• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL READING: GANGGUAN GEJALA SOMATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL READING: GANGGUAN GEJALA SOMATIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa

Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ

Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

H2A012001

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN JUDUL JURNAL :

GANGGUAN GEJALA SOMATIK

Disusun Oleh :

Shinta Dewi Wulandari H2A012001

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

Diperiksa dan Disetujui Oleh :

________________________________________ dr. Rihadini, Sp.KJ

Tanggal : Juni 2017

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo

(3)

Gangguan Gejala Somatik

Dengan dihasilkannya Diagnostic and Statistical Manual Disorders edisi ke-5 (DSM-5), kategori diagnosis yang sebelumnya dikenal sebagai gangguan somatoform sekarang disebut gangguan gejala somatik dan yang terkait. Revisi ini ditujukan untuk meningkatkan relevansi di taraf pelayanan primer. Kriteria utama pada gangguan ini adalah keluhan pasien dengan gejala fisik yang dianggap bukan penyakit psikiatri. Dokter umum sering kali menerima pasien yang memiliki gejala yang sebenarnya tidak memiliki penyebab biologis. Pasien dengan gangguan gejala somatik juga sering dilakukan pemeriksaan yang tidak perlu. Oleh karena itu, penegakkan diagnosis yang akurat sangat dibutuhkan. Alat skrining bermanfaat untuk menentukan adanya gangguan gejala somatik. Hal ini penting bagi dokter sehingga dapat menjadwalkan konseling, membangun hubungan terapeutik yang kuat, mengenali dan menegakkan diagnosis pada pasien, dan membatasi tes diagnostik atau rujukan ke dokter spesialis. Terapi yang sudah terbukti dapat mangatasi gangguan gejala somatik antara lain cognitive behaviour therapy, mindfullness based therapy, dan farmakoterapi. Penggunaan selective selective serotonin reuptake inhibitors atau antidepresan trisiklik efektif digunakan dalam meredakan gejala. Rujukan ke spesialis kesehatan jiwa diperlukan ketika penatalaksanaan oleh dokter umum tidak efektif.

Somatisasi muncul apabila stres psikis atau emosional bermanifestasi dalam bentuk gejala fisik yang secara medis tidak dapat dijelaskan. Pasien dengan gejala fisik multipel persisten yang nampaknya tidak memiliki penyebab biologis yang mendasari sering kali ditemukan di pelayanan kesehatan primer.

Dalam DSM-5, nomenklatur untuk kategori diagnostik yang sebelumnya dikenal sebagai gangguan somatoform diubah menjadi gangguan gejala somatik dan yang terkait. Tujuan perubahan ini adalah unutuk mendefinisikan gejala tersebut dengan lebih baik sehingga lebih relevan di taraf pelayanan kesehatan primer.

Gangguan gejala somatik bisa jadi tidak lebih lemah dari gangguan fisik. Pasien yang mengalami somatisasi dan dokternya tidak menyangka ada gangguan biologis dapat terpapar bahaya dari pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tidak perlu. Sebagian dokter mendapati pasien dengan gangguan gejala somatik dalam keadaan frustrasi. Dokter bisa saja beranggapan pasien tersebut mengalami gangguan fisik, sementara yang lain dapat menuduh pasien mengada-ada gejalanya. Ulasan ini menyediakan saran praktis dalam meningkatkan pengelolaan terhadap pasien-pasien

(4)

tersebut. Epidemiologi

Prevalensi gangguan gejala somatik pada populasi umum diperkirakan 5-7% sehingga membuat gangguan tersebut salah satu dari keluhan utama di pelayanan kesehatan primer. Diperkirakan 20-25% pasien dengan gejala somatik akut berkembang menjadi penyakit somatik kronis. Gangguan tersebut dapat dimulai pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa. Wanita lebih cenderung mengalami gangguan gejala somatik lebih sering dari pada pria dengan perbandingan wanita dan pria 10:1. Etiologi

Gejala somatik dapat disebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap sensasi tubuh tertentu, dikombinasikan dengan kecenderungan untuk mengartikan sensasi tersebut sebagai tanda suatu penyakit medis. Etiologi gangguan gejala somatik masih belum jelas. Namun, penelitian telah menemukan faktor risiko gejala somatik kronis dan berat, antara lain kurang kasih saying pada masa kecil, kekerasan seksual, pola hidup berantakan, dan riwayat penggunaan alkohol serta penyalahgunaan zat. Selain itu, gangguan gejala somatik diketahui berkaitan dengan gangguan kepribadian.

