• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON LAPIS AUS DENGAN SUBSTITUSI LIMBAH BETON LABORATORIUM TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PERTAMINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN LAPISAN ASPAL BETON LAPIS AUS DENGAN SUBSTITUSI LIMBAH BETON LABORATORIUM TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PERTAMINA"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN LAPISAN

ASPAL BETON LAPIS AUS DENGAN SUBSTITUSI LIMBAH BETON

LABORATORIUM TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PERTAMINA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh: Luthfiana Farida

104116013

FAKULTAS PERENCANAAN DAN INFRASTRUKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

K

ara

kt

eri

st

ik M

ars

ha

ll da

n V

ol

um

et

ri

k p

ada

Ca

m

pura

n

L

api

sa

n A

spa

l Be

ton

L

api

s A

us

de

ngan S

ubs

tit

us

i L

im

ba

h B

et

on L

aborat

o

ri

um T

ekn

ik S

ipi

l U

ni

v

ers

ita

s P

ert

am

in

a

L

ut

hfi

an

a F

ari

da

104116103

(3)

KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN LAPISAN

ASPAL BETON LAPIS AUS DENGAN SUBSTITUSI LIMBAH BETON

LABORATORIUM TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS PERTAMINA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh: Luthfiana Farida

104116013

FAKULTAS PERENCANAAN DAN INFRASTRUKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(4)
(5)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Karakteristik Marshall pada Campuran Lapisan Aspal Beton Lapis Aus dengan Substitusi Limbah Beton Laboratorium Teknik Sipil Universitas Pertamina

Nama Mahasiswa : Luthfiana Farida Nomor Induk Mahasiswa : 104116013

Program Studi : Teknik Sipil

Fakultas : Perencanaan dan Infrastruktur

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir :

Jakarta, MENGESAHKAN Pembimbing I : Nama : Adita Utami, M. T

NIP : 119022

Pembimbing II : Nama : Dr Iswandaru Widyatmoko CEng FCIHT FIAT

NIP : -

MENGETAHUI, Ketua Program Studi

Dr. Arianta, S. T., M. T NIP. 116038

(6)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Karakteristik Marshall

pada Campuran Lapisan Aspal Beton Lapis Aus dengan Substitusi Limbah

Beton Laboratorium Teknik Sipil Universitas Pertamina ini adalah benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang ditulis oleh

orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah dituliskan

secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive

royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak

bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database), merawat,

dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

(7)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Luthfiana Farida. 104116013. Karakteristik Marshall pada Campuran Lapisan

Aspal Beton Lapis Aus dengan Substitusi Limbah Beton Laboratorium Teknik Sipil

Universitas Pertamina.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik agregat alami dan limbah

beton sesuai dengan standar pengujian yang ditetapkan, mengetahui karakteristik

Marshall, mendapatkan kadar aspal optimum serta mengetahui indeks stabilitas sisa

pada campuran laston tanpa limbah beton dan campuran laston dengan limbah

beton. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimen mengacu kepada

Spesifikasi Bina Marga 2018 dan AASHTO 2013. Penelitian dilakukan dalam 3

tahap yaitu tahap pertama (Start) pendahuluan dan studi literatur, tahap kedua

(Process) proses pelaksanaan penelitian yang dibagi menjadi 4 proses dan tahap

terakhir (Finish) adalah menganalisis hasil studi yang dilakukan. Proses

pelaksanaan penelitian yang dilakukan yaitu pengolahan dan pengujian agregat

alami, limbah beton serta aspal, desain campuran dengan analisis saringan, dan

pengujian terhadap campuran dengan hasil stabilitas, flow, Marshall Quotien, VIM,

VMA dan VFB yang digunakan untuk menentukan KAO dari setiap campuran serta

dilakukan uji durabilitas. Proporsi yang digunakan untuk campuran dengan limbah

beton untuk ukuran agregat kasar dan agregat halus yaitu 60% dan 40%, sedangkan

proporsi yang digunakan untuk campuran dengan limbah beton untuk agregat alami

dan limbah beton yaitu 50% : 50%. Hasil yang diperoleh untuk pengujian Marshall

pada campuran menunjukkan bahwa kadar aspal optimum untuk campuran dengan

limbah beton memiliki nilai KAO lebih besar yaitu 7% dibandingkan dengan

campuran tanpa limbah beton yaitu 6,5%. Nilai KAO ditentukan berdasarkan hasil

Stabilitas, Flow, VIM dan VMA. Hasil KAO tersebut digunakan untuk menentukan

Indeks Stabilitas sisa dalam analisis durabilitas. Hasil Indeks stabilitas sisa pada

campuran tanpa limbah beton yaitu 83% dan pada campuran dengan limbah beton

yaitu 115%.

(8)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Luthfiana Farida. 104116013. Marshall Characteristics of Asphalt Concrete -

Wearing Course Incorporating Concrete Waste Collected from The Civil

Engineering Laboratory of Universitas Pertamina.

An experimental research has been completed to obtain the characteristics of

asphalt concrete incorporating natural aggregate and concrete waste in accordance

with the national standards in Indonesia. The suite of testing included determination

of Marshall’s characteristics, such as the optimum asphalt content (OAC) as well

as understanding the residual stability index of the asphalt concrete mixtures. This

research was conducted in three stages: the first stage (Start) included preliminary

and literature of study, the second stage (Process) was the laboratory assessments,

and the third stage (Finish) was analyses and discussion. The laboratory

assessments included characterization of the natural and concrete waste aggregates,

Marshall’s asphalt mix design and durability testing. The Marshall’s mix design

considered the results in stability, flow, Marshall Quotien, VIM, VMA and VFB to

determine the OAC from each mixture. The concrete waste was split into two

fractions, specifically coarse and fine fractions; the adopted composition was 60%

and 40% for the coarse and fine fractions respectively. The proportion of the total

concrete waste to the total natural aggregates in asphalt concrete was 50%: 50%.

The results obtained from Marshall Test indicated that the optimum asphalt content

for the mixtures incorporating concrete waste was higher OAC (i.e. 7%) than the

mixtures without concrete waste (i.e. 6.5%). Those values were used to assess the

residual stability index in the durability analysis. The result of residual stability

index for the mixture without concrete waste was 83% and in the mixture with

concrete waste was 115%.

Keywords: Asphalt Concrete, Concrete Waste, Marshall Test, Optimum Asphalt

Content , Residual Stability Index

(9)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia, Rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir berjudul Karakteristik

Marshall pada Campuran Lapisan Aspal Beton Lapis Aus dengan Substitusi

Limbah Beton Laboratorium Teknik Sipil Universitas Pertamina. Tugas Akhir ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Kuliah Program

Studi Teknik Sipil, Fakultas Perencanaan dan Infrastruktur, Universitas Pertamina.

Penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

:

1.

Kedua Orang Tua, Ibu Eti Siskowati dan Bapak Budiarto, yang selalu

memberikan dukungan, mensponsori penelitian yang dilakukan, yang tidak

pernah menyerah memberikan semangat, nasehat, kasih sayang serta doa dan

restunya sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

2.

Ibu Adita Utami, M. T dan Bapak Dr Iswandaru Widyatmoko CEng FCIHT

FIAT selaku Dosen Pembimbing yang selalu membimbing dengan sabar,

memberikan ilmu, dan memberikan banyak dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tepat waktu.

3.

Bapak Dr. Eng. Rangga A. Sudisman dan Ibu Gati Annisa Hayu, M. T, MSc

selaku dosen penguji.

4.

Karyawan Laboratorium Teknik Sipil Universitas Pertamina, yang selalu

membantu dan menemani penelitian di tengah pandemi.

5.

Teman-teman seperjuangan Laboratorium Teknik Sipil yang senantiasa

membantu dalam melakukan aktivitas penelitian di Laboratorium.

6.

Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih

jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca sangat diharapkan, akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi

berbagai pihak serta semua pihak yang membutuhkan.

