• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Isi Kata Pengantar Datar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar... Daftar Grafik... BAB I. Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daftar Isi Kata Pengantar Datar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar... Daftar Grafik... BAB I. Pendahuluan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Kata Pengantar

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam visinya, yaitu : “Mewujudkan Gunungkidul yang lebih Maju, Makmur, dan Sejahtera “. Serta pada Misi kedua, yaitu : “ Pemanfaatan sumber daya alam secara lestari, peningkatan iklim usaha yang kondusif, peningkatan peluang investasi, dan penggalangan sumber-sumber pendanaan untuk menggerakkan perekonomian daerah“

Oleh sebab itu kebijakan pembangunan ekonomi diupayakan dengan tetap menjaga keseimbangan anata pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui pemanfaatan ruang yang serasi untuk kegiatan ekonomi dalam rangka mendukung peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

Buku Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini diharapkan dapat menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahannya, maupun respon pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup. Buku SLHD ini diharapkan sebagai sarana yang penting berkomunikasi, dan mendapatkan informasi mengenai lingkungan hidup, meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan serta membantu dalam pengambil keputusan untuk menentukan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan, maka perlu adanya Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.

(3)

iii

Daftar Isi

Kata Pengantar ... ... ii

Datar Isi ... ... iii

Daftar Tabel... ... iv

Daftar Gambar ... ... vi

Daftar Grafik... ... viii

BAB I. Pendahuluan... ... 1

A. Kondisi umum... ... 1

B. Permasalahan... ... 7

C. Isu Strategis Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul... ... 8 BAB II. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya ... II-1

A. Lahan dan Hutan ... II-1 B. Keanekaragaman Hayati ... II-26 C. Air ... ... ... II-28 D. Udara .... ... II-63 E. Laut, Pesisir dan Pantai ... ... II-73 F. Iklim ... ... II-79 G. Bencana Alam ... II-80 BAB III. Tekanan Terhadap Lingkungan ... III-1

A. Kependudukan ... III-1 B. Permukiman ... III-2 C. Kesehatan ... I II-10 D. Pertanian ... III-14 E. Industri ... III-16 F. Pertambangan ... I II-18 G. Transportasi ... I II-20 H. Energi ... III-25 I. Pariwisata ... III-26 J. Limbah B3 ... I II-31 BAB IV. Upaya Pengelolaan Lingkungan ... IV-1

A. Rehabilitasi Lingkungan ... IV-1 B. Amdal ... IV-7 C. Penegakan Hukum ... IV-8 D. Peran Serta Masyarakat ... IV-12 E. Kelembagaan ... IV-17

(4)

iv

Daftar Tabel

Tabel 2-1. Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (di

Lahan Kering) menurut PP RI No. 150 tahun 2000 ... II-3 Tabel 2-2. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di zone Utara ... II-3 Tabel 2-3. Diameter Ukuran Besar Butir Penyusun Tanah ... II-4 Tabel 2-4. Klasifikasi Kecepatan Infiltrasi ... II-8 Tabel 2-5. Hubungan antara Nilai DHL (mS/cm) Tanah dengan Pertumbuhan

Tanaman ... II-11 Tabel 2.6. Hasil Analisa Sampel Tanah dari zone Utara, Dibandingkan Nilai Ambang Kritis Sesuai

PP RI No. 150 Tahun 2000 ... II-13 Tabel 2-7. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di Zone Tengah ... II-14 Tabel 2-8. Hasil Analisa Sampel Tanah dari Zone Tengah dibandingkan nilai ambang Kritis sesuai

PP RI No. 150 tahun 2000 ... II-17 Tabel 2-9. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di zone Selatan ... ...II-18 Tabel 2-10. Hasil Analisa Sampel Tanah dari zone Selatan dibandingkan Nilai Ambang Kritis sesuai

PP RI No. 150 tahun 2000 ... II-22 Tabel 2-11. Status Peruntukan Hutan Negara ... II-24 Tabel 2-12. Potensi Hutan Rakyat Kabupaten Gunungkidul ... II-25 Tabel 2-13. Hutan Rakyat yang Dijadikan Kawasan Lindung ... ..II-25 Tabel 2-14. Jenis Flora yang Dilindungi ... II-27 Tabel 2-15. Jenis Fauna yang Dilindungi ... II-27 Tabel 2-16. Baku Mutu Air berdasarkan Kelas Air menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 serta Metode

Uji Kualitas Air Sungai ... II-30 Tabel 2-17. Hasil pengujian di alur Sungai yang Melewati Kota Wonosari pada Bulan April ... I I-31 Tabel 2.18 Hasil Pengujian di Alur Sungai yang Melewati Kota Wonosari pada Bulan September ... .II-37 Tabel 2-19. Hasil Pengujian Kualitas Air Sungai Oyo ... II-44 Tabel 2-20. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air di Alur Sungai Lainnya ... II-48 Tabel 2-21. Indeks Pencemaran Air Sungai yang Melewati Kota Wonosari ... II-52 Tabel 2-22. Indeks Pencemaran Air Sungai Oyo ... II-53 Tabel 2-23 Indeks Pencemaran Air Sungai Lainnya ... II-53 Tabel 2-24. Parameter dan Baku Mutu Air Berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010

serta Metode Uji Kualitas Sumber Air ... II-54 Tabel 2-25. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air Mata Air ... II-55 Tabel 2-26. Hasil Pengujian Parameter-Parameter Air Telaga ... II-56 Tabel 2-27. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air Mata Air ... II-61 Tabel 2-28. Parameter yang dipantau, baku mutu dan metode pengujian kualitas udara ambien ... II-65

(5)

v

Tabel 2-29. Hasil pengukuran parameter-parameter kualitas udara ambien ... II-65 Tabel 2-30. Hasil Pengujian Parameter Air Laut ... II-74 Tabel 3-1. Indikator Perumahan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011-2013 ……….III-3 Tabel 3-2. Umur Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2011 ………. ………….III-12 Tabel 3-3. Angka Kematian di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2012 ... III-12 Tabel 3-4. Sepuluh besar penyakit di Puskesmas Kabupaten Gunungkiul ... III-14 Tabel 3-5. Jenis usaha industri di Gunungkidul ... ....III-17 Tabel 3-6. Luas areal dan Produksi pertambangan menurut jenis bahan galian ... III-18 Tabel 3-7. Luas kerusakan lahan akibat pertambangan ... III-20 Tabel 3-8. Panujang jalan dan lebar rata-rata jalan menurut status jalan ... III-20 Tabel 3-9. Kondisi jalan menurut status jalan ... III-21 Tabel 3-10. Kinerja jaringan jalan ruas jalan utama jam sibuk ... III-23 Tabel 3.11. Jumlah kendaraan bermotor wajib uji dan realisasi ………III-25 Tabel 3-13. Data jumlah kunjungan obyek wisata pantai di masing-masing pos retribusi ... III-28 Tabel 4-1. Jenis tanaman penghijauan telaga menurut lokasi telaga ... IV-1 Tabel 4.3. Hasil Kejuaraan Lomba Sekolah Adiwiyata ... IV-10

(6)

vi

Daftar Gambar

Gambar 2-1. Segitiga Tekstur ... II-5 Gambar 2-2. Pengambilan Sampel Tanah di Nglipar ... II-9 Gambar 2-3. Pengambilan sampel tanah Desa Puylutas, Wonosari ... II-10 Gambar 2-4. Pengambilan sampel tanah di Desa Pampang Paliyan ... II-11 Gambar 2-5. Pengambilan Sampel tanah di Desa Pampang Paliyan ... II-15 Gambar 2-6. Pengambilan Sampel tanah di desa Ngeposari, Semanu ... II-18 Gambar 2-7. Pengambilan sampel tanah desa Kerdonmiri , Rongkop ... II-22 Gambar 2-8. Pengambilan sampel tanah dusun Kemuning, Patuk ... II-23 Gambar 2-9. Pengambilan Sampel Air Sungai Besole ... II-37 Gambar 2-10. Pengambilan sampel air sungai Blimbing ... II-41 Gambar 2-11. Air sungai oya Watusigar, Ngawen pada pemantauan bulan April (ki) danSeptember

(ka) 2013 ... II-45 Gambar 2-12. Pengambilan sampel sungai oya Getas bulan September ... II-50 Gambar 2-13. Pengambilan Sampel Air Sungai Gedangan bulan September ... II-51 Gambar 2-14. Pengambilan sampel air Embung Nglanggeran ... II-56 Gambar 2-15. Pengambilan Sampel Air Telaga Wuru ... II-58 Gambar 2-16. Pengambilan Sampel Air Pok Blembem ... II-62 Gambar 2-17. Mata Air Ngembel ... II-62 Gambar 2-18. Pengambilan sampel air laut di Pantai Sadeng ... II-75 Gambar 2-19. Pengambilan Sampel Air Laut di Pantai Baron ... II-75 Gambar 2-20. Pengambilan Sampel Air Laut di Pantai Indrayanti ... II-76 Gambar 2-21. Pengambilan sampel air laut di Pantai Siung ... II-76 Gambar 2-22. Penanaman Cemara Udang ... II-79 Gambar 3-1. Trech Method ... III-7 Gambar 3-2. Area Method ... III-8 Gambar 3-5. Bak TPS ... III-8 Gambar 3-6. Arm roll ... III-9 Gambar 3-7. Dump truck ... III-9 Gambar 3-8. Kontainer Sampah ... III-9 Gambar 3-9. Buldozer ... III-9 Gambar 3-10. Exavator ... III-9 Gambar 3-11. Bak Sampah terpilah ... III-10 Gambar 3-12. Pelatihan pengelolaan sampah ... III-10 Gambar 3-13. Pelatihan pengolahan sampah ... III-10 Gambar 4.1. Bibit yang sudah tertanam……… ... …IV-2

