• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam sub judul ini akan dibahas 4 sub, yaitu pengertian teori, penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam sub judul ini akan dibahas 4 sub, yaitu pengertian teori, penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

Dalam sub judul ini akan dibahas 4 sub, yaitu pengertian teori, penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan. Didalam sub pengertian teori membahas tentang pengertian – pengertian menurut para ahli tentang variabel yang digunakan. Dalam sub penelitian relevan berisi tentang hasil penelitian orang lain yang membahas model pembelajaran yang sama dengan penelitian ini. Dalam sub kerangka berfikir berisi tentang sintesa hubungan antar variabel, sedangkan hipotesis berisi dugaan sementara.

2.1.1 Pengertian Pembelajaran IPA

Iskandar (1997:2) berpendapat, kata-kata “Ilmu Pengetahuan Alam” merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “ Natural Science” secara singkat disebut “Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam.science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut H. W . fowler (Triyanto 2010:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Adapun Wahyana (Trianto 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Sedangkan trianto(2010;137) kemudian menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikaji bahwa IPA merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dimana didalamnya terdapat teori sistematis yang berhubungan dengan gejala-gejala alam yang lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observsi dan eksperimen dan menuntut sikap ilmiah seperti sikap jujur, rasa ingin tahu, dan mempunyai sikap terbuka.

2.1.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

(2)

bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empiric dan factual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanaakn pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

Menurut Nash, 1993 (dalam Samatowa, 2010:3) menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain. Sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamati. Dari pengertian di atas didapat bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang meliputi observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesis-hipotesis.

Menurut Laksmi Prihantoro dkk, 1986 (dalam Trianto, 2010:137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Karakteristik pembelajaran IPA meliputi :

a. Melibatkan seluruh alat indera untuk melakukan suatu proses berpikir, dan melakukan gerakan otot.

b. Membutuhkan berbagai teknik (cara), seperti observasi, eksplorasi dan eksperimen.

c. Menggunakan alat Bantu untuk memperoleh data yang obyektif, sesuai dengan sifat IPA yang mengutamakan obyektivitas.

d. Kegiatan menemukan sesuatu yang baru (penemuan ilmiah), mengunjungi objek, studi pustaka, dan penyusunan hipotesis untuk memperoleh pengakuan kebenaran yang benar-benar objektif.

e. Proses belajar yang aktif, artinya belajar IPA merupakan suatu yang dilaksanakan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa dengan kata lain siswa itu sendiri yang melakukan dan menemukan sesuatu (ilmu/konsep).

Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut :

(3)

a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan YME.

b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan antara sains dan teknologi.

c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, terbuka, jujur, benar, dan dapat bekerja sama.

e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. f) Apersiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan

perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas, 2003 dalam Trianto, 2010:141-143)

2.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka pembelajaran pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak terlalu akademis dan verbalistik. Selain itu dalam kondisi ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan teknologi yang sangat tinggi, maka pembelajaran IPA di SD harus dijadikan sebagai mata pelajaran dasar dan diarahkan untuk menghasilkan warga Negara yang peduli terhadap IPA.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut : 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya

dengan lingkungan, serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

(4)

Asy’ari, Muslichan (2006:22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum danteori-teoribaru.

Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan grave di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.

(5)

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:

(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya

(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

(3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

(4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

(5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

(7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

2.1.4 Hakikat Hasil Belajar

Sudjana (2009:22) mengemukakan “Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman dari proses belajar mengajar”. Sedangkan menurut (Oemar Hamalik 2006:30, dalam indra 2009) “Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Berhubungan dengan kegiatan belajar di sekolah W.S. Winkel (dalam Tarry 2010) mengemukakan bahwa “Hasil belajar siswa merupakan prestasi belajar berdasarkan kemampuan internal yang diperoleh sesuai dengan tujuan instuksional. Hasil belajar itu mengacu pada tujuan instruksional dari pelajaran dan tujuan instruksional itu merupakan tolak ukur yang terus dicapai oleh siswa”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku, keterampilan, pengetahuam, sikap dan cita-cita siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar yang mengacu pada tujuan instruksional dari pelajaran.

