• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR PROGESTERON INDUCED BLOCKING FACTOR (PIBF) SERUM DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PRETERM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KADAR PROGESTERON INDUCED BLOCKING FACTOR (PIBF) SERUM DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PRETERM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR PROGESTERON INDUCED BLOCKING FACTOR

(PIBF) SERUM DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PRETERM

THE CORRELATION OF PROGESTERONE INDUCED BLOCKING FACTOR (PIBF) SERUM LEVEL WITH PRTERM LABOR

Rita Firdiyanti, Nusratuddin Abdullah, Eddy Tiro

Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi :

Rita Firdiyanti

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar

HP: (0411)2462515, 08124205048 Email : firdiyan@hotmail.com

(2)

Abstrak

Persalinan preterm merupakan suatu keadaan patologis dengan beragam etiologi. Upaya medis, lebih fokus ke arah memperbaiki akibat suatu prematuritas dibandingkan mencegah kejadian tersebut. Penelitian ini didasari bahwa penyebab persalinan preterm disebabkan oleh banyak faktor yang saling berhubungan, salah satunya mekanisme persalinan preterm dari segi imunologi yaitu pengaruh progesterone induced blocking factor (PIBF) terhadap kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur hubungan kadar progesterone induced blocking factor (PIBF) serum dengan kejadian persalinan preterm. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai September 2013 pada wanita dengan persalinan preterm dan persalinan aterm di Rumah Sakit BLU RS Dr. Wahidin Sudirohusodo dan beberapa rumah sakit jejaring Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain Cross Sectional study. Jumlah sampel sebanyak 58 ibu dengan rincian 19 ibu dengan persalinan preterm dan 39 ibu dengan persalinan aterm. Analisa data menggunakan uji chi square, uji t, dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0.001) yaitu kadar PIBF serum pada persalinan preterm (355.44 ng/ml ± 106.15) lebih rendah dibandingkan dengan persalinan aterm (490.52 ng/ml ± 153.30) dan tampak korelasi antara kadar PIBF serum dengan usia kehamilan namun korelasinya lemah (r=0.3, p=0.01). Kesimpulan penelitian ini adalah kadar PIBF serum pada persalinan preterm lebih rendah daripada persalinan aterm dan ada korelasi antara kadar PIBF serum dengan usia kehamilan.

Kata kunci : persalinan preterm, kadar PIBF serum

Abstract

Preterm delivery is a pathological condition with various etiologies. Medical efforts are more focused on improving a result of prematurity than preventing prematurity itself. This study is based on that preterm delivery caused by many interrelated factors, one mechanism of preterm delivery in terms of immunology is the influence of progesterone-induced blocking factor (PIBF) on pregnancy. The study aims to investigate the correlation of

Progesterone Induced Blocking Factor (PIBF) serum level with preterm labor. The study was carried out from

February to September 2013 on preterm and term delivery women at the Unhas teaching hospital and several hospitals within the network of Obstetrics and Gynaecology of Faculty of Medicine, Hasanuddin University, Makassar. It was designed in cross-sectional form involving a sample of 58 women consisting of 19 women with preterm delivery and 39 women with term delivery. The data were analysed with chi-square test, t-test and Pearson correlation test.The study reveals that there is a significant difference (p=0.001) between PIBF serum levels in preterm delivery (355.44 ng/ml ± 106.15) and that of term delivery (490.52 ng/ml ± 153.30). A weak correlation exists between PIBF serum level and gestational age (r=0.311, p=0.01). This study concluded that PIBF serum level on preterm delivery is lower than term delivery and there is a correlation between PIBF serum level and gestational age.

