara adalah modal besar
bagi anda untuk bisa sukses”
vi
PERSEMBAHAN
Sembari bersujud syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang
diberikan, Skripsi ini penulis pesembahkan kepada:
1. Papa dan Mamaku tercinta yang tiada henti mengirimkan doa.
2. Kakak dan adikku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
3. Almamaterku tercinta Universitas Negeri Yogyakarta
vii
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING(PBL) UNTUK
MENINGKATKAN PARTICIPATION SKILLS SISWA PADA PELAJARAN PKN KELAS V, SDN KARANGGONDANG, SEWON, BANTUL,
YOGYAKARTA
Oleh Camelia NIM 11108249009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan participation skills siswa melalui penerapan Problem Based Learning (PBL) pada pelajaran PKn siswa kelas V SDN Karanggondang, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 37 siswa. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi proses pembelajaran. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Proses Penelitian ditempuh dengan langkah-langkah berikut: (1) Menyajikan suatu masalah; (2) Mengelompokkan siswa; (3) Mencari penyelesaian dari masalah yang telah diberikan; (4) Menyajikan solusi dari masalah yang diberikan; (5) Mereview atau merefleksi proses pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan participation skills siswa. Hasil akhir yang diperoleh setelah tindakan siklus II adalah pada indikator bertanya sebesar 75.7%, bekerja sama sebesar 78.4%, berdiskusi sebesar 75.7%, dan pada indikator berbicara sebesar 75.7%.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang telah memberi dukungan, informasi serta bimbingan selama
proses pengerjaan skripsi ini dari tahap perencanaan hingga penyelesaian. Oleh
karena itu, dengan segenap ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dr. Haryanto, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta.
3. Hidayati, M.Hum., Ketua Jurusan PSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
4. Fathurrohman, M.Pd., Dosen pembimbing yang telah memberikan banyak
arahan, petunjuk serta bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik dan lancar.
5. Drs. Suparlan, M.Pd.I., Dosen Pembimbing Akademik yang telah berkenan
ix
6. Kastinah, S.Pd. SD., Kepala SDN Karanggondang yang telah memberikan ijin
untuk melaksanakan penelitian.
7. Arum Puspita Pertiwi, S.Pd., yang telah bersedia menjadi kolabolator dan
banyak membantu selama melaksanakan penelitian.
8. Kedua orang tuaku bapak M. Nasir dan ibu Syofianis yang telah mendoakan saya
selama ini, semoga Allah SWT senantiasa merahmati mereka.
9. Kakak dan adikku. Heri Sukmana, Irwan Sukmana, Yulia Indriani dan Eka Satria
yang selalu mendoakanku selama ini.
10. Juin Agus Saputro yang telah membantu dan memberikan dorongan.
11. Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk melanjutkan studi di UniversitasNegeri Yogyakarta.
12. Wita Juanti dan Oryanci Jermias yang telah membatu menjadi observer dalam
penelitian ini.
13. Sahabat-sahabatku dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Tiada apapun yang dapat penulis berikan sebagai imbalan, hanya doa dan
harapan semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari
xi A.Latar Belakang Masalah………...…….. 1
B.Identifikasi Masalah ………... ...…… 5
G.Definisi Operasional………... 7
1. Participation Skills………...….……… 7
xii BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.Pendidikan Kewarganegaraan…..………...……… 9
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan………...…..……… 9
a. Pengertian Pendidikan………...……… 9
b. Pengertian Kewarganegaraan ………...……… 10
c. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan………... ……… 12
d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan...………... 13
e. Tiga Aspek Pendidikan Kewarganegaraan………...……… 14
2. Participation Skills….………...….……… 16
a. Pengertian Partisipation Skills………...……… 16
b. Jenis-jenis Partisipation Skills………...……… 18
c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Partisipasi……...……… 21
3. Tinjauan TentangProblem Based Learning (PBL)………...…..……… 22
a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)………...………... 22
b. Ciri-ciri Pembelajaran PBL………... ……….……... 24
c. Langkah-langkah Pembelajaran PBL………... ……... 25
d. Keunggulan dan Kelemahan PBL………... ………... 26
B. Kerangka Berpikir ………...……... 27
C.Hipotesis Tindakan ………...…….. 28
xiii
D.Instrumen Penelitian ……….………...……… 34
E. Teknik Analisis Data ……….…………...……… 38
F. Indikator Keberhasilan ………..………... ……… 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian………...……… 39
B. Pembahasan………... ……… 67
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan PBL ………...…...……… 78
2. Peningkatan participation skills siswa dengan penerapan PBL... 77
C. Keterbatasan Penelitian………...……… 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan………...……… 78
B. Saran ………...……… 79
DAFTAR PUSTAKA………..…………....………... ……… 80
xiv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1 Aspek participation skills siswa berdasarkan penggunaan metode PBL 36
Tabel 2 Klasifikasi aspek participation skills siswa………. . 37
Tabel 3 Hasil peningkatan participation skills siswa siklus I ……… .. 56
Tabel 4 Hasil refleksi siklus I ……….. . 58
xv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Model Penelitian Tindakan dari Kemmis & Taggart………... 31
Gambar 2 Proses siswa dibagi kedalam beberapa kelompok……… 43
Gambar 3 Siswa berdiskusi untuk menyusun pertanyaan wawancara………….. 45
Gambar 4 Perwakilan dari setiap kelompok diberi kesempatan bertanya…….... 45
Gambar 5 Kegiatan saat siswa mewawancarai narasumber………. 48
Gambar 6 Siswa berdiskusi tentang hasil dari wawancara……… 48
Gambar 7 Siswa diberikan kesempatan bertanya………. 49
Gambar 8 Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi……….... 49
Gambar 9 Siswa menambah atau menyanggah jawaban………. 50
Gambar 10 Siswa mempresentasikan hasil diskusi……….. 52
Gambar 11 Siswa diberi kesempatan bertanya………. 53
Gambar 12 Siswa di beri kesempatan bertanya……… 62
Gambar 13 Siswa melakukan aklamasi memilih tujuan rekreasi sekolah……… 63
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I………. 84
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II.. ……… 101
Lampiran 3.Lembar observasi guru pembelajaran dengan penerapan
Problem Based Learning (PBL) siklus I pertemuan 1 ………. 109
Lampiran 4.Lembar observasi guru pembelajaran dengan penerapan
Problem Based Learning (PBL) siklus I pertemuan 2 …... 110
Lampiran 5.Lembar observasi guru pembelajaran dengan penerapan
Problem Based Learning (PBL) siklus I pertemuan 3 ………. 111
Lampiran 6.Lembar observasi guru pembelajaran dengan penerapan
Problem Based Learning (PBL) siklus II pertemuan 1 ……… 112
Lampiran 7.Daftar tingkat participation skills siswa siklus I pertemuan 1…….. 113
Lampiran 8.Daftar tingkat participation skills siswa siklus I pertemuan 2...… ... 114
Lampiran 9.Daftar tingkat participation skills siswa siklus I pertemuan 3.. ...…. 115
Lampiran 10.Daftar tingkat participation skills siswa siklus II
pertemuan 1……….. 116
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu program
pendidikan atau mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum di setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh pasal
37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Selanjutnya, peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa
kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah satu diantaranya adalah kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Kelompok mata pelajaran
tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
didik akan status, hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Pendidikan kewarganegaraan menurut David Kerr (Winarno, 2013: 5)
adalah suatu proses pendidikan dalam rangka menyiapkan warga muda yang
memahami akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, sedangkan civic education adalah citizenship education yang
dilakukan melalui sekolah. Sementara itu menurut Depdiknas (2007)
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib pada semua
2
menjadi lingkup, mencakup persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum
dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, kekuasaan dan
politik, pancasila dan globalisasi. Numan Somantri (Winarno, 2013:6-7)
mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan yang kiranya cocok dengan
Indonesia adalah sebagai program pendidikan yang berintikan demokrasi
politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh
positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua yang kesemua itu
diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan
bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945.