Stres psikososial dan budaya mempengaruhi bagaimana keluhan pasien kepada dokter. Sebagai contoh, penelitian di pelayanan kesehatan primer menemukan rerata yang lebih tinggi pengangguran dan gangguan fungsi pekerjaan pada pasien somatisasi dibanding pasien nonsomatisasi (29% : 15%, and 55% : 14% secara berurutan). Pasien juga dapat mengalami gejala fisik jika gejala psikiatri dicela seperti pada beberapa budaya.

(5)

Diagnosis

Gangguan gejala somatik memunculkan permasalahan untuk dokter dan pasien karena gangguan tersebut membuat pasien terpapar risiko dari pemeriksaan dan penatalaksanaan yang tidak perlu. Keluhan utama dari gangguan ini adalah keluhan pasien terhadap gejala fisik yang dipercaya bukan merupakan gangguan psikiatri. Keluhan tersebut dapat bermanifestasi menjadi satu atau lebih gejala somatik yang menghasilkan pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan terkait gejala tersebut sehingga mengganggu atau menghasilkan distraksi yang bermakna dalam kehidupan

(6)

sehari-hari. Salah satu kriteria di bawah ini juga harus muncul: pikiran berlebih mengenai seriusnya gejala yang dialami, tingkat kecemasan yang tinggi, energi berlebihan yang dihabiskan terkait gejala keluhannya. Meskipun gejala somatik tidak selalu harus muncul secara terus menerus, gejala harus persisten (muncul selama lebih dari enam bulan). Dua kata kunci kondisi ini pada DSM-5 adalah “nyeri yang predominan” dan “persisten”. Gangguan ini dapat bersifat ringan, sedang, atau berat. Karakteristik subkelas gangguan gejala somatik dideskripsikan pada tabel 2.

Diagnosis Banding

Diagnosis di bawah ini dapat dipertimbangkan pada pasien yang dicurigai menderita gangguan gejala somatik karena gejala yang muncul dapat menjadi petunjuk gangguan kesehatan jiwa lainnya seperti: depresi, gangguan panik, gangguan kecemasan umum, penyalahgunaan zat, sindrom dari etiologi yang belum

(7)

jelas (seperti sindrom nyeri nonkeganasan, sindrom kelelahan kronis), dan kondisi medis nonpsikiatrik.

Skrining

Patient Health Questionaire-5 (tabel A) merupakan instrumen skrining yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi gangguan gejala somatik secara umum. Namun, telah dikembangkan Somatic Symtom Scale-8 (tabel 3) yang dapat mengukur beban gejala somatik. Sebuah penelitian yang mengukur reliabilitas dan validitas instrumen tersebut menyimpulkan bahwa Somatic Symtom Scale-8 cukup reliable dan menghasilkan pengukuran yang valid dari beban gejala somatik. Instrumen ini divalidasi dengan menggunakan sampe acak yang representatif, melibatkan 2510 orang berusia 14 tahun lebih dengan reliabilitas yang baik. Karena ketumpangtindihan antara gejala depresi dan kecemasan, direkomendasikan bahwa dokter mampu mengenali komorbiditas ini dengan baik. Perlu digarisbawahi bahwa meskipun instrumen skrining berguna sebagai langkah pertama proses penegakkan

(8)

diagnosis, kriteria DSM-5 harus terpenuhi untuk mendiagnosis gangguan gejala somatik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan gejala somatik memerlukan berbagai pendekatan kepada pasien secara individual. Untuk menentukan rencana penatalaksaanaan, dokter harus ingat bahwa faktor psikologis, sosial, badaya dapat mempengaruhi munculnya gejala somatik.

