• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Hasil dan Diskusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Hasil dan Diskusi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV Hasil dan Diskusi

Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain (Kontrak R/C PSC Malaysia) dan model kontrak yang diusulkan oleh calon investor dibandingkan. Perhitungan keekonomian dengan menggunakan model-model di atas telah dilakukan pada Bab III, kemudian hasil tersebut dievaualsi untuk mencari keterkaitan atau efek setiap parameter terhadap indikator keekonomian.

Secara umum dengan menggunakan hasil perhitungan model-model kontrak yang ada dan berdasarkan analisis sensitivitas menunjukan bahwa keekonomian pengembangan Gas Metana-B dapat disarikan sebagai berikut:

• Sangat sensitif terhadap produksi dan harga gas,

• Sensitif terhadap operating cost serta relative sensitif terhadap Contractor Share dan investasi.

IV.1 Model Kontrak PSC Konvensional

Model kontrak migas di Indonesia dimulai dari Kontrak Karya dan Kontrak Production Sharing. Dalam perjalanannya kontrak Production Sharing telah mengalami beberapa generasi. Berdasarkan beberapa model kontrak migas yang ada di Indonesia, maka model Kontrak PSC lebih dipilih dibandingkan dengan model kontrak lainnya. Perbedaan dari kedua sistem tersebut terletak pada wewenang serta sistem pembagiannya. Pada sistem kontrak karya, wewenang berada di tangan kontraktor dan sistem pembagian berupa profit sharing. Pada kontrak bagi hasil, wewenang berada pada Pemerintah yang dalam hal ini dilimpahkan pada Badan Pelaksana Usaha Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BPMIGAS). Sistem pembagiannya berupa sejumlah minyak dan gas dengan prosentase tertentu.

(2)

Pertimbangan dalam pemilihan tersebut adalah sebagai berikut :

• Model Kontrak Karya

Pada model kontrak ini wewenang berada di tangan kontraktor dan sistem yang digunakan adalah Perjanjian Kontrak Karya (Contract of Work) berdasarkan pasal 6 Perpu No. 44 Tahun 1960 dan UndangUndang No 14 Tahun 1963. Pada Kontrak Karya wewenang berada di tangan kontraktor dan sistem pembagian berupa profit sharing. Akan tetapi nilai real pendapatan pemerintah belum bisa ditentukan selama belum adanya data hasil pengembangan pilot project Gas Metana-B yang sedang dilakukan pada saat ini.

Pertimbangan penggunaan kontrak karya:

1. Efisien, operator bebas mengatur pengeluaran biaya untuk pengusahaan Gas Metana-B sehingga tidak perlu berlebihan dalam mengeluarkan biaya.

2. Pemerintah tidak perlu mengontrol biaya yang dikeluarkan karena semua biaya yang dikeluarkan tidak menjadi tanggungan pemerintah. 3. Pemerintah pasti mendapatkan pembagian dengan presentase tertentu

dari profit yang dihasilkan.

Pendapatan kotor dari produksi Gas Metana B akan langsung dibagi dua antara pemerintah dan kontraktor dengan persentase bagian (split) tertentu. Bagian kontraktor, yaitu sebesar X% harus lebih besar dari bagian pemerintah, karena keseluruhan biaya awal serta pengembangan lapangan ditanggung oleh pihak kontraktor sendiri. Selain itu, bagian kontraktor ini pun tetap akan dikenai pajak yang besarnya telah ditentukan pemerintah. Sementara itu, bagian pemerintah, yaitu sebesar (100 - X)%, memang lebih kecil dibanding kontraktor, tetapi pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya apapun lagi, termasuk biaya produksi. Selain itu, pemerintah pun akan tetap menerima pendapatan dari kontraktor dalam bentuk pajak.

(3)

• Model Kontrak Production Sharing

Kontrak Production Sharing didasarkan pada pasal 6 Perpu No. 44 Tahun 1960 dan Undangundang No. 8 Tahun 1971, serta Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 yang disempurnakan ofeh PP No. 34 Tahun 2005.