Selanjutnya Horwart Kingsley membagi tiga macam hasil belajar mengajar yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengarahan, (c) Sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne, terdapat lima katagori hasil belajar, yakni a) informasi verbal, b) keterampilan intelektual, c) strategi kognitif, d) sikap, dan e) keterampilan motoris (Sudjana, 2009:22).

(6)

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu factor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Slameto (2010:54) menerangkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (Intern), yang meliputi :

a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar.

b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir.

c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang.

2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang meliputi: a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama.

Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.

b. Faktor Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah.

c. Faktor Masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. Sejalan dengan pendapat di atas, ahli lain menjelaskan bahwa “Faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar berasal dari (a) dalam diri (internal), antara lain: kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi serta cara belajar. (b) luar diri (eksternal), antara lain: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar” (H. Djaali, 2008:100 dalam Aniendriani 2011).

2.1.4.2 Aspek Hasil Belajar

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor (Sudjana, 2009:22). Perinciannya adalah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

(7)

b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai.

Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima,

menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Ketiga kategori ranah tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar.

Dalam hal ini, kategori ranah kognitif yang sering digunakan oleh guru untuk menilai hasil belajar, karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan siswa menguasai pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Meskipun demikian ranah afektif dan psikomotor juga tetap berperan dalam penilaian hasil belajar siswa.

2.1.5 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis.

Menurut Slavin (Isjoni 2012:12) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jonhson & Jonhson (Isjoni 2012:17) kooperatif learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Sedangkan Isjoni (2012:12) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu antuk memahami materi pelajaran.

Lie (2004:28) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran gotong royong, yaitu system pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam rugas-tugas yang terstruktur. Sedangkan menurut Sanjaya (2011:241) pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Isjoni (2012:13) berpendapat bahwa belajar dengan model kooperatif ini dapat diterapkan untuk memotivasi siswa agar berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk sangat baik dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Selain itu, belajar dengan model kooperatif ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan

(8)

membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dimana dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

2.1.5.1 Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (Isjoni 2012:13) sebagai berikut: a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa "tenggelam atau berenang sama".

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para Siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok. 2.1.5.2 Metode- Metode Pendukung pengembang Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprijono (2010) bahwa \pembelajaran kooperatif dapat dikembangakan sebagai berikut : a. PQ4R

b. Guided Note Taking c. Snowball Drilling d. Concept Mapping

e. Giving Quastion and Getting Answer f. Question Student Have

g. Talking Stick

h. Everyone is teacher here i. Tebak Pelajaran

Dari pengembang pembelajaraan kooperatif tersebut salah satunya yaitu tipe Talking Stick. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa pembelajaran Talking Stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif.

2.1.6 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick

Ibrahim, dkk. (2000:20) dalam rini 2012) menyatakan bahwa “Talking Stick dikembangkan oleh Robert slavin dan teman-temanya di universitas Jhon Hopkin. Talking Stick merupakan model yang paling baik digunakan oleh guru yang baru menggunakan model kooperatf”. Model pembelajaran Taking Stick adalah model pembelajaran yang dipergunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.talking Stick sebagaimana dimadsudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar dikelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan ,maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memeperoleh kesempatan untuk menjawab

(9)

pertanyaan tersebut.hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

Dalam bidang pendidikan, Talking Stick termasuk salah satu model pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat. Siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Model pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, selain untuk melatih berbicara pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.

Suprijono (2009:10) mengungkapkan bahwa ” model Talking Stick mendorong peserta didik untuk berani mengungkapkan pendapat”. Model Talking stick ini sangat tepat digunakan dalam pengembangan proses pembelajaran PAIKEM yaitu pembelajaran partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

Apabila kita lihat dari pendapat diatas mengenai model pembelajaran Talking Stick yakni diharapkan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick ini dapat memperoleh banyak pengetahuan dan ketrampilan. Siswa lebih aktif mengemukakan pendapat dan kegiatan mengajar menjadi menyenangkan.

2.1.6.1 Langkah-langkah model pembelajaran Talking stick

Teknis pelaksanaan model Talking Stick sebagaiman tercantum dalam buku panduan materi sosialisasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional 2006 dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat.

2) Guru menyaimpaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempejarai materi.