(7)

vii

Gambar 4.1. Penghitungan bibit yang didistribusikan……… ... …IV-2 Gambar 4.3. Pembuatan lubang tanam………IV-3 Gambar 4.4. Pembuatan lubang tanam………IV-3 Gambar 4.5. Monitoring proses pembangunan sumur resapan di Balai Desa Patuk………IV-4 Gambar4.6. Monitoring proses pembangunan sumur resapan di Sanggar Budaya Tirtomoyo

Karangrejek………IV-4 Gambar 4.7. Sumur resapan di SD Karangrejek……… ... ………..……IV-4 Gambar 4.8. Sumur resapan di SMPN 2 Patuk……… ... ………..……IV-4 Gambar4.9. Pembangunan taman hijau di pintu Gerbang kabupaten Gunungkidul Patuk………... .IV-5 Gambar4.10. Pembangunan taman hijau di pintu Gerbang kabupaten Gunungkidul Patuk………IV-5 Gambar4.11. Pembinaan Pantai Lestari……… ... ………...IV-13 Gambar4.12. Pembinaan Kampung Hijau……… ... ………...IV-14

(8)

viii

Daftar Grafik

Grafik 2-1. Berat isi tanah di Zone Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya ...II-6 Grafik 2-2. Porositas total tanah di Zona Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya ... II-7 Grafik 2-3. Derajat pelulusan air (permeabilitas) sampel tanah di Zone Utara dibandingkan

dengan ambang kritisnya ...II-8 Grafik 2-4. Potensial redoks sampel tanah di Zone Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya ... II-12 Grafik 2-5. Derajat pelulusan air (permeabilitas) sampel tanah di Zone Tengah dibandingkan

dengan ambang kritisnya ... II-16 Grafik 2-6. Potensial redoks sampel tanah di Zone Tengah dibandingkan dengan ambang

kritisnya ... II-17 Grafik 2-7. Derajat pelulusan air (permeabilitas) sampel tanah di Zone Selatan dibandingkan

dengan ambang kritisnya ... II-20 Grafik 2-8. Potensial redoks sampel tanah di Zone Selatan dibandingkan dengan ambang

kritisnya ... II-21 Grafik 2-9. Zat padat terlarut air sungai yang melewati Kota Wonosari pada bulan April ... II-32 Grafik 2-10. Nilai BOD dan COD air sungai yang melewati Kota Wonosari pada bulan April ... II-36 Grafik 2-11. Kandungan sulfat air sungai yang melewati Kota Wonosari pada bulan September ... II-39 Grafik 2-12. Nilai BOD dan COD air sungai yang melewati Kota Wonosari pada bulan September ... II-39 Grafik 2-13. Kandungan Coliform total air sungai yang melewati Kota Wonosari pada bulan

September ... II-40 Grafik 2-14. Peningkatan Nitrat di alur sungai yang melewati kota Wonosari ... II-41 Grafik 2-15. Peningkatan Sulfat di alur sungai yang melewati kota Wonosari ... II-42 Grafik 2-16. Kandungan Nitrat di alur sungai yang melewati kota Wonosari bulan April dan

September dibandingkan baku mutunya ... II-42 Grafik 2-17. Kandungan Nitrit di alur sungai yang melewati kota Wonosari bulan April dan

September dibandingkan baku mutunya ... II-43 Grafik 2-18. BOD air sungai Oyo (ki) dan COD air sungai Oyo( Ka) ... II-46 Grafik 2-19. Peningkatan Nitrat di air sungai Oyo ... II-46 Grafik 2-20. Peningkatan Deterjen di air sungai Oyo ... II-47 Grafik 2-21. Kandungan Amoniak (ki) dan Nilai DO (Ka) air sungai Oyo dibandingkan baku

mutunya ... II-48 Grafik 2-22. Kekeruhan air telaga dibandingkan baku mutunya ... II-57 Grafik 2-23. Kandungan zat organik air telaga dibandingkan baku mutunya ... II-60 Grafik 2-24. Kandungan NO2 di 7 titik pantau pada bulan Maret dan Oktober... II-67 Grafik 2-25. Kandungan SO2 di 7 titik pantau pada bulan Maret dan Oktober ... II-68

(9)

ix

Grafik 2-26. Kandungan Ox di 7 titik pantau pada bulan Maret dan Oktober ... II-69 Grafik 2-27. Kandungan CO di 7 titik pantau pada bulan Maret dan Oktober ... II-70 Grafik 2-28. Kandungan Partikel/debu di 7 titik pantau pada bulan Maret dan Oktober ... II-71 Grafik 2-28. Tingkat kebisingan di 7 titik pantau dibandingkan dengan baku mutunya ... II-73 Grafik 3.1. Pertumbuhan penduduk Gunungkidul ... III-4 Grafik 3.2. Timbulan sampah penduduk Gunungkidul ... III-5 Grafik 3.3. Diagram Pengelola Sampah ... III-5 Grafik 3.4. Sebaran pelayanan persampahan UPT KP DPU Kabupaten Gunungkidul... III-6 Grafik 3.5. Perbandingan Angka Kematian Ibu (per 100.000 kelahiran hidup) Nasional, DIY dan

Kabupaten Gunungkidul ... III-13 Grafik 3.6. Perbandingan Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup) Nasional, DIY dan

Kabupaten Gunungkidul ... III-13 Grafik 3.7. Panjang jalan dan lebar jalan menurut Status jalan di Kabupaten Gunungkidul ... III-21 Grafik 3.8. Kondisi jalan menurut Status jalan di Kabupaten Gunungkidul ... III-22 Grafik 3.9. Perbandingan Kondisi jalan menurut Status jalan di Kabupaten Gunungkidul ... III-22

(10)

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum 1. Kondisi Geografi

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya di Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi iklim tropis Kabupaten Gunungkidul yang terletak antara 110° 21’-110° 50’ Bujur Timur dan 7° 46’-8° 09’ Lintang Selatan.

Kabupaten Gunungkidul terletak di sebelah tenggara Kota Yogyakarta (Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Jarak Wonosari sebagai Ibukota Kabupaten Gunungkidul dengan Kota Yogyakarta ± 39 km. Secara geografis Kabupaten Gunungkidul terletak pada 110° 21’ - 110° 50’ Bujur Timur dan 7° 46’ - 8° 09’ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul selain berbatasan dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga berbatasan dengan kabupaten-kabupaten dari Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.

Batas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut:

a. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

b. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah d. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

Secara topografi dan kaitannya dengan pengembangan kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, dapat dikelompokkan menjadi tiga zona topografi/ pengembangan, yaitu: a.Zona Batur Agung

Zona Batur Agung yang terletak di bagian utara ini merupakan pegunungan blok patahan yang tersusun oleh batuan sedimen volkanik berumur Oligo-Miosen – Miosen Tengah. Elevasi pada zona ini adalah 200-800 m dpal, dengan kemiringan lereng 200 – 350.

Pengembangannya diarahkan sebagai kawasan lindung rawan bencana, hutan lindung dan kawasan budidaya tanaman lahan kering dan lahan basah serta kawasan perbatasan. Luas Zona Batur Agung adalah 42.283 Ha. Wilayah zona ini meliputi wilayah Kecamatan Patuk, Nglipar, Ngawen, Semin, Ponjong bagian utara dan Gedangsari bagian utara.

(11)

I-2

b. Zona Ledok Wonosari

Zona Ledok Wonosari terletak di bagian tengah Kabupaten Gunungkidul, mempunyai topografi hampir datar, bergelombang rendah, tersusun oleh batuan sedimen karbonat (batu gamping) yang berumur Miosen. Sebelah timur dari Ledok Wonosari adalah Tinggian Panggung atau disebut juga sebagai Masif Panggung (istilah geologi) yang tersusun oleh batuan sedimen volkaniklastik berumur Miosen. Elevasi pada Ledok Wonosari berkisar 150-200 m dpal dan Tinggian Panggung berkisar 200-600 m dpal.

Pengembangannya diarahkan sebagai kawasan pertanian lahan kering dan lahan basah, kecuali pada wilayah hutan dan lembah Sungai Oyo yang berfungsi sebagai kawasan hutan lindung dan kawasan lindung bawahan serta kawasan penunjang sektor andalan. Luas Zona Ledok Wonosari – Tinggian Pangung adalah 27.908,80 Ha. Wilayah zona ini meliputi Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong bagian tengah, Gedangsari dan Semanu bagian Utara.

c.Zona Pegunungan Seribu

Zona di bagian selatan ini mempunyai topografi yang sangat khas, sebagai bentukan ekosistem karst. Bentuk topografi karst ini misalnya: kerucut karst, bentukan ledokan karst (dolina), telaga karst, goa karst, sungai bawah tanah serta morfologi pantai bertebing terjal yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia. Elevasi pada zona ini berkisar 300-600 m dpal, dengan kemiringan lereng rata-rata 25o-30o.