(10)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT...iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Batasan Masalah ... 2 1.4. Tujuan Penelitian ... 2 1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Perkerasan Jalan ... 4

2.1.1. Perkerasan Lentur ... 4

2.1.2. Perkerasan Rigid atau Kaku ... 7

2.2. Material Konstruksi Perkerasan ... 7

2.2.1. Agregat... 7

2.2.2. Aspal ... 8

2.3. Metode Pemeriksaan Marshall ... 8

2.4. Sifat Campuran Aspal ... 10

2.5. Limbah Beton ... 11 2.6. Standar Perencanaan ... 12 2.6.1. Agregat Kasar ... 12 2.6.2. Agregat Halus ... 12 2.6.3. Aspal ... 12 2.7. Perbandingan Penelitian ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

(11)

Universitas Pertamina - vii

Jumlah Sampel Penelitian ... 16

Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 17

3.3.1. Kajian Kepustakaan dan Penentuan Standar ... 17

3.3.2. Tahapan Persiapan ... 17

3.3.3. Pengumpulan Limbah Beton ... 17

3.3.4. Pengujian Terhadap Agregat dan Aspal ... 17

3.3.5. Mix Design Campuran ... 19

3.3.6. Marshall Test ... 20

3.3.7. Analisis data ... 22

Peralatan dan Bahan ... 23

3.4.1. Peralatan... 24

3.4.2. Bahan ... 24

Jadwal Penelitian ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Hasil Penelitian ... 26

4.1.1. Pemeriksaan Bahan ... 26

4.1.2. Data Gradasi Agregat Gabungan ... 39

4.1.3. Perhitungan Kadar Aspal ... 41

4.1.4. Pengujian Marshall... 43

4.1.5. Pengujian Durabilitas ... 46

Pembahasan... 47

4.2.1. Pemeriksaan Bahan ... 47

4.2.2. Pengujian Marshall... 48

4.2.3. Kadar Aspal Optimum ... 55

4.2.4. Pengujian Durabilitas ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

FORM BIMBINGAN ... 62

LAMPIRAN... 68

Form Pengisian Analisis Saringan untuk Agregat Halus dan Kasar ... 68

(12)

Universitas Pertamina - viii

Lampiran Form Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus ... 70

Form Hasil Pemeriksaan Aspal Pen 60/70 ... 71

Form Pemeriksaan Penetrasi Aspal ... 72

Form Pemeriksaan Titik Lembek Aspal ... 73

Form Pemeriksaan Daktilitas Aspal ... 74

Form Hasil Pengujian Marshall ... 75

Hasil Marshall Test pada Campuran dengan Limbah Beton... 76

Hasil Marshall Test pada Campuran tanpa Limbah Beton ... 85

Hasil Marshall Test perendaman 24 jam pada Campuran tanpa Limbah Beton dan campuran dengan Limbah beton ... 94

Pemeriksaan Penetrasi Aspal Pen 60/70 ... 98

Pemeriksaan Daktilitas ... 100

Pengujian Titik Nyala pada Aspal Pen 60/70 ... 101

Pemeriksaan Bahan Agregat Kasar dan Halus... 102

Pemeriksaan Bahan Limbah Beton... 104

Proses pencampuran Laston ... 106

Hasil Pemeriksaan berat pada Campuran Laston dengan Limbah Beton ... 107

Pemeriksaan Campuran tanpa Limbah Beton ... 114

(13)

Universitas Pertamina - ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Perbedaan sifat antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

... 4

Tabel 2. 2 Spesifikasi Campuran Lapisan Aspal Beton

... 10

Tabel 2. 3. Standar Spesifikasi untuk Agregat Kasar tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm

... 12

Tabel 2. 4. Standar Spesifikasi untuk Agregat Halus lolos saringan No. 4 atau 4,75 mm

12

Tabel 2. 5. Standar Spesifikasi untuk Aspal Pen 60/70

... 13

Tabel 2. 6. Tabulasi Penelitian Terdahulu

... 15

Tabel 3. 1 Jumlah Campuran Laston Lapis Aus tanpa tambahan Limbah Beton

... 16

Tabel 3. 2 Jumlah Campuran Laston Lapis Aus dengan tambahan Limbah Beton

... 17

Tabel 3. 3 Angka Toleransi pada hasil Penetrasi

... 19

Tabel 3. 4 Gradasi Agregat Campuran Beraspal yang ditentukan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2018

... 20

Tabel 3. 5 Angka Korelasi Beban (Stabilitas)

... 21

Tabel 3. 6 Diagram Alir Penelitian

... 22

Tabel 3. 7 Jadwal Penelitian Tugas Akhir

... 25

Tabel 4. 1 Hasil Penetrasi untuk Aspal Bitumen 60/70

... 26

Tabel 4. 2 Hasil pemeriksaan Aspal Pen 60/70 untuk Laston Lapis Aus

... 27

Tabel 4. 3 Hasil Pemeriksaan berat untuk perhitungan berat jenis dan penyerapan dari BP ukuran ½” dan ¾”

... 28

Tabel 4. 4 Hasil Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan untuk BP ukuran ½” dan ¾”

.. 29

Tabel 4. 5 Hasil Pemeriksaan laboratorium untuk Agregat Halus

... 29

Tabel 4. 6 Hasil perhitungan Pemeriksaan Berat jenis dan penyerapan untuk Agregat Halus

... 30

Tabel 4. 7 Hasil pemeriksaan Analisa saringan dan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 yang digunakan untuk Campuran Laston AC-WC

... 31

Tabel 4. 8 Hasil perhitungan kumulatif analisis saringan BP lolos saringan ¾” atau 19 mm

... 32

Tabel 4. 9 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan BP ukuran ½” atau 12,5 mm

... 33

Tabel 4. 10 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Pasir atau Agregat Halus Lolos Saringan No.4 (4,5 mm)

... 33

Tabel 4. 11 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Abu Batu atau Lolos Saringan No. 8 (2,36 mm)

... 34

(14)

Universitas Pertamina - x Tabel 4. 12 Hasil Pemeriksaan berat untuk berat jenis dan penyerapan pada limbah beton lolos saringan no. 4

... 35

Tabel 4. 13 Hasil Perhitungan Pemeriksaan Berat jenis dan penyerapan untuk limbah beton lolos saringan no. 4

... 36

Tabel 4. 14 Hasil Pemeriksaan berat untuk berat jenis dan penyerapan pada limbah beton tertahan saringan no. 4

... 36

Tabel 4. 15 Hasil Perhitungan Pemeriksaan Berat jenis dan penyerapan untuk limbah beton tertahan saringan no. 4

... 37

Tabel 4. 16 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Limbah Beton Tertahan di Saringan No. 4

... 38

Tabel 4. 17 Hasil Pemeriksaan Analisis Saringan Limbah Beton Lolos di Saringan No. 4

... 39

Tabel 4. 18 Mix Design untuk Campuran Laston Lapis Aus tanpa Limbah Beton

... 39

Tabel 4. 19 Skenario Perbandingan Agregat Alami dengan Limbah Beton untuk Campuran Laston Lapis Aus

... 40

Tabel 4. 20 Mix Design untuk Campuran Laston Lapis Aus dengan Limbah Beton

... 41

Tabel 4. 21 Berat Jenis Agregat untuk Campuran Laston Lapis Aus tanpa Limbah Beton

... 43

Tabel 4. 22 Hasil Rata-rata perhitungan Marshall dan Volumetrik dari Campuran Laston Lapis Aus tanpa Limbah Beton

... 44

Tabel 4. 23 Berat Jenis Agregat untuk Campuran Laston Lapis Aus dengan Limbah Beton

... 45

Tabel 4. 24 Hasil Rata-rata perhitungan Marshall dan Volumetrik dari Campuran Laston Lapis Aus dengan Limbah Beton

... 46

Tabel 4. 25 Hasil Pengujian Durabilitas Campuran tanpa limbah beton dan campuran dengan limbah beton

... 46

Tabel 4. 26 Hasil Perhitungan Durabilitas Campuran tanpa limbah beton dan campuran dengan limbah beton

... 47

Tabel 4. 27 Perbandingan Berat jenis Agregat halus penyusun limbah beton dengan Limbah Beton Lolos saringan No. 4

... 48

Tabel 4. 28 Perbandingan Berat jenis Agregat Kasar penyusun limbah beton dengan Limbah Beton Lolos saringan No. 4

... 48

Tabel 4. 29 Hasil Marshall dan Volumetrik Kadar Aspal Optimum Setiap Campuran Laston

... 55

(15)

Universitas Pertamina - xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Lapisan Perkerasan Lentur

... 5

Gambar 2. 2 Lapisan Perkerasan Kaku

... 7

Gambar 2. 3 Kelekatan Agregat alami terhadap aspal

... 30

Gambar 2. 4 Limbah beton lolos saringan No. 4 dan tertahan saringan No. 4

... 35

Gambar 2. 5 Kelekatan Limbah Beton terhadap Aspal

... 38

Gambar 4. 1 Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur pada Agregat Halus

... 32

Gambar 4. 2 Grafik perbandingan kadar aspal dengan kepadatan campuran (kg/cc)

... 49

Gambar 4. 3 Grafik perbandingan kadar aspal dengan hasil stabilitas (kg)

... 50

Gambar 4. 4. Grafik perbandingan kadar aspal dan flow dari campuran (mm)

... 51

Gambar 4. 5 Grafik Kadar Aspal (%) dengan Marshall Quotien (kg/mm) setiap campuran