Pada Kontrak Production Sharing, hak pengelolaan tetap ada di tangan pemerintah walaupun pengusahaannya bisa dilakukan oleh kontraktor. Kontraktor mengajukan usulan pengembangan lapangan (Plan of Development) dan mengisi formulir untuk persetujuan pengeluaran dana atau POD (Authorization for Expenditure) untuk disetujui oleh pemerintah. Audit pemerintah adalah pre, current, dan post audit. Ketransparanan dari segala yang dikerjakan kontraktor jauh lebih baik daripada pada Kontrak Karya karena pengawasannya dilakukan setiap saat. Walaupun harus disadari bahwa pengawasan yang tidak efisien membutuhkan lembaga pengawasan dan peraturan yang baik, aparat pengawasan yang profesional serta sistem informasi yang mendukung, sehingga kontraktor sama-sama diuntungkan.

Keuntungan menggunakan sistem kontrak ini adalah pemerintah mendapatkan pemasukan yang lebih besar dan sistem ini sudah umum dipakai di Indonesia. Disamping itu sebagian besar kontraktor pengusahaan Gas Metana-B adalah dari luar negeri. Sehingga model Kontrak Production Sharing akan lebih tepat digunakan di Indonesia. Dengan kontrak ini, dimana managemen ada di tangan pemerintah maka proses Indonesianisasi, transfer teknologi dan ketransparanan lebih terjamin.

Pertimbangan di atas menyebabkan model kontrak yang menjadi masukan dalam kajian kontrak Gas Metana-B adalah Kontrak Production Sharing. Hasil perhitungan dengan model PSC Konvensional disajikan pada Tabel IV.1, Tabel IV.2 dan Gambar IV.1 dibawah ini.

(4)

Tabel IV.1. Indikator keekonomian Gas Metana-B model PSC Konvensional Gas Satuan 110.307,47 M US$ 1.008.036,00 M US$ 203.957,15 M US$ 22.382,65 M US$ 97.292,83 M US$ 14,2 Tahun 14,91% Prosen 1,11 Fraksi Profitability Index

Net Present Value @ 10%

Net Present Value Indonesia @ 10% Payout Time

Internal Rate of Return

Indikator Keekonomian Total Minimum Investment

Total Expenditure Total Expenditure @ 10%

Tabel IV.2. Distribusi pendapatan model PSC Konvensional Kontraktor Indonesia Satuan

1.008.036,00 0,00 M US$ 30.583,98 47.332,35 M US$ 278.684,82 431.297,94 M US$ 0,00 242.996,91 M US$ 1.317.304,80 721.627,20 M US$ M US$ 2.038.932,00

Total Net Share Total Tax Total Take Total Revenue

Distribusi Revenue Total Net Recovery

Total FTP Share

Gambar IV.1. Distribusi pendapatan model PSC Konvensional

Ditinjau dari indikator keekonomian pada Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dengan MARR 20%, maka pengusahaan Gas Metana-B tidak layak untuk dikembangkan. Investor tidak akan tertarik dengan keekonomian yang

(5)

demikian. Oleh karena itu pemerintah harus berani mengurangi bagian pendapatannya agar pengembangan Gas Metana-B menarik bagi investor. Jadi term & condition PSC Konvensional secara utuh didalam pengusahaan Gas Metana-B di Indonesia.

Langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengurangi bagian pendapatannya menjadi kurang dari (70%) tujuh puluh persen. Perbandingan government take(GT) dan Contractor Share(CS) tidak 70% berbanding 30% setelah pajak.

