BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar TB Paru 1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price 2005).
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman mycobacterium Tuberculosis (TB). Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).
2. Klasifikasi TB Paru a. Tuberkulosis Paru
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru di bagi menjadi dua yaitu :
1) Tuberculosis paru BTA Positif 2) Tuberculosis paru BTA Negatif
Menurut WHO 1991, Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas :
b. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+).
2) Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan kelainan radiologis menunjukkan gambaran tuberculosis aktif. 3) Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan
biakan (+).
c. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis dan radiologist menunjukkan tuberculosis paru.
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan (+).
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1947 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru :
1) Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negative. 2) Kategori I : Terpajan tuberculosis tetapi tidak terbukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
3) Kategori II : Terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis ekstra Paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Berdasarkan tingkat keparahannya, TB ekstra Paru di bagi menjadi dua yaitu : 1) Tuberculosis ekstra Paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe,
tulang, sendi dan kelenjar adrenal.
2) Tuberculosis ekstra Paru berat, misalnya meningitis, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin (Avicenna, 2009).
3. Etiologi TB Paru
Penyakit TB Paru di sebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (basil tahan asam). Kuman TB cepat mati kena sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TB (Avicenna, 2009).
4. Cara Penularan TB Paru
Secara langsung penularan TB memang berhadapan langsung dengan penderita. Pada umumnya adalah melalui ludah dan dahak penderita yang keluar saat batuk atau menghembuskan nafas. Beberapa ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara. Secara tidak langsung dapat juga melalui debu, alat makan dan minum yang mengandung kuman TBC. Selain iu kuman TBC dapat bertahan dan menyebar melalui medium air. Kuman yang masuk dalam tubuh akan melakukan perbanyakan. Penyakit ini merupakan penyakit kronis, lamanya dari terkumpul kuman sampai timbul gejala penyakit dapat berbulan-bulan sampai tahunan (Infeksi, 2007).
4. Tanda dan Gejala TB Paru a. Tanda dan gejala utama
Batuk terus-menerus dan berdahak selama kurang lebih tiga minggu lamanya.
b. Tanda dan gejala tambahan 1) Dahak bercampur darah 2) Batuk darah
3) Sesak nafas dan nyeri dada
4) Badan lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari dan demam meriang lebih dari satu bulan (Avicenna, 2009).
5. Pencegahan Penularan
Adalah upaya pasien dalam melakukan pencegahan penularan penyakit TB paru terhadap orang-orang dilingkungan sekitar pasien. a. Perilaku pencegahan penularan TB paru dengan penerapan pola hidup
sehat, makan yang bergizi dan istirahat yang cukup.
b. Pengidap TB paru diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka batuk atau bersin.
c. Pengidap TB paru menular dipisahkan dari orang lain sehingga tidak dapat menularkan kepada orang terdekat seperti keluarga.
d. Pasien dengan diagnosa infeksi TB paru dianjurkan menjalankan pengobatan yang teratur.
e. Selalu menutup mulut dengan tisyu saat batuk, bersin atau tertawa. Simpan tisyu di tempat tertutup dan buang di tempat sampah.
f. Beraktivitas seperti biasa, seperti sekolah, bermain dan bekerja. Selama penderita TB paru minum obat dengan benar maka resiko menularkan akan hilang, jadi aktifitas sosial dan harian tidak ada yang perlu dibatasi, artinya penderita TB paru jangan dikucilkan atau di jauhi.
g. Sirkulasi udara dalam kamar harus baik, jika perlu tambah kan kipas angin untuk membuang udara didalam kamar, usahakan tinggal dalam kamar atau rumah yang memiliki cahaya baik. Kuman tuberculosis
mudah menyebar dalam ruangan tertutup yang sirkulasi udara tidak baik.
h. Tidak meludah disembarangan tempat, tetapi meludah di tempat tertentu seperti tempolong atau kaleng yang sudah diisi dengan sabun, karbol, atau lisol karena kuman TB paru mati oleh zat-zat tersebut. (Depkes RI, 2007).