... 52

Gambar 4. 6 Grafik Void in Mixtures (%) dengan Kadar Aspal (%) setiap campuran

... 52

Gambar 4. 7 Grafik VMA (%) dengan Kadar Aspal (%) setiap campuran

... 53

Gambar 4. 8 Grafik Voids Filled With Asphalt (%) dengan Kadar Aspal (%) setiap campuran

... 54

Gambar 4. 9 Grafik KAO untuk Campuran tanpa Limbah Beton

... 55

Gambar 4. 10 Grafik KAO untuk Campuran dengan Limbah Beton

... 55

Gambar 4. 11 Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran tanpa Limbah Beton Kadar Aspal 6,5% untuk Perendaman 30 Menit dan 24 Jam

... 56

Gambar 4. 12 Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran dengan Limbah Beton Kadar Aspal 6,5% untuk Perendaman 30 Menit dan 24 Jam

... 56

(16)

Universitas Pertamina - xii

DAFTAR SINGKATAN

AASHTO : American Association of State Highway Transportation Officials AC-BC : Asphalt Concrete-Binder Course

AC-WC : Asphalt Concrete-Wearing Course AL : Agregat Alami

ASTM : American Standard Testing and Material AV : Air Voids

BP : Batu Pecah

BPS : Badan Pusat Statistik

C&DW : Construction and Demolition Waste CBR : California Bearing Ratio

ECP : Egyptian Code Of Practice HMA : Hot Mix Asphalt

ISS : Indeks Stabilitas Sisa KAO : Kadar Aspal Optimum Ket : Keterangan

Laston : Lapisan Aspal Beton Lab : Laboratorium

LB : Limbah Beton

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LL : Liquid Limit

Maks : Maksimum Min : Minimum PI : Plastisitas Indeks

PSBB : Pembatasan Sosial Berskala Besar RCA : Recycled Concrete Aggregate SNI : Standar Nasional Indonesia SSD : Saturated Surface Dry VFA : Voids Filled With Asphalt VIM : Void In Mixture

(17)
(18)

Universitas Pertamina - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Peningkatan mobilitas penduduk menyebabkan kenaikan tingkat penggunaan kendaraan di jalan raya. Pada saat ini, kebutuhan masyarakat akan penggunaan jalan telah menjadi kebutuhan pokok seiring pertambahan waktu, diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat (Subono, 2011). Perkembangan jalan di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2019) mencatat bahwa panjang jalan menurut jenis permukaan dari tahun 2014 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan dari 518.248 km hingga 542.310 km. Jumlah tersebut adalah total dari permukaan jalan yang tersusun dari aspal dan yang bukan aspal. Peningkatan jalan terjadi sehingga semakin banyak pembangunan jalan, kebutuhan akan penggunaan agregat untuk perkerasan jalan semakin meningkat.

Agregat merupakan komponen utama penyusun lapisan perkerasan. Salah satu jenis perkerasan yang digunakan di Indonesia adalah perkerasan lentur. Sedangkan jenis campuran pada lapisan permukaan perkerasan lentur yang sering digunakan adalah Asphalt Concrete atau Lapisan Aspal Beton (Laston). Pada pembuatan campuran tersebut, agregat dibutuhkan dalam jumlah banyak karena dalam struktur perkerasan 90-95% terdiri dari agregat. Maka dari itu sifat agregat berpengaruh besar terhadap kualitas dari suatu campuran (Andhikatama, 2013).

Pertumbuhan populasi manusia dalam jumlah yang besar disertai dengan urbanisasi menyebabkan produksi limbah padat dan limbah sampingan meningkat. Pembuangan limbah dahulu diletakkan pada pembuangan akhir sehingga menyebabkan permasalahan lingkungan yaitu degradasi lingkungan. Penggunaan bahan daur ulang atau limbah memiliki dampak positif di berbagai aspek. Hal tersebut termasuk memanfaatkan keberlanjutan industri konstruksi dalam mengurangi biaya, menyediakan solusi untuk polusi lingkungan dan mengurangi kebutuhan terhadap sumber daya alam (Bolden et al., 2013).

Menurut Rahman et al., (2010), salah satu sumber adanya limbah beton yaitu pembongkaran bangunan dan infrastruktur sipil yang terdiri dari material beton. Penanganan limbah beton tidak dapat dibiarkan, tetapi beberapa permasalahan muncul pada pembuangan limbah yaitu adanya biaya yang diperlukan serta dibutuhkan tempat untuk penampungan timbunan limbah beton tersebut.

Penelitian telah dilakukan oleh El-Tahan et al., (2018), Bolden et al., (2013), Al-Baiti et al., (2012) dan Alvarez et al., (2019) di berbagai negara terkait pemanfaatan limbah beton yang didapatkan dari laboratorium atau penghancuran struktur yang sudah tidak digunakan sebagai pengganti agregat alami dalam campuran aspal panas untuk perkerasan. Warm Mix Asphalt,

Recycled Asphalt Pavement, abu terbang, bottom ash, dan shingles atau genteng dapat

diperkirakan akan menjadi material yang digunakan dalam transportasi untuk bahan industri aspal jalan tol yang berkelanjutan berdasarkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Fungsi dari penggunaan limbah beton pada campuran aspal panas adalah mengoptimalkan penggunaan lahan, mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan, salah satu cara menghindari pemisahan zat berbahaya yang berpengaruh dalam lingkungan dan penghematan biaya dalam pembuangan limbah.

(19)

Universitas Pertamina - 2 Peningkatan Volume Limbah Beton pada Laboratorium Teknik Sipil Universitas Pertamina mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pertamina. Satu limbah beton yang sudah diuji menghasilkan volume 5,3×10-3 m3, jika satu kelompok wajib memiliki 8 limbah beton, maka diperkirakan volume pada satu kelompok adalah 0,042 m3. Berdasarkan data primer Laboratorium Struktur Universitas Pertamina, jumlah limbah dari tahun pertama hingga tahun ketiga berturut-turut yaitu 0,6 m3; 0,8 m3 dan 1,2 m3 dengan jumlah kelompok yaitu 11, 18 dan 20. Maka dari itu, harus ada inovasi untuk limbah agar limbah beton di Universitas Pertamina berkurang. Penelitian ini melakukan substitusi limbah beton yang berada di Laboratorium Teknik Sipil ke dalam campuran lapisan aspal beton lapis aus.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka rumusan masalah yang disusun untuk melakukan penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana karakteristik agregat alami dan limbah beton pada pemeriksaan dengan standar pengujian yang ditetapkan untuk campuran Laston Lapis Aus,

2. Bagaimana karakteristik Marshall pada campuran laston tanpa limbah beton dan campuran laston dengan limbah beton,

3. Berapa persentase Kadar Aspal Optimum (KAO) pada campuran laston tanpa limbah beton dan KAO pada campuran laston dengan limbah beton,

4. Bagaimana analisis durabilitas yang terjadi pada setiap campuran dengan aspal optimum untuk menentukan nilai Indeks Stabilitas Sisa (ISS)?

1.3.Batasan Masalah

Penentuan yang dilakukan untuk membatasi masalah dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Data Primer penelitian didapatkan dari proses pengujian beton di Laboratorium Rekayasa Bahan Universitas Pertamina.

2. Spesifikasi yang digunakan berdasarkan Spesifikasi Umum Pekerjaan Jalan dan Jembatan Modul 6 Tahun 2018 tentang Perkerasan Aspal Lapisan Aspal Beton Seksi Campuran Beraspal Panas.

3. Sampel campuran Laston Lapis Aus dengan komposisi limbah beton akan dibandingkan dengan Laston Lapis Aus tanpa adanya tambahan limbah beton.

4. Pengujian Los Angeles untuk agregat tidak dilakukan dalam penelitian ini. 5. Penelitian ini tidak meneliti hubungan kimia antara aspal dengan limbah beton.

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan yang perlu dicapai dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan rumusan masalah yang disusun yaitu :

1. Mendapatkan karakteristik agregat alami dan limbah beton sesuai dengan standar pengujian yang ditetapkan,

(20)

Universitas Pertamina - 3 2. Mengetahui karakteristik Marshall pada campuran laston tanpa limbah beton dan campuran

laston dengan limbah beton,

3. Mendapatkan KAO untuk campuran laston tanpa limbah beton dan KAO untuk campuran laston dengan limbah beton,

4. Mengukur ISS untuk mengetahui analisis durabilitas pada campuran yang telah ditentukan.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengurangi volume limbah yang dihasilkan di Laboratorium Universitas Pertamina dengan menginovasi dan menggunakan kembali.

2. Menjadi alternatif pemanfaatan limbah beton yang ada dengan memperkirakan jumlah limbah yang dapat digunakan, dan

3. Sebagai rujukan untuk penelitian lanjutan yang dapat dilakukan pada lapisan perkerasan lentur memanfaatkan terhadap limbah beton.