Pengembangannya diarahkan sebagai kawasan lindung setempat, ekosistem karst, goa karst, mata air dan sempadan pantai. Kawasan yang membutuhkan penanganan yang optimal adalah kawasan yang sumberdaya alamnya kritis dan terbatas sumberdaya alternatifnya serta wilayah perbatasan. Luas zona ini 78.344,20 Ha.

2. Kondisi Lingkungan Hidup 2.1. Kondisi Kualitas Air a. Kondisi Kualitas Air Sungai

Hasil pemantauan kualitas air sungai yang melewati kota Wonosari, yaitu sungai Besole (bagian hulu), sungai Kepek, Sungai Krapyak dan sungai Blimbing (bagian tengah) serta sungai Wunut (bagian hilir), pada bulan April mutu air di alur sungai Kepek dan sungai Krapyak, termasuk dalam kategori tercemar sedang bila digunakan sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, (mutu air kelas 2) menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan di sungai Blimbing dan sungai Wunut masih memenuhi baku mutu bila digunakan untuk peruntukan yang sama. Pada

(12)

I-3

pemantauan bulan September hampir di semua titik pemantauan, mutu air sungai termasuk dalam kategori tercemar ringan kecuali di penggal sungai Besole yang masih memenuhi baku mutu. Parameter yang dominan menyebabkan sungai Kepek dan Sungai Krapyak masuk dalam kategori tercemar sedang pada pemantauan bulan April adalah kandungan nitrit. Parameter yang dominan menyebabkan sungai yang melewati kota Wonosari pada pemantauan bulan September termasuk dalam kategori tercemar ringan adalah kandungan nitrit untuk penggal sungai Kepek dan sungai Krapyak, sedangkan di sungai Blimbing dan sungai Wunut adalah kandungan nitrat.

Hasil pengujian parameter fisika, kimia dan biologi di alur sungai yang melewati kota Wonosari pada pemantauan bulan April maupun September cukup bervariasi. Pada bulan September parameter kimia yang mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan dengan hasil pemantauan bulan April adalah parameter kandungan nitrat dan kandungan sulfat di semua lokasi pemantauan, pH di Sungai Krapyak, kandungan amoniak di sungai Blimbing dan sungai Wunut, Biologycal Oxygen Demand (BOD) di sungai Wunut dan terjadi penurunan

Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut terjadi Sungai Wunut. Peningkatan kandungan

nitrat terjadi di semua titik pemantauan. Peningkatan tertinggi terjadi di sungai Kepek (bagian tengah), sedangkan peningkatan kandungan sulfat tertinggi terjadi di sungai Wunut (bagian hilir)

Dari hasil pemantauan air sungai yang melewati kota Wonosari, yang dilakukan pada bulan April ada parameter yang melampaui baku mutu air untuk kelas 2 menurut PP RI No. 82 tahun 2001, yaitu kandungan nitrit di sungai Kepek dan sungai Krapyak serta Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut di sungai Blimbing. Pada pemantauan bulan September, parameter yang melebihi baku mutu adalah kandungan nitrat di sungai Kepek, sungai Blimbing dan sungai Wunut, kandungan nitrit di sungai Besole dan sungai Krapyak serta DO di sungai Krapyak

Air sungai Oyo mulai dari bagian hulu (Watusigar, Ngawen), bagian tengah (Karangtengah, Wonosari) dan bagian hilir (Getas, Playen), pada pemantauan bulan April, memiliki status mutu tercemar ringan bila dipergunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (mutu air kelas 1) menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001, sedangkan pada pemantauan bulan September air sungai Oyo dari hulu sampai ke hilir masuk dalam kategori memenuhi baku mutu. Parameter yang dominan menyebabkan status mutu air sungai Oyo tercemar ringan pada pemantauan bulan April adalah kandungan amoniak untuk alur sungai bagian hulu dan hilir serta kandungan total coliform untuk alur sungai bagian tengah.

Hasil pengujian parameter fisika, kimia dan biologi di sepanjang alur sungai Oyo dari hulu sampai hilir (Watusigar, Karangtengah dan Getas) cukup bervariasi. Pada pemantauan

(13)

I-4

bulan September terjadi peningkatan untuk kandungan nitrat, nitrit, sulfat dan deterjen, serta penurunan kadar Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut dibandingkan pada pemantauan bulan April. Kandungan nitrat dan deterjen meningkat di semua titik pemantauan. Peningkatan kandungan nitrat tertinggi terdapat di bagian tengah, peningkatan kandungan deterjen tertinggi terdapat di bagian hulu, sedangkan peningkatan kandungan nitrit hanya terjadi di alur sungai bagian tengah. Peningkatan kandungan sulfat terjadi di bagian hulu dan tengah, di mana peningkatan yang lebih besar terjadi di bagian hulu, sedangkan penurunan kadar DO terjadi di alur sungai bagian hulu dan tengah, di mana penurunan yang lebih besar terjadi di bagian hulu.

Parameter yang melebihi baku mutu air kelas 1 menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 di alur sungai Oyo, baik pada pemantauan yang dilakukan pada bulan April maupun September, adalah kandungan amoniak, nitrit, Biologycal Oxygen Demand (BOD) dan total coliform serta terdapat kadar Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut yang kurang dari ambang batas yang dipersyaratkan. Kandungan amoniak yang melebihi baku mutu terdapat di alur sungai bagian hulu dan hilir pada pemantauan bulan April, sedangkan kandungan nitrit yang melebihi baku mutu hanya terdapat di alur sungai bagian hilir pada pemantauan bulan April. Nilai BOD yang melebihi baku mutu terdapat di bagian hulu pada pemantauan bulan April, sedangkan nilai DO atau oksigen terlarut yang kurang dari yang dipersyaratkan terdapat di alur sungai bagian tengah dan hilir pada pemantauan bulan April serta di bagian tengah pada pemantauan bulan September.

Kualitas air di alur sungai Pentung (Patuk) dan sungai Gedangan (Karangmojo) pada pemantauan bulan April maupun September memenuhi baku mutu untuk digunakan sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (mutu air kelas 2) menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001.

Pengujian parameter fisika, kimia dan biologi air di alur sungai Pentung (Patuk) dan sungai Gedangan (Karangmojo) pada bulan April dan September hasilnya cukup bervariasi. Parameter yang mengalami peningkatan pada pemantauan bulan September bila dibandingkan hasil pemantauan pada bulan April di kedua sungai ini adalah Total Dissolved

Solid (TDS) atau zat padat terlarut, kandungan nitrat, kandungan nitrit, kandungan sulfat,

kandungan besi total (Fe), kandungan deterjen, Biological Oxygen Demand (BOD) dan

Chemichal Oxygen Demand (COD). Kandungan nitrit, sulfat, deterjen dan BOD meningkat di

kedua sungai yang dipantau. Peningkatan kandungan nitrit, deterjen dan nilai BOD yang lebih besar terdapat di sungai Gedangan, sedangkan peningkatan kandungan sulfat yang lebih besar terjadi di sungai Pentung. Peningkatan TDS dan kandungan besi total (Fe) hanya

(14)

I-5

terdapat di sungai Gedangan, sedangkan kandungan nitrat hanya meningkat di sungai Pentung.

Dari hasil pemantauan bulan April maupun bulan September, di alur sungai Pentung (Patuk) dan sungai Gedangan (Karangmojo) tidak ada parameter yang melebihi baku mutu air untuk kelas 2 menurut PP RI No. 82 tahun 2001.

b. Kondisi Kualitas Air Laut

Kandungan bahan-bahan pencemar air laut yang dipantau di pantai Baron, Tanjungsari, pantai Indrayanti dan pantai Siung di Tepus serta pantai Sadeng, Girisubo cukup bervariasi. Hampir semua kandungan parameter kimia air laut di 4 lokasi pantai yang dipantau melebihi baku mutu yang diperkenankan berdasarkan Lampiran 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, kecuali untuk kandungan nitrat dan sianida. Kandungan tembaga, timbal dan krom melebihi baku mutu di semua lokasi pemantauan. Kandungan amoniak melebihi baku mutu di pantai Siung dan pantai Indrayanti, sedangkan kandungan sulfida melebihi baku mutu terdapat di pantai Sadeng dan pantai Baron.

c. Kondisi Kualitas Air Sumber/Mata Air

Hasil pemantauan kualitas air sumber air yang dilakukan di Embung Nglanggeran, baik untuk parameter fisika maupun kimia cukup baik, tidak ada parameter yang melebihi baku mutu yang diperkenankan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, namun untuk parameter biologi, yang dilihat dari kandungan total coliform melebihi baku mutu bila dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010.

d. Kondisi Air Telaga

Hasil pemantauan kualitas air telaga yang dilakukan di Telaga Kerdonmiri, Karangwuni, Rongkop, Telaga Wuru, Pringombo, Rongkop, Telaga Wotawati, Jerukwudel, Girisubo, Telaga Ngomang, Saptosari dan telaga Kemuning, Bunder, Patuk menunjukkan bahwa kandungan bahan-bahan pencemar di 5 lokasi telaga cukup bervariasi. Hasil pengujian parameter yang melebihi baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum adalah kekeruhan dan kandungan zat organik di semua lokasi telaga yang dipantau, kandungan besi total di Telaga Wotawati dan kandungan total coliform di telaga Ngomang dan Telaga Kemuning.