Proses pembelajaran di dalam kelas seorang guru memiliki peran yang
bersifat multi fungsi. Peran tersebut lebih dari sekedar yang tertuang pada
produk hukum tentang guru, seperti UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dan PP No. 74 tentang Guru. Mujtahid (Sudarwan Danim dan Khairil,
2012:44-46) mengemukakan bahwa guru berperan sebagai perancang,
penggerak, motivator, dan evaluator. Sementara itu Budimansyah (Sawaludin,
2012: 5) mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan penilaian dalam
PKn saat ini umumnya lebih ditekankan pada dampak instruksional saja yang
terbatas hanya pada penguasaan materi atau dengan kata lain pembelajaran
PKn hanya ditekankan pada aspek kognitif saja. Pengembangan
dimensi-dimensi lainnya seperti aspek afektif dan psikomotorik serta perolehan
3
sebagai mana mestinya. Sehingga pembelajaran PKn belum mencerminkan
percapaiannya secara menyeluruh.
Muchtar Buchori (Cholisin, 2005: 3) menyatakan bahwa selama ini
umumnya sekolah hanyalah memberikan kemampuan menghafal dan bukan
untuk berpikir secara kreatif sehingga hasilnya pembelajaran yang telah
dilakukan kurang bermakna. Untuk itu sekolah harus memenuhi tiga aspek,
yaitu pengetahuan, skills, dan membentuk karakter. Aspek pengetahuan
yang dikembangkan seharusnya bisa menopang kebutuhan skills yang
terus berubah. Pentingnya materi yang dikuasai peserta didik harus bisa
mengikuti perkembangan kehidupan, kapan dan dimanapun. Proses
pembelajaran di dalam kelas seharusnya menitikberatkan pada keaktifan siswa
dalam menggali pengetahuannya, dengan kata lain pembelajaran harus lebih
fokus pada siswa bukan pada guru, sehingga pembelajaran menjadi lebih
bermakna.
Sementara itu aktivitas yang terjadi di dalam kelas umumnya masih
menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat
membuat siswa makin bertambah pengetahuanya, sehingga layak dikemudian
hari ia naik kelas dan lulus dari suatu jenjang pendidikan. Kondisi seperti ini
masih banyak mendominasi sekolah-sekolah ditanah air, meskipun sebagian
kecil siswa sudah ada yang mampu menjadi juara di tingkat nasional dan
internasional. Adapun yang dimaksud disini adalah masih banyak pendidik
4
kejuruan) yang asik mengelola proses pembelajran dikelasnya dengan
pembelajaran satu arah antara guru dengan siswa, sehingga interaksi antar
siswa dengan siswa dan siswa dengan guru tidak berlangsung secara efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Sudarwan Danim & H. Khairil, (2012: 24).
Tim Broad Based Education (2001 : 8-9) menjelaskan kecakapan
berinteraksi mencakup dua hal, yaitu kecakapan komunikasi dengan empati
dan kecakapan bekerjasama. Berempati, sikap penuh pengertian dan seni
komunikasi dua arah, perlu ditekankan karena berkomunikasi bukan
sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi dan sampaianya pesan disertai
dengan kesan baik, dan menumbuhkan hubungan yang harmonis. Berinteraksi
adalah menjadi tanggap terhadap lingkungan sekitar siswa. Interaksi berarti
bertanya, menjawab, dan berdiskusi dengan santun, demikian juga
membangun kerjasama dan memecahkan masalah dengan cara berdiskusi.
Metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran PKn
SD, misalnya metode Problem Solving, Contextual Teaching and Learning
(CTL), Problem Based Learning (PBL), Cooperative Learning, Inquiry, serta
masih banyak metode atau model-model pembelajaran lainnya. Penggunaan
metode pembelajaran yang bervariasi pada mata pelajaran PKn dapat
dilakukan agar proses pembelajaran lebih menarik dan bermakna sehingga
5
Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran mata pelajaran
PKn yang dilakukan pada tanggal 23 Desember 2014 dan 30 Desember 2014,
metode pembelajaran yang digunakan guru kelas V SDN Karanggondang
umumnya hanya metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Oleh sebab itu
pembelajaran seperti ini membuat siswa kurang bersemangat dan kurang
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal
ini juga membuat minat belajar siswa dalam pelajaran PKn menjadi
berkurang.
Berangkat dari masalah-masalah yang ditemukan peneliti selama
proses pembelajaran berlangsung, peneliti ingin menerapkan pembelajaran
dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan
participation skills siswa kelas V SDN Karanggondang, Sewon, Bantul pada
mata pelajaran PKn. Sesuai dengan permasalahan pada proses pembelajaran
PKn pada kelas V SDN Karanggondang, peneliti mengusulkan untuk
melakukan penelitian tindakan kelas kolaborasi bersama guru kelas, tentang
penerapan Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan participation
skills siswa pada mata pelajaran PKn kelas V, di SDN Karanggondang, yang
bertujuan untuk meningkatkan participation skills siswa kelas V SDN
Karanggondang.
B. Identifikasi Masalah
1. Rendahnya participation skills siswa dalam pembelajaran PKn di kelas V
6
2. Minat belajar siswa kelas V SDN Karanggondang dalam pembelajaran
PKn rendah.
3. Kurang bervariasinya metode yang diterapkan dalam pembelajaran PKn.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi
penelitian ini pada masalah
1. Rendahnya participation skills siswa dalam pembelajaran PKn di kelas V
SDN Karanggondang.
