• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN. merupakan salah satu bentuk bacaan untuk anak-anak. Buku semacam ini dikatakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KESIMPULAN. merupakan salah satu bentuk bacaan untuk anak-anak. Buku semacam ini dikatakan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

214 BAB IV

KESIMPULAN

Buku cerita bergambar yang terdiri atas teks verbal dan teks visual merupakan salah satu bentuk bacaan untuk anak-anak. Buku semacam ini dikatakan unik karena bercerita dengan dua cara yaitu melalui teks verbal dan teks visual. Baik teks verbal maupun teks visual berfungsi untuk menstimulus ilusi dan menggugah kesadaran pembacanya akan fakta-fakta yang disuguhkan oleh teks. Fakta-fakta di dalam teks tersebut dapat dihubungkan dengan fakta-fakta di luar teks.

Buku cerita bergambar dengan karakter unik ini menjadi lebih unik manakala diterbitkan dalam bentuk buku dengan label ‘bilingual’, karena label ini akan memprekondisi dan mengarahkan para pembaca sasarannya untuk menemukan teks dengan Bahasa Sumber yang disandingkan dengan teks dengan bahasa sasaran yaitu bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan oleh para pembaca sasaran. Pembaca sasaran BCBB membaca dan memahami cerita dan pesan dalam buku-buku tersebut melalui tiga teks sekaligus yaitu, teks verbal dan teks visual dalam teks sumber dan melalui teks verbal hasil terjemahan para penerejemah.

Dengan alasan ini proses penerjemahan buku cerita bergambar yang disajikan dengan label ‘bilingual’ harus dilakukan dengan ekstra hati-hati apalagi bila mengingat para pembaca sasaran buku-buku ini adalah para pembaca anak-anak. Golongan pembaca ini, oleh para peneliti sastra anak dianggap memiliki kemampuan

(2)

215 dan kekayaan berbahasa yang masih terbatas serta belum banyak mengenal dunia di dalam dan di luar teks sastra. Oleh karena itu peran dan tanggung jawab penerjemah dalam proses penerjemahan menjadi krusial.

Tugas dan tanggung jawab penerjemah adalah memberi pembaca sasaran yaitu anak-anak Indonesia, pengalaman membaca yang sama dengan para pembaca TSu yaitu anak-anak Inggris. Upaya ini bermuara pada strategi penerjemahan yang dipilih oleh para penerjemah, seperti misalnya penambahan, penghapusan, pemertahanan, dan pengadaptasian. Bahkan salah satu penerjemah (RT1) menukar tempat kata-kata dalam TSa sedemikian rupa agar rima pada TSu masih tetap dapat dipertahankan dalam TSa sehingga rima tersebut dapat tetap dinikmati dan dipelajari oleh para pembaca sasaran.

Ekspektasi para penerjemah seharusnya adalah memberikan hasil terjemahan yang dapat memberikan pengalaman membaca yang sama antara pembaca sasaran TSu dan pembaca TSa. Akan tetapi tidak semua penerjemah melakukan hal yang demikian. Real Translator 1 misalnya, sering tidak konsisten terutama dalam menerjemahkan artikel dan bentuk kala dalam TSu walaupun tidak berakibat secara signifikan pada narasi teks tetapi ketidakkonsistenan penerjemahan pada dua unsur bahasa tersebut berpengaruh pada kesejajaran bentuk kalimat dalam TSu dan TSa. Real Translator 1 merupakan penerjemah yang paling sering ditemukan merubah posisi atau mengganti tanda baca. Penggunaan tanda baca pada buku cerita anak merupakan sebuah pilihan penting yang secara sadar dilakukan oleh Real Author TSu

(3)

216 berkaitan dengan kultur pembacaan buku cerita bergambar yang adakalanya dibacakan dengan menggunakan suara oleh pembaca dewasa kepada pembaca anak-anak. Pada dasarnya penggantian dan perubahan posisi tanda baca merupakan salah satu bentuk respon penerjemah akan tetapi menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian pada penerjemahan buku cerita bergambar karena penggantian dan perubahan ini akan berdampak pada cara pembacaan (dengan menggunakan suara) yang berbeda.