(3)

PENDAHULUAN

Persalinan preterm, yang didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dihindarkan. Prematuritas berkaitan dengan morbiditas serta cacat pada anak dan hampir seluruh kasus gangguan perkembangan neurologis, dan diperkirakan 10% dari seluruh bayi tersebut dirawat di neonatal intensive care unit (NICU). Upaya medis lebih fokus ke arah memperbaiki akibat suatu prematuritas dibandingkan mencegah kejadian tersebut. Pendekatan tersebut bermanfaat pada hasil luaran neonatal, tetapi pada akhirnya merugikan dan meninggalkan penderitaan bagi bayi dan keluarganya dan beban ekonomi masyarakat. (Health Technoogy Assessment Indonesia, 2009)

Persalinan preterm adalah suatu keadaan patologis dengan beragam etiologi. Sebagian besar riset dalam bidang ini berfokus pada peran infeksi dalam memperantarai kelahiran preterm. Infeksi intrauteri mungkin merupakan penyebab pada sebagian kasus yang saat ini digolongkan sebagai persalinan preterm spontan idiopatik. Infeksi intrauteri dapat terjadi melalui berbagai tempat-ibu, janin atau keduanya- dan semakin banyak bukti memperlihatkan bahwa pada persalinan normal, respons peradangan mungkin memiliki peran tersendiri dan spesifik kompartemen yang berbeda antara uterus, membran janin dan serviks. (Cunningham, 2010)

Penyebab pasti persalinan preterm sampai saat ini belum diketahi secara pasti. Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi di dalam cairan amnion, utero-plasental

ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan-kelainan endokrin dan suatu respon imun

yang tidak normal dari ibu maupun janin. (Lockwood, dkk., 2001)

Banyak hal yang masih belum jelas terutama mekanisme persalinan preterm dari dari segi imunologi, karena fetus merupakan antigen paternal yang asing bagi pihak ibu sehingga wajar bila timbul reaksi penolakan. Banyak konsep dibuat untuk menjelaskan fenomena tersebut mulai dari konsep fetus sebagai allograft sampai pada plasenta sebagai barier imunologis terhadap janin. (Mor, dkk., 2010)

Pada wanita hamil yang sehat akan menghasilkan limfosit yang akan mensekresikan PIBF (progesterone induced blocking factor) yang berfungsi sebagai imunomodulator dan berperan terhadap pemeliharaan kehamilan. Setelah pengenalan antigen janin, limfosit akan mengembangkan reseptor progesteron yang akan berikatan dengan progesteron menghasilkan

(4)

PIBF. Peningkatan sensitivitas progesteron dalam limfosit selama kehamilan karena diinduksi ikatan progesteron dalam limfosit. PIBF adalah penghubung antara sistem imun dengan endokrin tubuh, bekerja pada enzim A2 fosfolifase sehingga menganggu metabolisme asam arakidonat, menginduksi sitokin Th2 dan mengendalikan aktifitas sel NK. Progesterone induced blocking

factor berperan dalam pemeliharaan kehamilan dengan menghambat sel NK. Mekanisme

perlindungan PIBF selama kehamilan adalah dengan menginduksi respon sitokin Th2 dominan yang memfasilitasi produksi IL-4 dan IL-10 yang akan mengaktifkan kekebalan humoral sehingga kehamilan akan berkembang. Melalui efek biologis tersebut, PIBF memberikan kontribusi untuk perawatan kehamilan normal. Perubahan konsentrasi PIBF dalam cairan biologis menunjukkan kesejahteraan janin dan prognosis kehamilan. Pada kehamilan patologis, PIBF akan gagal meningkat (Szekeres, dkk., 2004)

Penelitian ini didasari bahwa penyebab persalinan preterm disebabkan oleh banyak faktor yang saling berhubungan, salah satunya adalah pengaruh PIBF terhadap kehamilan, dan penelitian ini belum pernah dilakukan di Makassar.

Beberapa penelitian sehubungan dengan PIBF yang telah dilakukan, yaitu : oleh Laskarin, dkk (2002) tentang progesteron dan PIBF menunjukkan penurunan aktifitas sitotoksik dari sel NK dan menetralisir penekanan progesteron dari sitotoksisitas limfosit desidua, dan penelitian oleh Szekeres, dkk (2001) berjudul Progesterone as an immunomodulatory, suatu penelitian yang bertujuan untuk menilai kapasitas pengikatan progesteron pada limfosit pasien dengan risiko persalinan preterm.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar PIBF serum dengan kejadian persalinan preterm.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study

Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada beberapa rumah sakit pendidikan Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unhas Makassar, antara lain : RS BLU Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Pelamonia, RSI Faisal, RS Labuang Baji, RSU Bhayangkara, RSU Stella Maris, RS Hikmah, RS Haji. Waktu penelitian mulai bulan Februari 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi.