IV.2 Model Kontrak R/C PSC Malaysia

Evaluasi keekonomian pengembangan Gas Metana-B dilakukan dengan skenario produksi dan biaya sebagaimana dijelaskan pada Sub Bab III.2. Keekonomian dengan model kontrak ini akan menjelaskan apakah pengusahaan Gas Metana-B di Indonesia masih layak berdasarkan pertimbangan keekonomian. Analisis keekonomian dilakukan dengan menggunakan model Kontrak R/C PSC Malaysia.

Hasil Perhitungan Keekonomian :

Hasil evaluasi ekonomi dengan model Kontrak R/C PSC Malaysia disarikan pada Tabel IV.3 dibawah ini.

Tabel IV.3. Hasil perhitungan keekonomian Gas Metana-B dengan Kontrak R/C PSC Malaysia

Indikator Keekonomian Gas Satuan

Total Minimum Investment 277.171 M US$

Total Expenditure 742.458 M US$

Total Expenditure @ 10% 225.797 M US$

Net Present Value @ 10% 22.294 M US$

Net Present Value Indonesia @ 10% 255.436 M US$

Payout Time 16,59 Tahun

Internal Rate of Return 11,59% Prosen

(6)

Ditinjau dari indikator keekonomian pada Tabel IV.3 menunjukkan bahwa dengan MARR 20%, maka pengusahaan Gas Metana-B tidak layak untuk dikembangkan. Investor tidak akan tertarik dengan keekonomian yang demikian. Jadi term & condition R/C PSC Malaysia tidak dapat digunakan secara utuh didalam pengusahaan Gas Metana-B di Indonesia.

Struktur fiskal di Malaysia didasarkan pada sistem bagi hasil dan royalty. Secara garis besar terdapat tiga jenis kontrak yang berlaku di Malaysia yaitu Regim I dan Regim II yang berlaku untuk kontrak-kontrak sebelum tahun 1985 dan Regim III untuk kontrak-kontrak setelah tahun 1985.

Dari ketiga peraturan tersebut pemerintah Malaysia mendapatkan profitnya melalui royalty, bagi hasil, research contribution, pembayaran tambahan, pajak.

Tingkat royalty untuk ketiga peraturan adalah sama yaitu sebesar 10% dari penghasilan kotor yang diperoleh. Royalty ini dibagi antara pemerintah federal Malaysia dengan pemerintah negara-negara bagiannya.

Besarnya research contribution adalah 0,5% dari pendapatan kotor setelah dikurangi royalty.

Penerimaan yang diperoleh pemerintah Malaysia juga berasal dari pajak ekspornya. Apabila kontraktor mengekspor baik sebagian maupun seluruhnya bagian minyak yang diperolehnya melalui bagi hasil, maka untuk bagian minyak diekspor tersebut pemerintah akan mengenakan pajak sebesar 25%.

Penerimaan terakhir pemerintah adalah berasal dari pajak. Besarnya pajak perminyakan di Malaysia adalah 45% dari penghasilan kotor setelah dikurangi potongan-potongan yang diperbolehkan.

Model kontrak R/C PSC Malaysia terlalu ketat bagi investor. Hasil keekonomian dengan menggunakan model ini tidak lebih baik untuk investor dibandingkan dengan model PSC Konvensional.

(7)

IV.3 Model Kontrak Usulan Calon Investor

Evaluasi keekonomian pengembangan Gas Metana-B dilakukan dengan skenario produksi dan biaya sebagaimana dijelaskan pada Sub Bab III.2. Keekonomian dengan model kontrak ini akan menjelaskan apakah pengusahaan Gas Metana-B di Indonesia masih layak berdasarkan pertimbangan keekonomian. Analisis keekonomian dilakukan dengan menggunakan salah satu model Kontrak Usulan Calon Investor.

Parameter dan anggapan yang digunakan

Hal-hal berikut ini dipertimbangkan hanya sebagai base case untuk melakukan analisis ekonomi. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap indikator keekonomian akan dilakukan analisis sensitivitas.

e. FTP = 0% (base case perhitungan)

f. Cost recovery = 100 % sesudah produksi komersil

g. Government Take : Net Contractor Share = 45 : 55 (setelah pajak)

h. Profil produksi gas & air mengikuti Gambar III.1 dan Gambar III.2. Harga gas adalah US$ 3,50 /MCF. Kumulatif gas yang diproduksikan adalah 582 BSCF.