(21)
(22)

Universitas Pertamina - 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perkerasan Jalan

Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan di atasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterimanya. Jenis konstruksi yang dapat menahan tersebut adalah pavement atau perkerasan. Definisi dari perkerasan adalah lapisan yang relatif stabil yang dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan (Sulaksono, 2012).

Pada saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar ke dalam tanah dalam bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian rupa sehingga dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan dibagi atas perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan lentur umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai pengikat sedangkan perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari satu lapis dan menggunakan semen sebagai pengikat.

Faktor yang membedakan perkerasan lentur dengan perkerasan kaku adalah Modulus Elastisitasnya. Pada perkerasan lentur, modulus yang didapatkan rendah, deformasi yang terjadi pada perkerasan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkerasan kaku, sehingga tebal yang diperlukan lebih besar. Sedangkan untuk perkerasan kaku, nilai modulus yang didapatkan akan tinggi menyebabkan deformasi rendah sehingga tebal perkerasannya tidak terlalu besar. Hal yang menyebabkan perkerasan lentur memiliki modulus yang rendah adalah sensitif terhadap perubahan temperatur dan waktu pembebanan (Departemen Pekerjaan Umum , 2005).

Dalam kriteria dan fungsinya, perkerasan lentur dan perkerasan kaku memiliki sifat-sifat yang berbeda. Tabel 2. 1 merupakan perbedaan utama yang dapat dilihat berdasarkan kedua perkerasan tersebut meliputi repetisi bahan, penurunan tanah dasar dan perubahan temperatur. Tabel 2. 1 Perbedaan sifat antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

Bahan Pengikat Aspal Semen

Repetisi Bahan Timbul Rutting (lendutan pada jalur roda)

Timbul retak-retak pada permukaan

Penurunan Tanah Dasar Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok di atas peletakan

Perubahan Temperatur Modulus kekakuan berubah Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus kekakuan tidak berubah

Timbul tegangan dalam yang besar

Sumber : Sukirman, 1992, hal. 5

2.1.1. Perkerasan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Fungsi dari setiap lapisan perkerasan lentur adalah untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas tiga faktor, muatan kendaraan

(23)

Universitas Pertamina - 5 berupa gaya vertikal, gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal dan pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran (Sukirman, 1992).

Muatan gaya yang diterima oleh masing-masing lapisan akan berbeda karena sifat penyebaran gayanya, semakin ke bawah gaya yang diterima akan semakin kecil. Lapisan paling atas yaitu lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, karena berhadapan langsung dengan beban kendaraan. Lapisan bawahnya yaitu lapisan pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal. Gambar 2. 1 merupakan keterangan mengenai penampang lapisan perkerasan lentur yang tersusun.

Gambar 2. 1 Lapisan Perkerasan Lentur Sumber : (Sulaksono, 2012)

a. Lapisan Permukaan

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan dan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Berikut merupakan fungsi dari lapisan permukaan :

1) Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan

2) Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

3) Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4) Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

5) Lapisan permukaan dibagi menjadi lapisan non-struktural dan lapisan struktural. Lapisan non -struktural berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air serta lapisan ini dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu. Sedangkan untuk lapisan struktural berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda. b. Lapisan Pondasi Atas

Lapisan ini terletak di antara lapisan permukaan dan lapisan pondasi bawah. Material yang digunakan merupakan material yang cukup kuat. Spesifikasi material yang harus dipenuhi untuk lapisan ini jika tidak menggunakan bahan pengikat adalah memiliki nilai

(24)

Universitas Pertamina - 6

California Bearing Ratio (CBR) >50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Material yang

digunakan antara lain batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur. Berikut merupakan fungsi dari pondasi atas:

1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya

2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah 3) Bantalan terhadap lapisan permukaan

c. Lapisan Pondasi Bawah

Lapisan pondasi bawah merupakan bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%. Penggunaan material pada lapisan pondasi bawah lebih efisien dan menggunakan material yang relatif murah. Berikut merupakan fungsi dari lapisan pondasi bawah :

1) Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

2) Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah naik ke lapis pondasi. Lapisan ini harus memenuhi syarat filter sebagai berikut :

D15 subbase

D15subgrade≥5 (2.1)

D15 subbase

D85subgrade<5 (2.2)

dimana :

D15 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 15% D85 = diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 85% d. Tanah Dasar

Tebal dari lapisan tanah dasar adalah di antara 50-100 cm yang terletak paling dasar dari seluruh konstruksi perkerasan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah asli dari lokasi konstruksi tersebut baik. Jika tanah yang ada adalah tanah timbunan, maka perlu dipadatkan atau distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan dilakukan agar tanah memiliki kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.

Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk perkerasan lentur jika mutu material tidak memenuhi syarat adalah sebagai berikut :

a. Nilai stabilitas yang rendah, maka akan terjadi corrugation (keriting) atau shoving (sungkur) pada campuran,

b. Perbandingan Stabilitas dan flow atau Marshall Quotien memiliki nilai yang tinggi, maka campuran akan mudah mengalami retak karena bersifat agak kaku

c. Rongga udara tinggi menyebabkan mudah teroksidasi sehingga campuran lebih getas, sementara jika nilainya kecil akan menyebabkan kegemukan

d. Kelekatan yang terjadi antara batuan terhadap aspal nilainya kurang akan menyebabkan kekuatan rendah.

Sedangkan faktor yang perlu diperhatikan jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka campuran aspal ketika bersuhu melebihi 165℃, maka akan terjadi perubahan sifat-sifat

(25)

Universitas Pertamina - 7 kimia aspal sehingga menyebabkan cepat getas. Faktor lainnya adalah ketika pemadatan yang dilakukan kurang maka stabilitas akan berkurang dan rongga udara akan besar sehingga menyebabkan kekuatan semakin berkurang (Departemen Pekerjaan Umum , 2005).

2.1.2. Perkerasan Rigid atau Kaku

Lapisan beton memiliki kekakuan yang sangat tinggi dimana mampu menyebarkan beban pada bidang yang luas sehingga menghasilkan tegangan yang sangat rendah pada lapisan di bawahnya. Dengan sifat seperti itu, maka perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan yang memiliki tanah dasar yang kurang baik. Bagian yang terdapat dalam perkerasan kaku yaitu lapis perkerasan, lapis pondasi bawah dan tanah dasar seperti pada Gambar 2. 2. Sedangkan untuk jenis perkerasan kaku dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Perkerasan kaku dengan lapisan beton sebagai lapisan aus, yang terdiri atas lapisan beton bersambung tanpa tulangan lapisan beton bersambung dengan tulangan, lapisan beton menerus tanpa tulangan, dan lapisan beton pra tekan.

b. Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku dengan lapisan beton sebagai lapis pondasi dan campuran aspal-agregat sebagai lapisan permukaan. Biasanya campuran aspal-agregat berfungsi sebagai lapis aus atau levelling serta tidak dirancang memiliki nilai struktural.

Gambar 2. 2 Lapisan Perkerasan Kaku Sumber : (Sulaksono, 2012)

2.2.Material Konstruksi Perkerasan

2.2.1. Agregat

Kadar agregat dalam campuran bahan perkerasan konstruksi jalan pada umumnya berkisar antara 90-95% dari berat total, atau berkisar 75-95% dari volume total. Agregat merupakan bahan utama yang turut menahan beban yang diterima oleh bagian perkerasan jalan, begitu pula dalam pelaksanaan perkerasan, dimana digunakan bahan pengikat aspal, sangat dipengaruhi oleh mutu agregat. Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yang berupa butiran atau pecahan, yang termasuk di dalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi, abu (debu) agregat (Sulaksono, 2012).

Berdasarkan proses pengolahannya, agregat yang digunakan pada perkerasan lentur dapat dibedakan atas agregat alam, agregat yang mengalami proses pengolahan dan agregat buatan.

(26)

Universitas Pertamina - 8 a. Agregat alam

Agregat yang berasal dari alam dan digunakan sesuai bentuknya serta hanya dilakukan sedikit pengolahan. Terbentuknya agregat ini adalah melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses pembentukannya. Kualitas yang terkandung bergantung dengan sifat fisik dan sifat kimia dari sumber agregat tersebut. Faktor yang membentuk agregat berasal dari aliran air sungai.

b. Agregat yang melalui proses pengolahan

Bentuk dari agregat ini adalah masih memiliki volume yang besar sehingga dibutuhkan penghancuran dan pengolahan sehingga memiliki volume yang lebih kecil. Tujuan yang dilakukan untuk pengolahan yang dilakukan pada agregat bervolume besar adalah mendapatkan bentuk partikel yang memiliki sudut, memiliki permukaan yang kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik dan gradasi agregat sesuai dengan yang ditentukan atau diinginkan.

c. Agregat buatan

Agregat yang merupakan mineral filler/ pengisi (partikel dengan ukuran < 0.075 mm) diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan mesin pemecah batu.

