• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan Dasar 2.1.1 Struktur Baja

Konstruksi struktur baja menjadi salah satu alternatif yang mudah dijumpai pada masa kini. Konstruksi struktur baja sendiri sudah banyak di aplikasi kan pada gedung bertingkat tinggi. Material baja sendiri sangat mudah didapatkan dan mudah digunakan sehingga menjadi salah satu material yang sangat dicari pada saat ini. Bagian pada bangunan yang biasanya terbuat dari baja, yaitu material berupa pelat baja, balok baja dan baja kolom.

2.1.2. Struktur Baja Terhadap Beban Gempa

Di dunia terdapat cincin api yang berupa lintasan gunung api yang ada di dunia, termasuk Indonesia. Dalam membuat struktur bangunan tahan gempa diperlukan suatu faktor penting yaitu material yang relatif ringan. Baja dapat dikatakan material yang ringan sehingga cocok untuk merencanakan konstruksi gedung yang rentan akan terjadinya gempa bumi.

Dalam perencanaan struktur baja, sangat diperlukan struktur yang elastis untuk menahan berat dan eban yang terjadi di suatu konstruksi. Berat dan beban yang terjadi atau diterima oleh struktur yaitu, live load, dead load dan earthquake. Perlunya biaya yang sangat mahal untuk membuat suatu struktur yang elastis.

2.1.3 Struktur Baja Komposit

Pada umumnya kita hanya mengenal konstruksi dengan menggunakan beton atau kayu. Namun, pada saat ini konstruksi menggunakan baja sudah sangat sering dijumpai. Struktur baja komposit sendiri merupakan suatu konstruksi bangunan yang menggunakan baja sebagai material utama yang kemudian digabungkan dengan beton sehingga memiliki karakteristik campuran yang lebih kuat dan kokoh.

Penggabungan baja dengan beton karena bisa menguatkan satu sama lain. Beton mempunyai karakteristik yang bisa menahan tekan sedangkan untuk tarik

(2)

sangat lemah. Untuk baja sendiri mempunyai karakteristik yang bisa menahan terhadap beban tarik. Hal ini lah yang menjadi dasar suatu konstruksi baja komposit dengan beton. Disatukannya karakteristik antara baja dan beton diharapkan dapat membuat suatu konstruksi bangunan yang kokoh, kuah ekonomis dan aman.

Salah satu kelebihan dari konstruksi baja komposit dapat meringankan berat material baja sebesar seperempat dari beratnya. Dengan terjadinya pengurangan pada material diharapkan juga dapat mereduksi tinggi pada material yang dipakai.

Material baja dapat digabungkan dengan material beton mempunyai kelebihan-kelebihan karena sudah menjadi komposit baja dan beton. Kelebihan yang dapat diambil pada konstruksi bangunan komposit (Setiawan, 2008) adalah :

1. Pengurangan terhadap berat profil baja 2. Pengurangan terhadap tinggi profil baja 3. Peningkatan kekakuan pada lantai bangunan 4. Pertambahan ukuran pada profil layan 2.2 Perencanaan Pembebanan

Pada konstruksi sebuah bangunan mendapatkan beban yang harus ditahan. Di suatu konstruksi umumnya terdapat beberapa beban yang terjadi, antara lain live

load, dead load dan earthqueake 2.2.1 Live Load

Live load merupakan beban atau berat benda yang bergerak dan tidak

menempel di suatu bangunan. Beban ini berupa manusia, benda yang mempunyai roda dan bisa bergerak serta benda yang pengoperasiannya berjalan. Hal ini akan menyebabkan beban pada suatu bangunan menjadi berubah. Beban hidup pada struktur sudah ditetapkan dalam SNI 1727 2013. Beberapa contoh live load yang terjadi di suatu konstruksi bangunan, yaitu :

1) Atap datar memiliki beban 0,96 kN/m2

2) Lantai pada gudang memiliki beban 6,00 kN/m2

3) Lantai sebuah bangunan yang digunakan untuk perkumpulan orang atau ruang pertemuan memiliki berat 4,79 kN/m2

4) Lantai sebuah bangunan yang digunakan untuk proses belajar atau ruang kelas memiliki berat 1,92 kN/m2

(3)

2.2.2 Dead Load

Dead load merupakan beban atau berat yang tetap tidak bergerak dan

melekat pada bangunan itu sendiri, sehingga beban atau gaya yang terjadi pada suatu bangunan tidak berubah atau tetap. Peraturan untuk pembebanan di Indonesia untuk bangunan gedung tahun 1983 mengatur suatu konstruksi bangunan di Indonesia. Hal ini dilakukan agar suatu bangunan mempunyai standar keamanan dan kekuatan yang kokoh agar tidak ada kegagalan dalam pembangunan dan umur bangunan yang panjang, seperti bangunan roboh atau mabruk, tidak kuat menahan beban yang terjadi.

2.2.3 Beban Akibat Hujan

Air merupakan salah satu benda yang memiliki massa jenis atau berat sendiri. Air hujan merupakan salah satu dari beban yang dapat terjadi pada suatu bangunan, khususnya pada atap. Atap sendiri merupakan bagian paling atas atau tinggi dari sebuah bangunan atau struktur yang menerima beban akibat hujan. Dalam SNI 1727 2013 terdapat aturan untuk menghitung beban yang terjadi akibat air hujan.