Hasil Perhitungan Keekonomian :

Hasil evaluasi ekonomi dengan model Kontrak Usulan Calon Investor disarikan pada Tabel IV.4, Tabel IV.5 dan Gambar IV.2 dibawah ini. Rincian evaluasi ekonomi ditunjukkan pada Lampiran A.

Tabel IV.4. Indikator keekonomian Gas Metana-B model Kontrak Usulan Calon Investor

Gas Satuan 104.628 M US$ 1.008.036 M US$ 203.957 M US$ 114.931 M US$ 160.388 M US$ 13,03 Tahun 25,62 Prosen 1,56 Fraksi Profitability Index

Net Present Value @ 10%

Net Present Value Indonesia @ 10% Payout Time

Internal Rate of Return

Indikator Keekonomian Total Minimum Investment

Total Expenditure Total Expenditure @ 10%

(8)

Tabel IV.5 Distribusi pendapatan model Kontrak Usulan Calon Investor Kontraktor Indonesia Satuan

1.008.036 0 M US$ 1.031.471 450.245 M US$ 0 810.441 M US$ 2.039.506 1.260.686 M US$ M US$ Distribusi Revenue

Total Net Recovery

3.300.193 Total Net Share

Total Tax Total Take Total Revenue

Gambar IV.2. Distribusi pendapatan model Kontrak Usulan Calon Investor

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model Kontrak Usulan Calon Investor dapat menghasilkan keekonomian yang layak bagi investor. Indikator keekonomian Internal Rate of Return menunjukkan angka 25,62%. Dengan menggunakan asumsi MARR=20, maka angka tersebut berada di atas MARR, sehingga menunjukkan kelayakan suatu proyek. Hasil keekonomian pada akhir kontrak menunjukkan bahwa prosentase pendapatan pemerintah adalah kurang lebih 38% dari total revenue.

Berbeda dengan kontraktor, pemerintah akan sangat keberatan dengan model kontrak yang diusulkan oleh investor dikarenakan pemerintah tidak memperoleh pendapatan dari FTP (FTP = 0). Terminologi tersebut tidak dapat diterima oleh

(9)

pemerintah. Prinsip pemerintah dalam kontrak pengusahaan migas termasuk Gas Metana-B adalah pemerintah harus memperoleh pendapatan dari pajak dan non pajak. Jika FTP = 0 memungkinkan pemerintah tidak mendapat bagian dari selain pajak karena revenue dari awal proyek digunakan untuk membayar cost recovery.

IV.4 Model Kontrak Usulan

Berdasarkan pelajaran dari model kontrak migas, negara lain dan usulan investor tersebut di atas yang dapat diambil pelajaran sebagai berikut :

1. Kontrak PSC perlu dipertahankan untuk perusahaan-perusahaan asing demi untuk peningkatan kemampuan Nasional, sedangkan kontrak lainnya dapat diaplikasikan kepada perusahaan-perusahaan Nasional

2. Kondisi kontrak perlu disesuaikan dengan kondisi geologi, geografi, infrastruktur, komposisi hidrokarbon dan sebagainya

3. Perlu dipertimbangkan bagi hasil yang berbeda untuk produksi tertentu, karena pada lapangan yang lebih ekonomis seyogyanya bagian pemerintah lebih banyak dan sebaliknya.