2. Kurang bervariasinya metode yang di terapkan dalam pembelajaran PKn
D. Rumusan Masalah
Memperhatikan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimana meningkatkan participation skills siswa
pada mata pelajaran PKn kelas V dengan menerapkan Problem Based
Learning (PBL) di SDN Karanggondang, Sewon, Bantul?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan participation skills
siswa pada pelajaran PKn kelas V SDN Karanggondang, Sewon, Bantul
7 F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai khasanah bacaan tentang “Keefektifan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) terhadap peningkatan hasil belajar
PKn siswa SD”.
b. Sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang sejenis dan sebagai
pengembangan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru tentang
peningkatan participation skills siswa pada pelajaran PKn melalui
penerapan Problem Based Learning (PBL) pelajaran PKn kelas V SDN
Karanggondang, Sewon, Bantul.
G. Definisi Operasional 1. Participation Skills
Participation skill adalah keterlibatan atau interaksi yang dilakukan oleh
peserta didik dalam proses belajar mengajar dan dalam lingkungannya
8
2. Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang
menitikberatkan pada proses penyelesaian masalah dalam pembelajaran
serta mencari resolusi dari permasalahan tersebut. Penerapan metode
Problem Based Learning (PBL) dalam penelitian ini menggunakan
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kewarganegaraan
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Pendidikan
Dwi Siswoyo (2007:1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, berdasarkan
pada landasan pemikiran tertentu. Dengan kata lain, upaya untuk
memanusiakan manusia melalui pendidikan, yang didasarkan atas
pandangan hidup atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosio kultural
dari tiap-tiap lingkungan masyarakat, serta pemikiran-pemikiran
psikologi tertentu.
Pendidikan dalam arti luas dapat diartikan sebagai sebuah proses
yang menggunakan metode-metode tertentu sehingga setiap orang bisa
memperoleh ilmu pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku
yang sesuai dengan kebutuahan.(Dalyono, 2010:5). Sementara itu menurut
Brubacher (Dwi Siswoyo, T. sulistyono, dkk. 2011:54) mengemukakan
pendidikan adalah proses di mana potensi-potensi
kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas dalam diri manusia yang mudah
dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, serta disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik, juga menggunakan alat (media) yang
10
menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan
yang di tetapkan. Sedangkan, menurut Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 mendifinisikan pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sebagai peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan,
masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pendidikan yang telah
dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulan bahwa
pendidikan adalah merupakan suatu proses dimana manusia memperoleh
pengetahuan, informasi dan pengalaman, sehingga terjadi perubahan
tingkah laku yang positif terhadap individu masing-masing.
b. Pengertian Kewarganegaraan
Cogan & Derricott (Winarno, 2013: 2-3) menyatakan bahwa
Citizenship pada umumnya diterjemahkan dengan kewarganegaraan.
Pengertian lain menyatakan bahwa:
“citizenship of membership in a political community (originally a city or town but now usually a country) and carries with it rights to political participation; a person having such membership is a citizen”
Kewarganegaraan merupakan seperangkat karakter sebagai warga.
11
suatu politik (dalam sejarah perkembangannya di awali pada negara kota,
namun saat ini sudah ada yang berkembang pada keanggotaan suatu
negara). Kewarganegaraan dapat membawa implikasi pada kepemilikan
hak untuk berpartisipasi dalam politik. Adapun orang yang telah menjadi
dan memiliki keanggotaan penuh disebut citizen.
Smith (Winarno, 2013: 3) mengidentifikasi adanya 4 makna dari
kewarganegaraan. Keempat makna tersebut adalah sebagai hak, yaitu
setiap orang mempunyai hak politik untuk berpartisipasi dalam proses
pemerintahan; sebagai status hukum, yang secara sah diakui sebagai
anggota dari suatu komunitas politik (negara) yang berdaulat; kenggotaan
dari suatu komunitas, kewarganegaraan menunjuk pada asosiasi/
keterikatan orang tidak hanya pada negara, tetapi juga komunitas lain (
seperti keluarga, club, universitas dan komunitas politik yang lebih luas
lagi); serta seperangkat tindakan, artinya kewarganegaraan tidak hanya
mengimplikasikan adanya keanggotaan, tetapi juga ketentuan-ketentuan
yang berlaku dan perilaku warga negara.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa untuk menjadi
warga negara tidak selalu anggota sebuah komunitas, tetapi memerlukan
seperangkat karakter, perilaku, dan sikap yang muncul dari sifat
keanggotaan itu. Warga bukan hanya anggota suatu komunitas politik
negara atau disebut warga negara, tetapi juga anggota dari komunitas
12
dalam konteks inilah civic education atau citizenship education
diperlukan.
c. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Cogan (Winarno, 2013: 4-6) menjelaskan bahwa Civic education
adalah pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sempit, yaitu
sebagai bentuk pendidikan formal, seperti mata pelajaran, mata kuliah,
atau kursus dilembaga sekolah, universitas, atau lembaga formal lain.
Sedangkan citizenship education mencakup tidak hanya sebagai bentuk
formal dari pendidikan kewarganegaraan, tetapi bentuk-bentuk informal
dan non formal pendidikan kewarganegaraan. Citizenship education
adalah pengertian pendidikan kewarganegaraan secara ginerik (umum)
dan dalam arti yang luas. Sedangkan, pendidikan kewarganegaraan dalam
pengertian yang luas seperti “citizenship education” atau “ education for
citizenship” mencakup pendidikan kewarganegaraan di dalam lembaga
pendidikan formal (dalam hal ini seperti disekolah dan dalam program
pendidikan guru) dan di luar sekolah baik yang berupa program penataran
dan program lainya yang sengaja dirancang atau dampak pengiring dari
program lain yang berfungsi untuk memfasilitasi proses pendewasaan
sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Di dalam definisi yang lain,
David Kerr (Winarno, 2013: 5) menyatakan citizenship dalam arti
13
“Process to acompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and in particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that prepatory process”.
Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka
menyiapkan warga muda yang memahami akan hak-hak, peran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedangkan civic education
adalah citizenship education yang dilakukan melalui sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa citizenship
education atau civic education adalah pendidikan kewarganegaraan
dimana pendidikan ini untuk mempersiapkan warga negara yang baik dan
memahami hak-haknya sebagai warga negara serta peran masyarakatnaya
dalam suatu negara.
d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Jajang Sulaiman (2011: 3-4) menyatakan Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan bagian integral dari sistem Pendidikan
Nasional. Oleh karena itu, secara umum fungsi pendidikan
kewarganegaraan harus sesuai dan mampu mendukung keberhasilan
fungsi Pendidikan Nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam pasal 3
UU Sisdiknas, yakni “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedangkan,
14
dan Wuri Wuryandani, (2010: 7-8) adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1) Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
serta anti korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Menyimak fungsi dan tujuan dari mata pelajaran pendidikan
kewarganegaran di atas, maka pendidikan kewarganegaraan memiliki
peran penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
supaya masyarakat mampu bertanggung jawab, berpikir secara kritis dan
rasional, serta mampu bertindak secara cerdas dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Tiga Aspek Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Branson (Sunarso, dkk. 2006: 14) mengemukakan bahwa
15
negara yang demokratis dan memiliki tiga fungsi pokok, yaitu
mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina
tanggung jawab warga negara (civic responcibility), dan mendorong
partisipasi warga negara (civic participation). Tiga kompetensi warga
Negara di atas juga sejalan dengan tiga kompetensi pendidikan
kewarganegaraan yang baik, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter
kewarganegaraan (civic disposition).