(5)

Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan preterm dan aterm. Sampel adalah semua ibu yang melahirkan persalinan preterm yang memenuhi kriteria inklusi sebagai kelompok kasus dan persalinan aterm sebagai kelompok kontrol dan telah menandatangani informed consent.

Metode Pengumpulan Data

Populasi penelitian diperoleh dari beberapa RS di Makassar yang telah menandatangani peresetujuan mengikuti penelitian. Jumlah sampel seluruhnya adalah 58 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Setiap sampel dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis umum dan obstetri dan pengambilan serum darah.

Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan kemnudian diolah dengan SPSS 16. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dalah uji chi square untuk analisis komparatif kategorikal, uji t tidak berpasangan untuk membandingkan dua kelompok sampel, dan uji korelasi Pearson untuk menilai hubungan antara dua variabel.

HASIL PENELITIAN

Dari tabel 1 didapatkan sebanyak 49 orang (84.5%) pada kelompok umur 20-35 tahun, 16 orang (84,2%) pada persalinan preterm dan 33 orang (84.6%) pada persalinan aterm. Tingkat pendidikan mayoritas SMA yaitu 9 orang (47.4%) pada persalinan preterm dan 22 orang (56.4%) pada persalinan aterm. Mayoritas pekerjaan sampel adalah ibu rumah tangga yaitu 45 orang (77.6%). Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik umur (p=0.850), pendidikan (p=0.632) dan pekerjaan (p=0.619) dengan kejadian kejadian persalinan preterm dan aterm.

Tabel 2 menunjukkan bahwa 58 sampel, mayoritas mempunyai paritas 1 yaitu 29 orang (50%). Mayoritas sampel tidak mempunyai riwayat abortus yaitu 15 orang (78.9%) pada persalinan preterm dan 36 orang (92.3%) pada persalinan aterm. Berdasarkan uji Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat paritas (p=0.814) dan abortus (p=0.331) terhadap kejadian persalinan preterm dan aterm.

Tabel 3 menunjukkan perbedaan kadar PIBF yang bermakna (p<0.05) antara kedua kelompok, kadar PIBF serum kelompok persalinan preterm lebih rendah dari persalinan aterm dan tampak perbedaan yang bermakna (p=0.001)

(6)

Tabel 4, tampak korelasi antara PIBF dengan usia kehamilan, walaupun korelasinya lemah.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik sampel dengan kejadian persalinan preterm.

Berbagai karakteristik sosio-demografis ibu ternyata berhubungan dengan meningkatnya kejadian persalinan preterm. Kehamilan remaja yang berusia kurang dari 16 tahun, terutama yang secara riwayat ginekologis juga muda (remaja yang mendapatkan haid pertamanya < 2 tahun sebelum kehamilannya) akan meningkatkan kejadian persalinan preterm pada usia kehamilan kurang dari 33 minggu (Behrman, 2006), sementara Astolfi dan Zonta mendapatkan 64% peningkatan kejadian persalinan preterm pada populasi wanita Italia yang berusia 35 tahun atau lebih, terutama pada kehamilan pertama (primigravida tua). (Astolfi, 2002)

Dari faktor psiko-sosial pekerjaan ibu, dikatakan bahwa kejadian persalinan preterm lebih banyak pada ibu hamil yang pekerja dibandingkan dengan ibu bukan pekerja yang hamil. Pekerjaan ibu dapat meningkatkan kejadian persalinan preterm baik melalui kelelahan fisik atau stres yang timbul akibat pekerjaannya, terutama bekerja terlalu lama dan pekerjaan fisik yang berat. (Sofie, 2009)

Banyak laporan yang menghubungan kejadian persalinan preterm dengan tingkat sosio-ekonomi yang rendah, termasuk pendidikan. Walapun mekanismenya belum diketahui dengan jelas, namun banyak yang menghubungkannya dengan rendahnya mutu dan jumlah prenatal

care. Perbaikan status ekonomi dan pendidikan terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan

preterm. (Sofie, 2009)