(15)

I-6

2.2. Kondisi Kualitas Udara Ambien

Kualitas udara di Kabupaten Gunungkidul bisa dikatakan masih cukup baik, karena dari hasil pemantauan yang dilakukan di 7 titik lokasi (simpang tiga Sambipitu, simpang empat Kantor Pos Wonosari, taman parkir Pasar Argosari Wonosari, Kawasan industri Mijahan, simpang tiga Bedoyo, simpang empat Karangmojo dan Pasar Semin) pada bulan Maret maupun Oktober, hasil pengujian parameter-parameter kualitas udara ambiennya masih berada di bawah ambang batas yang diperkenankan berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 153 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Udara Ambien Daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, namun untuk parameter kebisingan, di beberapa titik sudah melebihi ambang batas yang diperkenankan berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 176 Tahun 2003 tentang Baku Tingkat Getaran, Kebisingan dan Kebauan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kandungan gas ozon (Ox) dan partikel (debu) di udara pada pemantauan bulan Oktober di sebagian besar lokasi mengalami peningkatan dibandingkan pada pemantauan bulan Maret.

2.3. Kondisi Kualitas Tanah

Hasil pemantauan kualitas tanah di zone Utara, yang meliputi kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Ponjong dan Semin dapat dilihat bahwa sampel tanah dari Ngawen melebihi ambang kritis untuk 2 parameter dibandingkan dengan Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (di lahan kering) menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, yaitu parameter daya hantar listrik (DHL) dan potensial redoks. Sampel tanah dari Patuk (Widoro Kulon) melebihi ambang kritis untuk 3 parameter, yaitu parameter berat isi, daya hantar listrik (DHL) dan potensial redoks. Sampel tanah dari Patuk (Kemuning), Ponjong dan Semin melebihi ambang kritis untuk 4 parameter, yaitu untuk parameter berat isi (Ponjong dan Semin), porositas total (Patuk dan Semin), derajat pelulusan air (Patuk dan Ponjong), daya hantar listrik (Patuk, Ponjong dan Semin) serta potensial redoks (Patuk, Ponjong dan Semin). Sampel dari Gedangsari dan Nglipar melebihi ambang batas untuk 5 parameter, yaitu komponen koloid, berat isi, derajat pelulusan air, daya hantar listrik dan potensial redoks untuk sampel tanah di Gedangsari, sedangkan untuk sampel tanah dari Nglipar melebihi ambang batas untuk parameter berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, daya hantar listrik dan potensial redoks.

Dari pemantauan kualitas tanah di zone Tengah, yang meliputi kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo dan Semanu dapat dilihat bahwa sampel tanah dari Playen dan Karangmojo melebihi ambang kritis untuk 2 parameter, yaitu daya hantar listrik dan potensial redoks. Sampel tanah dari Wonosari, baik dari desa Pulutan maupun Karangrejek serta dari

(16)

I-7

Semanu melebihi ambang kritis untuk 3 parameter, yaitu untuk parameter ketebalan solum, derajat pelulusan air (permeabilitas), daya hantar listrik (DHL) dan potensial redoks.

Dari pemantauan kualitas tanah di zone Selatan, yang meliputi kecamatan Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Tanjungsari, Tepus, Rongkop dan Girisubo dapat dilihat bahwa sampel tanah dari Saptosari, Paliyan dan Tepus melebihi ambang kritis untuk 2 parameter, yaitu untuk parameter daya hantar listrik (DHL) dan potensial redoks, sampel tanah dari Tanjungsari, Rongkop dan Girisubo melebihi ambang kritis untuk 3 parameter, yaitu untuk kebatuan permukaan, DHL dan potensial redoks untuk sampel tanah dari Tanjungsari, sedangkan sampel tanah dari Rongkop dan Girisubo melebihi ambang kritis untuk parameter derajat pelulusan air (permeabilitas), DHL dan potensial redoks. Sampel tanah dari Purwosari melebini ambang kritis untuk 4 parameter, yaitu porositas total, derajat pelulusan air (permeabilitas), daya hantar listrik dan potensial redoks, sedangkan sampel tanah dari Panggang melebihi ambang kritis untuk 5 parameter, yaitu berat isi, porositas total, derajat pelulusan air (permeabilitas), daya hantar listrik dan potensial redoks.

B. Permasalahan

Ketersediaan sumberdaya alam di Kabupaten Gunungkidul secara umum masih cukup baik, kawasan hutan yang telah mencapai 55.613,68 Ha, apabila dilihat dari kebutuhan luas hutan minimal yang harus dimiliki 50.000 Ha, berdasarkan amanat Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, bahwa setiap wilayah minimal harus mempunyai zona bervegetasi hutan minimal 30% dari luas total wilayah. Maka Gunungkidul telah memenuhi kebutuhan luas hutan minimananl yang diamanatkan dalam Undang-undang Pokok Kehutanan. Sedangkan luas lahan kritis yang ada di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2013 adalah seluas 5.773,97 Ha atau menurun dibandingkan luas lahan kritis tahun 2012 yaitu 11.511,33 Ha atau menurun 50%. Lahan kritis terbesar di Kecamatan Panggang yaitu 448.185 Ha dan terkecil di Kecamatan Wonosari. Keberhasilan penurunan lahan kritis ini merupakan indikator keberhasilan penanaman tanaman penghijuan di Kabupaten Gunungkidul.

Kondisi lingkungan di Kabupaten Gunungkidul masih cukup baik berdasarkan pemantauan kualitas lingkungan, baik kualitas udara (udara ambien), kualitas air (air sungai, sumber air, air laut) maupun kualitas tanah. Hal yang mengkhawatirkan bagi lingkungan hidup adalah kerusakan lahan akibat pertambangan berdasarkan data dari Disperindagkoptam tahun 2009 seluas 95.588 M2, yang menyebar di tiga kecamatan yaitu Ponjong, Wonosari, dan Semanu, dengan kondisi yang masuk dalam kriteria antara rusak dan sedang. Pertambangan tersebut berada di 41 lokasi penambangan, dengan jenis bahan tambang adalah batu gamping keprus, dan sebagian besar merupakan penambangan tanpa izin (Peti). Dimungkinkan kerusakan lahan akibat pertambangan pada tahun 2013 semakin luas, apalagi penggunaan alat berat dalam melakukan eksploitasi pertambangan cenderung semakin marak di tahun

(17)

I-8

2013 ini. Kondisi pertambangan saat ini terus berlangsung tetapi tanpa izin atau illegal, dan kerusakan lingkungan yang terjadi semakin tidak terkontrol. Kerusakan lahan yang ditimbulkan adalah timbulnya lubang bekas penambangan yang tidak di reklamasi atau tidak melakukan pengelolaan pasca tambang/reklamasi. Penggunaan bahan peledak dan alat berat dalam menambang akan menimbulkan getaran, kebisingan dan debu. Teknik penambangan rakyat yang dilakukan tidak sesuai aturan, karena rendahnya pengetahuan penambang tentang teknik menambang yang benar, sehingga berdampak pada aspek keselamatan dan kerusakan lingkungan.

Kasus pencemaran lingkungan yang terjadi selama tahun 2013 yaitu pencemaran udara, yaitu bau dan lalat dari kegiatan peternakan ayam. Sebagian besar usaha/kegiatan yang diadukan belum memiliki ijin usaha an sebagian lagi sudah berizin tetapi kurang taat dalam melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan perubahan usaha tidak disertai perubahan izin usaha dan dokumen lingkungan hidup. Kasus pengaduan lainnya yang belum terselesaikan dan dampaknya sampai wilayah Jawa Tengah adalah pembuangan limbah cair/bubur/mild dari usaha pemotongan/pengolahan batu alam di wilayah Semin. Apabila dilihat dari Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Gunungkidul tahun 2010-2030 bahwa Desa Candirejo Kecamatan Semin ditetapkan sebagai kawasan industri, di lokasi ini telah tumbuh dan berkembang industri pengolahan/pemotongan batu alam yang menghasilkan limbah cair berupa mild/bubur yang dibuang ke sungai yang melintas wilayah Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah dan menimbulkan keresahan masyarakat petani di sana dikhawatirkan dapat mengancam tanaman pertanian karena air yang digunakan untuk irigasi dari sungai tercampur mild/bubur dari limbah industri pemotongan/pengolahan batu alam di wilayah Semin dan lebih jauh dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan. Sebagai tindak lanjut Pemerintah Daerah Gunungkidul dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan operasi bersama terhadap usaha Pemotongan/pengolahan batu alam, diperoleh fakta bahwa sebagian usaha tersebut belum berizin, dan ada yang berizin tetapi tidak taat dalam mengelola dampak yang ditimbulkan. Selanjutnya disepakati diserahkan Pemerintah Daerah Gunungkidul untuk melakukan pengawasan dan pembinaan serta meninjau tata ruang wilayah.