3) Setelah selesai membaca materi pelajaran, siswa diperintah untuk menutup buku.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa , setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawab, demikian seterusnya hingga seluruh siswa mendapat bagian menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

5) Guru memberi kesimpulan. 6) Melakukan evaluasi 7) Menutup pelajaran.

Menurut suherman (2006 :84) sintaks pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan tongkat. 2) Guru menyajikan meteri pokok.

3) Siswa diberi kesempatan untuk membaca materi lengkap pada wacana. 4) Siswa diminta menutup bukunya.

5) Guru menjelaskan aturan main.

6) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa yang nantinya akan diputar dengan iringan musik dari siswa yang satu ke siswa yang lain dan siswa yang

(10)

memegang tongkat saat putaran berhenti melaksanakan intruksi dari guru misalnya diminta menjawab pertanyaan dari guru atau menyatakan pendapat, begitu seterusnya sampai sebagian besar siswa sudah menjawab.

7) Guru membimbing siswa dalam pelajaran. 8) Guru dan siswa menarik kesimpulan

9) Guru melakukan refleksi proses pembelajaran

10) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa 11) Siswa diberi evaluasi.

Berdasarkan berbagai langkah-langkah model pembelajaran Talking Stick menurut berbagai sumber diatas, maka dapat dirangkum bahwa langkah-langkah model pembelajaran Talking stick adalah sebagai berikut:

1) Penyajian materi oleh Guru a. Guru menyiapkan tongkat b. Guru menyajikan materi 2) Pendalaman materi oleh siswa

a. Siswa diberi kesempatan untuk membaca materi lengkap pada wacana. 3) Permainan dengan tongkat

a. Guru menjelaskan tauran permainan Talking Stick

b. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa yang nantinya akan diputar dan diiringi musik dari siswa satu ke siswa yang lain.

c. Siswa yang memegang tongkat saat putaran berhenti melaksanakan intruksi dari guru misalnya diminta menjawab pertanyaan dari guru atau menyatakan pendapat, begitu seterusnya sampaisebagian besar siswa sudah menjawab

4) Menarik kesimpulan

a. Guru dan siswa menarik kesimpulan dari pembelajaran yang sudah dipelajari 5) Evaluasi

a. Guru membagikan soal evaluasi b. Siswa mengerjakan soal evaluasi

Suprijono (2010) pembelajaran model Talking Stick mendorong peserta didik untuk berani mengungkapkan pendapat. Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari pembelajaran Talking Stick. Kelebihan yang lain antara lain :

1) Menguji kesiapan siswa

(11)

3) Pembelajaran dirasakan menyenangkan oleh siswa karena menggunakan sistem permainan

4) Agar lebih giat belajar ( belajar dahulu)

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain menyebutkan bahwa melalui model pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar. Berikut adalh hasil penelitian oleh beberapa peneliti lain yang sudah berhasil. Penelitian yang dilakukan oleh Winda Sustyanita Mutarto dengan judul : Penerapan model pembelajaran Talking Stick untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas IV SDN 2 Pringapus Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model talking stick dapat meningkatkan hasil pembelajaran IPA kelas IV, kompetensi dasar “mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi” SDN Pringapus Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Penerapan model pada siklus I dan II memperoleh nilai 89, 59, dan 95. Aktivitas belajar siswa meningkat ketika diterapkan model talking stick, pada siklus I dan II diperoleh nilai rata-rata 73,72 dan 87,05. Siswa yang mendapat kriteria tuntas belajar meningkat dari siklus I ke siklus II setelah diterapkan model talking stick, yaitu 57,69% menjadi 88,81%. Sedangkan rata-rata ketuntasan klasikal kelas siklus I dan II sebesar 73,08%. Skor tersebut telah mencapai skor ketuntasan klasikal yang ditetapkan oleh peneliti, yaitu 70%.