2.2.2. Aspal

Aspal adalah material organik (hidrokarbon) kompleks yang dapat diperoleh langsung dari alam atau dengan proses tertentu (artifisial). Penggunaan aspal banyak digunakan untuk konstruksi jalan, khususnya perkerasan lentur. Aspal memiliki 3 bentuk, cair, semi padat dan padat pada suhu ruang (25℃). Aspal memiliki sifat merekatkan (berfungsi sebagai perekat), mengisi rongga sebagai filler dan memiliki sifat kedap air (waterproof). Jumlah aspal yang terkandung dalam campuran umumnya hanya 4-10% berdasarkan berat dari seluruh campuran.

2.3.Metode Pemeriksaan Marshall

Pemeriksaan Marshall dilakukan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Campuran perkerasan memiliki 3 elemen penyusun yaitu agregat, aspal dan udara. Pengujian Marshall pada campuran Laston Lapis Aus digunakan untuk mencari data dari persyaratan campuran dan memperoleh hasil perhitungan akhir dari sifat-sifat Marshall seperti persamaan berikut:

a. Void In Mix (VIM) adalah perbandingan persentase volume rongga terhadap volume total campuran padat. Perhitungan ini merupakan indikator dari durabilitas dan kemungkinan terhadap bleeding. Persamaan untuk menentukan persen VIM dalam campuran sebagai berikut:

VIM = Gmm-GmbGmm ×100% (2.3) Keterangan :

Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran = (100- Kadar Aspal)100 BJ Efektif Agg Gabungan

-Kadar Aspal BJ Aspal

(2.4)

Gmb = Berat Jenis Bulk Campuran = Berat campuran di Udara

(27)

Universitas Pertamina - 9 b. Void in Mineral Agregat (VMA)adalah nilai yang menunjukkan besarnya volume pori di

antara butir-butir agregat dalam campuran. Nilai VMA adalah sebagai berikut :

VMA=100-Gmb (100 - Kadar Aspal)Gsa ×100% (2.6) Keterangan :

Gsa = Berat jenis semu agregat gabungan = % BP ¾” 100 bj bulk ¾”+ % BP ½” bj bulk ½”+ % BP Pasir bj bulk Pasir+ % BP Abu Batu bj bulk Abu Batu

(2.7)

c. Voids Filled With Asphalt (VFA), yaitu persen rongga yang terisi oleh aspal. Persamaan untuk menentukan VFA adalah sebagai berikut :

VFA = (VMA-VIM)

VMA × 100 (2.8) d. Persen Kadar Aspal ditentukan dari perhitungan perkiraan kadar aspal dan kadar aspal optimum. Nilai tersebut sebagai acuan untuk menentukan kadar aspal yang akan digunakan untuk penelitian ini yaitu ±0,5% dan ±1% dari kadar aspal optimum. Berikut merupakan persamaan untuk menghitung perkiraan kadar aspal dan kadar aspal optimum berdasarkan

Asphalt Institute.

Perkiraan Kadar Aspal (Pb) = 0,035a + 0,045b + F (2.9) Dengan keterangan sebagai berikut :

a = % agregat tertahan No. 8 (%CA)

b = % agregat lolos No. 8 tertahan No.200 (%FA) F = 0,15 C; untuk lolos No.200 (11-15%)

= 0,18 C; untuk lolos No.200 (6-10%) = 0,2 C; untuk lolos No.200 (<5%) C = % agregat lolos No.200

Sedangkan persamaan yang digunakan untuk menentukan KAO dari setiap campuran adalah sebagai berikut :

Aspal Optimum = Pb + Abs Aspal (2.10) Abs Aspal = [(%A × Abs A) + (%B × Abs B) + (%C × Abs C) + (%D × Abs D)] × 0,5 (2.11) Dengan keterangan sebagai berikut :

Abs A = penyerapan agregat A (agregat kasar Batu Pecah ¾”) Abs B = penyerapan agregat B (agregat kasar Batu Pecah ½”) Abs C = penyerapan agregat C (agregat halus pasir)

Abs D = penyerapan agregat D (agregat halus abu batu)

e. Nilai Stabilitas dinyatakan dalam bilangan bulat. Nilai stabilitas didapatkan dari pembacaan langsung pada alat uji yang dikalikan dengan faktor korelasi beban untuk tinggi dari campuran yang telah ditentukan oleh SNI 06-2489-1991.

f. Kelelehan Plastis (Flow), dinyatakan dalam 0,1 mm. Nilainya didapatkan dari pembacaan langsung arloji flow pada alat Marshall.

(28)

Universitas Pertamina - 10 g. Marshall Quotien merupakan hasil bagi nilai stabilitas dan flow pada campuran.

Bina Marga menetapkan spesifikasi yang disyaratkan untuk campuran laston lapis aus, lapis antara dan pondasi. Tabel 2. 2 merupakan sifat-sifat dari campuran yang harus didapatkan untuk laston.

Tabel 2. 2 Spesifikasi Campuran Lapisan Aspal Beton

Sifat - sifat Campuran Laston

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi

Jumlah tumbukkan per bidang 75 112

Rasio partikel lolos ayakan 0,075 mm dengan kadar aspal efektif

Min 0,6

Maks 1,2

Rongga dalam campuran (VIM) (%) Min 3,0

Maks 5,0

Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (VFA) (%) Min 65 65 65

Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1800

Pelelehan/ flow Min 2 3

Maks 4 6

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah

perendaman selama 24 Jam, 60˚C Min 90

Rongga dalam Campuran (%) pada

Kepadatan Membal (Refusal) Min 2

Sumber : Divisi 6.3 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018

2.4.Sifat Campuran Aspal

Campuran memiliki sifat-sifat penting yang harus dicapai. Berikut merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh campuran aspal.

a. Stabilitas

Kekuatan campuran sangat berhubungan erat dengan stabilitas dan dapat didefinisikan sebagai kekuatan campuran tersebut menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Nilai stabilitas dapat diperoleh melalui tahanan friksi antara agregat, agregat yang saling mengunci (interlocking), dan daya kohesi dari aspal. Nilai stabilitas dapat ditingkatkan dengan menggunakan agregat yang angular dan bertekstur kasar, menggunakan agregat rapat, menggunakan aspal yang cukup untuk menyelimuti partikel agregat dan juga aspal dengan penetrasi yang rendah. Ketika nilai stabilitas dimaksimalkan maka akan menyebabkan penurunan pada kinerja campuran lainnya.

b. Fleksibilitas

Definisi fleksibilitas adalah kemampuan campuran tersebut menahan lendutan (defleksi) dan momen tanpa timbul retak. Daktilitas aspal sangat berpengaruh terhadap menentukan derajat fleksibilitas dari suatu campuran beraspal. Nilai fleksibilitas dapat dicari dengan menggunakan rasio antara stabilitas Marshall dan kelelahan (flow) atau Marshall

(29)

Universitas Pertamina - 11 c. Durabilitas

Durabilitas campuran aspal didefinisikan sebagai ketahanan campuran aspal teradap beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal karena penguapan atau oksidasi. Nilai durabilitas dapat dimaksimalkan dengan membuat campuran padat (memiliki sedikit rongga) dan kedap air, yang dapat diperoleh dengan menggunakan agregat bergradasi rapat dan aspal yang cukup untuk menyelimuti agregat dengan baik. Faktor yang mempengaruhi durabilitas pada suatu campuran adalah VIM, VMA, film (selimut) aspal.

d. Workabilitas

Campuran aspal beton harus memiliki sifat mudah untuk dikerjakan, dimulai dari

Mixing Plant, penghamparan sampai pemadatan. Untuk mencapai kondisi ini perlu diatur

viskositas, suhu pencampuran serta metode untuk pemadatan campuran. e. Ekonomis

Campuran aspal harus direncanakan jenis dan kombinasi material yang menghasilkan biaya yang murah tapi memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan variasi campuran dengan pemanfaatan material setempat secara maksimum.

2.5.Limbah Beton

Klasifikasi limbah beton dapat dibagi menjadi dua, limbah beton yang berasal dari limbah uji kontrol kualitas dan limbah penghancuran bangunan/infrastruktur tua. Hasil sifat fisik, kimia dan mekanik dari limbah beton memiliki nilai yang berbeda dari agregat yang berasal dari alam sehingga membutuhkan penelitian yang luas untuk memverifikasi kesesuaiannya sebagai agregat yang berkelanjutan jika akan digunakan untuk campuran aspal panas. Definisi dari Construction

and Demolition Waste (C&DW) adalah puing-puing material yang dihasilkan berdasarkan

konstruksi, renovasi atau hasil penghancuran dari struktur bangunan komersial, perumahan individu atau struktur teknik sipil. Arti yang sebenarnya dari C&DW pada setiap daerah berbeda, contohnya, di Jerman, limbah galian termasuk dalam kategori C&DW (Bolden, Abu-Lebdeh, & Fini, 2013).