(9)

Prinsip penatalaksanaan umum untuk dokter antara lan menjadwalkan kunjungan rutin berjarak singkat supaya dapat menciptakan suatu kesepakatan, memabangun hubungan kolaboratif-terapeutik dengan pasien, mengenali dan menegakkan diagnosis setelah dipastikan pasien tidak mengidap penyakit medis dan psikiatri lainnya, membatasi pemeriksaan diagnostik, meyakinkan pasien bahwa keluhannya bukan merupakan penyakit medis yang serius, mengedukasi pasien bagaimana mengatasi gejala fisik, menyusun tujuan penatalaksanaan dengan fokus pada peningkatan fungsional daripada pengobatan, dan merujuk pasien kepada spesialis kesehatan jiwa bila diperlukan. Pendekatan penatalaksanaan CARE MD (consultation/cognitive behavior therapy, asesmen, kunjungan rutin, empati, tatap muka medis/psikiatri, dan do no harm) dikembangkan untuk membantu dokter bekerja lebih efektif mengelola pasien dengan gangguan gejala somatik (Tabel 4). Terapi yang diberikan oleh dokter spesialis antara lain cognitive behavior therapy dan mindfulness based therapy (tabel 5).

Farmakoterapi

Medikasi yang digunakan untk mengobati gangguan gejala somatik antara lain antidepresan, antiepilepsi, antipsikotik, dan peroduk suplemen lainnya. Efektivitas obat tersebut sangat terbatas.

Systematic review terhadap uji coba terkontrol mendukung penggunaan antidepresan untuk mengobati gangguan gejala somatik. Pada suatu metaanalisis menggunakan 94 penelitian, antidepresan memberikan manfaat lebih dengan pengobatan sebanyak tiga kali. Antidepresan trisiklik memiliki keberhasilan bermakna dan berhubungan dengan efektivitas yang lebih besar daripada selective serotonin reuptake inhibitors. Amitriptylin merupakan jenis obat trisiklik yang paling banyak diteliti dan memberikan manfaat terhadap minimal salah satu dari keluhan: nyeri, kekakuan pada pagi hari, perbaikan secara umum, tidur, kelelahan, tender point score (berdasarkan jumlah dan keparahan tender points), dan gejala fungsional. Dari semua serotonin reuptake inhibitor yang telah diteliti, fluoxetine memberikan manfaat terhadap nyeri,

(10)

tatus fungsional, keadaan umum, tidur, kekakuan pada pagi hari, dan tender points. Terdapat sedikit dukungan dalam penggunaan monoamine oxidase inhibitor, brupopion, antiepilepsi, atau antipsikotik pada pengobatan gangguan gejala somatik. Pengobatan tersebut memiliki efek yang berkebalikan yang bermakna dan sebaiknya dihindari.

Dua uji coba terkontrol acak, double blind, plasebo meneliti efektivitas dan keamanan St.John wort untuk pengobatan gangguan gejala somatik. Kedua peneltitian tersebut menunjukkan St.John wort mengunggulkan plasebo karena plasebo dapat ditoleransi dan aman.

(11)

Prognosis

Gangguan gejala somatik secara umum berlangsung kronis dengan gejala kambuh-kambuhan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien bisa sembuh. Riwayat alamiah dari gangguan ini memperkirakan hampir 50-70% pasien dengan gejala medis yang tidak dapat dijelaskan menunjukkan peningkatan dimana terdapat

(12)

10-30% penyimpangan. Indikator prognosisnya baik yaitu gejala fisik lebih sedikit dan pada dasarnya masih dapat berfungsi. Sebuah hubungan yang kuat dan positif antara dokter dan pasien penting dan harus dibarengi dengan kunjungan rutin dan suportif, menghindari bujukan untuk mengobati atau pemeriksaan apabila intervensi tersebut tidak diperlukan secara jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan non formal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemahiran menulis cerpen dengan menggunakan media gambar berseri siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bintan Tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah, (1) mengidentifikasi peran perempuan dalam rangka pemenuhan pangan dari aspek ketersediaan, keterjangkauan, kemerataan, dan

Pelaksanaan penugasan audit sering terjadi benturan-benturan yang dapat mempengaruhi independensi akuntan publik dimana klien sebagai pemberi kerja berusaha

Persentase penyebab utama perceraian karena terus menerus berselisih per kabupaten/kota. Variabel ini diukur ber-dasarkan rasio jumlah perceraian karena politis,

Berdasarkan definisi linguistik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna kata dan makna kalimat serta sebagai

Teman-teman seperjuangan jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang angkatan 2009 dan s ahabatku tersayang terutama (Dwi, Vida, Masnia,

Guru meminta semua peserta didik untuk menutup ungkapan Arab, lalu meminta beberapa orang peserta didik satu per satu, untuk membaca gambar secara berurutan, tanpa