Tatik, Darlia. 2012. Penerapan Metode Pembelajaran Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Skripsi, jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Pra Sekolah. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP Universitas Negeri Malang. Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran IPS kelas V di SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar dengan model pembelajaran Talking Stick. (2) Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dengan penggunaan model pembelajaran talking stick di SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Tujuan penelitian pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran IPS di kelas V SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar adalah mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dengan penggunaan model talking stick di SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Dalam setiap siklus ketuntasan hasil belajar pada proses belajar siswa mengalami peningkatan yaitu pra siklus (27,7%), siklus I (50%) dan siklus II (100%). Dalam setiap siklus ketuntasan belajar

(12)

pada tes akhir siswa mengalami peningkatan yaitu pra siklus (30,6%), siklus I (63,9%), dan siklus II (100%). Kelebihan dari penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar pada proses belajar dan hasil belajar pada tes akhir menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Kekurangan dari penelitian ini adalah pada tujuan penelitian kurang sesuai jika menggunakan kata mendeskripsikan. Tindak lanjut sebaiknya tujuan dalam penelitian ini dioperasionalkan.

Senada dengan penelitian di atas, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Enggar Septiyani berjudul “Penerapan Model Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siwa pada Mata Pelajaran PKn Kelas V SDN Tanjungrejo 2 Malang” dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model Talking Stick pada pembelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Tanjungrejo 2 Malang. Hal tersebut dilihat dari perolehan rata-rata hasil belajar siswa yang terus meningkat, mulai dri nilai rata-rata kelas sebesar (66) dan persentase ketuntasan belajar kelasnya yaitu (50%) meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata kelasnya sebesar (80) dan persentase ketuntasan belajar kelasnya sebesar (93%).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, peneliti menerapkan model pembelajaran Talking Stick dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi IPA sehingga meningkatkan hasil belajar IPA melalui penelitian tindakan kelas. Hasil refleksi dan saran-saran penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Hal-hal yang menyebabkan kurang berhasilnya penelitian dapat dijadikan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, dan hal-hal yang menyebabkan penelitian terdahulu berhasil dapat dijadikan pedoman agar penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA kelas 5 SD Negeri Ledok 02.

2.3 Kerangka Berpikir

Berbagai cara dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa , misalnya dengan memilih metode, pendekatan, model, alat peraga supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan kepada siswa, malah satu metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Kooperatif Talking Stick.Karena dengan model ini penuh dengan nuansa permainan tetapi tidak meninggalkan esensi proses pembelajaran.Dengan model pembelajaran Kooperatif Talking Stick, diharapkan siswa dapat aktif dalam pembelajaran IPA sehingga penguasaan materi pelajaran dapat lebih maksimal. Hal ini tentunya diharapkan dapat berdampak terhadap peningkatan hasil belajar, karena dalam model pembelajaran tersebut, murid dapat belajar sambil bermain melaui tongkat yang diberikan kepada murid. Maka melalui penggunaan model pembelajaran yang tepat dan efektif diharapkan terjadi perubahan sikap

(13)

dan hasil belajar siswa, dalam hal ini peningkatan hasil belajar yang disebabkan penggunaan model pembelajaran Kooperatif Talking stick dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA khusunya pada siswa kelas 5 SDN Ledok 02 Salatiga.

Skema Alur Pikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari latar belakang masalah, rumusan masalah dan landasan teori, maka hipotesis penelitian adalah “Diduga Hasil belajar Pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SDN Ledok 02 Salatiga dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Kooperatif Talking stick.”

Belajar sambil bermain Hasil Belajar Meningkat Model Pembelajaran Kooperatif Talking Stick Pendalaman materi secara individu Mengemukakan pendapat Post tes

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kawasan Kesawan dan kawasan Lapangan Merdeka dalam pemanfaatan/pelestarian bangunan bersejarah

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan Kerajaan Siak pada masa pemerintahan sebelum Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalili Saifuddin, untuk

Yang menjadi masalah hingga saat ini adalah, mengubah mindset tidak hanya pembaca, narasumber, namun juga redaksi VIVA.co.id sendiri, hal ini karena ketika

3 Akurasi terbaik didapatkan pada penelitian transkripsi suara ke teks dengan Self Organizing Maps (SOM) ini, akan tetapi dapat dicoba untuk suku kata yang digunakan lebih

Astra Honda Mo- tor, dilakukan sebagai berikut: (1) mem- berikan informasi kepada orang tua/wali untuk dapat membantu dalam penegak- kan disiplin dalam belajar, baik

Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan bahwa huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektivitas Pembelajaran

Faktor lain yang mempengaruhi tidak ada perbedaan kemampuan bersosialisasi anak prasekolah dengan riwayat PAUD (kelompok bermain) dan tanpa riwayat PAUD adalah faktor dari