C. Isu Strategis Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul 1. Ekosistem Perbukitan Karst

Selama tahun 2013 isu lingkungan yang mencuat adalah penambangan tanpa izin dan penggunaan alat berat dalam proses penambangan batu kapur di wilayah karst. Terkait ketidak jelasan aturan pertambangan, beberapa undang-undang yang menjadi referensi belum bisa menjadi jawaban pasti untuk memberi solusi tepat bagi para penambang. Hingga saat ini para penambang terus mengajukan ijin permohonan agar bisa secara resmi mengelola

(18)

I-9

lahan pertambangan. Namun mereka belum mendapat kejelasan legalitas atas hukum dan usaha mereka hingga sekarang, sehingga belum mendapatkan rekomendasi izin. Dalam hal aturan, pemerintah daerah tak hanya mengacu pada satu referensi saja tapi secara garis besar selama ini mengacu pada Permen 17 Tahun 2012 tentang penetapan kawasan bentang alam karst, namun untuk peraturan daerah terbaru yang berisikan pemetaan wilayah kawasan karst yang dapat ditambang masih dalam proses dan belum finish.

Penegakan hukum bagi penambang tanpa izin oleh Satuan polisi Pamong Praja (Pol PP) bahwa sikap Pol PP yang terkesan lamban dikarenakan beberapa alasan, salah satunya regulasi yang masih belum bisa dijadikan landasan hukum bagi Pol PP untuk mengambil sikap tegas dan juga menyangkut lapangan pekerjaan ribuan penambang yang akan hilang bila semena-mena melakukan penutupan sepihak.

2. Ekosistem Pesisir dan Pantai

Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi wisata yang cukup potensial dan beragam, mulai dari kekayaan alam berupa pantai, goa, bukit dan pegunungan, tempat bersejarah serta desa wisata budaya maupun wisata religi.

Obyek wisata pantai merupakan obyek wisata unggulan Kabupaten Gunungkidul dengan jumlah kurang lebih 46 pantai yang panjang garis pantai di Kabupaten Gunungkidul menurut data dari BPS adalah 71 km dengan topografi perbukitan karst yang berupa pegunungan terjal yang terbentang dari Desa Girijati Kecamatan Purwosari sampai dengan Pantai Sadeng, Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo. Peningkatan kunjungan wisata mulai dari tahun 2010 mengalami peningkatan hampir tiga kali lipat baik wisatawan domestik maupun asing. Namun permasalahan lingkungan yang terjadi di ekosistem pesisir dan pantai Gunungkidul masih saja terjadi adalah :

a. Pengambilan pasir pantai untuk kegiatan urug pada lokasi hajatan jika terjadi hujan agar tidak timbul genangan.

b. Penebangan tanaman atau vegetasi disekitar pantai yang merupakan tanaman budidaya masyarakat masih bersifat tebang habis sehingga terkesan gundul ;

c. Penggunaan bahan peledak atau racun untuk mencari atau menangkap habitat perairan laut;

d. Pembangunan bangunan-bangunan liar di kawasan sempadan pantai dan bukit-bukit karst di sekitarnya;

e. Pembangunan emplek-emplek/lapak-lapak pedagang di bibir pantai;

f. Maraknya pembangunan kandang ayam, yang tidak sesuai kaidah tata ruang wilayah. Selain permasalah tersebut diatas, beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan kawasan pesisir antara lain adalah :

a. Sebagian besar perbukitan terjal di sekitar pantai telah gersang, tererosi, dan tanpa vegetasi penutup;

b. Terjadinya abrasi yang telah merusak sempadan pantai; c. Terjadinya pencemaran lingkungan pantai dan laut; d. Penurunan kualitas komunitas fauna;

e. Penurunan kualitas habitat terumbu karang.

Permasalah lain yang ada disebabkan faktor masyarakat pengunjung adalah dengan timbulnya sampah, keberadaan sampah ini munculnya selalu linier dengan jumlah pengunjung

(19)

I-10

yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga dengan demikian keberadaan volume sampah ini tergantung dengan jumlah pengunjung.

Komunitas masyarakat pesisir di Kabupaten Gunungkidul sampai saat ini masih berdiri sendiri-sendiri berdasarkan dari profesi yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi pesisir. Belum adanya suatu komunitas tersendiri secara kewilayahan atau teritorial yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan.

Pemerintah daerah Kabupaten Gunungkidul dalam mengatasi permasalahan lingkungan di Gunungkidul melalui beberapa upaya yang dilakukan lintas sector, antara lain : 1. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan wilayah pantai yang sejuk, indah, dan nyaman

maka dilakukan kegiatan penghijauan pantai. Destinasi wisata di wilayah pantai Kabupaten Gunungkidul menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Hal ini apabila tidak diikuti dengan pengelolaan lingkungan yang baik, maka lambat laun kunjungan akan menurun. Pengelolaan lingkungan wilayah pantai yang segera mendapatkan perhatian adalah penambahan vegetasi untuk keteduhan dan pengelolaan sampah. Penanaman tanaman penghijauan dilakukan oleh kelompok sadar dengan gerakan bersama.

2. Pengendalian kerusakan lingkungan melalui penerbitan rekomendasi dokumen lingkungan hidup dan izin gangguan dan pengawasan dan pemantauan usaha dan kualitas lingkungan hidup : air, udara dan tanah secara rutin. Pada tahun 2013 Kapedal telah menerbitkan 30 rekomendasi UKL-UPL dan hampir 500 SPPL sebagai syarat diterbitkanya Izin Gangguan. Upaya pengendalian lainnya adalah dengan ditetapkannya peraturan daerah Nomor 6 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul 2010-2030, melalui pengendalian keruangan diharapkan dapat mengendalikan kerusakan lingkungan dengan melakukan penataan kawasan, termasuk kawasan pertambangan yang telah diakses dalam Perda ini sesuai realita yang ada dan aturan. Meskipun perda tata ruang telah ditetapkan sebagai salah satu dasar penerbitan izin pertambangan, tetapi selama tahun 2013 Pemerintah Daerah belum memberikan izin tambang, karena peraturan daerah terbaru yang berisikan pemetaan wilayah kawasan karst yang dapat ditambang masih dalam proses dan belum selesai sampai akhir 2013 ini.

3. Penyelesaian kasus lingkungan melalui koordinasi dan komunikasi dengan pengusaha dan warga sekitar sebagai upaya persuasif dan pemberian peringatan dan pembuatan surat pernyataan bagi pengusaha untuk melaksanakan dokumen lingkungan sesuai aturan yang berlaku.

4. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup seperti pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R, program kali bersih, program langit biru, pantai lestari, kampong iklim, dan sekolah adiwiyata terus dilakukan termasuk pembangunan fasilitasnya.

5. Pembangunan fisik untuk mengendalikan kerusakan lingkungan dan mengembalikan fungsi lingkungan hidup antara lain sumur resapan, biogas, IPAL dan sarana prasarana pengelolaan sampah.

(20)
(21)

II-1

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

A. Lahan dan Hutan

Kerusakan hutan dan lahan telah memberikan dampak yang cukup luas, mulai dari kemerosotan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, penurunan kualitas tanah dan air hingga perubahan iklim di tingkat global yang saat ini kita hadapi. Merupakan tantangan bagi kita semua untuk mengendalikan kerusakan hutan dan lahan tersebut. Salah satu upaya pengendalian kerusakan hutan dan lahan adalah dengan melakukan pemantauan kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.Tanah terbentuk apabila bahan induk berada dalam pengaruh iklim tertentu, organisme dan air dalam periode waktu yang lama. Proses pembentukan tanah secara alami berjalan sangat lambat dan karena itu tanah dapat dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu sumberdaya alam ini harus dilestarikan.

Tanah memiliki banyak fungsi dalam kehidupan, di samping sebagai ruang hidup, tanah mempunyai fungsi produksi, antara lain sebagai penghasil biomassa, seperti bahan makanan, serat, kayu dan bahan obat-obatan. Selain itu tanah juga berperan dalam menjaga kelestarian sumber daya air dan kelestarian lingkungan hidup secara umum.Tanah merupakan media tumbuh tanaman, di mana akar tanaman menyerap air dan hara dari dalam tanah. Tanaman memproduksi bahan (biomassa) yang dibutuhkan bagi kehidupan yang lain termasuk manusia. Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman.

Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh sifat alami tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah tersebut terganggu/rusak sehingga tidak mampu lagi berfungsi. Kegiatan manusia di dalam memanfaatkan lahan mempengaruhi berbagai proses di dalam tanah, seperti gerakan air, daya tanah menahan air, sirkulasi udara serta penyerapan hara oleh tanaman. Penggundulan hutan sebagai salah satu usaha manusia untuk menambah areal pertanian pada awalnya akan menghilangkan peneduh serta akumulasi sisa-sisa tanaman, sedangkan pengolahan/pemanfaatan tanah yang berlebihan, terutama pada tanah berlereng akan mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik, meningkatkan aliran permukaan, menurunkan daya infiltrasi tanah yang kesemuanya menjadi penyebab erosi dan menurunkan produktivitas tanah.