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan
materi substansi yang harus diketahui oleh warga negara. Pada prinsipnya
pengetahuan yang harus dikuasai oleh warga negara adalah berkaitan
dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, pengetahuan tentang
struktur dan sistem politik pemerintahan, nilai-nilai universal dalam
masyarakat demokratis, cara-cara kerjasama dalam mewujudkan kemajuan
bersama, serta hidup berdampingan secara damai dan tentram dalam
masyarakat internasional. Keterampilan kewarganegaraan (civic skills)
merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan
kewarganegaraan supaya pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu
yang bermakna dan mempunyai nilai karna dapat dimanfaatkan dalam
menghadapi masalah-masalah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
16
Civic skills mencakup tentang keterampilan intelektual
(intellectual skills) dan keterampilan partisipasi (participation skills).
Sedangkan, karakter kewarganegaraan (civic dispositions) merupakan
sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap warga negara untuk mendukung
efektivitas partisipasi dalam berpolitik, berfungsinya sistem politik yang
sehat, berkembangnya martabat dan harga diri masyarakat serta
kepentingan umum.
2. Participation Skills
a. Pengertian participation Skills
George Terry (Tabah Subekti, 2011: 19) menyatakan bahwa
partisipasi adalah turut sertanya individu baik secara mental dan
emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan dalam proses
pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan dalam hal
keterlibatan individu yang bersangkutan dalam melaksanakan tanggung
jawabnya untuk melakukan hal tersebut. Sejalan dengan pendapat diatas
Ketut Sudharma dan Eva M. Sakdiah (2007: 165) Partisipasi siswa
didalam kelas dapat ditunjukkan dengan keaktifannya dalam proses
belajar mengajar, perhatian saat guru menyampaikan materi dan
menanyakan apa yang menjadi hambatan dalam pikirannya serta dapat
berkomunikasi timbale balik dalam proses pembelajaran yang
berlangsung. Sedangkan menurut Made Pidarta (Fitri Yulia Widyastuti,
17
beberapa orang dalam suatu kegiatan. Sementara itu, partisipasi menurut
Huneryear dan Hecman (Fitri Yulia Widyastuti, 2012: 3) adalah sebagai
suatu keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok
yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta
membagi tanggung jawab bersama mareka.
Menurut Darsono (Ketut Sudharma & Eva M. Sakdiah, 2007: 168)
partisipasi siswa dalam belajar tidak bersifat dikhotomis, artinya ada atau
tidak ada partisipasi, melainkan bersifat kuantum, artinya partisipasinya
terentang dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Guru yang
berinteraksi dengan siswa secara akrab atau dekat, sehingga menyebabkan
proses belajar mengajar itu akan menjadi lebih baik dan menyenangkan.
Selain itu siswa yang merasa dekat dengan guru, maka siswa akan
berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulan bahwa
partisipasi siswa adalah keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta
didik dalam memberikan respon terhadap kegiatan dalam proses
pembelajaran serta bertanggung jawab dan mendukung pencapaian tujuan
dalam proses belajar mengajar. Partisipasi siswa akan berjalan dengan
baik apabila kegiatan dalam proses pembelajaran dilakukan dengan baik,
18 b. Jenis-jenis Participation Skills
Dalam proses pembelajaran keterampilan berpartisipasi siswa
sangat dibutuhkan, supaya aktivitas dalam proses belajar mengajar dapat
terwujud dengan efektif. Adapun keterampilan partisipasi siswa yaitu
sebagai berikut:
1) Keterampilan Bekerja Sama
Johnson & Holubec (Djoko Apriono, 2011: 159-160)
mengemukakan bahwa sama seperti seorang guru yang harus
mengajarkan keterampilan akademis, keterampilan kerja sama juga
harus diberikan kepada siswa, karena keterampilan ini akan
bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kerjasama dalam
kelompok dan akan menentukan bagi keberhasilan hubungan sosialnya
di masyarakat. Bordessa (Djoko Apriono, 2011: 160) juga menyatakan
bahwa pentingnya bagi siswa memiliki keterampilan kerjasama dengan
satu tujuan tentang adanya pemahaman bahwa tidak ada satu orangpun
yang memiliki jawaban yang tepat kecuali dengan bekerjasama.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas keterampilan
kerjasama antar siswa merupakan aspek kepribadian yang penting
yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Oleh karena itu, keterampilan
kerjasama khususnya dalam proses belajar mengajar perlu mendapat
perhatian dari guru supaya peserta didiknya mampu berpartisipasi
19 2) Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara merupakan kemampuan yang kompleks
yang terdiri dari beberapa aspek yang berbeda-beda dan
perkembangannya juga berbeda pula. Halim (Sri Sunarsih, 2012: 36).
Hanry Guntur Tarigan (2013: 16) menjelaskan bahwa berbicara adalah
kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, atau
kata-kata untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Sedangkan, menurut Syafi’ie (Sri Sunarsih, 2012: 36)
berbicara merupakan salah satu perwujudan dari retorika. Berbicara
merupakan proses dalam menuangkan pikiran-pikiran ke dalam bahasa
lisan melalui kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, jelas dan
komunikatif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan individu dalam
menyampaikan gagasan, pikiran, maupun perasaannya melalui
kalimat-kalimat yang dirangkai, sehingga penyimak bisa memahami
apa yang dimaksudkan oleh sipembicara.
3) Keterampilan Berdiskusi
Pada hakikatnya diskusi merupakan suatu metode yang
digunakan untuk memecahkan masalah dengan proses berfikir
kelompok. Henry Guntur Tarigan (2013: 40). Oleh karena itu, diskusi
20
mengandung berbagai langkah-langkah dasar tertentu dan harus
dipatuhi oleh seluruh anggota kelompok. Sementara itu, John Stuart
Mill (Henry Guntur Tarigan, 2013: 40) pernah mengemukakan bahwa
satu-satunya cara atau tempat dimana manusia dapat mengemukakan
beberapa pendekatan untuk mengetahui dari keseluruhan dari pokok
pembicaraan adalah dengan jalan diskusi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berdiskusi adalah kegiatan yang membutuhkan kerjasama
dan koordinasi antar anggota kelompok untuk dapat memecahkan
suatu masalah.