IV.4.1 Dasar Pemikiran Pengelolaan Gas Metana-B di Indonesia

Perbedaan Kontrak Karya (konsesi) dan Kontrak Production Sharing (bagi hasil) adalah pada manajemennya. Pada Kontrak Karya, manajemen ada di tangan kontraktor, yang penting adalah dia membayar pajak. Sistem audit ini adalah post audit saja. Pada Kontrak Production Sharing (KPS), manajemen ada di tangan pemerintah. Setiap kali kontraktor mau mengembangkan lapangan dia harus menyerahkan POD (Plan of Development) atau perencanaan pengembangan, WP&B (Work Program and Budget) atau program kerja dan pendanaan serta POD (Authorization fo Expenditure) atau otorisasi pengeluaran supaya pengeluaran bisa dikontrol. Sistem audit di sini adalah pre, current, dan post audit. Tujuan jangka panjang Kontrak Production Sharing sebenarnya adalah mengusahakan Gas Metana-B kita sedapat mungkin oleh kita sendiri. Dengan

(10)

mengelola pengusahaan Gas Metana-B serta belajar cepat untuk menguasai teknologi di bidang tersebut. Indonesia memang diakui sebagai pelopor Production Sharing di dunia. Sayangnya ide Pak Ibnu dan ide berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dari Bung Karno justru lebih berhasil dilaksanakan oleh Petronas Malaysia dan bukan Indonesia. Walaupun demikian kita cukup berbangga hati mempunyai Medco dan perusahaan-perusahaan swasta nasional lainnya yang dapat menyaingi perusahaan swasta asing.

IV.4.2 Visi dan Misi Pengusahaan Gas Metana-B

Visi Pengusahaan migas di Indonesia adalah untuk memanfaatkan migas untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945).

Pengusahaan migas sebagian besar dilakukan oleh perusahaan multinasional di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia berdasarkan suatu kontrak. Dalam perjanjian tersebut tentunya Pemerintah dan Kontraktor mempunyai misi (prioritas) berbeda yang diantaranya sebagai berikut :

Pemerintah:

1. Kontraktor jangan mencampuri urusan politik pemerintah.

2. Mendapatkan mata uang asing dan memperkuat modal keuangan Negara.

3. Memaksimalkan pendapatan dan membangun industri lokal dengan bahan bakar yang relatif murah. 4. Memajukan masyarakat setempat. 5. Memelihara dan meningkatkan

pengawasan atas sumber daya alam milik negara.

6. Mengurangi impor serta

Kontraktor:

1. Memaksimalkan dan mempercepat pengembalian investasi.

2. Mendapatkan pengembalian yang wajar atas risiko yang diambil. 3. Meminimumkan periode dimana

investasinya beresiko (pay back periode).

4. Menjaga kepemilikan proyek dan haknya atas keuntungannya. 5. Menjaga kontrol operasi untuk

menjamin keekonomian produksi. 6. Mencegah membuat masalah

(11)

meningkatkan ekspor dan efisiensi.

7. Mempromosikan kepemilikan lokal.

8. Mendorong beasiswa pendidikan dan memaksimalkan transfer teknologi.

9. Mengembangkan kemampuan nasional di industri tersebut.

7. Menjaga standar global, efisiensi dan reputasi.

8. Mengembangkan manajer-manajer di luar negeri.

.

Prioritas pemerintah

Beberapa hal penting yang menjadi prioritas pemerintah adalah sebagai berikut : 1. Negara tetap berpegang pada amanat konstitusi yaitu supaya sumber daya

alam, dalam hal ini Gas Metana-B, dapat memberikan manfaat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tanpa dipengaruhi oleh asing

2. Kebijakan, sasaran, strategi dan perencanaan supaya pengelolaan sumber daya alam Gas Metana-B dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

3. Kebijakan, sasaran, strategi dan perencanaan supaya energi untuk kebutuhan domestik tersedia dan dapat dibeli oleh masyarakat

4. Pengawasan agar pengelolaan Gas Metana-B memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

5. Kebijakan, sasaran, strategi dan perencanaan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan transfer teknologi Gas Metana-B.