(22)

II-2

Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya mengandalkan sektor Pertanian, maka sumberdaya tanah memiliki nilai yang sangat penting. Mengingat pentingnya tanah, maka pengendalian kerusakan tanah sangat diperlukan, sebab tanah merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan senantiasa mendapatkan tekanan yang semakin besar untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan pangan, sandang dan papan yang semakin meningkat.Oleh sebab itu semua orang berkewajiban untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi tanah dengan tujuan melestarikan dan meningkatkan kemampuan produksinya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan tanah harus dilakukan dengan bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Pemantauan kualitas tanah tahun 2013 oleh Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Gunungkidul bekerja sama dengan Laboratorium Geografi Tanah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dilaksan akan satu kali dalam setahun, pengambilan sampel dilakukan pada bulan September - Oktober.

Pengambilan sampel untuk pemantauan kualitas tanah tahun 2013 dilakukan di 20 titik, yang tersebar di 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Lokasi pengambilan sampel tersebut adalah di :

1. Zone Utara

a. Kecamatan Patuk 2 (dua) titik lokasi di Desa Bunder, yaitu di Dusun Widoro Kulon dan Dusun Kemuning (Koordinat : 07.873190- 110.543400 dan 07.88210- 110.523680)

b. Kecamatan Gedangsari Desa Ngalang (Koordinat :07.88606°-110.57240°) c. Kecamatan Nglipar Desa Kedungpoh (Koordinat :07.86287°-110.63737°) d. Kecamatan Ngawen Desa Watusigar (Koordinat : 07.869700- 110.690540) e. Kecamatan Ponjong Desa Bedoyo (Koordinat : 08.013580- 110.733110) f. Kecamatan Semin Desa Semin (Koordinat : 07.873310- 110.727250) 2. Zone Tengah

a. Kecamatan Playen, Desa Playen (Koordinat : 07.950500- 110.548160)

b. Kecamatan Wonosari 2 (dua) titik lokasi, yaitu Desa Pulutan dan Desa Karangrejek (Koordinat : 07.990360- 110.56349 dan 07.980170 - 110.592090).

c. Kecamatan Karangmojo Desa Gedangan ( Koordinat : 07.944540- 110.682100) d. Kecamatan Semanu Desa Ngeposari (Koordinat : 07.999680- 110.680340) 3. Zone Selatan

a. Kecamatan Purwosari Desa Giriasih (Koordinat : 07.994310- 110.372280) b. Kecamatan Panggang Desa Girisekar (Koordinat : 08.036890- 110.461250) c. Kecamatan Saptosari Desa Kepek (Koordinat :08.03669°-110.51767°) d. Kecamatan Paliyan Desa Pampang (Koordinat : 07.989720- 110.555040). e. Kecamatan Tanjungsari (Koordinat : 08.102950- 110.548320)

f. Kecamatan Tepus Desa Purwodadi (Koordinat : 08.142830- 110.674750) g. Kecamatan Rongkop Desa Karangwuni (Koordinat : 08.077790- 110.762610) h. Kecamatan Girisubo Desa Jerukwudel (Koordinat : 08.148650- 110.770950)

Parameter yang dipantau, baku mutu yang digunakan dan metode pemantauan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

(23)

II-3

Tabel 2.1 Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (di lahan kering)

menurut PP RI No. 150 tahun 2000

Parameter Ambang Kritis Metode

Ketebalan solum < 20 cm Pengukuran langsung

Kebatuan permukaan

> 40 % Pengukuran langsung imbangan batu dan tanah dalam unit luasan

Komposisi fraksi < 18 % koloid ; > 80 % pasir kuarsitik

Warna pasir, gravimetrik

Berat isi >1,4 g/cm3 Gravimetrik pada satuan volume

Porositas total < 30 % ; > 70 % Perhitungan berat isi (BI) dan berat jenis (BJ) Derajat pelulusan air < 0,7 cm/jam ; > 8,0

cm/jam

Permeabilitas pH (H2O) < 4,5 ; > 8,5 Potensiometrik

DHL > 4,0 mS/cm Tahanan listrik

Redoks < 200 mV Tegangan listrik

Jumlah mikroba < 102 cfu/g tanah Platting technique

1. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di Zone Utara

Pemantauan kualitas tanah di zone Utara dilakukan di 7 titik lokasi yang meliputi 6 kecamatan, yaitu kecamatan Patuk (2 lokasi, yaitu di dusun Widoro Kulon dan dusun Kemuning, desa Bunder), kecamatan Gedangsari, kecamatan Nglipar, kecamatan Ngawen, kecamatan Ponjong dan kecamatan Semin.

Tumbuhan akan lebih leluasa menyerap air, hara dan mempertahankan tubuhnya agar tidak tumbang apabila ruang gerak akarnya longgar. Ruang gerak akar dalam tanah diperankan oleh jeluk efektif (effective depth) yang dikenal sebagai soul tanah. Solum tanah sangat bervariasi dari jenis tanah dan tingkat genesisinya. Tanah yang selalu tererosi dapat sangat dangkal solumnya (kurang dari 10 cm), sedangkan tanah yang lanjut berkembang tanpa erosi dapat mencapai ketebalan solum lebih dari 10 m.

Tabel 2.2. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di Zone Utara Parameter Satuan Patuk

(Widoro Kulon) Patuk (Kemuni ng) Gedangs ari

Nglipar Ngawen Ponjong Semin

Ketebalan solum cm 30 30 40 30 40 25 40 Kebatuan Permukaan % 1 1 1 1 1 1 1 Tekstur: Pasir kasar % 18,21 19,12 62,69 29,71 21,89 10,40 13,12 Debu % 19,15 22,72 22,21 26,75 20,75 20,51 28,85 Lempung % 62,64 58,16 15,09 43,55 57,36 69,09 58,03 Kelas tekstur

- Lempung Lempung Geluh pasiran

Lempung Lempung Lempung Lempung

(24)

II-4

Redoks mV 56 15 118 52 87 42 8 DHL µmhos/cm 140 91 225 110 123 115 106 Permeabili tas cm/jam 2,664 3,000 8,449 14,22 1,075 0,521 3,656 Kelas permeabili tas

Sedang Sedang Agak

cepat Cepat Agak lambat Agak lambat Sedang Berat volume gr/cc 1,421 1,232 0,954 1,669 1,245 1,322 1,32 Berat Jenis 2,056 1,619 1,807 2,012 1,943 2,038 1,776 Porositas % 30,89 23,90 47,21 17,05 35,92 35,13 25,68 Jumlah Mikroba cfu/g tanah 9,33×106 2,10×106 8,81 x105 8,81 x105 5,40 x105 1,50 x108 7,37 x104 Kedalaman efektif dibatasi oleh berbagai faktor pembatas, ada yang bersifat permanen (padas, bahan induk, lapisan pirit) dan ada pula yang bersifat dapat dikelola (misalnya air tanah dangkal, lapisan kontras, dll). Tebal tanah kurang dari 20 cm dianggap sebagai limit zona rizofir yang berkaitan dengan penyediaan hara dan air dalam tanah. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ketebalan solum di 7 lokasi yang diambil sampelnya di zone Utara berkisar antara 25 - 40 cm. Yang memiliki solum lebih tebal adalah tanah di Gedangsari, Ngawen dan Semin, sedangkan yang solumnya paling tipis adalah tanah di Ponjong. Berdasarkan PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis ketebalan solum untuk kerusakan lahan di lahan kering adalah bila ketebalan solumnya kurang dari 20 cm. Dari hasil pengamatan ketebalan solum, tanah di 7 lokasi tersebut tidak ada yang melebihi ambang kritis.

Jumlah bahan bukan fraksi tanah di dalam soul dapat mempengaruhi ruang gerak dan penyediaan hara tanaman. Bahan bukan tanah tersebut dapat berupa batu, lapisan kontras, keberadaan gipsum dan batu kapur serta bahan asing lainnya. Bahan-bahan tersebut dapat mengganggu bilamana berada di zona perakaran, sangat mengganggu bila jumlahnya mencapai lebih dari 40 %. Oleh karena itu berdasarkan PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis kerusakan tanah di lahan kering untuk kebatuan permukaan adalah bila persentase tutupan batu di permukaan tanah lebih dari 40 %. Kebatuan permukaan di 6 lokasi yang dipantau di zone Utara adalah sebesar 1 %, hanya tanah di Nglipar yang memiliki kebatuan permukaan sebesar 5%.

Tekstur tanah adalah susunan dari besar butir tanah. Ukuran besar butir bahan penyusun tanah biasanya dipilahkan menjadi 7 kelompok (kelas), dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3. Diameter ukuran besar butir penyusun tanah Sebaran Besar Butir Diameter limits (mm)(USDA classification)

Koloid Lempung (clay) Less than 0,002

Debu (silt) 0,002 – 0,05

Pasir sangat halus (very find sand) 0,05 - 0,10

(25)

II-5

Pasir sedang (medium sand) 0,25 – 0,50

Pasir Kasar (coarse sand ) 0,50 – 1,00

Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,00 – 2,00

Fraksi pasir merupakan salah satu komponen penyusun tekstur tanah di samping debu dan lempung (clay). Peranan tekstur sangat menentukan sifat tanah secara menyeluruh. Lempung dan bahan organik sangat berperan dalam penyimpanan dan penyediaan hara karena luas permukaannya yang sangat besar dan memiliki muatan. Fraksi halus berperan menyatukan butiran tanah membentuk agregat dan memegang lengas, sedangkan fraksi kasar berguna untuk menjaga keseimbangan udara – air dalam tanah. Keberadaan fraksi pasir lebih dari 80 % sebagai penyusun utama tekstur tanah menunjukkan potensi pemegangan hara dan air dalam tanah sangat rendah sehingga tidak mampu menunjang lingkungan tumbuh vegetasi atau tanaman secara umum.