2.2.4 Beban Karena Tekan Angin

Pada peraturan tercantum di SNI 1727 2013 sudah terdapat acuan untuk menentukan beban yang diakibatkan oleh angin. Beban angin sendiri biasanya terjadi pada suatu struktur bangunan khususnya dinding. Beban angin yang terjadi

(4)

pada suatu struktur dipengaruhi oleh kerapatan massa udara itu sendiri, ketinggian bangunan serta bentuk bangunan itu sendiri, serta kecepatan angin.

2.2.5 Beban Karena Gempa 2.2.5.1 Kategori Risiko Gempa

Fungsi suatu gedung bertingkat sangat memengaruhi resiko gempa pada suatu konstruksi bangunan. Dalam SNI-1726-2012 sudah tercantum kategori resiko dalam perencanaan disuatu struktur konstruksi gedung untuk beban gempa, seperti berikut :

(5)
(6)

Tabel 2. Faktor Gempa Ie

2.2.5.2 Spektrum Respons Gempa

Gambar 2.1. Peta untuk mencari Ss

(7)

2.2.5.3 Kelas Situs Gempa

Kelas situs gempa sangat berpengaruh terhadap tanah pada suatu daerah. Terdapat beberapa kelas pada situs gempa berdasarkan karakteristik tanah yang terdapat pada suatu daerah, yaitu SF, SE, SD, SC, SB dan SA.

(8)

2.2.5.4 Design Seismik Gempa

Tabel 2.4 Parameter untuk SDS

Tabel 2.5 Parameter untuk SD1

(9)

Tabel 2.7 Tabel mencari koefisien Fv

Pada perencanaan gempa, memperhitungkan spektral design di percepatan SDS dan SD1, dapat dihitung menggunakan rumus seperti berikut :

2.2.5.5 Perencanaan Geser Karena Gempa

Beban yang diakibatkan oleh gempa mengakibatkan gaya geser yang dapat direncanakan dengan rumus berikut :

2.2.5.6 Perencanaan Respon Pada Gempa

Untuk mencari nilai yang didapat dari koefisien respon pada gempa dapat direncanakan menggunakan perhitungan sebagai berikut :

(10)

2.2.5.7 Perencanaan Beban Vertikal Pada Gempa

Perhitungan untuk menghitung beban atau gaya yang bekerja pada semua tingkat pada bangunan akibat gempa dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :

2.3 Perencanaan Gabungan Pada Beban Struktur

Beban minimum pada suatu konstruksi bangunan terdapat berbagai macam kombinasi yang digunakan. Dalam SNI 1727 2013 sudah diatur mengenai kombinasi-kombinasi beban ketika merencanakan suatu struktur bangunan seperti berikut :

(11)

2.4 Nilai Momen Gaya Pada Struktur

Dalam menganalisis gaya struktur pada studi penelitian ini digunakan program untuk menganalisa struktur adalah SAP2000.

2.5 Perencanaan Struktur Pada Bangunan

Gambar 2.3 Pelat Pada Suatu Konstruksi

Pada gambar diatas, adalah pelat yang direncanakan pada suatu struktur.. Pada gambar pertama, Lx < 0,4 Ly di mana pada balok yang diberi notasi B1 dan

(12)

B3 ditumpu oleh pelat. Sedangkan Balok yang diberi notasi B2 dan B4 sebagai pemikul beban pelat. Pelat satu arah adalah di mana tulangan utama diletakkan pada sumbu x sedangkan tulangan pembagi diletakkan pada sumbu y.

Pelat satu arah merupakan yang dua tepinya didukung sehingga hanya terjadi lendutan pada satu arah. Pelat satu arah bisa dikatakan demikian, jika perbandingan antara sisi panjang lebih besar dua kali dari pada sisi pendeknya maka akan dianggap pelat satu arah. Tulangan utama pada pelat satu arah diletakkan tegak lurus dan dapat menahan beban merata merata ataupun terpusat pada suatu titik.

2.5.1 Metode LFRD atau Load Resistance and Factor Design Method

Load resistance and factor design adalah cara merencanakan struktur yang

mengutamakan perhitungan dari material dan beban pada suatu struktur bangunan. Pada metode ini, kedua faktor tidak sama atau berbeda-beda tergantung pada masing-masing kondisi yang sesuai dengan nilai kemungkinan terjadinya.

a. Kondisi Batas

Pada perencanaan struktur yang menggunakan LFRD, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti batas kekuatan. Hal ini dilakukan agar kondisi struktur bangunan terjamin, dan keamanan serta kenyamanan manusia yang berada didalamnya aman. LRFD mengatur perencanaan dan kondisi batas sesuai dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

(13)

b. Metode LFRD Sesuai Dalam AISC 2010

Apabila Ru pada suatu konstruksi melebihi dari ϕRn yang telah direncanakan, maka seperti yang sudah disepakati dengan ketentuan di mana

ϕ merupakan komponen atau material yang memiliki batas ketahanan itu

sendiri. Perhitungan dasar dari metode LFRD itu sendiri, yaitu :

Evaluasi elemen-per-elemen menggunakan (Ru) global struktur yang dikomparasi dengan ϕRu juga dilihat satu-persatu elemen sama seperti gaya atau beban dalam yang beroperasi. Hal ini disebabkan karena perilaku dan aksi setiap elemen berbeda-beda.