4) Keterampilan Bertanya
Ribowo (Emilda Afrina Siregar, 2012: 104) menjelaskan
bahwa keterampilan bertanya merupakan keterampilan bertanya dasar
yang lebih mengutamakan usaha untuk mengembangkan kemampuan
berfikir siswa, memperbesar partisipasi dan ikut mendorong siswa
untuk berinisiatif sendiri. Nurhadi dan Senduk (Emilda Afrina Siregar,
2012: 104) mengemukakan bahwa bertanya adalah suatu strategi yang
digunakan secara aktif oleh peserta didik untuk menganalisis atau
mengeksplorasi gagasan-gagasan tertentu.sedangkan menurut Suhito
(Emilda Afrina Siregar, 2012: 104) menjelaskan bahwa bertanya
merupakan rasa ingin tahu seseorang akan jawaban yang belum
21
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa keterampilan bertanya merupakan keterampilan siswa dalam
mengajukan pertanyaan yang didorong oleh rasa ingin tahu akan
jawaban yang belum diketahuinya. Oleh karena itu, keterampilan siswa
dalam bertanya perlu untuk lebih ditingkatkan lagi, supaya dapat
meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Berkaitan dengan proses pembelajaran
keterampilan-keterampilan yang dijelaskan di atas, maka sangat diperlukan untuk
meningkatkan partisipasi siswa, supaya proses pembelajaran menjadi
lebih efektif dan tidak terpaku pada guru saja. Jadi siswa mampu untuk
menyelesaikan masalah-masalah dalam proses pembelajaran dengan
saling bertanya, berdiskusi dan saling bekerja sama antar kelompok
masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti akan meneliti keempat aspek
tersebut, mulai dari aspek bekerja sama, berdiskusi, bertanya, dan
aspek berbicara siswa dalam proses pembelajaran didalam kelas.
c. Faktor-faktor yang menyebabkan Partisipasi
Sudjana (Tabah Subekti, 2011: 22) mengemukakan bahwa
partisipasi siswa di dalam proses pembelajaran merupakan salah satu dari
bentuk keterlibatan mental dan emosional siswa. Disamping itu,
partisipasi merupakan salah satu bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh
lima faktor antara lain: (1) Pengetahuan kognitif, berupa pengetahuan
22
seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, psikososial, dan faktor-faktor
sosial; (3) Kebiasaan sosial, seperti kebiasaan menetap dalam lingkungan;
(4) Kebutuhan, meliputi kebutuhan Approach (mendekatkan diri) dan
Asosil (menghindar); (5) Sikap, meliputi pandangan/ perasaan kesedian
reaksi, interaksi sosial, minat dan perhatian.
3. Tinjauan tentang Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Barrow (Miftahul Huda 2013: 271) mendefinisikan Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) sebagai pembelajaran
yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu
masalah. PBL merupakan salah satu dari bentuk peralihan dari paradigma
pengajaran menuju paradigma pembelajaran. Barr dan Tagg (Miftahul
Huda 2013:271). Jadi, fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan
bukan pada pengajaran guru.
Eni Wulandari, dkk. (2012: 2) mengemukakan bahwa Problem
Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang memberikan masalah
kepada siswa dan siswa diharapkan untuk menyelesaikan masalah yang
diberikan tersebut dengan melaksanakan pembelajaran yang aktif sehingga
pembelajaran menjadi siswa aktif sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator. Sedangkan Sanjaya (2009: 214) juga berpendapat bahwa
Problem Based Learning (PBL) dapat diartikan sebagai suatu rangkaian
23
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Sementara itu,
menurut Maggi Savin dan Claire Howell (Bekti Wulandari & Herman
Dwi Surjono, 2013: 181) menjelaskan bahwa metode pembelajaran yang
digunakan dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalah
dalam dunia nyata atau rill. PBL merupakan pembelajaran yang aktif
progresif dan pendekatan dalam pembelajarannya berpusat pada masalah
yang tidak terstruktur dan diharapkan dapat digunakan sebagai titik awal
dalam proses pembelajaran. (Bekti Wulandari & Herman Dwi Surjono,
2013: 181)
Menurut Lloyd-jones, Margeston, dan Bligh (Miftahul Huda 2013:
271-272) menjelaskan fitur-fitur penting dalam PBL. Mareka menyatakan
bahwa ada tiga elemen dasar yang penting dan seharusnya muncul dalam
pelaksanaan PBL: menganalisis pemicu atau masalah awal (initiating
trigger), meniliti isu-isu yang diidentifikasi sebelumnya, dan
memanfaatkan pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah.
Strategi pembelajaran dengan PBL menawarkan kebebasan siswa
dalam proses pembelajaran. Panen (Rusmono 2012: 74) mengatakan
dalam strategi pembelajaran dengan PBL, siswa diharapkan mampu untuk
terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk
mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan
24
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Problem
Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang memberikan masalah
kepada siswa dan siswa diharapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan melaksanakan pembelajaran yang aktif. Sehingga, pada proses
pembelajaran di dalam kelas siswa yang selalu aktif. Sedangkan, guru
hanya sebagai fasilitator.
b. Ciri-ciri Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Ciri-ciri strategi PBL menurut Baron (Rusmono 2012: 74) adalah:
(1) Penggunakan permasalahan dalam dunia nyata; (2) Pembelajaran
dipusatkan pada penyelesaian masalah; (3) Tujuan pembelajaran
ditentukan oleh siswa; dan (4) Guru berperan sebagai fasilitator.
Kemudian “masalah” yang digunakan menurutnya harus relevan dengan
tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik berdasarkan informasi yang
luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah lain, dan termasuk dalam
dimensi kemanusiaan.
Sementara itu menurut Amir (Eni Wulandari, dkk. 2012: 2)
menyebutkan ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain yaitu: (1)
Pembelajaran diawali dengan memberikan masalah kepada peserta didik;
(2) Siswa berkelompok secara aktif merumuskan masalah tersebut; (3)
Mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan
25
c. Langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Langkah-langkah dalam proses pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) menurut Arends (Eni Wulandari,dkk. 2012: 2) adalah
sebagai berikut: (1) Pembelajaran diawali dengan menyajikan suatu
masalah; (2) Siswa bersama dengan kelompok merumuskan masalah dan
mengidentifikasi apa yang mareka butuhkan untuk menyelesaikan masalah
tersebut; (3) Siswa terlibat langsung dalam menyelesaikan masalah
tersebut diluar bimbingan guru, hal ini bisa mencakup perpustakaan,
database, website, masyarakat dan observasi; (4) Siswa menyajikan solusi
dari masalah tersebut; (5) Siswa bersama dengan guru mereview kembali
apa yang mareka pelajari selama proses pembelajaran. Semua yang
berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah tersebut terlibat dalam
mereview, sekaligus melakukan refleksi atas konstribusi terhadap proses
pembelajaran tersebut. Sedangkan, menurut Melyani (Polya 2013: 22)
langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) yaitu (1) Memahami
masalah; (2) Merencanakan pemecahan masalah; (3) Melaksanakan
rencana penyelesaian masalah; (4) Memeriksa kembali prosedur dan hasil
penyelesaian.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
(1) Guru menyajikan suatu masalah dalam proses pembelajaran; (2) Siswa
26
permasalahan, hal ini bisa mencakup perpustakaan, website, database,
masyarakat, dan observasi; (4) Siswa menyajikan solusi dari masalah yang
diberikan; (5) Guru bersama siswa mereview kembali pembelajaran
dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL). Selanjutnya
kelima langkah-langkah ini digunakan peneliti dalam proses
pembelajaran.