Komposisi dari material C&DW bukan termasuk bahan yang berbahaya, namun perlu adanya pemisah yang tepat untuk menghilangkan limbah yang berbahaya seperti asbes dan fenol yang terdapat pada material C&DW. Material C&DW antara lain beton, bata, aspal (untuk perkerasan atau atap), kayu, logam, besi, baja, gypsum, plastik dan lain sebagainya. Komposisi pada setiap material berbeda-beda tergantung pada sifat perubahan konstruksi dan bahan bangunan yang digunakan dari waktu ke waktu.

Beberapa material C&DW memiliki bentuk yang heterogen, sehingga tidak semuanya dapat diperlakukan untuk penggunaan kembali, daur ulang ataupun pemulihan energi. Material yang mengandung petro (beton dan batu) tidak dapat digunakan kembali karena mereka mengalami penghancuran atau digunakan sebagai pemulihan energi karena beton dan batu bukan bahan yang mudah terbakar. Sehingga, dua material tersebut hanya dapat digunakan untuk daur ulang.

Kandungan semen mortar yang berada di agregat alami memiliki pengaruh yang signifikan pada properti limbah beton. Properti yang berpengaruh antara lain bentuk dari limbah beton serta berat jenis dan penyerapan. Limbah beton umumnya dibentuk dari penghancuran yang dilakukan

(30)

Universitas Pertamina - 12 dengan Crusher. Bentuk dari partikel limbah beton adalah kaku dan memiliki tekstur permukaan yang kasar dan berpori. Nilai berat jenis saturated surface dry (ssd) pada limbah beton setelah dihancurkan mengalami penurunan dari agregat asli sehingga penyerapan yang terjadi mengalami kenaikan. Hal tersebut terjadi karena limbah beton berpori disebabkan oleh mortar semen lama yang menempel pada agregat (Parekh & Modhera, 2011).

2.6.Standar Perencanaan

Dalam merencanakan perkerasan jalan, diperlukan standar untuk penelitian yang dilakukan. Standar yang diacu telah ditentukan oleh Bina Marga dalam Spesifikasi Umum 2018 dan

Standard specifications for transportation materials and methods of sampling and testing dalam

American Association of State Highway Transportation Officials (AASHTO) 2013 sehingga hasil yang didapatkan harus sesuai dengan ketentuan spesifikasi tersebut.

2.6.1. Agregat Kasar

Standar yang ditentukan oleh Bina Marga dan AASHTO untuk agregat kasar agar agregat memenuhi ketentuan yang diberikan tertera pada Tabel 2. 3. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No. 4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung.

Tabel 2. 3. Standar Spesifikasi untuk Agregat Kasar tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm

Standar Pengujian Nilai

ASTM C127 Berat Jenis 2,500 – 2,750

SNI 2439-2011 Kelekatan Agregat terhadap Aspal ≥ 95% SNI ASTM C117:2012 Material Lolos Ayakan No.200 ≤ 1%

SNI 1969:2016 Penyerapan Air Maks 3%

Sumber : Divisi 6.3 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dan AASHTO 2013

2.6.2. Agregat Halus

Standar yang ditetapkan untuk Agregat Halus oleh Bina Marga dan AASHTO terdapat pada Tabel 2. 4. Fraksi agregat halus untuk campuran laston yaitu agregat yang lolos saringan No. 4 atau 4,75 mm.

Tabel 2. 4. Standar Spesifikasi untuk Agregat Halus lolos saringan No. 4 atau 4,75 mm

Standar Pengujian Nilai

ASTM C128 Berat Jenis 2,500 – 2,750

SNI ASTM C117:2012 Material Lolos Ayakan No.200 Maks 10%

SNI 3123:2008 Kadar Lempung Maks 1%

SNI 1970:2016 Penyerapan Air Maks 3%

Sumber : Divisi 6.3 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dan AASHTO 2013

2.6.3. Aspal

Pengikat yang bekerja pada campuran perkerasan lentur yang disebut dengan aspal memerlukan standar pengujian material agar dapat memenuhi spesifikasi untuk penggunaannya. Tabel 2. 5 merupakan standar yang ditetapkan dalam pengujian suatu material aspal.

(31)

Universitas Pertamina - 13 Tabel 2. 5. Standar Spesifikasi untuk Aspal Pen 60/70

Standar Pengujian Nilai untuk Aspal Pen. 60-70

SNI 2456:2011 Penetrasi pada 25℃ (0,1 mm) 60-70

SNI 2434:2011 Titik Lembek (℃) ≥ 48

SNI 2432:2011 Daktilitas pada 25℃ ≥ 100

SNI 2433:2011 Titik Nyala (℃) ≥ 232

SNI 2441:2011 Berat Jenis ≥ 1,0

ASTM D2170-10 Viskositas Kinematis 135℃ (cSt) ≥ 300 Sumber : Divisi 6.3 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018

2.7.Perbandingan Penelitian

Berikut merupakan perbandingan penelitian yang akan dilakukan, tabulasi dari ketiga penelitian perbandingan dapat dilihat pada Tabel 2. 6.

a. Arys Andhikatama/2013

Penelitian yang dilakukan adalah Pemanfaatan Limbah Beton sebagai Pengganti Agregat Kasar pada Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Gradasi Kasar, dengan tujuan untuk mengetahui persentase limbah beton yang optimum pada campuran AC-WC agregat kasar. Lapisan perkerasan yang digunakan adalah campuran AC-AC-WC gradasi kasar atau Laston (Laston) lapis aus. Variasi kadar aspal pen 60/70 yang digunakan adalah 4,5%; 5%; 5,5%; 6%; 6,5% dan 7% terhadap total agregat. Penelitian yang dilakukan tidak hanya melakukan variasi terhadap aspal, tetapi dilakukan variasi juga terhadap komposisi limbah beton. Variasi yang dilakukan adalah 0%, 20%, 40%, 60% 80% terhadap total agregat kasar yang digunakan.

Hasil untuk kelima perbandingan, nilai tertinggi untuk Marshall Quotien adalah perbandingan dengan kadar limbah beton 80%, dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai perbandingannya, maka nilai Marshall Quotien-nya semakin besar, karena nilai stabilitasnya besar dan nilai flow kecil. Dari hasil Marshall yang diperoleh, nilai stabilitas, VMA, VIM dan Marshall Quotien mengalami kenaikan, sedangkan nilai flow dan VMA mengalami penurunan. Nilai stabilitas, flow, Marshall Quotien, VMA, dan VMA memenuhi spesifkikasi dari Bina Marga 2010, sedangkan untuk nilai VIM pada kadar aspal 20%-80% melebihi batas yang telah ditentukan spesifikasi. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu adanya pengembangan dalam menggunakan variasi kadar aspal dan menggunakan campuran lain sebagai pembanding dari penelitian yang dilakukan.

b. Selvi Yasra/2014

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja agregat limbah beton dalam menggantikan agregat batuan sebagai bahan perkerasan jalan dengan membandingkan hasil Marshall dengan campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC). Ukuran limbah yang digunakan adalah yang lolos ¾” dan 3/8”. KAO untuk ketiga limbah tersebut adalah 6%; 6,7% dan 7%. Variasi kadar limbah yang digunakan adalah 0%, 70% dan 100% serta dilakukan perendaman standar dan 24 jam.

Nilai stabilitas tertinggi dalam ketiga campuran tersebut adalah dengan kadar beton 100% dengan perendaman standar ataupun dengan perendaman 24 jam. Nilai flow untuk kadar beton 100% memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan campuran dengan kadar

(32)

Universitas Pertamina - 14 limbah 0% dan 70% untuk perendaman standar maupun perendaman 24 jam. Untuk indeks stabilitas sisa tertinggi dihasilkan oleh campuran dengan variasi limbah 70%.

c. D. El. Tahan; S. El-Badawy; M. Shetawy/ 2018

Penelitian ini membahas mengenai evaluasi yang dilakukan untuk Recycled Concrete

Aggregate (RCA) di dalam campuran aspal. Perbandingan yang dilakukan untuk penelitian

ini adalah 100% RCA, 100% Course New RCA/100% Fine NA, 100% Old RCA, 100%

Course Old RCA/100% Fine NA.