(14)

2.5.2 Perhitungan Stabilitas Struktur–SNI 03 1729 2015

Kuat perlu penampang dapat dicari dengan kombinasi analisis stabilitas struktur agar kekakuan dan kekuatan terpenuhi. Terdapat 3 cara perhitungan stabilitas yang terjadi pada suatu konstruksi bangunan, adalah :

1. Direct Analysis Method

2. Effective Length Method

3. Metode Analisis Orde Pertama

Pada suatu struktur yang stabilitas awalnya tidak sempurna, maka diberikan beban imajinatif (national load) pada perhitungannya. Beban imajinatif didistribusikan ke setiap lantai bangunan sebagai beban lateral yang kemudian dijumlahkan dengan kombinasi pembebanan yang ada di bangunan tersebut. Pada arah atau tempat yang memiliki efek destabilisasi yang paling banyak akan menggunakan national load. National load dapat dicari dengan menggunakan rumus seperti berikut.

2.5.3 Balok Pada Struktur Komposit

Pada saat ini banyak sekali metode atau cara dalam bidang sipil yang sudah berkembang dan maju. Salah satunya ada metode dalam pengelasan sebagai penghubung antar baja. Pengelasan pada baja difungsikan sebagai agar dapat menahan gaya akibat geser horizontal sehingga memperkuat lekatan pelat dengan batang baja. Dengan demikian setelah menjadi dan dan melekat satu sama lain disebutlah dengan struktur komposit.

Pada struktur komposit dapat dikatakan komposit jika kedua material yang sudah digabung tidak mengalami slip. Terdapat banyak jenis penghubung geser yang biasa digunakan untuk mengikat struktur komposit, yaitu stud, profil kanal kecil yang pendek dan baja tulangan spiral. Penghubung geser akan dipasang pada balok agar struktur komposit menjadi kuat dan dapat berfungsi.

(15)

Arah gelombang (rib) dipasang searah dengan balok induk dan tegak lurus terhadap pelat lantai komposit.

2.6 Perencanaan Struktur Komposit

Pada pengerjaan struktur komposit, dapat dibedakan dari tumpuan sementara. Khususnya pada komponen struktur lentur, menggunakan perancah atau tidaknya sebagai pembeda.

Pada suatu pelat dapat bertambah panjang akibat perubahan yang terjadi karena permukaan bawah terjadi tarik dan terjadi perubahan, tetapi terjadi perubahan pula pada bagian atas balok dan mengalami perpendekan. Gaya gesek tidak dianggap terjadi, sedangkan yang bekerja pada balok adalah gaya vertikal sehingga terjadi diskontinuitas. Bila menggunakan struktur komposit, tidak akan terjadi slip pada balok dengan pelat.

Terjadi deformasi pada penampang akibat beban tekan yang terjadi sehingga penampang berubah menjadi pendek, sedangkan deformasi juga terjadi pada bagian atas penampang tetapi merubah penampang menjadi lebih panjang.

2.7 Lebar Efektif Balok Pada Struktur Komposit

Dalam suatu perencanaan atau pendesainan suatu struktur diperlukan suatu ukuran penampang yang efektif. Pada balok, juga terdapat lebar efektif yang fungsi untuk mendistribusikan beban pada penampang yang tidak kompak. Ukuran pada balok yang kita rencanakan agar efektif dapat dicari dengan aturan sebagai berikut :

(16)

SNI 03 1729 2015 terdapat suatu pernyataan yang mengatakan jika kita merencanakan lebar efektif pada pelat, agar lebar tersebut efektif, maka aturan yang digunakan adalah sebagai berikut :

2.8 Sistem Penahan Gempa

2.8.1 Sistem Rangka Pemikul Momen

Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Di Indonesia, sistem struktur gedung yang umum digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen. Struktur rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur berupa portal atau rangka yang terdiri dari komponen horizontal berupa balok dan komponen vertikal berupa kolom yang dihubungkan secara kaku dan bekerja secara bersamaan untuk menahan beban-beban yang terjadi pada bangunan melalui komunisme lentur. Berdasarkan SNI:1726-2012 sistem rangka pemikul momen merupakan system struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang yang berfungsi untuk memikul beban gravitasi secara lengkap. Sedangkan beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. SRPM ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a) Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) Sistem ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas terbatas dan hanya cocok digunakan di daerah dengan resiko gempa yang rendah. 52

b) Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Sistem ini memiliki tingkat daktilitas sedang dan digunakan di daerah dengan resiko gempa sedang.

c) Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Sistem ini memiliki tingkat daktilitas yang tinggi atau daktilitas penuh, sistem ini harus digunakan pada daerah dengan tingkat resiko gempa yang tinggi.

Masing-masing jenis SRPM dibedakan berdasarkan wilah gempa. Pada saat gempa terjadi, rangka pemikul momen harus daktil supuya integritasnya tetap

(17)

terjaga sehingga bangunan terhindar dari kemungkinan terjadinya keruntuhan pada struktur secara tiba-tiba. Perilaku daktil ini hanya dapat dicapai apabila pada saat terbentuknya sendi-sendi plastis pada pelat balok-kolon mampu mentransfer efek beban lateral gempa tanpa kehilangan kekuatan dan kekakuannya.

2.8.2 SRPMK (Sisterm Rangka Pemikul Momen Khusus)

Menurut SNI 03-1729-2002 SRPMK didesain mampu mengalami deformasi inelastik yang cukup besar akibat gempa rencana, melalui kelelehan balok pada rangka dan kelelehan pada ujung kolom dasar. Pada sistem ini kolom didesain lebih kuat dari pada balok yang kita kenal dengan “strong colum weak beam” yang mencapai strain-hardening.