Untuk karakteristik biologis ibu, dikatakan bahwa persalinan preterm lebih sering terjadi pada kehamilan pertama. Kejadiannya akan berkurang dengan meningkatnya jumlah paritas yang cukup bulan sampai dengan paritas keempat. Penelitian dalam populasi yang besar di Abu Dhabi menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah paritas dengan kejadian persalinan preterm sampai paritas ke-5, namun pada paritas lebih dari 10 ternyata kejadian persalinan preterm meningkat. (Behrman, 2006)

Banyak penelitian menyatakan bahwa pernah mengalami abortus atau terminasi kehamilan pada trimester pertama tidak berhubungan langsung dengan kejadian persalinan

(7)

preterm, namun peneliti-peneliti lain mendapatkan peningkatan kejadian preterm sebesar 1.3 kali pada ibu yang mengalami dua kali abortus. (Behrman, 2006)

Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar rerata PIBF serum pada ibu dengan persalinan preterm lebih rendah secara bermakna (355.44 ± 106.15 ng/ml) dibandingkan dengan kadar PIBF serum pada kelompok ibu dengan persalinan aterm (490.52 ± 153.30 ng/ml) dengan p=0.001 dan terdapat korelasi antara kadar PIBF serum dengan persalinan preterm walaupun lemah (r=0.311, p=0.01) yaitu semakin rendah kadar PIBF serum maka kemungkinan untuk kejadian persalinan preterm semakin tinggi.

Dari hasil penelitian ini tampak bahwa kadar PIBF serum pada persalinan dapat mencerminkan kondisi patologis yaitu ancaman partus preterm yang erat hubungannya dengan hasil akhir suatu kehamilan. Peranan PIBF dalam kelangsungan kehamilan melalui mekanisme imunologi yaitu perubahan keseimbangan imunologi dengan ditekannya aktivitas sel Natural

Killer. Mekanisme imunologis ini diawali dari sel limfosit perifer ibu hamil yang menghasilkan

PIBF yang merupakan suatu protein 34 kDA dan diproduksi oleh sel desidua setelah aktifasi reseptor progesteron oleh progesteron.

Berdasarkan data penelitian Widiyanti dan Abdullah N, menunjukkan bahwa kadar PIBF pada abortus iminens lebih rendah daripada kehamilan trimester I dan bila dibandingkan dengan data hasil penelitian ini, kadar PIBF serum pada persalinan preterm lebih tinggi daripada persalinan aterm. Abortus iminens dan persalinan preterm sama-sama menunjukkan rerata yang lebih rendah dibandingkan dengan persalinan aterm, sehingga dapat diasumsikan bahwa adanya gangguan yang mengancam kehamilan berupa pengakhiran kehamilan yang abnormal akan ditandai dengan penurunan kadar PIBF serum.

Seperti dilaporkan oleg Beta (2004) bahwa nilai median kadar serum PIBF pada wanita yang mengalami persalinan sebelum usia kehamilan 34 minggu (157.5, 99.5-208.8 ng/ml) tidak menunjukkan perbedaan bermakna dibandingkan kelompok kontrol yang melahirkan pada usia kehamilan aterm (167.5 ng/ml, 105.0 ng/ml, 212.0 ng/ml) saat dilakukan pemeriksaan kadar serum PIBF pada usia kehamilan 11-13 minggu. Dari penelitian tersebut tampak bahwa kadar PIBF serum menggambarkan kondisi kehamilan saat pemeriksaan dilakukan.

Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Polgar (2004) yaitu tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kadar PIBF pada wanita yang mengalami persalinan preterm dibandingkan kehamilan normal yang mencapai cukup bulan. Oleh karena data mengenai berapa kadar PIBF

(8)

pada awal kehamilan masih kurang, menjadikan PIBF tidak cukup sensitif sebagai prediktor. Dari hasil penelitian dikatakan bahwa, persalinan preterm ditandai dengan kadar PIBF yang rendah.