Berdasarkan PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis untuk fraksi tanah adalah bila bahan penyusun tanah terdiri kurang dari 18 % koloid dan lebih dari 80 % pasir kuarsitik. Dari hasil analisa, bahan penyusun tanah di 7 lokasi yang diambil sampelnya di zone Utara, untuk komponen koloid (lempung) berkisar antara 15,09 – 69,09 %, sedangkan untuk komponen pasir kuarsitik (pasir kasar) berkisar antara 10,40 – 62,69 %. Komponen koloid yang terendah terdapat pada sampel tanah di Gedangsari dan melebihi ambang kritisnya, karena kurang dari 18 %, sedangkan komponen koloid tertinggi terdapat pada sampel tanah di Ponjong. Komponen pasir kuarsitik terendah terdapat pada sampel tanah di Ponjong, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel tanah di Gedangsari. Bila dilihat dari komponen pasir kuarsitiknya, dari 7 lokasi yang diambil sampelnya tidak ada yang melebihi ambang kritisnya.

Gambar 2.1. Segitiga Tekstur

Apabila persentase pasir, debu dan koloid lempung di dalam tanah diketahui, maka kelas tekstur tanah dapat ditentukan. Penentuan kelas tekstur biasanya menggunakan segitiga tekstur sebagaimana dapat dilihat dalam gambar diatas. Untuk sampel tanah di zone Utara hampir semua memiliki kelas tekstur lempung, kecuali sampel tanah dari Gedangsari yang mempunyai kelas geluh pasiran.

(26)

II-6

Berat volume (berat isi) tanah sebagaimana berat volume benda-benda lain adalah nisbah antara berat massa (padat) dengan volume total (volume padatan + volume pori) tanah. Berat volume merupakan ukuran tidak langsung dari pori tanah dan dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Berat volume tanah pasiran hanya berkisar antara 1,2 – 1,8 g/cm3, sedangkan tanah lempungan umumnya mempunyai nilai berat volume 1,0 –1,6 g/cm3.

Grafik 2.1. Berat Isi Tanah di Zone Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya

Pengolahan tanah tidak mempengaruhi tekstur tanah, tetapi mempengaruhi struktur tanah. Pengolahan tanah biasanya menurunkan berat volume, tetapi pemadatan (compaction) meningkatkan berat volume. Peningkatan berat volume akan berarti juga penurunan pori tanah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kandungan lengas (air) tersedia dan aerasi (udara) tanah. Selain pemadatan, terjadinya sementasi (perekatan) partikel-partikel tanah disebabkan oleh bahan-bahan tertentu, misalnya sisa-sisa bahan-bahan-bahan-bahan pupuk (carrier) dapat meningkatkan berat volume tanah.

Ambang kritis berat volume tanah menurut PP RI No. 150 tahun 2000 adalah bila berat volumenya melebihi 1,4 g/cm3. Dari hasil analisa sampel tanah dari 7 lokasi di zone Utara memiliki berat volume berkisar antara 1,232 – 2,038 g/cm3. Yang memiliki berat volume terbesar adalah sampel tanah di Ponjong, sedangkan berat volume terkecil dimiliki oleh sampel tanah Patuk (Kemuning). Dari hasil analisa diketahui bahwa berat volume sampel tanah di zone utara, hampir semua melebihi ambang kritisnya, kecuali sampel tanah dari Patuk (Kemuning) dan Ngawen.

Tanah yang sarang (porous), lepas-lepas teragregasi dengan baik akan mempunyai berat volume yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah padat, mampat dan pejal. Hal ini karena pori tanah terisi oleh udara atau air yang mempunyai bobot yang lebih ringan dibandingkan dengan bahan mineral penyusun tanah. Tanah pasiran mempunyai pori total yang lebih rendah daripada tanah lempungan, itulah sebabnya pada umumnya tanah pasiran mempunyai berat volume yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah lempungan.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 Baku Mutu Berat Isi Tanah Berat Isi Tanah di Zona Utara dibandingkan

(27)

II-7

Grafik 2.2. Porositas total tanah di zone Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya

Hasil analisa porositas total tanah pada sampel tanah dari zone Utara berkisar antara 16,13 – 47,21 %, di mana porositas total terendah terdapat pada sampel tanah Patuk (Kemuning), sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel tanah di Gedangsari. Menurut PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis porositas total tanah adalah bila nilainya kurang dari 30 % atau lebih dari 70 %. Dari hasil analisa, dapat dilihat bahwa sampel tanah di Patuk (Kemuning), Nglipar dan Semin memiliki porositas total yang melebihi ambang kritis karena kurang dari 30 %.

Derajat pelulusan air (permeabilitas) tanah adalah kemampuan bahan penyusun tanah untuk melewatkan cairan/larutan melalui pori-pori di dalam tanah. Permeabilitas tanah merupakan salah satu sifat tanah yang penting yang berkaitan dengan aliran air di dalam tubuh tanah, misalnya masalah rembesan dari dam (bendungan), drainase, dan pengisian kembali (recharge) sumur, dsb. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah, antara lain viskositas air, ukuran dan bentuk partikel tanah, tingkat kejenuhan dan void ratio. Void ratio adalah nisbah volume void dengan volume solid. Tetapi pada umumnya permeabilitasberbanding terbalik dengan kerapatan massa tanah. 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Baku Mutu Atas Porositas Total Baku Mutu bawah

Porositas Total Tanah di Zona Utara dibandingkan

Baku mutunya

(28)

II-8

Gambar 2.3. Derajat pelulusan air (Permeabilitas) sampel tanah di zone utara dibandingkan dengan

ambang kritisnya

Berdasarkan PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis permeabilitas tanah adalah bila nilainya di bawah 0,7 cm/jam atau di atas 8,0 cm/jam, dengan demikian, sampel tanah dari ada beberapa yang melebihi ambang kritisnya, yaitu sampel tanah di Ponjong yang memiliki permeabilitas kurang dari 0,5 cm/jam) dan sampel tanah di Patuk (Kemuning), Gedangsari serta Nglipar yang memiliki permeabilitas lebih dari 8,0 cm/jam.

Kelas permeabilitas tanah (seri tanah) biasanya ditentukan oleh permeabilitas terendah dari lapisan tanah yang terdapat di dalam jeluk 1,5 m dari permukaan tanah.

Tabel 2.4 Klasifikasi Kecepatan Infiltrasi

Klasifikasi Kecepatan Infiltrasi (inch/jam)

Sangat lambat (very slow) < 0,06

Lambat (slow) 0,06 – 0,2

Agak lambat (moderately slow) 0,2 – 0,6

Sedang (moderate) 0,6 – 2,0

Agak cepat (moderately rapid) 2,0 – 6,0

Cepat (rapid) 6,0 – 20,0

Sangat cepat (very rapid) > 20,0

Berdasarkan tabel di atas, sampel tanah dari Ngawen dan Ponjong termasuk dalam kelas permeabilitas agak lambat, sampel tanah dari Patuk, baik dari dusun Widoro Kulon maupun Kemuning serta sampel tanah dari Semin termasuk dalam kelas permeabilitas sedang, sampel tanah dagi Gedangsari termasuk dalam kelas permeabilitas agak cepat, sedangkan sampel tanah dari Nglipar termasuk dalam kelas permeabilitas cepat.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Baku mutu bawah Permeabilitas Baku Mutu Atas

(29)

II-9

Tanah akan menunjukkan reaksi asam dan basa di dalam tanah. Reaksi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman lewat pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara. Tanah dapat bereaksi asam atau basa (alkalis) tergantung pada konsentrasi ion H dan OH. Untuk mencirikan reaksi tanah tersebut digunakan istilah pH. pH tanah adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion H+ di dalam larutan tanah. pH tanah merupakan salah satu indikator yang baik dan cepat serta akurat untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanah, status dan taraf ketersediaan hara dan taraf pelapukan yang telah berlangsung di dalam tanah. Selain itu nilai pH tanah dapat secara langsung digunakan untuk memberikan anjuran tentang pengapuran. pH tanah juga penting dalam hubungannya dengan kehidupan biologi tanah. Pada pH rendah, beberapa unsur seperti Ca, Mg, K biasanya kurang tersedia, tetapi sebaliknya unsur-unsur tertentu seperti Fe, Al dan Mn sangat tersedia. Ketidak seimbangan ketersediaan hara ini akan sangat tidak menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.Kisaran pH kurang dari 4,5 atau lebih dari 8,5 mencerminkan tanah tersebut bermasalah. Bila pH kurang dari 4,5 akan terjadi keracunan alumunium dan bila pH lebih dari 8,5 akan terjadi ketidaktersediaan hara dalam kondisi seimbang.