Menurut Moestopo (2012) untuk mencapai kinerja struktur baja yang baik dalam menghadapi gempa besar, maka harus dipenuhi persyaratan dalam hal:

1. Spesifikasi bahan Spesifikasi bahan harus menjamin:

a. Terjadinya deformasi leleh berupa regangan plastis bahan yang cukup besar tanpa mengalami fraktur

b. Adanya kuat lebih bahan yang signifikan melalui kemampuan strainhardening.

2. Tidak terjadi kegagalan pada sambungan las. Stabilitas penampang, elemen, dan struktur Dalam memikul beban siklik akibat gempa, sebuah penampang harus mampu berdeformasi secara plastik secara stabil untuk menghasilkan jumlah penyerapan energi yang besar. Hal ini harus dijamin oleh kekompakan pelat-pelat penampang terhadap bahaya tekuk akibat bekerjanya gaya tekan yang berulang-ulang (Moestopo, 2007).

3. Daktilitas Moestopo (2012) juga mengatakan selain daktilitas bahan baja yang harus dijamin spesifikasinya, perlu juga dijamin tercapainya :

a. Daktilitas penampang: Momenkurvatur ideal mencapai Mp tanpa terjadi tekuk pada penampang

b. Daktilitas elemen: momen defleksi/ rotasi ideal mencapai Mp tanpa terjadi tekuk torsi lateral.

c. Daktilitas struktur : struktur mampu mencapai kekuatan batas tanpa terjadi ketidakstabilan struktur.

(18)

4. Detailing Detailing diperlukan untuk memastikan bahwa pada saat gempa besar, struktur akan berprilaku daktail seperti yang direncanakan. Pada umumnya detailing akan menambah biaya struktur cukup signifikan untuk struktur yang didesain memiliki daktilitas tinggi. Detailing yang akan di rencanakan berupa :

a. Sambungan yaitu sambungan di desain kuat sehingga mencegah terjadinya leleh atau fraktur

b. Pengaku penampang yaitu memberikan pengaku untuk mencegah terjadinya tekuk pada pelat sayap atau badan.

c. Pengaku elemen yaitu memberikan pengaku berupa menambah balok pada daerah bentang panjang untuk mencegah tekuk torsi lateral.

2.9 Angkur Baja Pada Struktur Komposit 1. Perencanaan Lentur Positif

Pada perencanaan lentur positif terdapat sebuah aturan yang ditulis pada 13.2A di SNI 03 1729 2015, dikatakan bahwa keadaan batas leleh menjadi acuan untuk menentukan kuat lentur positif agar aman seperti rumus ini :

Nilai Mn dalam keadaan batas leleh, dapat dihitung tegangan plastisnya sebesar ϕb =

0,90.

Nilai Mn dalam keadaan super posisi di tegangan, dapat dicari menggunakan : Pada suatu perencanaan terdapat pendistribusian tegangan yang dapat terjadi, seperti berikut :

(19)

Gambar 2.5 Sumbu netral kondisi A

Pelat akan terjadi leleh pertama kali ketika volume beton pada pelat lebih besar yang menyebabkan terjadinya lentur positif. Ukuran tinggi dapat dicari ketika blok tegangan tekan terjadi, menggunakan rumus ini :

Perencanaan akan berhasil ketika menggunakan pelat beton dan bondek yang kokoh.

(b). Sumbu netral pada kondisi T > C di daerah sayap

(20)

Pada perencanaan, sumbu netral pada kondisi B dapat terjadi ketika pelat memiliki luas yang tidak seluas balok baja. Akibatnya balok baja terdesak dan terjadi momen positif disana. Hal itu dapat terjadi ketika perhitungan menggunakan rumus seperti ini :

(c). Sumbu netral pada kondisi T>C di daerah badan

Gambar 2.7 Sumbu netral pada kondisi C

Pada saat luas pelat tidak seluas balok baja, maka hal ini dapat terjadi. Menyeimbangkan gaya dengan membuat balok baja mengalami tekan. Hal ini dapat terjadi ketika menghitung dengan rumus sebagai ini :

(21)

Ketika membuat perencanaan struktur komposit, momen positif dapat terjadi pada balok komposit, sedangkan momen negatif dapat terjadi pada struktur yang bukan komposit. Dalam SNI 03 1729 2015 terdapat peraturan yang mengatur momen negatif pada struktur komposit. Aturan-aturan untuk mendesain suatu struktur komposit bisa menahan momen negatif ketika syarat-syarat dapat terpenuhi, seperti :

1. Menggunakan pengaku pada penampang kompak

2. Menggunakan pengikat geser pada pelat dan balok di struktur komposit. 3. Menggunakan angkur dengan benar pada balok ketika tulangan searah

dengan penampang balok.

Penampang komposit yang efektif jika lebar efektif dan tulangan searah dengan sumbu pada balok baja. Momen positif dan negatif terdapat jika menggunakan kondisi di atas. Tetapi tulangan baja tidak berguna banyak di daerah momen positif.