Terdapat empat tahapan metodologi yang dilakukan untuk penelitian ini. Tahapan pertama adalah persiapan untuk pemeriksaan material untuk campuran aspal. Tahapan kedua adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk bitumen/aspal dan material RCA dari dua sumber yaitu limbah beton bekas penghancuran gedung dan limbah kubus beton baru. Tahapan ketiga adalah mendesain dan menguji empat campuran Hot Mix Asphalt (HMA) yang disusun dengan menggunakan metode desain Marshall dan di karakteristik kan menggunakan loss of stability, indirect tensile strength, fracture energy dan loss in

abrasition.

Karakteristik yang didapatkan pada limbah beton baru yaitu memiliki bulk spesific

gravity yang rendah, Liquid Limit (LL) yang tinggi, pH yang tinggi, dan hasil abrasi yang

rendah dibandingkan dengan Old RCA. Kedua limbah tersebut memiliki nilai penyerapan air yang tinggi. Hasil Marshall yang didapatkan yang didapatkan dari keempat komposisi memenuhi dengan spesifikasi Egyptian Code Of Practice (ECP) untuk jenis jalan yang memiliki lalu lintas yang padat. Penggabungan limbah beton untuk lapisan aspal menyebabkan peningkatan pada nilai stabilitas, flow dan VFA, tetapi memiliki penurunan pada dan VMA.

(33)

Universitas Pertamina - 15 Tabel 2. 6. Tabulasi Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian Peneliti/ Tahun Jenis

Campuran Filler Pengujian Hasil

Pemanfaatan Limbah Beton sebagai Pengganti Agregat Kasar pada Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course Gradasi Kasar Arys Andhikatama/ 2013 AC-WC Gradasi Kasar

Limbah Beton Marshall

Test

Hasil pengujian limbah beton yang dilakukan untuk

Kadar Limbah beton 80% memiliki nilai maksimal pada Stabilitas dan Marshall Quotien serta nilai minimum pada flow. Nilai stabilitas, flow, Marshall Quotien, VMA, dan VMA memenuhi spesifkikasi dari Bina Marga 2010, sedangkan untuk nilai VIM pada kadar aspal 20%-80% melebihi batas yang telah ditentukan spesifikasi.

Pemanfaatan Limbah Beton sebagai Pengganti Agregat Kasar pada Campuran Asphalt Concrete-Binder Course

Selvi Yasra/2014 AC – BC Limbah Beton Marshall Test

Hasil penelitian memenuhi dengan spesifikasi yang disyaratkan. KAO 6% untuk limbah beton 0%, 6.7% untuk limbah beton 70% dan 7.8% untuk limbah beton 100%.

Marshall Quotien yang dihasilkan melebihi syarat dari

spesifikasi umum yaitu 250 kg/mm. Hasil stabilitas sisa untuk variasi beton mengalami penurunan setiap variasi yaitu 96,7%; 92,7% dan 91,7%; sehingga hasil yang didapatkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan yaitu >90%.

Evaluation of recycled concrete aggregate in asphalt mixtures D. El. Tahan; S. El-Badawy; M. Shetawy/ 2018 Hot Mix Asphalt

Limbah Beton Marshall

Test dan IPAS

Perbandingan yang dilakukan untuk penelitian ini adalah 100% RCA, 100% Course New RCA/100% Fine NA, 100% Old RCA, 100% Course Old RCA/100% Fine NA. Hasil penelitian yang dilakukan pada Limbah beton baru adalah berat jenis bulk yang rendah, LL yang tinggi, pH yang tinggi, dan hasil abrasi yang rendah dibandingkan dengan RCA yang tua. Kedua limbah tersebut memiliki nilai penyerapan air yang tinggi. Karakteristik Marshall yang dihasilkan penelitian ini adalah peningkatan pada nilai stabilitas, flow dan VFA, serta penurunan pada Air Voids (AV) dan VMA.

(34)
(35)

Universitas Pertamina - 16

BAB III

METODE PENELITIAN

Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dapat diandalkan keilmuannya, karena dilakukan dengan melakukan pengontrolan secara ketat terhadap variabel-variabel pengganggu di luar yang dieksperimenkan. Penelitian eksperimen dilakukan terhadap variabel yang data-datanya belum ada sehingga perlu dilakukan proses manipulasi melalui pemberian treatment/perlakukan tertentu terhadap subjek penelitian yang kemudian diamati/diukur dampaknya (data yang akan datang) atau akibat dari perlakuan yang telah dilakukan. Kegunaan dari perlakuan eksperimen adalah melakukan sesuatu terhadap seseorang/objek dan mengobservasi reaksinya dalam kondisi di mana performanya dapat diukur menggunakan standar/ukuran yang sudah dikenal.

Jumlah Sampel Penelitian

a. Campuran Tanpa Limbah Beton

Sebelum dilakukan pencampuran dengan limbah beton, perlu adanya campuran yang tidak menggunakan limbah beton. Tujuan dari pembuatan campuran tanpa limbah beton adalah untuk membandingkan dengan keadaan yang asli, yang akan berpengaruh terhadap hasil Marshall nantinya. Dengan adanya penentuan kadar aspal bertujuan untuk menentukan KAO yang akan menjadi acuan untuk pembuatan campuran yang diuji dengan durabilitas. Jumlah campuran Laston Lapis Aus tanpa Limbah Beton terdapat pada Tabel 3. 1.

Tabel 3. 1 Jumlah Campuran Laston Lapis Aus tanpa tambahan Limbah Beton Kadar Aspal Perendaman Normal Perendaman Durabilitas

5% 3 - 5,5% 3 - 6% 3 - 6,5% 3 - 7% 3 - Aspal Optimum - 3 Jumlah Sampel 15 3

Total Sampel 18 Sampel

Total sampel yang ada diuji untuk Marshall Test Campuran Laston Lapis Aus tanpa tambahan Limbah Beton dari adalah 18 sampel yang terdiri dari 15 sampel untuk menentukan aspal optimum dan 3 sampel dilakukan untuk pengujian durabilitas.

b. Campuran dengan Limbah Beton

Jumlah yang ditentukan untuk campuran Laston Lapis Aus dengan tambahan Limbah Beton sama dengan campuran tanpa limbah beton. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses perbandingan dalam perhitungan Marshall test. Tabel 3. 2 merupakan jumlah campuran laston lapis aus dengan tambahan limbah beton.

(36)

Universitas Pertamina - 17 Tabel 3. 2 Jumlah Campuran Laston Lapis Aus dengan tambahan Limbah Beton

Kadar Aspal Perendaman Normal Perendaman Durabilitas

6% 3 - 6,5% 3 - 7% 3 - 7,5% 3 - 8% 3 - Aspal Optimum - 3 Jumlah Sampel 15 3

Total Sampel 18 Sampel

Total sampel yang ada diuji untuk Marshall Test Campuran Laston Lapis Aus dengan tambahan Limbah Beton dari adalah 18 sampel yang terdiri dari 15 sampel untuk menentukan aspal optimum dan 3 sampel dilakukan untuk pengujian durabilitas.

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bahan dan Rekayasa Jalan Teknik Sipil Universitas Pertamina dan Laboratorium Mineral dan Material LIPI Serpong.

3.3.1. Kajian Kepustakaan dan Penentuan Standar

Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah menentukan standar yang digunakan pada penelitian agar penelitian yang dilakukan memiliki batasan dan mengetahui nilai-nilai yang telah ditentukan. Kajian kepustakaan dilakukan untuk mengetahui pembahasan yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terhadap hasil yang didapatkan serta mengetahui referensi teori yang termasuk ke dalam penelitian yang dilakukan.

3.3.2. Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan yang dilakukan adalah rangkaian kegiatan sebelum memulai penelitian yang akan dilakukan. Dalam tahap ini, dilakukan pengecekan terhadap alat-alat yang perlu digunakan, pengecekan agregat yang akan digunakan dan pembelian agregat serta peralatan yang dibutuhkan.

3.3.3. Pengumpulan Limbah Beton

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan limbah beton serta penghancuran limbah beton yang akan digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Penghancuran limbah beton dilakukan dengan menggunakan mesin Jaw Crusher dengan ukuran bukaan 1,0 cm di Material dan Metalurgi LIPI Serpong. Setelah limbah dihancurkan, maka dikategorikan menjadi agregat kasar dan agregat halus dengan saringan ukuran yang telah ditentukan.

3.3.4. Pengujian Terhadap Agregat dan Aspal

Pengujian yang dilakukan adalah sesuai dengan ketentuan pada divisi 6 Bina Marga terkait dengan Laston. Jenis pengujian yang dilakukan dapat dilihat pada Bagan Diagram Alir Tabel 3. 1 serta standar yang berlaku dapat dilihat pada Tabel 2. 3-Tabel 2. 5.

