9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dukungan2.1.1 Pengertian Dukungan
Dukungan merupakan pemberian dorongan, motivasi atau semangat serta nasehat kepada orang lain yang sedang berada dalam kondisi keputusan (Chaplin, 2006). Menurut Kuntjoro (2002), dukungan adalah segala bentuk informasi verbal ataupun non verbal yang bersifat saran, bantuan yang nyata maupun tingkah laku diberikan oleh sekelompok orang yang dekat dan akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya. Dalam bentuk lain juga bisa berupa kehadiran ataupun segala sesuatu hal yang memberikan keuntungan emosional serta berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan adalah suatu bentuk usaha untuk membantu orang lain dalam mengatasi masalahnya melalui dukungan internal seperti dukungan yang bersifat saran yang nyata di berikan oleh orang yang dekat dan akrab dengan subjek dan eksternal seperti bantuan yang nyata diberikan oleh sekelompok orang di lingkungan sosialnya. 2.1.2 Konsep Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat, dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
10 Menurut Setiadi (2008), dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adapatasi keluarga dalam kehidupan. Menurut Noorkasiani dan Tamber (2009), menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu meyelesaikan masalah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi dalam siklus kehidupan seseorang. Dukungan keluarga berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan dan membantu individu dalam meyelesaikan suatu masalah.
2.1.3. Jenis Dukungan Keluarga
Jenis-jenis dukungan keluarga menurut Christine (2010) terdiri dari:
a. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan ungkapan penghargaan positif untuk individu yang bersangkutan, dorongan maju dan perbandingan positif individu dengan orang-orang lain. Contohnya dukungan ini dilakukan melalui ekspresi sambutan positif orang-orang yang berada di sekitarnya, memberikan dorongan atau pernyataan setuju
11 terhadap ide-ide dan perasaan individu. Dukungan ini juga membuat seseorang merasa berharga, kompeten, dihargai dan berarti dalam hidupnya.
b. Dukungan Nyata
Dukungan nyata merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan individu. Keluarga mencarikan solusi yang dapat membantu individu dalam melakukan kegiatan. Contohnya keluarga memberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi meminjamkan uang, memberikan makanan, atau bantuan yang lain.
c. Dukungan Informasi
Dukungan informasi merupakan pemberian nasehat, petunjuk, saran-saran, ataupun umpan balik tentang apa yang telah dikerjakan. Melalui interaksi dengan orang lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinannya dengan membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan perilaku orang lain. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Contohnya memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap.
12 d. Dukungan Emosional
Dukungan emosional merupakan ungkapan rasa empati, kepedulian, dan perhatian terhadap seseorang sehingga memberikan perasaan nyaman, ketentraman hati, dan perasaan dicintai yang membuatnya merasa lebih baik. Dukungan emosional adalah ekspresi diri, kepercayaan, perhatian dan perasaan didengarkan. Contohnya kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif, yaitu sebagai sarana pelepasan emosi dan mengurangi kecemasan, serta membuat individu merasa dihargai, diterima, dan diperhatikan (dalam Christine, 2010). 2.1.4 Manfaat Dukungan Anggota Keluarga
Menurut Setyaningrum dan Wakhid (2014) menyatakan bahwa manfaat dukungan keluarga akan menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis. Dukungan keluarga mencakup dukungan dalam hal emosional, instrumental, penghargaan atau penilaian, maupun dukungan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan subjek. Menurut Yanuasti (2001) menyatakan bahwa manfaat dukungan keluarga dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada
13 dirinya. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman.
Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa manfaat dukungan keluarga dapat melindungi individu terhadap efek negatif dari masalahnya. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Manfaat dukungan keluarga akan menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis dan berfungsi sebagai pengendali emosi dan juga dukungan yang diberikan untuk meningkatkan kepercayaan diri untuk dapat menjalani hidupnya jauh lebih baik.