(22)

Pada perencanaan memasang tulangan ke pelat yang ingin di hitung kegunaannya, pengikat geser harus mendistribusikan gaya ke tulangan. Besar tekanan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti berikut :

Gambar 2.8 Distribusi tegangan akibat momen negative

3. Angkur Baja yang Menggunakan Pengikat Geser

Pada pasal 18.2 SNI 03 1729 2015, dikatakan bahwa panjang angkur harus lebih besar dari diameter batang angkur sesudah pemasangannya pada bagian atas kepala batang.

(23)

Pada suatu plat beton atau plat komposit yang ditanam pada suatu dek, kekuatan geser nominal satu angkur harus dihitung dengan menggunakan rumus seperti ini :

Tabel 2. Kondisi pada Rp dan Rg

Perhitungan kuat geser suatu angkur di pelat dapat ditentukan seperti berikut :

Kondisi Rg Rp

Tanpa dek 1,00 1,00

Dek diorientasi paralel terhadap profil baja 𝑊𝑟 ℎ𝑟 ≥ 1,5 𝑊𝑟 ℎ𝑟 < 1,5 1,00 0,85 0,75 0,75 Dek diorientasikan tegak lurus terhadap

profil baja. Jumlah dari angkur steel

headed stud yang memiliki rusuk dek

sama 1 2 3 atau lebih 1,00 0,85 0,70 0,60 0,60 0,60

(24)

Dengan pengelasan stud ke sayap balok, kekuatan angkur kanal akan dikembangkan agar stabil terhadap Qn, menghitung bentuk pada penyambung.

Merencanakan banyaknya angkur yang digunakan dapat dicari dengan rumus seperti ini :

2.10 Deck Bergelombang (Bondek)

Pada zaman ini, dek baja bergelombang mulai digunakan sebagai struktur komposit. Karena berguna pada tulangan yang positif pada pelat dan sebagai bekisting saat plat beton di cetak. Sebelum beton mulai mengeras, dek bisa digunakan sebagai pendukung balok.. Balok penopang harus diletakkan tegas lurus dengan arah dari dek bergelombang.

Cara pemasangan dek baja dengan benar pada saat pengerjaan seperti dek baja ketika dipasang sebaiknya searah dengan panjang balok agak efektif. Bondek merupakan profil yang fungsi utamanya memikul momen lentur yang terjadi pada satu arah karena bentuknya yang bergelombang, oleh karena itu bisa juga disebut sebagai pelat satu arah.

(25)
(26)

Dek baja bergelombang memiliki syarat saat digunakan dalam struktur dengan penghubung gesernya, seperti yang sudah tertera dalam pasal 13,2c di SNI 1729 2015. Isi dari peraturan tersebut adalah :

1. Ukuran paling tinggi pada bondek kurang dari 75mm dengan lebar harus lebih besar dari 50mm. Dalam perencanaan, batas lebar yang diperbolehkan adalah tidak melebihi lebar bersih minimum.

2. Balok baja dapat disambungkan ke plat beton dengan angkur baja yang dilas pada penampang. Stud yang digunakan tidak boleh lebih besar dari 19mm untuk diameternya.

3. Dalam perencanaan, ketebalan plat harus memiliki tebal minimal yaitu 50mm.

4. Pada komponen struktur pendukung harus di angkurkan ke dek baja bergelombang dengan jarak tidak melebihi 460mm.

Gambar 2.9 Bondek bergelombang

Jika balok penopang dipasang tegak lurus dengan gelombang dek baja, maka kuat nominal geser pada paku dikurangi dengan syarat rs yang bisa dilihat

ukuran besarnya seperti ini :

(27)

2.11 Batang Tarik

2.11.1 Batas Kelangsingan dan Kuat Tarik Nominal

Material baja memiliki dimensi batang tarik yang sangat langsing dikarenakan mutu dari material baja sendiri relatif tinggi. Kelangsingan itu sendiri untuk mengantisipasi tekuk secara teoritis. Karena secara teoritis batang tarik tidak mengalami tekuk, oleh sebab itu dibatasi untuk kelangsingan batang tarik L/r < 300. Saran ini berdasarkan pengalaman dari segi ekonomis, pembuatan yang mudah, dan resiko kerusakan yang kecil selama konstruksi bangunan. Material baja jua sangat langsing, biasanya akan cenderung bergetar dan bergoyang sehingga membuat penghuninya merasa tidak nyaman dan aman.

Nilai terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang dapat terjadi pada penampang utuh dan penampang berlubang, karena kuat tarik rencana sebagai faktor ketahanan tarik dan kuat aksi nominal. Perhitungan pada saat leleh dapat dicari menggunakan rumus berikut :

Kekuatan tarik pada profil di sambungan dapat dipicu oleh lonjakan tegangan yang memanfaatkan perilaku penampang ketika terjadi kenaikan tegangan saat regangan sedang inelastis.

(28)

Statika kuat leleh serta kuat tarik minimum bahan tergantung dari mutu material (Fy) dan (Fu). Faktor ketahanan tarik berbeda disebabkan oleh runtuh leleh yang

daktillitasnya sangat besar jika dibandingkan dengan fraktur . Untuk fraktur, tingkat faktor keamanannya tentu lebih tinggi.

2.12 Perencanaan Batang Tekan

2.12.1 Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan

Kuat batang tarik ditentukan oleh parameter material Fy dan Fu , tetapi hanya

Fy yang berperang penting untuk batang tekan. Konfigurasi bentuk fisik atau

geometri juga mempengaruhi batang tekan.