(37)

Universitas Pertamina - 18 a. Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar

Pemeriksaan yang dilakukan analisis ini bertujuan untuk menentukan gradasi dari agregat halus dan kasar dengan menggunakan saringan atau ayakan. Bahan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ini adalah pasir dan abu batu 500 gram untuk agregat halus serta Batu Pecah (BP) ukuran maksimal ¾” 5000 gram dan BP maksimal ½” 2500 gram.

Peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang pemeriksaan yang dilakukan adalah set saringan tes dengan ukuran 19 mm; 12,5 mm; 9,5 mm dan saringan No. 4; 8; 16; 30; 50; 100; 200. Selain dari set saringan, peralatan yang dibutuhkan adalah Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu sampai (110 ± 5)℃, timbangan dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji serta beberapa peralatan penunjang lainnya.

Hasil yang didapatkan dari pengujian ini adalah persentase lolos saringan dari masing-masing agregat. Persentase tersebut digunakan untuk menentukan berapa banyak proporsi dalam satu campuran Laston. Hasil untuk menentukan proporsi campuran dengan cara analisis dicatat pada Lampiran 1 Form Pengisian Analisis Saringan untuk Agregat Halus dan Kasar.

b. Pemeriksaan Berat Jenis dan penyerapan Agregat Kasar

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui berapa besar kadar penyerapan dan berat jenis agregat kasar dalam campuran Laston Lapis Aus. Bahan yang dibutuhkan adalah BP ukuran maksimal ¾“ dan BP maksimal ½” dengan massa masing-masing BP adalah 1000 gram. Peralatan yang dibutuhkan adalah keranjang kawat dengan ukuran 3,55 mm atau 2,36” dengan kapasitas 5000 gram, tempat penampungan air, oven dengan pengatur suhu sampai (110 ± 5)℃, timbangan dengan kapasitas 20 kg, cawan atau tempat untuk agregat kasar, saringan dengan ukuran ¾” dan ½” serta kain lap. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan ini adalah berat benda uji kering oven, berat benda uji kering permukaan jenuh (ssd) dan berat benda uji dalam air. Hasil yang didapatkan dicatat pada Lampiran 2 Lampiran Form Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar.

c. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah meneliti berapa besar kadar penyerapan yang terjadi pada agregat halus dan menghitung berat jenis dari agregat halus dalam campuran Laston. Benda uji dari pemeriksaan ini terdiri dari 500 gram pasir dan abu batu. Peralatan yang mendukung pemeriksaan ini yaitu timbangan dengan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram, Labu Elenmeyer dengan kapasitas 500 ml, Kerucut terpancung (cone), Batang penumbuk, saringan No. 4, Oven dengan suhu memanaskan sampai (110 ± 5)℃, termometer, talam serta air suling. Nilai yang didapatkan dari pemeriksaan ini adalah berat benda uji kering permukaan jenuh, berat benda uji kering oven, berat elenmeyer diisi air 25℃, serta berat elenmeyer ditambah benda uji ssd dan air 25℃. Hasil yang didapatkan dicatat pada Lampiran 2 Lampiran Form Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar.

d. Kelekatan Agregat terhadap Aspal

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui persentase luas permukaan agregat yang terselimuti aspal terhadap permukaan agregat. Bahan yang digunakan untuk pengujian ini adalah agregat yang lolos saringan 3/8” dan tertahan di saringan No. 4 (4,75 mm) serta aspal semi padat dengan Pen 60/70. Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur 600 ml, timbangan, pisau pengaduk, dan oven. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ini adalah

(38)

Universitas Pertamina - 19 hasil visual dari memperkirakan agregat terselimuti oleh aspal melebihi 95% atau tidak. Agregat dianggap diselimuti aspal jika yang didapatkan terdapat selaput tipis kecokelatan, atau bidang transparan.

e. Pemeriksaan Penetrasi Bitumen Aspal

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan penetrasi bitumen keras dengan menusukkan jarum ukuran 1 mm, beban 50 gram, setiap 5 detik sehingga hasil yang didapatkan digunakan untuk menentukan beban maksimum kendaraan yang diizinkan melalui jalan yang ditinjau. Bahan yang dibutuhkan pada pemeriksaan ini adalah aspal yang digunakan untuk pembuatan campuran laston serta air. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah penetrometer yang dapat menggerakkan pemegang jarum untuk naik turun tanpa gesekan dan dapat mengukur penetrasi hingga 0,1 mm, pemegang jarum seberat 47,5 (±0,05) gram, pemberat 50 (±0,05) gram, jarum penetrasi, cawan penetrasi dan tempat air dengan kapasitas air tidak kurang dari 350 ml. Pemeriksaan penetrasi dilakukan 3 titik dalam satu cawan penetrasi yang berisi aspal dengan jarak masing-masing titik tidak kurang dari 1 cm. Hasil yang didapatkan dicatat pada Lampiran 4 Form Hasil Pemeriksaan Aspal Pen 60/70.

Dari hasil yang didapatkan perlu dikoreksi menggunakan tabel toleransi yang diizinkan sebagai berikut:

Tabel 3. 3 Angka Toleransi pada hasil Penetrasi

Hasil Penetrasi (mm) 0-49 50-149 150-249 250-500

Toleransi (mm) 2 4 12 20

f. Pemeriksaan Daktilitas

Tujuan pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk menentukan nilai daktilitas aspal yang akan berpengaruh dalam pengikatan terhadap agregat pada campuran laston. Sifat kohesi dalam aspal juga ditentukan oleh pemeriksaan daktilitas dengan mengukur jarak dari dua cetakan berisi aspal yang ditarik sebelum putus pada suhu dan kecepatan Tarik tertentu. Bahan yang dipersiapkan untuk pengujian ini antara lain aspal padat, glyserin dan talk yang digunakan untuk melapisi cetakan daktilitas agar aspal tidak menempel. Sementara untuk peralatan yang digunakan adalah mesin uji dan cetakan daktilitas. Pengukuran daktilitas disesuaikan dengan kapasitas alat. Hasil dari panjang aspal yang ditarik dapat dicatat dalam Lampiran Form Pemeriksaan Daktilitas.

g. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar

Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui titik nyala dan titik bakar dari aspal yang akan digunakan untuk campuran. Hasil yang didapatkan dapat digunakan sebagai acuan bahaya kebakaran yang dapat timbul akibat aspal. Peralatan yang digunakan adalah cawan Cleveland, pelat pemanas, nyala api penguji, termometer, pemanas dan penyangga. Untuk bahan yang digunakan adalah aspal dengan Pen 60/70. Pemeriksaan dilakukan pada temperatur 28℃ di bawah titik nyala perkiraan sampai titik nyala muncul. Hasil yang dicatat adalah suhu di saat percikan titik nyala terlihat.

3.3.5. Mix Design Campuran

Dalam perencanaan suatu campuran, diperlukan mix design untuk memastikan campuran yang akan direncanakan sesuai dengan ketentuan dan komposisinya. Penentuan gradasi

Gambar

Gambar 2. 2 Lapisan Perkerasan Kaku  Sumber : (Sulaksono, 2012)  2.2.Material Konstruksi Perkerasan
Tabel 2. 2 Spesifikasi Campuran Lapisan  Aspal Beton
Tabel 2. 3. Standar Spesifikasi untuk Agregat Kasar tertahan saringan No. 4 atau 4,75 mm
Tabel 3. 1 Jumlah Campuran Laston Lapis Aus tanpa tambahan Limbah Beton  Kadar Aspal  Perendaman Normal   Perendaman Durabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan agregat kasar bentuk bulat mempengaruhi karakteristik marshall campuran aspal beton yaitu menyebabkan nilai stabilitas marshall semakin menurun sampai 527,86 kg, nilai

Karakteristik Marshall Pada Campuran Aspal Beton Menggunakan Daspal Modifikasi sebagai Bahan Pengikat (The Marshall Characteristic ’s On Asphalt Concrete using Daspal Modification

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus, dan filler yang digunakan dalam campuran seperti terlihat pada Tabel 5

PENGARUH LIMBAH KARET BAN SEBAGAI CAMPURAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL, PADA JENIS PERKERASAN LAPIS TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR)..

Grafik pengaruh mutu agregat limbah beton dan kadar aspal terhadap Marshall Qoutient menunjukkan nilai Marshall Quotient berturut-turut dari nilai terendah sampai tertinggi

Karakteristik Marshall dari campuran beton aspal (AC-WC) menggunakan aspal Supracoat memberikan hasil yang paling baik dari pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70..

Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik Batu Sungai Lamasi Desa Padang Kalua Kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu melalui pengujian karakteristik agregat, mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah apakah limbah beton masuk dalam spesifikasi Bina Marga Tahun 2010 Revisi 3 dan bagaimana perbandingan nilai Kadar Aspal Optimum di tiap variasi agregat