• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patologi Dan Gejala Klinis Dari Mycobacterium Leprae (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Patologi Dan Gejala Klinis Dari Mycobacterium Leprae (3)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS DARI

Mycobacterium leprae

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga penyakit Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan bakteri M.leprae yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874.

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa

dari saluran pernapasan atas. Lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata.

Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak.

Adapun patologi dan gejala klinis dari M. Leprae yaitu :

A. Patologi

Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.

Dua pintu keluar dari M. Leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. Leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.

Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schaffer pada 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri.

(2)

2 Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Pintu masuk dari M. Leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan mcdougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

B. Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Berdasarkan gejala klinisnya, terdapat beberapa tipe dari penyakit kusta, yaitu: 1. Menurut International Congress of Leprosy di Madrid pada tahun 1953, terdapat empat

bentuk atau tipe dari infeksi M.leprae, yaitu: a) Indeterminate (I)

b) Tuberkuloid (T)

c) Boderline-Dimorphous (B)

d) Lepromatosa (L)

2. Menurut Klasifikasi Ridley dan Jopling pada tahun 1966, membagi bentuk klinis penyakit lepra sebagai berikut:

a) Tuberculoid (TT) type

Gejalanya berupa adanya lesi berupa bercak makuloanestetik dan hipopigmentasi yang terdapat di semua tempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali ketiak, kulit kepala (scalp), perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit disekitarnya. Hipopigmentasi merupakan gejala yang menonjol. Lesi dapat mengalami penyembuhan spontan atau dengan pengobatan selama tiga tahun. Gejala neurologis tampak

(3)

3 pada stadium dini berupa anestetik, pembengkakan saraf dan paralis terutama mengenai n.auricularis magnus, n.peroneus superficialis, dan n.unaris.

b) Borderline tuberculoid (BT) type

Gejala pad lepra tipe tersebut sama dengan pada tipe tuberkuloid, tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai adanya kerontokan rambut, dan perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan.

c) Borderline borderline (BB) type

Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai adanya adenopathi regional.

d) Borderline lepromatous (BL) type

Lesi pada tipe tersebut berupa macula dan nodul papula yang cenderung asimetris. Kelainan syaraf timbul pada stadium lanjut. Tidak terdapat gambaran seperti yang terjadi pada tipe lepromatus yaitu tidak disertai madarosis, keratitis, ulserasi, maupun facies leonine.

e) Lepromatus leprosy (LL) type

Gejala penyakit adalah lesi menyebar simetris, mengkilap, berwarna keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada produksi kelenjar keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi madarosis (alis rontok) dan wajah seperti singa, muka berbenjol-benjol (facies leonine).

3. Klasifikasi gejala klinis kusta berdasarkan WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) adalah:

a) Pausibasilar (PB)

Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat. Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh

(4)

4 rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini tidak menular.

b) Multibasilar (MB)

Kusta tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah menular.

Lesi pada paha

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut yaitu:

 Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia.

 Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.

 Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus.

 Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.  Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit.  Alis rambut rontok.

 Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa).

Gejala Umum Kusta/Lepra

Gejala-gejala umum pada kusta / lepra, reaksi :

 Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.  Noreksia.

 Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.  Cephalgia.

(5)

5  Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

 Kadang-kadang disertai dengan nephorsi, nepritis dan hepatospleeno-megali  Neuritis.

Bakteri Mycobacterium leprae merupakan bakteri penyebab lepra yang

berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita. Setelah basil M. Leprae masuk kedalam tubuh, bergantung pada kerentanan orang tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika rentan setelah masa tunasnya dilampaui akan timbul gejala penyakitnya. Untuk selanjutnya tipe apa yang akan terjadi pada derita C.M.I (Cellmediated Immunity) penderita terhadap M. Leprae yang Intraseluler Obligat itu, kalau C.M.I tinggi kearah Lepromatosa, agar proses selanjunya lebih jelas.

Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitar atau cacat tubuh orang awampun dengan mudah dapat menduga kearah penyakit kusta. Yang penting bagi kita sebagai dokter dan ahli kesehatan lainnya, bahkan barang kali para ahli kecantikan, adalah dapat mendiagnosis, setidaknya menduga kearah penyakit kusta terutama bagi kelainan kulit yang masih berupa makula yang hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan eritematosa.

Kelainan kulit yang tanpa komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya berbentuk Makula saja, Infiltrat saja, atau keduanya. Harus berhati-hati dan buatlah diagnosis banding dengan banyak pennyakit kulit lainnya yang hampir menyerupainya. Sebab penyakit kusta ini mendapat julukan The Greatest Immitator pada ilmu penyakit kulit. Penyakit kulit lain yang harus diperhatikan sebagai diagnosis banding antara lain adalah : Dermatofitosis, Tinea, versikolor, Pitiriasisrosea, Pitiriasisalba, dermatitis seboroika, Granuloma Anulare, Xantomatosis, Skleroderma, Leukomia Kutis, Tuberkolosis Kutis Verukosa, dan birthmark. Reaksi kusta adalah interupsi dangan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi imun itu dapat menguntungkan, tetapi dapat pula merugikan yang disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong didalamnya.

Gejala klinis reaksi reversal ialah penambahan atau perluasan lesi yang ada, tetapi bukan modus, tanpa atau dengan gejala neuritis dari yang ringan sampai yang berat. Gejala neoriris ini penting diperhatikan, oleh karena sangat menentukan pemberian pengobatan dengan korpis teroid, perlu tidaknya,serta dosisnya, sebab tanpa gejala neuritis tidak perlu pengobatan dengan kortikosteroid.

(6)

6

PEMBAHASAN

Pertanyaan

KELOMPOK A

1. Bagaimana cara kuman M. Leprae masuk melalui kulit dan bagaimana proses timbulnya nodul-nodul pada kulit penderita?

2. Pada gejala penyakit kusta, patch yang tumbuh tidak menimbulkan rasa sakit (mati rasa), tetapi kenapa bisa menimbulkan rasa geli, apakah rasa geli tersebut timbul di bagian tubuh yang lain atau pada daerah patch tersebut saja?

KELOMPOK C

1. Faktor apa yang menyebabkan kehilangan rasa atau mati rasa pada kaki dan tangan, keluarnya cairan dari hidung dan tersumbatnya hidung?

2. Apa perbedaan masuknya M. Leprae melalui deskuamosa kulit dengan keratin superfisial kulit?

KELOMPOK D

1. Berdasarkan klinisnya, leprae itu memiliki 3 tipe (pernah baca). Bagaimana cara membedakan gejala klinisnya tiap-tiap tipe sehingga bisa dibedakan antar tipe?

2. Seperti yang telah disampaikan bahwa M. Leprae menyebabkan infeksi pada testis dan keluarnya air dengan atau tanpa darah pada hidung. Bagaimana jalur atau proses hingga terjadinya infeksi pada testis dan apa yang menyebabkan darah keluar dari hidung, itu disebabkan adanya iritasi atau apa?

(7)

7

Jawaban

Kelompok A

1. a. Cara kuman M. Leprae masuk melalui kulit ialah dengan cara kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

b. Proses timbulnya nodul-nodul pada kulit penderita ialah diawali dengan adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia. Kemudian pada bercak putih ini awalnya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak. Hal ini menyebabkan Kelenjar keringat kurang bekerja, sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat. Kemudian ini diikuti dengan timbulnya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit.

2. Rasa geli tersebut merupakan respon atau gejala awal dari tubuh setelah M.leprae menyerang saraf perifer yang merupakan bagian dari saraf tepi. Rasa geli ini juga disertai dengan rasa kebas seperti ditusuk-tusuk pada jari kaki atau jari tangan yang kemudian dapat menyebar pada kaki dan tangan. Apabila M.leprae telah luas dan melebar menyerang saraf tepi, maka dapat menyebabkan pelebaran syaraf . Pelebaran atau penebalan saraf tepi ini menyebabkan kerusakan saraf yang dilanjutkan dengan terjadinya gangguan fungsi saraf sensori yaitu mati rasa.