Gambar 2.2. Pengambilan sampel tanah di Nglipar

pH tanah ditentukan oleh banyak hal, baik secara alami maupun akibat campur tangan manusia. Secara alami, tanah akan menjadi asam akibat terjadinya proses pencucian (leaching) kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na), sehingga yang tertinggal di dalam tanah adalah kation-kation Fe, Al dan H. Semakin intensif proses leaching, akan semakin asam tanah yang bersangkutan. Di daerah-daerah tropis humid, di mana pelapukan dan pencucian hara berlangsung sangat kuat karena didorong oleh curah hujan dan temperatur tinggi, mengakibatkan pH tanah jauh lebih rendah dibandingkan dengan pH tanah daerah kering (arid). Pencucian (leaching) yang sangat intensif dalam waktu lama akan menyebabkan tanah sangat miskin akan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.

(30)

II-10

pH tanah dapat dipengaruhi oleh tindakan manusia lewat berbagai cara pengelolaan tanah, pemberian air irigasi maupun tindakan pemupukan. Penggunaan air irigasi yang memiliki kandungan garam tinggi akan berakibat meningkatkan pH tanah. Selain itu pemberian pupuk kimia dalam jumlah tinggi dan terus menerus akan sangat mempengaruhi pH tanah. pH tanah merupakan indikator yang peka terhadap perubahan komposisi kimiawi tanah dan dengan demikian dapat digunakan sebagai salah satu kriteria kerusakan tanah. pH tanah umumnya berkisar antara 3,0 – 9,0. Hasil analisa pH sampel tanah dari zone utara berkisar antara 5,91 – 7,38. pH terendah terdapat pada sampel tanah dari Semin, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel dari Gedangsari. pH tanah dari 7 lokasi pengambilan sampel di zone Utara tidak ada yang melebihi ambang kritis menurut PP RI No. 150 tahun 2000.

Gambar 2.3. Pengambilan sampel tanah Desa Pulutan, Wonosari

Daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC)tanah merupakan ukuran dari jumlah garam terlarut di dalam tanah. Garam adalah unsur yang umum terdapat di dalam tanah, beberapa garam seperti garam nitrat, kalium merupakan unsur hara esensial yang diperlukan tanaman. Garam-garam di dalam tanah dapat berasal dari pelapukan mineral, pupuk anorganik, bahan pembenah tanah (misalnya gipsum, kompos dan pupuk hijau) dan air irigasi.Hasil pengukuran DHL dinyatakan dalam dS/m atau mS/cm atau µmhos/cm.

DHL tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman lewat beberapa mekanisme. Dari hasil-hasil penelitian memperlihatkan bahwa tanaman akan mengalami kesulitan menyerap air apabila kandungan garam di dalam larutan tanah tinggi dan hal ini akan berakibat terhambatnya pertumbuhan tanaman. Tanaman akan mengalami dehidrasi dan mati. Gejala ini dikenal juga dengan istilah cekaman garam.

Tergantung jenis garam yang terdapat dalam tanah, pengaruh kegaraman terhadap sifat tanah dan tanaman dapat positif tetapi dapat pula berdampak negatif. Kandungan garam Ca, Mg

(31)

II-11

yang tinggi dapat bersifat positif lewat pengaruhnya mendorong terjadinya ikatan antar partikel-partikel tanah. Gejala ini disebut flokulasi yang memberikan pengaruh yang menguntungkan dalam hubungannya dengan aerasi tanah, penetrasi dan pertumbuhan akar. Namun demikian apabila garam di dalam tanah didominasi oleh garam Na, maka akan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan garam terdahulu. Kandungan Na yang sangat tinggi akan menimbulkan dampak buruk.

Gambar 2.4. Pengambilan sampel tanah di Desa Pampang, Paliyan.

Beberapa penelitian di Australia dan Utah – USA memperlihatkan bahwa tanah-tanah dengan konsentrasi garam Na yang sangat tinggi akan menyebabkan keracunan Na, sehingga tingginya kandungan garam Na merupakan faktor pembatas pertumbuhan kebanyakan tanaman, karena pada konsentrasi garam yang tinggi hanya tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh dengan baik. Selain itu kandungan Na yang tinggi akan menyebabkan terjadinya dispersi dan pengembangan partikel lempung yang lebih lanjut mengakibatkan terjadinya pembengkakan (swelling) dari agregat tanah.Hubungan antara Nilai DHL dengan pertumbuhan tanaman disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.5. Hubungan antara nilai DHL (mS/cm) tanah dengan pertumbuhan tanaman

Daya Hantar Listrik (DHL) Respon Tanaman

0 - 1 Umumnya pertumbuhan tanaman tidak terpengaruh

1 - 2 Pertumbuhan yang peka garam agak terhambat

2 - 4 Pertumbuhan kebanyakan tanaman terhambat

4 - 8 Hanya tanaman yang toleran garam yang dapat tumbuh baik

8 - 16 Hanya beberapa jenis tanaman yang sangat tahan /toleran dapat dengan baik

Diatas 16 Umumnya tanaman tidak akan tumbuh baik

Toleransi tanaman terhadap kegaraman dipengaruhi iklim dan irigasi. Apabila tanah mengering, maka konsentrasi garam akan meningkat diikuti oleh meningkatnya cekaman garam.

(32)

II-12

Oleh karena itu masalah kegaraman lebih berat/parah pada daerah-daerah kering dan panas dibandingkan dengan daerah dingin dan basah/lembab. Penggunaan air irigasi yang sedikit melampaui keperluan tanaman mungkin diperlukan pada musim kemarau untuk mengurangi cekaman garam di atas.

Daya hantar listrik (DHL) pada sampel tanah dari zone Utara berkisar antara 91 - 225 µmhos/cm. Menurut PP RI No. 150 tahun 2000, ambang kritis DHL tanah adalah bila nilainya lebih besar dari 4 mS/cm atau 4 µmhos/cm, sehingga dapat dikatakan bahwa semua sampel tanah dari zone Utara melebihi ambang kritis. DHL tertinggi terdapat pada sampel tanah dari Gedangsari, sedangkan yang terendah terdapat pada sampel tanah dari Patuk (Kemuning).

Pengukuran potensial redoks merupakan cara pendugaan tentang tata udara tanah. Apabila suatu jenis tanah berada dalam keadaan tergenang untuk jangka waktu yang lama akan berakibat menurunnya kandungan oksigen yang ada di dalam tanah sehingga merugikan biota tanah. Tanah-tanah yang menunjukkan kondisi langka udara (anaerob) akan memperlihatkan gejala yang sangat khusus pada morfologi tanah di lapangan, yaitu berupa bercak-bercak yang berwarna kebiruan, yang apabila teroksidasi akan berwarna kecoklatan. Apabila gejala ini tampak di lapangan, maka dapatlah dipastikan bahwa suasana anaerob menguasai tanah tersebut, oleh karena itu pendugaan suasana langka udara jauh lebih akurat dengan memperhatikan gejala morfologi di lapangan. Tanah-tanah yang menunjukkan morfologi redoks tersebut dapat dipastikan mempunyai nilai redoks kurang dari 200 mV.Relevansi pengukuran potensial redoks terletak pada peruntukan dari tanah yang bersangkutan. Apabila tanah yang bersangkutan digunakan untuk persawahan yang dalam kebanyakan waktu diperlukan genangan air, maka signifikansi pengukuran redoks tidak terlalu berarti.

Grafik 2.4. Potensial redoks sampel tanah dari zone Utara dibandingkan ambang kritisnya 0 50 100 150 200 250 baku Mutu Redoks

Redoks Tanah di Zona Utara dibandingkan

Gambar

Tabel 2.2. Hasil Pemantauan Kualitas Tanah di Zone Utara  Parameter  Satuan  Patuk
Grafik 2.1. Berat Isi Tanah di Zone Utara dibandingkan dengan ambang kritisnya
Tabel 2.4 Klasifikasi Kecepatan Infiltrasi
Grafik 2.4. Potensial redoks sampel tanah dari zone Utara dibandingkan ambang kritisnya 0 50 100 150 200 250 baku Mutu Redoks Redoks Tanah di Zona Utara dibandingkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

masih jauh dari KKM yang ditetapkan, hal ini terlihat dari nilai evaluasi pada mata pelajaran bahasa indonesia, lebih dari 23 orang (60%) dari seluruh siswa

Dari hadis diatas rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya , agar menuntut ilmu, terutama sekali adalah ilmu agama kepada orang yang menguasai ilmu tersebut,

terhadap penggunaan Bentor sebagai moda transportasi di kota Gorontalo dapat diuraikan bahwa Bentor memegang peranan penting sebagai angkutan umum masyarakat karena

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Organisasi Profesi PPNI menetapkan tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan dasar manusia yang merupakan bidang keilmuan keperawatan meliputi 22 kompetensi.Penelitian ini bertujuan

9 Hal ini sesuai menurut Zin (2004) bahwa faktor Meningkatkan komitmen organisasi adalah perusahaan harus mengembangkan kualitas kehidupan kerja dengan

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat

Formulir Pengalihan Unit Penyertaan dari REKSA DANA BNP PARIBAS SOLARIS yang diterima secara lengkap dan benar oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek REKSA DANA BNP