Dalam konteks Respon Estetik Iser, teks hasil terjemahan dari empat belas buku yang diteliti mencerminkan sambutan tiga penerjemah buku-buku tersebut. Tindak penerjemahan adalah tindak pembacaan dimana pembaca akan menggunakan repertoir dalam upayanya memahami teks. Demikian pula yang terjadi pada para penerjemah. Mereka menggunakan repertoir saat tindak penerjemahan berlangsung. Repertoir para penerjemah buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ yang paling menonjol adalah teks verbal dan teks visual dalam teks sumber disamping para pembaca sasaran buku-buku tersebut. Repertoir tersebut yang memandu mereka dalam memahami, menginterpretasi, menganalisis teks sumber dan mencari serta memutuskan terjemahan yang baik bagi pembaca sasaran mereka.

Bagaimana penerjemah menggunakan teks verbal TSu sebagai patokan untuk menerjamahkan dapat dilihat dari hasil terjemahan RT2. Buku-buku yang harus diterjemahkan oleh Real Translator 2 kebetulan banyak mengandung onomatop. Tetapi cara RT2 merespon onomatope dalam TSu bukan merupakan contoh yang baik

(4)

217 untuk tindak penerjemahan. Onomatope dalam buku Augustus and His Smile, Fidgety Fish and Friends, Quiet! merupakan contoh kongkrit bagaimana RT2 merespon onomatop tersebut. Onomatop plop dalam buku AHS diterjemahkan secara tidak tepat tidak hanya dalam segi makna tetapi juga dari segi konvensi penulisannya dalam onomatop Indonesia. Tidak hanya itu, RT2 bahkan mengganti bentuk onomatop puff dan huff menjadi bentuk kata verba sehingga terjadi ketidak sejajaran bentuk pada dua onomatope tersebut. Dalam buku Q! onomatop yang dituliskan secara eksperimental dalam bentuk verba –ing oleh Real Author TSu (oooohing dan aaaahing) oleh penerjemah tetap ditulis sebagai onomatop (‘ooooh’ dan ‘aaaaah’). Dengan begitu, terlihat bahwa onomatop tersebut tidak diterjemahkan menjadi bentuk yang sejajar dalam TSa. Padahal tidak ada kesulitan bagi RT2 menerjemahkan onomatop tersebut menjadi ‘beroooohh’ dan ‘beraaaahh’ misalnya. Contoh respon demikian mencerminkan keengganan penerjemah untuk mencari kesejajaran bentuk dalam TSa. Respon atas TVb dalam TSu yang dilakukan oleh RT3 merupakan respon yang dapat dikatakan paling ideal diantara tiga penerjemah. Aliterasi dan rima pada buku-buku yang diterjemahkan oleh RT3 diupayakan untuk dapat dipertahankan dalam TSa. Aliterasi dan rima yang sama sebagaimana terdapat dalam TVb TSu dan TVb TSa memberi kesempatan pada para Real Reader TSa untuk mengetahui bahwa isi cerita dan pesan dapat disampaikan dengan cara yang indah. Dua unsur bahasa tersebut di atas, apabila dapat dipertahankan oleh penerjemah, sebagaimana yang

(5)

218 dilakukan oleh RT3, akan memperkaya khasanah dan pengetahuan berbahasa pada RR TSa.

Lebih lanjut, repertoir penerjemah buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ di satu sisi sampai batas tertentu sama dengan pembaca teks sastra pada umumnya, tetapi di lain sisi berbeda secara signifikan. Repertoir penerjemah buku-buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ semacam ini menggunakan teks sumber sebagai salah satu repertoirnya dimana teks sumber terdiri dari teks verbal dan teks visual. Repertoir lain yang berbeda dengan pembaca teks sastra secara umum adalah para pembaca teks sasaran. Pembaca sasaran BCBB dalam penelitian disertasi ini adalah pembaca anak-anak Indonesia. Para pembaca ini pun berbeda secara kultural dari pembaca sasaran TSu sehingga selama proses penerjemahan berlangsung para penerjemah kemudian mempertimbangkan keberadaan, kemampuan, dan kebutuhan pembaca anak-anak Indonesia ini.