Kelompok C

1. a. Faktor yang menyebabkan kehilangan rasa atau mati rasa pada kaki dan tangan ialah karena bakteri M.leprae menyerang saraf tepi, yang menyebabkan adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. Pelebaran atau penebalan saraf tepi ini menyebabkan kerusakan syaraf hingga peradangan kronis syaraf tepi (neuritis perifer). Kerusakan syaraf ini menyebabkan gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa : 1) Gangguan fungsi sensori : mati rasa

2) Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise) 3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak.

Oleh karena itu, keadaan mati rasa pada tangan dan kaki disebabkan oleh adanya gangguan fungsi syaraf sensori pada anggota gerak tersebut.

(8)

8 b. Keluarnya cairan dari hidung dan tersumbatnya hidung disebabkan karena bakteri M.leprae masuk melalui saluran pernafasan yaitu mukosa hidung, cairan tersebut keluar dari hidung sebagai respon tubuh akibat infeksi dari bakteri M.leprae. Kemudian cairan tersebut mengering yang disebut dengan krusta. Krusta inilah yang menyebabkan tersumbatnya jalan napas dan dapat terjadi epistaksis.

2. Perbedaan masuknya M. Leprae melalui deskuamosa kulit dengan keratin seperfisial kulit ialah jika M.leprae masuk melalui deskuamosa kulit menimbulkan pelepasan elemen epitel terutama kulit dalam bentuk sisik atau lembaran halus.

Sedangkan jika M.leprae masuk melalui keratin superficial kulit menyebabkan terbentuknya keratin yang keras (stratum korneum) pada lapisan luar dari kulit dan menyebabkan struktur jaringan menjadi keras. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk(keratin).

Kelompok D

1. Berdasarkan klinisnya, leprae bukan memiliki 3 tipe sesuai yang pernah anda baca. Namun terdapat beberapa versi. Menurut Klasifikasi Internasional Madrid (1953), terdapat 4 tipe, yaitu: a) Indeterminate (I)

b) Tuberkuloid (T)

c) Boderline-Dimorphous (B) d) Lepromatosa (L)

Sedangkan menurut Klasifikasi Ridley dan Jopling pada tahun 1966, membagi bentuk klinis penyakit lepra sebagai berikut:

a) Tuberculoid (TT) type

Gejalanya berupa adanya lesi berupa bercak makuloanestetik dan hipopigmentasi yang terdapat di semua tempat terutama pada wajah dan lengan, kecuali ketiak, kulit kepala (scalp), perineum dan selangkangan. Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit disekitarnya. Hipopigmentasi merupakan gejala yang menonjol. Lesi dapat mengalami penyembuhan spontan atau dengan pengobatan selama tiga tahun. Gejala neurologis tampak pada stadium

(9)

9 dini berupa anestetik, pembengkakan saraf dan paralis terutama mengenai n.auricularis magnus, n.peroneus superficialis, dan n.unaris.

b) Borderline tuberculoid (BT) type

Gejala pad lepra tipe tersebut sama dengan pada tipe tuberkuloid, tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai adanya kerontokan rambut, dan perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan.

c) Borderline borderline (BB) type

Lesi kulit berbentuk tidak teratur, terdapat satelit yang mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian tepi dari lesi tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejala-gejala ini disertai adanya adenopathi regional.

d) Borderline lepromatous (BL) type

Lesi pada tipe tersebut berupa macula dan nodul papula yang cenderung asimetris. Kelainan syaraf timbul pada stadium lanjut. Tidak terdapat gambaran seperti yang terjadi pada tipe lepromatus yaitu tidak disertai madarosis, keratitis, ulserasi, maupun facies leonine.

e) Lepromatus leprosy (LL) type

Gejala penyakit adalah lesi menyebar simetris, mengkilap, berwarna keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada produksi kelenjar keringat, hanya sedikit perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi madarosis (alis rontok) dan wajah seperti singa, muka berbenjol-benjol (facies leonine).