Pada batang tekan, panjang efektif mewakili luas profil, bentuk profil terhadap lentur, panjang profil dan kondisi pada tumpuannya. Semuanya bisa diringkas menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio kelangsingan profil, dimana 𝑟𝑚𝑖𝑛 = √𝐼 𝑚𝑖𝑛

𝐴 adalah radius girasi pada arah tekuk.

2.12.2 Tekuk Lokal Batang Tekan

Resiko tekuk pada lokal harus dihindari agar struktur menjadi optimal. Maka dari itu profil dikatakan langsing dan tidak langsing diklasifikasikan secara berbeda, dengan aturan mengevaluasi perbandingan tebal pada tiap anggota dari profil. Nilai b/t setiap anggota profil berikutnya akan dikomparasikan dengan nilai batas rasio b/t. Penampang tidak langsing diklasifikasikan dengan syarat jika lebih kecil dari batas perbandingan, dan sebaliknya sebagai profil langsing.

(29)

2.13 Tinggi Efektif Kolom

Untuk memprediksi kekuatan kolom secara sederhana dengan panjang efektif kolom (KL), yaitu dengan rumus euler (𝑃𝑐𝑟 =

𝜋2𝐸𝐼

(𝐾𝐿)2) untuk mendapatkan hubungan

dari bentuk ketika tekuk yang berhubungan. Seperti memperbesar nilai K akan mempermudah dievaluasi dilapangan. Dalam implementasinya tidak mudah walaupun akurat, karena diperlukannya tahapan peringanan dari konstruksi yang lebih lengkap dulu. Klasifikasinya di bagi dua kategori dengan nilak K yang berlainan, seperti ini :

Gambar 2.10 Nilai K pada kolom

2.14 Kuat Tekan Nominal

Ada tiga perilaku tekuk yang menentukan kelangsingan elemen penampang dan bentuknya, yaitu tekuk saat lentur terjadi, tekuk saat torsi terjadi, dan tekuk saat lentur-torsi terjadi. Tekuk pada lokal dan tekuk pada global sangat terpengaruh oleh klasifikasi dari profil, jika profil tidak langsing maka tekuk lokal tidak akan terjadi.

(30)

Begitu juga jika profil langsing berisiko terjadi tekuk lokal dahulu. Kolom penampang tidak langsing dipilih karena pada saat kondisi elastis terjadi sesaat sebelum leleh.

1). Tekuk Saat Lentur

Terjadinya tekuk saat global pada profil dengan jenis anggota tidak langsing yang dimaksud dengan tekuk saat lentur. Rumus Euler yang merumuskan beban kritis yang menyebabkan tekuk. Rumus Euler hingga kini masih digunakan sebagai pedoman untuk menilai kuat nominal batang tekan. Luas penampang utuh dijadikan konstanta tetap agar sesuai dengan cara perencanaan batang tarik, adapun faktornya adalah tegangan kritis yang dirumuskan sebagai berikut :

2). Tekuk Saat Torsi dan Saat Lentur Torsi

Terdapat kejadian lain selain tekuk, adalah tekuk torsi, atau gabungan dari keduanya yang disebut tekuk lentur-torsi. Fenomena ini dapat berlaku pada profil yang memiliki kekakuan torsi yang lemah, atau pusar beratnya tidak berdempetan. Pada profil kolom yang tidak langsing, kapasitas tekan nomilannya mengenai lentur-torsi seperti ini.

(31)

2.15 Dasar Perencanaan Batang Portal (Balok-Kolom)

Perencanaan konstruksi portal beban diletakkan pada titik temu dan beban yang ditahan relatif lemah sehingga hanya terdapat gaya aksial saja. Sedangkan pada balok dengan nilai momen yang besar, lenturnya lebih menonjol dibandingkan gaya geser batang bajanya. Direncanakannya perhitungan batang portal untuk menghitung struktur yang elemen batangnya menerima kombinasi gaya aksial dan momen secara bersamaan. Perencanaan batang portal dapat ditinjau terhadap kuat tekan dan kuat lenturnya. Persamaan interaksi antara kuat tekan dan kuat lentur dihubungkan dengan tinjauan dari kuat tekan akibat gaya aksial dan kuat lentur akibat gaya lentur seperti berikut.

(32)

Anggota portal dapat direncanakan dengan memakai analisis pada orde kedua sesuai dengan pembahasan diatas. Dalam SNI 1729 2015, tercantum jika dampak dari orde kedua wajib diawasi menggunakan dua analisis sebagai berikut :

1. Pembesaran momen sangat diperhitungkan dalam analisis orde pertama. 2. Pada analisis orde kedua perhitungan telah baku serta diterima.

Untuk menentukan besarnya gaya lentur terfaktor pada komponen portal tak bergerak maka harus dihitung sebagai berikut :

Nilai 𝐶𝑚 ditentukan seperti berikut :

dengan :

𝑁𝑢 adalah gaya tekan aksial terfaktor

𝑁𝑛 adalah tahanan tekan nominal dengan menganggap batang sebagai suatu

elemen tekan murni

∅ adalah faktor reduksi tahanan tekan = 0,85

𝑀𝑢𝑥 adalah momen lentur terfaktor terhadap sumbu x, dengan memperhitungkan

efek orde kedua.