Penerjemahan yang dilakukan oleh tiga penerjemah ini melibatkan tindak penciptaan teks yang baru, walaupun teks tersebut tidak benar-benar baru. Suatu kebenaran umum yang berlaku dalam sebuah tindak penerjemahan adalah bahwa hasil terjemahan tidak pernah sama antara satu penerjemah dengan penerjemah yang lainnya. Bahkan penerjemah yang sama menerjemahkan teks yang sama dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Munculnya hasil terjemahan yang berbeda dapat dibuktikan dengan terciptanya alternatif-alternatif hasil terjemahan. Semua teks BCBB yang diterjemahkan oleh tiga penerjemah memunculkan alternatif-alternatif

(6)

219 tersebut. Alternatif-alternatif terjemahan terutama dapat dilihat dengan cara mengkaji dan membandingkan TVb dalam TSu dan TSa.

Penentuan dan pemilihan atas hasil akhir suatu tindak penerjemahan bukan sesuatu yang bersifat arbitrer tetapi dia dipandu oleh repertoir penerjemah dan kepentingan atau tujuan terjemahan itu sendiri. Para pembaca anak-anak Indonesia dan label ‘bilingual’ merupakan salah satu pedoman dan tujuan saat menentukan dan memilih hasil akhir terjemahan. Secara umum pembaca anak-anak dapat dikategorikan sebagai pembaca yang belum memiliki kekayaan pengetahuan kebahasaan dan pengalaman mengenai dunia nyata. Interaksi dan komunikasi dengan buku cerita anak-anak seperti buku cerita bergambar yang diberi label ‘bilingual’ merupakan ruang untuk mereka mengakomodasi dan mengasimilasi pengetahuan kebahasaan dan pengalaman dengan dunia di dalam dan di luar teks. Kondisi umum para pembaca sasaran Indonesia ini menjadi salah satu repertoir tiga penerjemah dalam penelitian ini. Pemahaman atas para Real Reader TSa ini memberi pedoman bagaimana penerjemah merespon TSu.

Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, terdapat hal lain yang perlu mendapat perhatian, yakni munculnya alternatif terjemahan. Alternatif-alternatif hasil terjemahan merupakan cermin dari hasil terjemahan yang berbeda. Namun demikian terjadinya perbedaan dalam penerjemahan tersebut tidak dapat dianggap sebagai sebuah kesalahan melainkan disebabkan oleh perbedaan persepsi penerjemah dalam menangkap fenomena kultural dan kebahasaan, salah satunya yaitu cara beroperasi

(7)

220 sistem kebahasaan dalam teks verbal dan keberadaan teks visual TSu. Perbedaan ini justru mencerminkan pemahaman dan respon penerjemah atas norma dan kultur penerjemahan secara umum dan penerjemahan buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ secara kusus. Alasan lain atas munculnya perbedaan hasil terjemahan adalah karena makna leksikon yang berbeda antara TSu dan TSa sehingga menghasilkan alternatif-alternatif terjemahan.

Dalam teori Respon Estetik Iser pemahaman pembaca tidak dimaknai dalam oposisi biner salah dan benar tetapi merupakan sebuah kekayaan dalam memahami dan menginterpretasi suatu teks. Dalam kerangka teori terjemahan, hasil terjemahan tidak dinilai atas benar dan tidaknya hasil terjemahan tetapi dilihat sebagai baik dan tidak baik.

Sebuah teks selalu menawarkan ruang-ruang kosong (hollow section) yang memungkinkan bagi pembacanya untuk diisi. Pengisian pada ruang-ruang ini dilakukan dengan cara mengambil informasi yang tersedia dalam memori seorang pembaca yang berupa simpanan pengalaman dan pengetahuan, termasuk pengetahuan kebahasaan dan pengetahuan pembaca terhadap repertoir. Pengetahuan pada cara beroperasi bahasa sumber dan bahasa sasaran merupakan salah satu contoh. Perlakuan RT1 pada tanda baca (merubah tampat, mengganti, atau menghilangkan); perlakuan RT2 pada onomatope; dan upaya RT3 mempertahankan rima dan aliterasi adalah contoh lainnya.