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Menurut Friedman (2003), keluarga adalah sekumpulan orang-orang yang tinggal bersama dalam satu rumah yang dihubungkan satu ikatan perkawinan, hubungan darah atau tidak memiliki hubungan darah yang bertujuan mempertahankan budaya yang umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota keluarga. Menurut Duval (2013), keluarga ialah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan
14 dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga. Menurut Harnilawati (2013), keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Di keluarga seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa keluarga itu terjadi jika ada ikatan atau persekutuan (perkawinan/ kesepakatan), ada hubungan darah / adopsi, tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dalam keadaan saling ketergantungan, dan ada peran masing-masing anggota keluarga. 2.2.2 Fungsi Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga yang utama yakni untuk mengajarkan segala sesuatu sebagai persiapan anggota keluarga dalam interaksi dengan orang lain. Fungsi afektif dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
15 2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih seseorang untuk kehidupan bersosialisasi.
3. Fungsi reproduksi, merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi. Merupakan keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
6. Fungsi Perlindungan adalah memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang dihadapi.
2.2.3 Tugas-Tugas Keluarga
Menurut Effendy (2009) pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut yaitu:
a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
16 c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing d. Sosialisasi antara anggota keluarga e. Pengaturan jumlah anggota keluarga f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
2.2.4 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Friedman (2013) ada lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan antara lain:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga. Maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga dalam mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan yang dilakukan oleh keluarga
17 untuk menentukan dan memutuskan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. 3. Memberikan keperawatan kepada anggotanya yang sakit atau
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang berlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang mendukung kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. 5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) (dalam Harnilawati 2013).
2.3 Konsep Stroke
2.3.1 Pengertian Stroke
Dalam istilah medis, stroke disebut cerebrovascular
accident (CVA) yang berarti gangguan saraf akibat terganggunya
peredaran darah ke otak dalam waktu 24 jam atau lebih. (Sustrani dkk, 2003). Menurut World Health Organization (WHO, 2010) mendefinisikan stroke adalah manifestasi klinis terjadinya gangguan fungsional otak fokal, maupun global (menyeluruh) secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
18 akibat gangguan aliran darah otak. Menurut Sustrani dkk (2003), secara sederhana, stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat tergantung pada pasokan darah yang berkesinambungan, yang di alirkan oleh arteri (pembuluh nadi). Jika pasokan darah berhenti, akibat pembekuan darah atau pecahnya pembuluh darah, sedikit atau banyak akan terjadi kerusakan pada otak yang tidak tidak dapat diperbaiki (infark otak). Dampaknya adalah fungsi kontrol bagian tubuh oleh daerah otak yang terkena stroke itu akan hilang atau mengalami gangguan dan dapat mengakibatkan kematian.
2.3.2 Klasifikasi Stroke
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik adalah gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulakan infark/iskemik.Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat.Tidak terjadi perdarahan dan keadaan umumnya baik.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik terjadi perdarahan serebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan oleh
19 pecah pembuluh darah otak. Umumnya terjadi saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun, penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
2.3.3 Penyebab Stroke
Menurut Sustrani dkk, (2003). Penyebab faktor stroke di bagi menjadi dua yaitu faktor risiko tak terkendali (tak dapat diubah) dan faktor risiko terkendali (bisa di ubah).
a) Faktor Risiko Tak Terkendali
Yang termasuk dalam kelompok faktor ini adalah usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan rasa tau etnik tertentu.
1). Usia
Semakin bertambah usia Anda, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya bisa terjadi pada orang usia lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.
2). Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita
20 yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. 3). Keturunan
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke.
4). Ras dan etnik
Ada perbedaan risiko stroke di antara kelompok ras dan etnik. Kematian akibat stroke lebih banyak terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang kulit putih, karena mereka mempunyai risiko lebih tinggi menderita tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
b). Faktor Risiko Terkendali
Ada pula faktor-faktor risiko yang sebenarnya dapat dikendalikan dengan bantuan obat-obatan atau perubahan gaya hidup.
21 1). Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibadingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke teryata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.
2). Penyakit jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial
fibrillation yakni penyakit jantung dengan denyut jantung
yang tidak teratur. Selanjutnya faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang beupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tampa diduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.
3). Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50 – 60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko
22 stroke karena sekita 40% penderita diabetes pada umumnya juga mnegidap hipertensi.
4). Kadar kolestrol darah
Penelitian menunjukan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menepatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan makan yang sehat dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko stroke. Dalam kasus tertentu dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
5). Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik. Merokok adalah penyebab nayata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Pada pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak
23 (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini disebabkan kerusakan yang lebih besar pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
6). Alkohol berlebihan
Secara umum, pengingkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Konsumsi alcohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan pengumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik.
7). Obat - obatan terlarang
Penggunaan obat- obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga menyebabkan gangguan denyut jantung (arrhythmias) atau denyut jantung lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.
2.3.4 Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.Thrombus
24 umumnya terjadi karena perkembangan ateroklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat. Aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah emboli (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Stroke hemoragik
Sekitar 20% kasus stroke lainnya terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak bocor atau pecah sehingga darah mengisi ruang- ruang pada sel-sel otak serta merusak jaringan oatak disekitarnya (intracerebral hemorrhage). Ada pula pendarahan yang terjadi dalam ruangan sekitar otak (subarachnoid hemorrhage). Dampaknya paling mencelakakan, karena cairan yang mengililingi otak (cerebrospinal) akan mengalir mengililingi otak dan menyebabkan pembuluh darah di sekitarnya menjadi kejang sehingga menyumbat pasokan darah ke otak. Karena itulah,
25 kelumpuhan yang sangat luas, bahkan risiko kematian sekitar 50%. (Sustrani dkk, 2003)
2.3.5 Dampak a) Fisik
Secara fisik membuat mereka merasa terasing dari orang-orang dan mereka akan berpikir bahwa dirinya tidak berguna lagi karena hidup mereka lebih banyak bergantung pada orang lain. Perasaan-perasaan tersebut akan mulai timbul akibat keterbatasan fungsi fisik dari penderita.
b). Psikologis
Secara psikologis, penderita paska stroke memiliki perubahan dan keterbatasan dalam bergerak, berkomunikasi, dan berfikir yang nantinya akan sangat menganggu fungsi peran penderita (Hasan, 2013).
2.4 Konsep Activity of Daily Living (ADL) Pada Klien Paska Stroke 2.4.1 Pengertian Activity of Daily Living (ADL)
Activity of daily living (ADL) merupakan kegiatan
melakukan pekerjaan rutin sehari-hari dan merupakan aktifitas pokok-pokok bagi perawatan diri. Activity of daily
living (ADL) meliputi antara lain: ke toilet, makan, berpakaian,
mandi dan berpindah tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2005). Kemudian menurut Brunner dan Suddarth (2002),
26 yang harus dilakukan pasien setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa activity of
daily living (ADL) merupakan kegiatan yang dilakukan setiap
hari oleh suatu individu dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar seperti ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah tempat.
Klien paska stroke perlu hidup mandiri demi meningkatkan kualitas hidupnya. Hal-hal yang terkait dengan melatih kemandirian itu perlu juga diketahui dan dipahami. Berikut latihan kegiatan sehari-hari activity of daily living (ADL) yang diperlukan klien paska stroke (Wibisono dalam Sutrisno, 2007):
a. Memilih pakaian dan peralatan rias
Klien memilih pakaian dan peralatan rias bagi perempuan dan peralatan cukur bagi laki-laki yang diperlukan. Pastikan adanya pemindahan atau pelatihan yang benar melalui tungkai yang lumpuh.
b. Melepas pakaian
Klien harus menjaga keseimbangan saat duduk. Lengan yang lumpuh menggantung di antara kedua lutut, posisi ini biasa menghilangkan kekakuan.Tangan yang sehat menarik ke arah baju keatas kepala. Selanjutnya keluarkan
27 lengan yang sehat dari lengan baju. Tangan yang sehat menarik kearah baju dan melepaskan baju tersebut dari lengan yang lumpuh.