𝑀𝑛𝑥 adalah tahanan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu x

𝑏 adalah faktor reduksi tahanan lentur = 0,90

𝑁𝑢 adalah gaya tekan aksial terfaktor

𝑀𝑢𝑦 sama dengan 𝑀𝑢𝑥, namun dihitung dengan acuan sumbu y

(33)

1. Portal tak bergerak ketika menahan beban pada masing-masing

tumpuannya, dapat dihitung menggunakan rumus :

2. Portal tak bergerak ketika tidak menahan beban pada masing-masing tumpuannya, dapat dihitung menggunakan rumus :

Kelengkungan tunggal bernilai negatif dan kelengkungan ganda bernilai positif dengan rasio M1 dan M2.

Besarnya momen lentur terfaktor pada anggota portal yang bergerak dapat

dicari dengan menggunakan rumus :

2.16. Sambungan Pada Struktur 2.16.1 Baut Tipe Geser

Konfigurasi sambungan baut tipe geser dan cara pemasangan baut mutu tinggi, ternyata saling terkait dan memengaruhi kekuatan dan kekakuan sambungan itu sendiri. Keterkaitannya menghasilkan dua mekanisme pengalihan gaya-gaya yang berbeda, yaitu mekanisme slip-kritis dan tumpu. Sambungan baut dengan

(34)

mekanisme slip-kritis atau tumpu, tidak bisa dibedakan dari tampilan fisiknya saja. Mekanisme tersebut hanya akan terlihat setelah diberikan pembebanan. Jika pada beban rencana, baut tidak mengalami slip (tetap ditempat), maka saat itu mekanisme slip-kritis sedang bekerja. Kekuatannya tergantung dari besarnya tahanan friksi yang terjadi. Sebaliknya, jika pada saat dibebani, baut mengalami slip, maka mekanisme tumpu telah bekerja.

1. Mekanisme slip-kritis baut

Mekanisme slip kritis pada sambungan baut mutu tinggi dengan tipe geser dipilih untuk konstruksi struktur yang beban dinamiknya lebih mendominasi atau beban bolak-balik berganti tanda, yang biasa dapat terjadi pada jembatan atau mesin di industri.

Untuk baut dengan mutu tinggi memiliki tahanan slip-kritis seperti ini :

(35)

Proses slip-kritis gagal menyebabkan terjadinya slip dalam mekanisme tumpu. Istilah gagal, karena tahanan friksinya tidak lagi bekerja tapi bukan berarti bahwa kondisinya telah runtuh. Kondisi dimana menggunakan penampang secara optimal hingga mencapai kondisi tidak elastis merupakan sambungan tipe geser bermekanisme tumpu. Jumlah baut relatif lebih sedikit dan menciptakan ruang yang lebih luas pada mekanisme tumpu pada baut jika menggunakan proses slip-kritis.

(a). Kekuatan Tumpu pada Baut

Pengaruh deformasi sangat diperhitungkan dalam kuat tumpu pelat. Perlu dibatasinya kekuatan sehingga tidak mempengaruhi fungsi struktur, maka dipakai rumus dengan menggunakan nilai yang relatif lebih kecil seperti berikut.

Berikutnya kuat tumpu dapat ditingkatkan makan akan terjadi perubahan pada sambungan yang ditafsir tidak akan terpengaruh, adalah nilai terkecil dalam rumus ini :

(36)

Baut juga dapat melalui kejadian geser seperti pelat. Gaya geser adalah kerusakan yang pertama kali terjadi pada baut karena ukuran baut bermacam-macam. Hanya kuat geser saja yang dievaluasi dalam perencanaan struktur karena lebih kecil kekuatannya dari pada baut tumpu. Perhitungan ini dapat dicari dengan menggunakan rumus seperti berikut : Di mana :

(c). Kuat blok pelat

Kekokohan individu perekat pada tiap baut berdasarkan mekanisme tumpu karena baut berjumlah relatif sedikit. Keruntuhan blok dalam satu kesatuan disebabkan karena perekat dengan menggunakan baut berjumlah banyak. Perhitungan kuat geser dapat dicari menggunakan rumus ini : pelat seperti berikut :

(37)

(d). Kuat Sambungan

Agar tercapai kuat optimal, dapat dilihat ketika rumus yang digunakan dapat berfungsi terlebih dulu. Mekanisme keruntuhan dapat ditentukan dari gaya terkecil. Keruntuhan leleh lebih daktail daripada fraktur ketika meninjau pada kuat batas perekat.

2.16.2 Sambungan Pelat Ujung

Pada end-plate mempunyai jumlah baut yang tidak banyak dan terdapat tambahan pelat khusus yang dilas pada ujung pelat. Jika terpasang komponen sambungan yang saling menempel rapat dengan lawan sambungannya, yang bisa berupa end-plate juga, atau pelat sayap profil kolom. Pada balok-balok dan kolom-balok bisa menggunakan sambungan end-plate.

Gambar 2.11 Sambungan Ujung Pelat

(38)

(a). Kapasitas pelat ujung

Kekuatan pelat ujung dan baut tarik sangat berpengaruh terhadap kinerja sambungan end-plate. Teori garis leleh merupakan metode yang paling optimal jika digunakan untuk menghitung kekuatan end plate.

Gambar 2.13 Pelat tipe flush-end-plate

1. FEP polos

Terjadinya leleh pada perekat di ujung pelat terhadap kondisi batas dapat dicari menggunakan rumus garis leleh berikut.