Sedangkan, Klasifikasi gejala klinis kusta berdasarkan WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) adalah:

a) Pausibasilar (PB)

Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat. Kusta tipe Pausi Bacillary atau disebut juga kusta kering adalah bilamana ada bercak keputihan seperti panu dan mati rasa atau kurang merasa, permukaan bercak kering dan kasar serta tidak berkeringat, tidak tumbuh

(10)

10 rambut/bulu, bercak pada kulit antara 1-5 tempat. Ada kerusakan saraf tepi pada satu tempat, hasil pemeriksaan bakteriologis negatif (-), Tipe kusta ini tidak menular.

b) Multibasilar (MB)

Kusta tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan hasil pemeriksaan bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah menular.

2. a. Jalur atau proses hingga terjadinya infeksi pada testis adalah diawali dengan adanya kerusakan saraf, yang menyebabkan tidak sensitif dan myopati. Tidak sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba. Infeksi lepra ke saraf medianus menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam. Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan tangan yang jatuh. Kehilangan indra perasa pada tangan dan kaki ini dapat menyebabkan luka, dan apabila tidak dirawat dengan baik luka akan membesar dan bertambah dalam, tanpa penderita merasa nyeri. pada akhirnya jari akan mengalami kematian dan terlepas. Hal ini diikuti dengan terinfeksinya bagian tungkai tubuh dan menjalar ke bagian testis, sehingga testis dapat terinfeksi. Infeksi pada testis dapat pula diawali dengan penderita yang pernah mengalami parotitis (mump) ataupun apabila penderita mempunyai riwayat trauma pada testis. Kemudian dapat menyebabkan perdarahan pada penyakit kusta yang dapat menyebabkan pembuluh darah pecah dibagian tersebut dan menyebabkan infeksi pada testis.

b. Darah yang keluar dari hidung pada penderita kusta, merupakan akibat dari infeksi M.leprae ke mukosa hidung yang menyebabkan pembengkakan dan perdarahan hidung yang terus menerus. Tanpa pengobatan yang baik infeksi akan menjalar dan merusak tulang rawan hidung dan penderita akan kehilangan hidungnya.

Referensi

Dokumen terkait

The features of digital library software include: support for different document types and formats, metadata support, online/batch content updating, indexing and storage, search

Peranan teknologi informasi pada aktifitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan- kegiatan bisnis,

muhadditsûn (para ahli hadis). Sufi berbeda dengan para ahli hadis saat.. Pada kasus-kasus tertentu, sepintas sufi seolah memang tidak menganggap penting suatu

1 DUDUNG DURAHMAN BATUTUMPANG 2 ENING FITRIYANI BATUTUMPANG 3 NANA SUHANA BATUTUMPANG 4 ACEP MUMIN MUNAWIJAYA BATUTUMPANG 5 DEMI AHMAD SARIP CADAS MEKAR 6 AAN ANWARUDIN

Menurut, Sandhika (2010), dalam penelitian yang dilakukannya di Kabupaten Kendal dengan variabel penelitian Konglomerasi, tenaga kerja, jumlah penduduk, dan modal

Independen pada penelitian ini adalah LnTA ( Size Bank ), KreditTA (Kredit dalam Total Aset), DPKTA (Dana Pihak Ketiga dalam Total Aset), TETA (Total Ekuitas dalam Total Aset), IEPO

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Komunikasi yang baik antara pimpinan, karyawan, bahkan dengan pelanggan.akan mengurangi hambatan dan

Istilah rasional dalam pengobatan adalah jika pengobatan dilakukan secara tepat (medically appropriate) yang tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat jenis obat, tepat