c. Membasuh tungkai
Klien mengambil tempat di tepi wastafel atau baskom.Tungkai yang normal diletakkan di tengah, antara kaki yang lumpuh dengan wastafel. Selanjutnya, kedua tangan menyanggah lutut yang lumpuh buntuk menyilangkan tungkai yang lumpuh pada tungkai yang normal.
d. Menggunakan celana panjang
Klien duduk pada kursi atau kursi roda.Tungkai yang lumpuh disilangkan ketungkai yang normal seperti saat membasuh tungkai yang lumpuh. Kenakan celana panjang ke tungkai yang lumpuh dengan tangan yang normal. Letakkan kembali tungkai yang lumpuh di lantai sampai tumit terletak di bawah lutut. Masukkan tungkai yang normal kedalam kaki celananya.
Menurut Purwanti dan Maliya, (2008) hal-hal lain yang biasa klien paska stroke lakukan untuk memenuhi activity of
daily living (ADL), seperti:
a. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur: berbaring terlentang, miring kesisi yang sehat, miring kesisi yang lumpuh.
28 b. Latihan gerak sendi (range of motion): latihan gerak sendi
aktif dan latihan gerak sendi pasif.
c. Latihan duduk: latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahan kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk.
Dari beberapa pernyataan di atas didukung penelitian
activity daily living (ADL) pada klien paska oleh Sari (2014),
di Poli Syaraf Rumah Sakit Abdoer Rahem Situbondo, melaporkan bahwa kemandirian pemenuhan kebutuhan
activity daily living (ADL) pada penderita paska stroke tidak
dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari secara optimal. Penderita paska stroke akan hidup ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti saat berjalan, mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, makan, disebabkan kelumpuhan sebagain atau seluruh anggota tubuh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dilakukan dengan jenis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 orang, dan sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar chek list dengan bantuan wawancara. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kemandirian aktivitas sehari-hari activity daily
29 Penelitian oleh Qamariah (2015), di rumah sakit daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh melaporkan bahwa penderita pasca stroke pada umunya akan mengalami keterbatasan anggota gerak sehingga mengakibatkan gangguan aktifitas sehari-hari. Tujuan penelitiannya mengetahui activity daily
living (ADL) pada penderita paska stroke, metode penelitian
kualitatif dengan jenis deskriptif ekploratif, tiknik pengambilan sampel accidental sampling, dengan jumlah sampel 50 responden menggunakan kuesioner indeks barthel yang terdiri dari 10 item pernyataan. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke berada pada kategori ketergantungan sedang, tingkat kemandirian dalam melakukan aktivitas makan, mandi, toileting, aktivitas berpakaian, aktivitas berjalan, aktivitas berpindah, mandiri dalam aktivitas mengontrol BAB, mandiri dalam aktivitas mengontrol BAK, aktivitas naik turun tangga, mengalami ketergantungan total dalam aktivitas membersihkan diri. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa
activity daily living (ADL) pada pasien paska stroke mengalami
30 2.4.2 Hubungan Dukungan Anggota Keluarga Sebagai Motivator dengan Activity Daily Living (ADL) Pada Klien Paska Stroke
Penelitian oleh Endriyani (2011) melaporkan bahwa hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian
activity of daily living (ADL) klien post stroke di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul, jenis penelitian kuantitatif dengan
non-eksperimen yang menggunakan metode descriptive correlational
dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 27 orang diambil dengan menggunakan accidental sampling. Indikator dalam penelitian ini dukungan keluarga diberikan antara lain dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan penilaian. Pengambilan data menggunakan kuesioner, skala datanya berupa ordinal, dengan kategori tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga yang diterima klien post stroke dalam kategori tinggi (81,5%), kemandirian activities of daily living (ADL) klien post stroke pada kategori ketergantungan sebagian (70,4%). Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian activities of daily living (ADL) klien post stroke di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.