6. Pengobatan TB Paru
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari rifampicin, isoniazid, pyrazinamid, ethambutol, dan streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Minum Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat (Avicenna, 2008).
B. Konsep Dasar Pengetahuan 1. Defenisi
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Shynthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a. Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru. Usia produktif adalah masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuian dengan hidup baru, masa kreatif.
Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental semakin bertambah umur seorang akan semakin tinggi wawasan yang diperoleh, sebaliknya apabila umur seseorang masih muda maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007).
b. Pendidikan
Pendidikan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan
pengetahuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan yaitu sebagai alat untuk mengubah pengetahuan pengertian, pendapat, konsep-konsep sikap dan persepsi serta menambah tingkahlaku atau kebiasaan yang baru (Notoatmodjo, 2007).
4. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010), pengetahuan seseorang akan dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Baik : hasil prosentase antara 76-100% b. Cukup : hasil prosentase antara 56-75% c. Kurang : hasil prosentase kurang dari 56% C. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian
a. Duval (1972), keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan
dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emesional dan sosial dari tiap anggota keluarga.
b. Menurut Depertemen Kesehatan (2009), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
c. Menurut Friedman (1998), keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa keluarga itu terjadi jika ada :
1) Ikatan atau persekutuan (perkawinan/kesepakatan) 2) Hubungan (darah/adopsi/kesepakatan).
3) Tinggal bersama dalam satu atap (serumah) 4) Ada peran masing-masing anggota keluarga. 5) Ikatan emosional
2. Bentuk keluarga
a. Keluarga inti (nuclead family), adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
b. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
c. Keluarga besar (Extended family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families) d. Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih darimsatu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
e. Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan atau kematian pasangan yang cintai.
f. Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
g. Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak . Di Indonesia bentuk
keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini dapat diterima.
h. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nila-nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tudak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya , jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.
i. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga notradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Sedangkan keluarga nontardisional adalah kelompok orang yang tinggal di sebuah asrama.
3. Fungsi Keluarga
Menurut Freidman (1999), ada lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut :
a. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
b. Fungsi sosial, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan dilingkungan sosial.
c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.
e. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
4. Tugas dan peranan keluarga dalam bidang kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian angota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).
5. Dukungan sosial keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (cohen & syme, 1996).
Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998).
Peranan keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat prilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
a. Upaya keluarga dalam pencegahan TB
1) Personal hyigine dan lingkungan. a) Mandi menggunakan sabun
b) Menyediakan alat-alat makan dan minum khusus bagi penderita TB Paru.
c) Menjemur alat makan dan minum bekas penderita TB paru. d) Menjemur kasur minimal 1 kali seminggu.
e) Lantai rumah dari papan/semen, bukan lantai tanah. f) Adanya ventilasi dan jendela rumah
g) Pencahayaan yang cukup dengan membuka jendela ruangan/ kamar.
h) Tidak meludah / membuang dahak sembarangan.
i) Menggunakan tempat penampungan dahak bagi penderita TB seperti toples yang berisi air sabun atau larutan lysol.
j) Membuang tampungan dahak kelobang WC atau ditimbun kedalam tanah.
2) Peningkatan gizi keluarga
a) Memberikan makanan tambahan bagi penderita TB
b) Tersedianya makanan dengan menu gizi seimbang 4 sehat 5 Sempurna bagi keluarga.
3) Pemberian Imunisasi BCG pada bayi. a) Memberikan imunisasi BCG 1 kali b) Memberikan ASI eklusif
D. Kepatuhan Minum Obat 1. Defenisi
Pengertian Kepatuhan atau ketaatan (compliance /adherence) adalah tingkat kesadaran pasien melaksanakan anjuran dan kewajiban yang di refleksikan dalam bentuk prilaku cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (Smet, 1994). Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007).
Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance) dimana pada kondisi ini penderita TB paru patuh secara sungguh-sungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non compliance) dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan rutinitas minum obat.
Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerjasama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert, 1999, Enhancing Medication Compliance for People, 2007).
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyeselaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000).