Prioritas Investor

Investor hanya berminat melakukan investasi di suatu negara apabila terdapat jaminan keuntungan dan iklim investasi yang mendukung. Peningkatan investasi usaha hulu Gas Metana-B dapat diibaratkan dengan jualan makanan. Makanan akan lebih laku apabila makanannya enak, harganya kompetitif, pelayanannya

(12)

dengan sumber daya alam yang melimpah, peraturan pemerintahnya mendukung, pelayanan birokratnya baik dan masyarakat di negara tersebut menyenangkan dan pegawainya bekerja keras dan cerdas serta tidak banyak menuntut.

Keluhan investor migas di Indonesia adalah bukan dari sisi prospek migas walaupun prospek migas di Indonesia sedang-sedang saja. Keluhannya terutama adalah karena peraturan pemerintahnya banyak yang mengurus tetapi koordinasinya kurang baik (termasuk masalah desentralisasi) dan sebagian tumpang tindih, ijin investasi maupun persetujuan WP&B, POD, POD, rencana lelang maupun proses lelang prosedurnya lama dan birokratnya cenderung mempersulit, masyarakatnya sering protes, hukum kurang ditegakkan dan keamanan masih dipertanyakan.

Dari dasar pemikiran tersebut di atas, maka usulan model kontrak menghasilkan bahwa kontrak Gas Metana-B akan mengikuti kontrak Production Sharing, akan tetapi dimodifikasi.

Modifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Term & condition mengikuti kontrak Production Sharing

2. Royalty berkisar antara 5% sampai dengan 10%. Royalty langsung menjadi pendapatan negara

3. Pajak (Tax) adalah 44%

4. Perbandingan Government Take (GT) dan Net Contractor Share(NCS) bervariasi. Government Take (GT) paling besar adalah 70% dan paling rendah adalah 51%.

Model kontrak Production Sharing (PSC ) yang telah dimodifikasi disajikan pada Gambar IV.3 dibawah ini.

(13)

Royalty Royalty

Gambar

Tabel IV.1. Indikator keekonomian Gas Metana-B model PSC  Konvensional  Gas Satuan 110.307,47 M US$ 1.008.036,00 M US$ 203.957,15 M US$ 22.382,65 M US$ 97.292,83 M US$ 14,2 Tahun 14,91% Prosen 1,11 FraksiProfitability Index
Tabel IV.3. Hasil perhitungan keekonomian Gas Metana-B   dengan Kontrak R/C PSC  Malaysia
Tabel IV.4. Indikator keekonomian Gas Metana-B   model Kontrak Usulan Calon Investor
Tabel IV.5 Distribusi pendapatan model Kontrak Usulan Calon Investor
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pipes telah memilih untuk tidak menghiraukan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut di atas yang tidak diragukan lagi bermakna bahwa Tanah Suci (dengan Jerusalem sebagai

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah penulis uraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Persepsi Masyarakat Tentang Penyebab Konflik Antara Masyarakat

Pendidikan integral sebagai mana yang digagas oleh Natsir memiliki arti terpadunya antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Menurut Natsir tidak ada dikotomi

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih, bimbingan dan berkatNya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Strategi

sudah mulai mengembangkan pendidikan di wilayah Kecamatan Selogiri, hal itu dibuktikan dengan kiprah Pondok Pesantren Mamba’ul Hikmah dalam mendirikan sekolah-sekolah yang

berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, melalui tanya jawab tentang sikap yang dilakukan untuk membantu orang lain ketika gunung meletus dan gempa bumi.  Siswa

PERSEPSI ETIKA MAHASISWA (Studi Empiris Mahasiswa dan Mahasiswi S1 pada Perguruan Tinggi Se Eks-Karisidenan Pati ).. Skripsi ini telah di setujui dan dipertahankan di hadapan

Dengan demikian kita memiliki pengujian ke arah kanan, dan hipotesis alternatifnya adalah terdapat probabilitas bahwa lebih dari 50 persen konsumen akan mengatakan