d. Keunggulan dan kelemahan Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki
keunggulan dan kelemahan. Sanjaya (Eni Wulandari, dkk. 2012: 2)
menyebutkan keunggulan PBL antara lain: (1) PBL merupakan teknik
yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; (2) PBL dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) PBL dapat meningkatkan
aktifitas pembelajaran; (4) Melalui PBL bida memperlihatkan kepada
siswa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar
dari guru atau buku-buku saja; (5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa; (6) PBL dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis:
(7) PBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mareka miliki dalam duania nyata; (8)
PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terus
27
Keunggulan model pembelajaran PBL telah disebutkan di atas,
sedangkan kelemahan model pembelajaran PBL menurut Sanjaya (Eni
Wulandari, dkk. 2012: 2) antara lain; (1) Siswa tidak memiliki minat atau
tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba; (2)
Keberhasilan model pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan; (3) Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mareka tidak akan
belajar apa yang ingin pelajari
B. Kerangka Berpikir
Judul penelitian yang diangkat yaitu “ Penerapan Problem Based
Learning (PBL) Untuk Meningkatkatkan Participation Skills Siswa Pada
Pelajaran PKn Kelas V SDN Karanggondang, Sewon, Bantul, Yogyakarta”.
Sebelumnya, alasan peneliti memilih judul ini adalah karena di dalam proses
belajar mengajar di kelas terutama mata pelajaran PKn, siswa banyak yang
tidak memperhatikan guru dan sibuk sendiri, karena sebagian siswa masih
menganggap PKn identik dengan mata pelajaran yang mementingkan hafalan.
Pengetahuan yang diberikan guru dianggap kurang memberdayakan potensi
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa secara optimal. sehingga membuat
kurangnya partisipasi siswa dalam mata pelajaran ini.
Adapun alasan penelitian yang dilakukan dengan penerapan Problem
28
pembelajaran yang di mana siswa belajar memecahkan masalah-masalah
dalam kelompok kecil. Metode pembelajaran ini menuntut kerjasama antar
anggota kelompok yang solid agar kelompok bisa berhasil memecahkan
masalah tersebut, dengan demikian dapat meningkatkan partisipasi siswa
dalam proses pembelajaran yang dilakukan di kelas.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan
di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini berbunyi “Penerapan
Problem Based Learning (PBL) dikelas V SD Karanggondang dapat
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas kolaborasi.
Penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan cara
menerapkan suatu metode baru yang dirasakan memiliki beberapa kelebihan,
baik dari segi kepuasan maupun efisien. Sesuai dengan pendapat Daryanto
(2011: 1), Penelitian Tindakan Kelas pada dasarnya merupakan kegiatan nyata
yang dilakukan guru dalam rangka memperbaiki mutu pembelajaran di dalam
kelasnya.
Guru dan peneliti bersama-sama memantau kegiatan pembelajaran
mulai dari menentukan materi yang akan diajarkan pada saat melaksanakan
tindakan, pembuatan rencana pembelajaran, menyusun lembar observasi guna
melihat aktivitas siswa, kemudian melakukan penilaian terhadap proses
tindakan yang telah dilakukan. Apabila masih terdapat masalah dalam proses
pelaksanaan tindakan maka guru bersama dengan peneliti melakukan revisi
dan refleksi untuk memperbaikinya pada tindakan berikutnya.
B. Setting Penelitian
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN
Karanggondang, Sewon, Bantul, Yogyakarta yang berjumlah 37 orang,
30
siswa kelas V SDN Karanggondang pada mata pelajaran PKn melalui
Problem Based Learning (PBL).
2. Tempat dan waktu
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas V Sekolah Dasar Negeri
Karanggondang, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 24 Maret 2015 sampai dengan 26
Mei 2015.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc. Taggart. Dalam
perencanaan model ini menggunakan sistem spiral, yang masing-masing
siklus terdiri dari 4 komponen, yaitu: rencana, tindakan, observasi dan
31
Operasional pelaksanaan dalam penelitian kelas yang akan
dilaksanakan digambarkan dalam 4 tahap sebagai berikut:
3
1. Tahap I adalah tahap Perencanaan (Plan)
Dalam rencana tindakan ini peneliti bersama dengan guru akan
melakukan hal-hal berikut ini:
a. Menemukan masalah yang ada dilapangan, yaitu:
1) Pada tahap ini peneliti melakukan observasi awal dengan
mewawancarai guru kelas V untuk mengetahui permasalahan yang
ada dalam pembelajaran PKn. Pada penelitian ini masalah yang
32
pada pembelajaran PKn serta kurang bervariasinya metode yang
diterapkan dalam pembelajaran tersebut.
2) Memaparkan alasan mengapa permaslahan tersebut dipilih menjadi
latar belakang Penelitian Tindakan Kelas.
3) Merumuskan masalah secara jelas dan rinci.
4) Merancang tindakan yang akan digunakan pada penelitian PTK
ini.
b. Merancang tindakan yang akan dilakukan.
Setelah peneliti mengetahui permasalahan yang terjadi di
lapangan, kemudian peneliti bersama guru menyusun rencana
pembelajaran yang mencakup tindakan apa yang akan diterapkan
sebagai solusi dari permasalahan yang ada sehingga dapat
memperbaiki participation skills siswa.
1) Peneliti mengeksplorasi teori yang relevan dan menerapkan
alternatif tindakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam
proses pembelajaran PKn. Solusi yang akan diberikan adalah
dengan menerapakan Problem Based Learning (PBL) untuk
meningkatkan participation skills siswa.
2) Peneliti bersama dengan guru merencanakan langkah-langkah
pembelajaran dengan penerapan Problem Based Learning (PBL)
pada siklus I yang dituangkan dalam RPP.
33
4) Peneliti bersama dengan guru membentuk siswa kedalam
kelompok-kelompok kecil. Setelah kelompok-kelompok tersebut
terbentuk, guru menyajikan suatu masalah yang akan dipecahkan
atau diselesaikan oleh tiap-tiap kelompok serta menyajikan
resolusi dari permasalahan tersebut.