31 Hasil penelitian oleh Rickard (2015) di rumah Sakit Pancaran Kasih Manado dengan desain deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional, dengan jumlah populasi 180 orang post stroke dengan teknik pengambilan sampel memakai purposive sampling dan mendapatkan jumlah 36 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, dukungan keluarga dan observasi kemandirian aktivitas kegiatan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 33 orang (91,7%) memberikan dukungan baik, kemudian 29 orang (80,6%) dengan kemandirian bantuan sebagian. Hasil analisis bivariate pada hubungan dukungan keluarga motivasi dengan kemandirian aktivitas kegiatan sehari-hari tidak memiliki hubungan yang bermakna sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian aktivitas sehari-hari pasien post stroke.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum dan Wakhid (2014), tentang hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien paska stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Populasi adalah penderita paska stroke di ruang fisioterapi RSUD Wilayah Kabupaten Semarang. Teknik
32 sampling yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang. Data dianalisis menggunakan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian, menunjukan dukungan keluarga dalam kategori baik sebanyak 26 responden (56,5 %). Motivasi rendah didapatkan sebanyak 17 responden (37,0 %). Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square diketahui bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan motivasi pada pasien paska stroke untuk menjalani fisioterapi di RSUD Wilayah Kabupaten Semarang korelasi yang sedang dimana semakin tinggi dukungan keluarga, semakin tinggi tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Erlina (2014) di Poliklinik Neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tinggi, menggunakan metode kuantitatif desain kolerasi, sampel penelitian berjumlah 89 responden dengan purposive sampling. Menggunakan kuisoner dukungan keluarga dan tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari. Hasil analisa data diperoleh presentase dukungan keluarga tertinggi sebesar 87,6% dan aktivitas sehari-hari dengan presentase 48,3% yaitu kategori ketergantungan ringan. Hasil uji korelasi dengan spearmen rank menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari dan korelasi yang sedang semakin tinggi dukungan
33 keluarga, semakin tinggi tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari.
Penelitian oleh Wurtiningsih (2012), menyatakan klien paska stroke dukungan keluarga dengan activity daily living (ADL) beperan sangat penting untuk membantu dalam proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien yang seringkali membutuhkan waktu yang lama, dan membutuhkan dukungan penuh keluarga. Motode penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Subyek adalah keluarga dengan pasien paska stroke di ruang saraf RSUD Dr. Kariadi, pengambilan subyek sebanyak lima orang. Teknik pengambilan data dengan cara wawancara mendalam dan dikerjakan analisis masalah. Hasil anggota keluarga mampu memberikan berbagai bentuk dukungan kepada penderita paska stroke yaitu dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental, dandukungan penghargaan. Kesimpulanya dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental dandukungan penghargaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu activity daily living (ADL) oleh Sari (2014), dan Qamariah (2015), melaporkan
activity daily living (ADL) pada klien paska stroke masih
34 dukungan keluarga sebagai motivator pada pasien paska stroke oleh Endriyani (2011), Setyanigrum dan Wakhid (2014) sebagian besar pasien paska stroke mendapatkan dukungan keluarga tinggi. Dukungan-dukungan yang diberikan oleh keluarga berupa dukungan emosional, penghargaan, nyata dan informasi. Melaporkan ada hubungan dukungan keluarga dengan teori Sarafino dalam Christine (2010). Kemudian penelitian oleh Richard (2015), tidak ada hubungan dukungan keluarga karena tidak terdapat dukungan keluarga dengan
activity daily living (ADL) diberikan oleh keluarga berupa
dukungan emosional, penghargaan, nyata dan informasi. Sehingga pasien paska stroke mendapat dukungan rendah.
35 2.5 Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen
(ADL) PadaPasienPasca Stroke
Keterangan:
= Penghubung
= Area Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
H1: Ada hubungan antara dukungan anggota keluarga dengan
activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke di Klinik Utama
Graha Medika Salatiga (nilai < 0,05).
H0: Tidak ada hubungan antara dukungan anggota keluarga dangan
activity of daily living (ADL) pada klien paska stroke di Klinik Utama
Graha Medika Salatiga (nilai > 0,05).
Activity of Daily Living (ADL)
Pada Klien Paska Stroke Dukungan Keluarga
Anggota Keluarga yang merawat