Menurut Cramer (1991, Compliance and Medical Practice Clinical Trial, http://www.pudmed.guv.kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi :
a. Kepatuhan penuh (Total compliance ) Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk. b. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance) Yaitu
penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali.
2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh, diantaranya : (Faktul 2009)
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan
penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari (Notoatmodjo, 2007) :
1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge). 2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude).
3) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.
d. Perubahan model terapi .
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
f. Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.
Sementara menurut Notoatmodjo (2007) faktor yang mempengaruhi kepatuhan terbagi menjadi :
a. Faktor predisposisi (faktor pendorong) 1) Kepercayaan atau agama yang dianut
Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap agamanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana penderita yang memiliki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.
2) Faktor geografis
Lingkungan yang jauh atau jarak yang juah dari pelayanan kesehatan memberikan kontribusi rendahnya kepatuhan.
3) Individu
a) Sikap individu yang ingin sembuh
Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu sendiri. Keinginan untuk tetap mempertahankan kesehatannya
sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya.
b) Pengetahuan
Penderita dengan kepatuhan rendah adalah mereka yang tidak teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka berfikir bahwa dirinya sembuh dan sehat sehingga tidak perlu melakukan kontrol terhadap kesehatannya (Iskandar, 2002). b. Faktor reinforcing (Faktor penguat)
1) Dukungan petugas
Dukungan dari petugas sangatlah besar artinya bagi penderita sebab petugas adalah pengelola penderita yang paling sering berinteraksi sehingga pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi, sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan (Iskandar, 2002).
2) Dukungan keluarga
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan
penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk penunjang pengelolaan penyakitnya (Friedman, 1998).
c. Faktor enabling (Faktor pemungkin)
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan prasarana kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh penderita dapat lebih mendorong kepatuhan penderita (Iskandar, 2002).
E. Penelitian Terkait
Berdasarkan penelitian dari Ratnasari (2012), yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup penderita TB paru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Jumlah sampel 50 orang penderita TB paru. Hasil penelitian ini yaitu ada hubungan yang sangat bermakna antara dukungan sosial dengan kualitas hidup penderita TB paru. Semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi kualitas hidup. Adapun perbedaan penelitian yang sekarang dilakukan dengan penelitian Ratnasari (2012) adalah penelitian Ratnasari hanya meneliti dua variabel yaitu dukungan sosial dan kualitas hidup penderita TB paru sedangkan penelitian ini meneliti tiga variabel independen yaitu pengetahuan, dukungan sosial keluarga dan kepatuhan diri pada pasien penderita TB dengan populasi sekaligus sampel yaitu sebanyak 47 orang.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian hubungan antara pengetahuan, dukungan sosial keluarga, dan kepatuhan diri terhadap keberhasilan pengobatan TB Paru dapat dilihat pada skema 2.1 berikut ini :
Skema 2.1 Kerangka Teori
Keterangan : Yang dimiringkan diteliti Sumber : Mansjoer, (2010),
G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga pasien TBC paru positif, dukungan sosial keluarga, dan kepatuhan minum obat TB paru terhadapkeberhasilan pengobatan TB Paru dapat dilihat pada skema 2.2 berikut ini :
Faktor Internal : 1. Pengetahuan 2. Pendidikan/attitude 3. Kesadaran/kepatuhan diri Keberhasilan pengobatan Pasien TB Paru Faktor Eksternal : 1. PMO 2. Dukungan keluarga 3. Anjuran petugas kesehatan
Skema 2.2 Kerangka Konsep
H. Hipotesa
Dengan melihat kerangka konsep diatas, maka hipotesanya adalah :
Ha : 1. Terdapat hubungan antara pengetahuan pasien TB Paru dengan keberhasilan pengobatan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Tambang Tahun 2015.
2. Terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga pasien TB Paru dengan keberhasilan pengobatan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Tambang Tahun 2015.
3. Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat TB Paru dengan keberhasilan pengobatan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Tambang Tahun 2015. 1. Pengetahuan 2. Dukungan Sosial Keluarga 3. Kepatuhan Diri Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Paru Variabel Independen Variabel Dependen