5) Peneliti bersama dengan guru merencanakan untuk membentuk
siswa menjadi sembilan kelompok, setiap kelompok terdiri dari
4-5 siswa.
2. Tahap II adalah Tahap Pelaksanaan (Action)
Apabila jenis tindakan dan kelengkapannya yang telah
direncanakan sudah tersusun, maka peneliti dan 2 observer yang menbantu
beserta guru melaksanakan skenario yang telah direncanakan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan telah sesuai
dengan rencana atau tidak. Peneliti juga perlu melakukan pemantauan
untuk mengetahui hasil yang dilaksanakan. Pemantauan dilaksanakan oleh
guru, peneliti dan dibantu oleh 2 observer lainnya.
3. Tahap III (Tahap Observasi atau pengamatan)
Tahap ini peneliti akan mengamati dan menjabarkan hasil jalannya
tindakan. Dalam hal ini umpan balik dilakukan sebagai bahan untuk
segera memodifikasi rencana selanjutnya. Bila perlu diadakan rencana
ulang manakala rencana awal kurang tepat dan hasilnya kurang
34
4. Tahap IV adalah Tahap Refleksi (Reflect)
Tahap ini adalah tahap akhir yaitu mengadakan refleksi
pelaksanaan yang telah dilakukan. Tahap refleksi yang terdiri dari
beberapa komponen yaitu:
a. Menganalisis, yaitu dengan menganalisis hasil dari tindakan yang
telah dilakukan. Apakah perlu adanya perbaikan atau tidak, berhasil
atau tidak, serta bagaimana hasil dari tindakan tersebut.
b. Melakukan sintesis, yaitu dengan menghubungkan antara hasil yang
telah diperoleh pada tindakan. Apakah setelah melakukan tindakan ada
perubahan atau belum, masihkah perlu pembenahan atau tidak.
c. Memberi makna, yaitu dengan mengambil kesimpulan hasil yang
telah diperoleh setelah disintesa awal.
d. Refleksi, yaitu tahap dimana diadakan perbaikan untuk mencapai
tujuan yang akan diperoleh.
Jika setelah melakukan satu siklus hasilnya masih kurang memuaskan
maka dilakukan lagi siklus yang kedua dengan pembenahan-pembenahan
yang berasal dari analisis-analisis siklus sebelumnya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti pada
waktu penelitian dengan menggunakan sesuatu metode (Suharsimi Arikunto
2010: 192). Instrumen sebagai alat pengambil data harus harus dapat
35
penelitian ini berupa tes keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam penelitian ini instrument yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi (Pengamatan)
Observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan
pengamatan dan pencatatan yang terfokus pada aktivitas yang dilakukan
oleh siswa dan guru pada saat proses pembelajaran PKn berlangsung. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui proses kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning
(PBL). Observasi dilakukan terhadap guru dan siswa dalam proses
kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan dengan lembar observasi
yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Lembar observasi adalah daftar
serangkaian kegiatan yang ada dalam penelitian dan sebagai objek yang
diamati oleh peneliti. (lampiran 3, 4, 5 dan 6).
Kisi-kisi instrumen yang digunakan disajikan dalam tabel seperti
36
37
Siswa dapat dikatakan telah berpartisipasi dengan baik apabila
mendapatkan skor minimal 3 (baik), yakni mampu menunjukkan keempat ciri
seperti yang tersebut di atas. Di bawah ini tabel untuk mengukur aspek
participation skills siswa.
Tabel 2. Klasifikasi aspek participation skills siswa No. Kategori Skor
38 E. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini
menggunanakan analisis deskriptif kualitatif dengan teknik presentase.
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan bahwa tindakan yang
dilaksanakan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan
perubahan kearah lebih baik dibandingan dengan sebelumnya.
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah
menganalisis data, analisis data dalam peneltian diwakili oleh refleksi putaran
penelitian tindakan. Refleksi yang dilakukan oleh peneliti akan memberikan
pandangan otentik yang akan membantu dalam menafsirkan data.
F. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan hasil penelitian tindakan ini adalah apabila 75%
siswa mampu berpartisipasi dalam kategori minimal baik setelah menerapkan
39 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah SDN
Karanggondang, Sewon, Bantul, D.I Yogyakarta. SD Karanggondang ini
didirikan pada tahun 1975 di atas tanah seluas 2020 m2. Bangunan terdiri dari 7 bangunan. Bangunan 1 merupakan ruang kelas I sampai dengan kelas VI.
Bangunan 2 terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang kantor guru, dan ruang
perpustakaan. Bangunan 3 merupakan laboratorium. Bangunan 4 merupakan
ruang PKG, ruang komputer, ruang dewan sekolah, dan ruang koperasi.
Bangunan 5 merupakan ruang UKS. Bangunan 6 merupakan kamar mandi
dan WC. Bangunan 7 merupakan mushola. Luas bangunan 188 m2 dan tanah kosong untuk bermain anak seluas 932 m2 dengan jumlah anak 210 siswa dan guru berjumlah 7 (tujuh) orang. Sedangkan siswa kelas V berjumlah 37 siswa.
2. Deskripsi Penelitian Tindakan Siklus 1 a. Perencanaan penelitian tindakan siklus I
Perencanaan merupakan tahapan pertama yang dilakukan untuk
mengetahui permasalahan yang ada dilapangan. Dari hasil observasi awal
bersama guru, maka dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi
adalah kurangnya partisipasi siswa dalam mata pelajaran PKn. Dari
40
mempersiapkan langkah awal penelitian, yaitu dengan mempersiapkan
hal-hal sebagai berikut:
1) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menerapkan
Problem Based Learning (PBL).
Rencana pelaksanaan pembelajaran selanjutnya disusun oleh peneliti
dan didiskusikan bersama guru kelas V, selanjutnya dikonsultasikan
kepada dosen ahli.
2) Perangkat pembelajaran yang akan diperlukan untuk penelitian
tindakan kelas.
Perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan oleh peneliti seperti
media serta sumber pembelajaran. Media dan sumber yang digunakan
pada proses pembelajaran ini adalah lembar wawancara dan
mengkonfirmasi kepada narasumber tentang kesiapan narasumber
terhadap wawancara siswa.
3) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi, dan
alat dokumentasi.