(8)

221 Pengisian ruang kosong oleh para penerjemah buku cerita bergambar ‘bilingual’ tidak sama dengan pengisian ruang kosong pada teks sastra untuk pembaca dewasa karena karakteristik buku cerita bergambar itu sendiri berbeda secara signifikan dari novel dewasa. Teks verbal dan teks visual dalam buku cerita bergambar memberi batasan untuk tidak mengisi ruang-ruang kosong dalam teks secara sembarang. Penerjemah buku-buku cerita bergambar yang diberi label ‘bilingual’ mengisi ruang-ruang kosong dalam teks verbal melalui pemahamannya tentang teks visual dan sebaliknya mengisi pemahamannya atas teks visual dengan pengetahuannya atas teks verbal dalam TSu.

Pengisian ruang-ruang kosong oleh retensi penerjemah tersebut di atas memungkinkan imajinasi seorang pembaca bergerak dan persepktif pembacaannya berubah ubah dan menjadi kaya. Akan tetapi penerjemah buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ tidak dapat secara bebas mengisi ruang-ruang kosong dalam teks karena teks hasil terjemahannya dibatasi oleh teks verbal dan teks visual dalam teks sumber. Selain itu ekspektasi penerjemah BCBB mau tidak mau harus disesuaikan dengan ekspektasi pembaca sasaran buku-bukunya yang melihat buku yang diberi label ‘bilingual’ sebagai buku dengan dua teks didalamnya: teks sumber berbahasa Inggris dan teks sasaran yang berbahasa Indonesia.

Kajian atas terjemahan buku cerita bergambar yang diberi label ‘bilingual’ dengan menggunakan teori respon estetik Iser merupakan hal baru. Penelitian dalam disertasi ini membuktikan bahwa teori Respon Estetik Iser dapat digunakan untuk

(9)

222 membedah buku cerita bergambar yang diberi label ‘bilingual’ terutama dengan eksplorasi lebih jauh tentang repertoir para penerjemah buku semacam ini. Objek kajian berupa buku cerita bergambar masih belum banyak digunakan dalam penelitian-penelitian sastra anak di Indonesia. Penelitian yang menggunakan teori respon estetik Iser atas hasil terjemahan buku cerita bergambar yang diberi label ‘bilingual’ belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu dikemudian hari masih banyak yang dapat dilakukan oleh para peneliti sastra anak untuk melakukan penelitian dengan objek buku cerita bergambar ‘bilingual’ dengan memfokuskan kajiannya pada aspek lain dalam BCBB. Aspek semiotika dan semantis teks verbal dan teks visual BCBB misalnya merupakan topik penelitian yang dapat dikembangkan dikemudian hari.

Objek penelitian disertasi ini mengambil sampel empat belas buku dari tiga penerjemah yang bekerja untuk satu penerbit di Indonesia. Bila kajian diperluas sampai dengan dua atau tiga penerbit lagi dengan penerjemah yang berbeda-beda maka akan menghasilkan pemahaman atas penggunaan teori respon estetik Iser untuk kajian terjemahan buku cerita bergambar berlabel ‘bilingual’ menjadi lebih komprehensif.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya masyarakat pengguna yang pengetahuannya kurang cenderung tidak memikirkan resiko yang muncul, Mereka lebih suka menpu diri dengan menganggap bahwa pemanfaatan

Menimbang bahwa dengan mengingat gugatan cerai Penggugat dikabulkan, maka untuk memenuhi ketentuan / perintah pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, maka Majelis

Kabupaten Samosir, salah satu kabupaten di Kawasan Danau Toba dinilai sebagai asal- muasal dari semua ethnis Batak se-dunia yang memiliki kearifan lokal dengan

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

Sudah barang tentu hisbah dilakukan dengan prinsip suka sama suka, bersifat sugesti dan introspeksi, sehingga klien menyadari betul manfaat perbuatan ma'ruf dan

Pembuatan emulsi minyak ikan lemuru terdiri dari 4 tahap, yaitu persiapan bahan baku, proses pemisahan minyak ikan dengan metode rendering kering, proses pemurnian minyak

Untuk peneliti yang berminat untuk mengkaji dan menelaah secara lebih luas dan mendalam mengenai masalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini, sebaiknya dapat

Di samping bertujuan untuk menyelamatkan bahasa Besemah dari kepunahan, penulisan buku ini dimaksud- kan juga untuk membantu pelaksanaan politik bahasa