(39)

2. Flush-end-plate dengan pengaku

Kondisi batas terjadinya leleh pada sambungan end-plate dapat dicari dengan menggunakan teori garis leleh, yaitu:

(40)

3. EEP polos

4. EEP berpengaku Bila nilai s < de

Kondisi batas leleh pelat pada sambungan end-plate dapat dicari menggunakan teori seperti berikut :

Jika s > de

Kondisi batas leleh pelat pada sambungan end-plate dapat dicari menggunakan teori seperti berikut.

(41)

(b). Kapasitas Pada Baut

Kekuatan baut yang menjadi penentu di sambungan end-plate. pelat ujung juga mempengaruhi gaya tarik pada baut. Dampak prying adalah terdapat peningkatan pada gaya tarik di baut bila pelat ujungnya mengalami deformasi. Efek

pyring juga relatif kecil dan dapat diabaikan sama seperti deformasinya yang juga

(42)

Gambar 2.15 End plate di sayap

2.16.3 Sambungan Base Plate

Bangunan di bagian atas menggunakan struktur baja, untuk bagian bawah menggunakan struktur beton khususnya untuk bagian pondasi. Base-plate digunakan sebagai penghubung struktur atas dan bawah, atau kolom dan pondasi. Distribusi momen yang terjadi pada kolom baja ke beton yang tidak kuat merupakan prinsip dari sambungan pelat landasan.

Pelat landasan dan baut angkur pada umumnya merupakan bagian dari base-plate. Las menjadi penghubung antara pelat landasan dan kolom. Baut angkur secara tafsiran tidak perlu dipasang, tetapi dalam perencanaannya tetap harus dipasang. Dalam menghindari momen yang tidak diharapkan terjadi selama pembangunan, angkur minimal dipasang dua buah.

(43)

1. Kuat tumpu beton

2. Batang Tekan Konsentris

Dimensi pada pelat landasan wajib diperhitungkan supaya tidak hancur ketika pondasi beton tertumpu pelat dasar, dengan memenuhi ketentuan seperti berikut :

(44)

Gambar 2.17 Base-plate konsentris

Kekuatan perlu yang terjadi di base plate bisa dicari dengan menggunakan rumus seperti ini :

(45)

3. Beton Segitiga

a). Momen tidak kuat tanpa angkur

Jika baut angkur tidak diperlukan untuk keseimbangannya, maka nilai e dianggap sedang. Terdapat dua rumus untuk menghitung momen tanpa

angkur, adalah :

Gambar 2.18 Distribusi tegangan dengan eksentris kecil

(46)

Base-plate dapat terguling jika eksentrisitas gaya Pu besar. Base-plate

terguling dapat dihindari jika untuk menahan tarik sebesar Tu menggunakan angkur.

Gambar 2.19 Penyebaran tegangan bereksentris kuat

Agar teganngan tekan tidak melewati tegangan titik nominal pada beton, maka ukuran pelat landasan harus dipilih seakurat mungkin. Persamaan keseimbangan vertikal untuk mencari nilai Tu dan A, maka digunakan rumus

(47)

4. Tegangan Ultimate

a). Momen tidak kuat tanpa angkur

Gambar 2.19 Penyebaran tegangan bereksentrisitas kuat

b). Momen kuat dengan angkur Jika tekan e = Mu/Pu > ekritis , maka :

(48)

Gambar 2.21 Penyebaran tegangan bereksentrisitas kuat

Rumus yang digunakan untuk mencari Tu dan Pu adalah :

(49)

Rumus untuk mencari persamaan karena momen pada base plate tidak ditemukan adalah :

Rumus untuk mencari momen jika Y > m adalah :

Jumlah paku sangat berpengaruh ketika momen sedang terjadi pada sisi tarik akibat baut angkur.

Gambar 2.22 Lebar pelat yang memikul angkur

Gambar

Tabel 2.1 Resiko Gempa
Tabel 2. Faktor Gempa I e
Tabel 2.3. Klasifikasi Situs Gempa
Tabel 2.4 Parameter untuk S DS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Tugas Tujuan tugas adalah agar mahasiswa mampu:menjawab pertanyaan tentang materi pada isi bacaan, mengerti kelas kata dari kosakata bacaan dan menjawab soal-soal

Terdapat interaksi antara jenis substrat dengan konsentrasi sukrosa yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah yang diamati, kecuali pada saat tumbuh

Putusan  Pengadilan  Tingkat  Pertama  Tipikor  tahun  2016,  Putusan  pada  tingkatan  ini  adalah  yang  paling  banyak  jumlahnya  jika   dibandingkan  dengan

Entity Relationship Diagram (ERD) Sistem Informasi Koperasi Simpan Pinjam Pada SD Negeri 060869 Anggota *NoAng gota NIP NamaAn ggota Ala mat Telep on Memiliki Flatfiorm

• eluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah.. Byeri merupakan keluhan utama  pada

Hasil penelitian menunjukkan good governance secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap kualitas laporan keuangan, Standar Akuntansi Pemerintah secara parsial

Terbitnya buku Ceria dan Taqwa dengan PAI yang digagas oleh TIM MGMP PAI JSIT Jateng ini dapat dijadikan salah satu alternatif bahan ajar untuk sekolah-sekolah Islam

Naskah Śiwāgama menceritakan tentang teologi Hindu dengan menyebutkan gelar Ida Sanghyang Widhi (sebagai asal dan tujuan dari semua yang ada, karena Beliau