Hasil tersebut tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Hudin (2009) bahwa terdapat perbedaan kadar serum PIBF pada kelompok persalinan preterm dan persalinan aterm (171.12 ± 162.06 ng/ml vs 272.85 ± 114.87 ng/ml). Selain itu dilaporkan pula perbedaan kadar PIBF serum dan urin pada kelompok yang mengalami abortus dibandingkan kelompok kontrol. Wanita dengan ancaman abortus menunjukkan kadar PIBF urin dan serum (19.5 ±12.9 ng/ml) dan (214.4 ±120.6 ng/ml) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (45.3 ±33.7 ng/ml dan 357.3 ±159.9 ng/ml).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kadar PIBF serum pada persalinan preterm lebih rendah daripada persalinan aterm dan ada korelasi dengan usia kehamilan.

Diharapkan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis kadar PIBF

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Astolfi P, Zonta LA. 2002. Delayed maternity and risk at delivery. Paediatric and Perinatal Epidemiology 16(1): 67-72

Behrman RE, Butler AS. 2006 (eds). Preterm Birth. Causes, Consequences and Prevention. Committee on Understanding Premature Birth and Assuring Healthy Outcomes Board on Health Science Policy. Institute of Medicine of National Academies. The National Academies Press. Washington

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC & Wenstrom KD. 2010. Partus. Williams Obstetrics. 23 ed. New York, The McGraw Hill Comp; 167-73

Giudice LC, Dosiou Choysoula. 2005. Natural Killer Cells in Pregnancy and Recurrent Pregnancy Loss : Endocrine and Immunologic Perspectives. Endocrine Re. 26:44-62 Health Technology Assessment Indonesia. 2009. Prediksi Persalinan Preterm. Dirjen Bina

Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 6-7

Lockwood CJ, Iams JD. 2004. Preterm Labor and Delivery Maternal – Fetal Medicine. Principles and practice, Philadelphia, Saunders; 623-55

Mor G, Cardenas I. 2010. The Immune System in Pregnancy : A unique Complexity. Am J Reprod Immunol. June;63 (6) : 425-33

Polgar beeta, et all (2004). Urinary progesterone induced blocking factor consentration is related to pregnancy outcome. Biology of reproduction Departement of medical micribiology and immunology, Medical school, Pecs university, Hungary; 71 (5): 1699-1705.

Sofie Rifayani K. 2009. Faktor risiko persalinan prematur. Sub Bagian Kedokteran Fetomaternal Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 43-61

Szekeres BJ, Varga P, Miko E, Nagy Eszter, Polgar B. 2004. Urinary Progesterone-Induced Blocking Factor Concentration Is Related to Pregnancy Outcome. Biology of Reproduction 71; 1099-107

Szekeres-Bartho J, Piccinni MP, Jericevic BM, Hansen PJ, Dick P. 2007. Progesterone During Pregnancy : Endocrine-Immuno Cross talk in Mammalian Species and the Role of Stress. American Journal of Reproductive Immunology, 58; 268-79

(10)
(11)

Gambar

Grafik 1. Grafik hubungan antara kadar PIBF serum dengan usia kehamilan

Referensi

Dokumen terkait

Indikator loyalitas karyawan perlu ditingkatan pada item yang masih dinilai rendah: saya selalu mempertahankan hubungan yang baik dengan rekan kerja; saya menemukan

Guna menghindari kesalahan penafsiran dan meluasnya pembahasan mengenai karya tugas akhir yang bertema “Busana Karakter Pocahontas” maka di sini akan dibahas mengenai

Setelah mengadakan observasi mahasiswa dapat belajar banyak dari proses pembelajaran yang sesungguhnya di MAN Yogyakarta II. Setelah itu mahasiswa mengikuti

Dari hasil pengujian pada analsisis jalur menunjukkan bahwa adanya pengaruh secara signifikan antara beauty vlogger (X) terhadap minat beli (Z) melalui brand image (Y)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan prediksi mekanisme reaksi, senyawa 1,5- bis -(4'-triflorometilfenil)-pentan-3-on (THC7) 8 dapat disintesis dari starting

Apakah Risk-Based Bank Rating (RBBR) secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas laba pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa periode

penguatan keimaman, tetapi juga berisi tentang ajaran-ajaran kebangsaan, seperti keharmonisan hidup besama, kecintaan pada negara dan bangsa Indonesia serta nilai-nilai kebangsaan