4) Koordinasi dengan guru dan 2 observer lainnya.
b. Tahap Pelaksanaan tindakan siklus I
Tindakan dalam tahap penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali
pertemuan dengan menyesuaikan materi dan jadwal mata pelajaran PKn
kelas V SD Karanggondang. Tindakan siklus 1 ini dilakukan pada 24
41
Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menggunakan panduaan
perencanaan yang telah disusun, dimana dalam pelaksanaannya bersifat
fleksibel atau ada kemungkinan perubahan. Secara umum peneliti bersama
dengan guru telah melaksanakan tindakan sesuai dengan RPP yang telah
dibuat oleh peneliti dan guru. Berikut deskripsi langkah-langkah
pelaksanaan tindakan pertemuan pertama siklus I:
a. Pertemuan pertama siklus I
Pertemuan pertama siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 24
Maret 2015. Estimasi waktu dalam pertemuan pertama adalah 2x35
menit. Dalam pertemuan pertama ini materi yang dibahas berisi
tentang materi kebebasan berorganisasi dengan fokus pembahasan
tentang peran serta dalam memilih organisasi disekolah. Sebelum
memulai pembelajaran, guru memberikan pengantar pelajaran tentang
materi yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu tentang contoh-contoh
organisasi yang ada dilingkungan sekolah. Setelah merefleksi materi
pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya, kemudian guru
menjelaskan tentang topik materi yang akan dipelajari, yaitu tentang
peran serta siswa dalam memilih organisasi dalam lingkungan sekolah.
Tahap selanjutnya guru melanjutkan dengan memberikan
penjelasan singkat tentang jenis-jenis organisasi yang ada
dilingkungan sekolah diantaranya koperasi siswa, kegiatan pramuka,
42
cilik, struktur piket mushola, perpustakaan, sekolah. Setiap kelompok
diminta untuk mewawancarai narasumber dari masing-masing
organisasi yang ada di lingkungan sekolah. Semua proses
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode Problem Based
Learning (PBL) dengan langkah-langkah kegiatannya sebagai berikut:
Tahap-tahap pembelajaran metode Problem Based Learning
(PBL) pada siklus I pertemuan pertama sebagai berikut:
1) Kegiatan awal
Pada kegiatan awal ini estimasi waktu yang dibutuhkan adalah 10
menit. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam kegiatan
awal ini adalah Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam pembuka, selanjutnya guru memeriksa kehadiran peserta
didik. Setelah kegiatan pemeriksaan kehadiran selesai
dilaksanakan kemudian kegiatan dilanjutkan dengan mengaitkan
pengetahuan siswa dengan materi sebelumnya yaitu tentang
contoh-contoh organisasi dilingkungan sekolah dan masyarakat.
2) Kegiatan inti
Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan inti ini adalah 55 Menit.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilaksanakan pada proses
pembelajaran sesuai dengan tahapan Problem Based Learning
43 a) Menyajikan suatu masalah
Tahap pertama dalam proses pembelajarannya adalah
siswa mendengarkan penjelasan singkat tentang materi yang
akan dipelajari yaitu tentang organisasi yang ada dilingkungan
sekolah, siswa diminta untuk menyebutkan organisasi yang ada
disekolah, yaitu seperti organisasi koperasi siswa, pramuka,
dokter kecil, UKS, pengurus kelas, bidan cilik,. Piket mushalla,
perpustakaan, dan sekolah. Selanjutnya siswa disajikan suatu
masalah tentang bagaimana peran dan fungsi organisasi yang
ada di sekolah.
b) Pengelompokan siswa
Guru membagi siswa dalam Sembilan kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa
Gambar 2. Proses siswa dibagi kedalam beberapa kelompok.
Setelah siswa dibagi kedalam Sembilan kelompok, guru
44
berbeda-beda, yaitu untuk kelompok satu koperasi siswa,
kelompok dua pramuka, kelompok tiga dokter kecil, kelompok
empat UKS, kelompok lima pengurus kelas, kelompok enam
bidan cilik, kelompok tujuh piket musholla, kelompok delapan
perpustakaan, dan kelompok Sembilan struktur sekolah.
c) Mencari penyelesaian dari masalah
Setelah masing-masing kelompok mendapatkan nama
organisasi, siswa diminta untuk terlibat langsung dalam
mencari penyelesaian dari masalah yang telah diberikan oleh
guru melalui observasi, diskusi, dan wawancara narasumber
yang ada di lingkungan sekolah supaya siswa mengetahui
peran atau tugas dan fungsi dari masing-masing organisasi
tersebut, selanjutnya guru memberikan lembar wawancara
supaya hasil dari wawancara bersama narasumber bisa
dituliskan kedalam lembar wawancara.
Sebelum siswa mewawancarai narasumber siswa
terlebih dahulu berdiskusi dalam kelompok untuk membuat
pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada
45
Gambar 3. Siswa berdiskusi untuk menyusun pertanyaan wawancara
dan guru memberikan kesempatan untuk bertanya apa yang
belum dipahami atau dimengerti oleh siswa
Gambar 4. Perwakilan dari setiap kelompok diberi kesempatan bertanya
3) Kegiatan penutup
Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan penutup adalah 5
menit. Berikut adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam
kegiatan penutup, yaitu guru memberikan motivasi kepada seluruh
46
yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang. Setelah
kegiatan tindakan lanjut kemudian guru menutup pelajaran.
b. Pertemuan kedua siklus I
Pertemuan kedua siklus I dilaksanakan pada tanggal 31 Maret
2015 berisi tentang materi kebebasan berorganisasi dengan fokus
pembahasan tentang peran serta dalam memilih organisasi disekolah
karna melanjutkan materi minggu sebelumnya. Waktu yang
dibutuhkan dalam pertemuan kedua adalah 2x35 Menit. Sebelum
memulai pembelajaran, guru memberikan pengantar pelajaran tentang
materi yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu tentang peran serta
dalam memilih organisasi yang ada di sekolah. Setelah merefleksikan
materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya, kemudian guru
menjelaskan tentang topik materi yang akan dipelajari, yaitu tentang
hasil dari masing-masing kelompok dalam menyusun pertanyaan
tentang peran atau fungsi dan tugas dari masing-masing organisasi
yang ada disekolah. Semua proses pembelajaran dilakukan dengan
melanjutkan langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) dari
pertemuan pertama dengan langkah-langkah kegiatannya sebagai
berikut:
1) Kegiatan awal
Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan awal ini adalah 10
47
awal, yaitu untuk membuka pelajaran guru dengan memberikan
salam pembuka. Selanjutnya guru memeriksa kehadiran setiap
siswa. Kegiatan selanjutnya guru mengaitkan pengetahuan siswa
dengan materi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya yaitu
tentang format wawancara dengan sumber tentang peran atau
fungsi dari organisasi yang ada di lingkungan sekolah.
2) Kegiatan inti
Waktu yang ditempuh dalam kegiatan inti ini adalah 55
Menit. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
inti adalah sebagia berikut:
a) Mencari penyelesaian dari masalah
Setelah siswa membuat format pertanyaan wawancara, siswa
diberikan kesempatan mencari penyelesaian masalah dengan
mewawancarai narasumber dari masing-masing organisasi
yang ada di sekolah tentang peran dan fungsi dari organisasi