ISSN 2088 – 026X
Vol. 36 No.2 Oktober 2014
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
(JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING)
Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Jurnal Kimia dan Kemasan memuat hasil penelitian dan telaah ilmiah bidang kimia dan kemasan yang belum pernah dipublikasikan. Jurnal Kimia dan Kemasan terbit dua nomor dalam setahun
(April dan Oktober)
Penanggungjawab Kepala Balai Besar Kimia dan Kemasan
Officially incharge Head of Center for Chemical and Packaging
Ketua Dewan Redaksi
Chief Editor
DR. Rahyani Ermawati (Biokimia/Biochemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Dewan Redaksi
Editorial board
Ir. Emmy Ratnawati (Kimia lingkungan/Environmental chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
DR. Dwinna Rahmi (Kimia/Chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK
Dra. Yemirta, M.Si (Kimia/Chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Retno Yunilawati, SSi, MSi (Kimia/Chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Arie Listyarini, SSi, MSi (Polimer/Polymer)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Mitra Bestari
Peer Reviewer
Prof. DR. Slamet, MT (Kimia/Chemistry)
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424. email : slamet@che.ui.ac.id (h-index : 3 scopus)
Drs. Sudirman, MSc, APU (Kimia/Chemistry)
Gedung 71-Batan, Kawasan Puspiptek, Serpong . email : sudirman@batan.go.id (h-index : 1 scopus)
DR. Etik Mardliyati (Biokimia/Biochemistry)
BPPT Gd II Lt 16, Jl MH Thamrin 8 Jakarta. email : etik.mardliyati@bppt.go.id
DR. Rike Yudianti (Polimer/Polymer)
Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung. email : rikeyudianti@yahoo.com (h-index : 4)
DR. Mochamad Chalid, S.Si, M. Sc,Eng (Polimer/Polymer)
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok
email : mchalid@yahoo.com (h-index : 3)
Redaksi Pelaksana Silvie Ardhanie Aviandharie, ST, MT Agustina Arianita Cahyaningtyas, ST Bumiarto Nugroho Jati, ST.MT Novi Nur Aidha, ST
Anna Fitrina, ST
Alamat (Address) Balai Besar Kimia dan Kemasan
Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Telepon : (021) 8717438, Fax : (021) 8714928, Email : Jurnal.JKK@gmail.com
ISSN 2088 – 026X
Vol. 36 No.2 Oktober 2014
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
(JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING)
Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Daftar Isi
Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam ...
Dwinna Rahmi, Emmy Ratnawati, Retno Yunilawati, dan Novi Nur Aidha
215 – 224
Degradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO2 – Zeolit ………...
Siti Naimah, Silvie Ardhanie A., Bumiarto Nugroho Jati, Novi Nur Aidha, dan Agustina Arianita C
225 – 236
Analisis Penambahan Fe Terhadap Sifat Listrik Dan Magnet Komposit MWCNT-Fe ..
P. Purwanto dan Salim Mustofa
237 – 244
Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Perlakuan Awal Iradiasi Berkas Elektron Dan NaOH ...
Darsono dan Made Sumarti
245 – 252
Pengaruh Konsentrasi Inisiator Dan Komposisi Styrene Dan Maleic Anhydride Terhadap Berat Molekul Pada Sintesis Kopolimer Poly (Styrene-Maleic Anhydride)..
Bambang Afrinaldi dan Jayatin
253 – 258
Sifat Mekanik Membran Berbasis Paduan Kitosan Suksinat - Kitosan Terinsersi Litium ………...………...………
L.O.A.N Ramadhan, S. H. Sabarwati, Amiruddin, Harniati, dan Susanti
259 – 264
Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida (PNIPA)/Polityrosin (PTYR) Interpenetrating
Polymer Networks (IPNs) Bertanda Iodium-125 ……….………...…….…….
Indra Saptiama, Herlina, Endang Sarmini, Karyadi, Abidin, Triani Widyaningrum, dan Rohadi Awaludin
265 – 270
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi Terhadap Karakteristik Kemasan Antimikroba ...………..
E.S. Iriani, S.M. Widayanti, Miskiyah, dan Juniawati
271 – 280 Indeks Kata Kunci ……….…...…………...
Indeks Pengarang ……….
281
Kata Pengantar
Jurnal Kimia dan Kemasan Volume 36 Nomor 2 Oktober 2014 ini terbit dengan delapan Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian yang merupakan terbitan kedua di Tahun 2014. Materi untuk terbitan kali ini memuat artikel penelitian di bidang kimia dan kemasan. Di bidang kimia terdapat tujuh artikel, dua artikel membahas teknologi nano di bidang pembuatan krim yang mempunyai sifat anti aging dan di bidang pengolahan limbah, yaitu artikel pertama membahas tentang Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam, artikel kedua membahas tentang Degradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO2 – Zeolit. Masih mengenai komposit, artikel ketiga bidang kimia membahas tentang Analisis Penambahan Fe Terhadap Sifat Listrik dan Magnet Komposit MWCNT - Fe serta artikel keempat bidang kimia membahas tentang Pembuatan Bioetanol Dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Perlakuan Awal Iradiasi Berkas Elektron Dan NaoH.
Disamping empat artikel bidang kimia diatas masih ada tiga artikel lagi untuk bidang kimia yang membahas tentang polimer yaitu artikel kelima membahas tentang Pengaruh Konsentrasi Inisiator Dan Komposisi Styrene Dan Maleic Anhydride Terhadap Berat Molekul Pada Sintesis Kopolimer Poly
(styrene Maleic Anhydride), artikel keenam membahas tentang Sifat Mekanik Membran Berbasis
Paduan Kitosan Suksinat – Kitosan Terinsersi Litium dan artikel ketujuh membahas tentang Sintesis Poli N-Isopropilakrilamida (PNIPA) Poli Tirosin (PTYR) Interpenetrating Polymer Network (IPNs) Bertanda Iodium-125.
Di bidang kemasan artikel tentang hasil penelitian yang disajikan adalah mengenai pembuatan kemasan aktif antimikroba dengan judul Pengaruh Ekstrak Bawang Putih Terenkapsulasi Terhadap Karakteristik Kemasan Antimikroba. Kedelapan topik bahasan dalam terbitan ini semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi para pembaca sekalian. Akhir kata redaksi sangat bersyukur atas artikel penelitian yang masuk dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Seiring dengan bertambahnya waktu, redaksi berharap akan semakin banyak dan beragam Karya Tulis Ilmiah yang masuk untuk dapat diterbitkan dalam Jurnal Kimia dan Kemasan ini. Kritik dan saran untuk peningkatan kualitas penerbitan jurnal ini sangat kami harapkan.
PENINGKATAN AKTIVITAS ANTI AGING PADA KRIM
NANOPARTIKEL DENGAN PENAMBAHAN BAHAN AKTIF ALAM
(IMPROVEMENT OF ANTI AGING ACTIVITIES IN CREAM NANOPARTICLES WITH THE
ADDITIONAL NATURAL ACTIVE INGREDIENTS)
Dwinna Rahmi, Emmy Ratnawati, Retno Yunilawati, dan Novi Nur Aidha
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RIJl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail : bbkk@cbn.net.id, dwinna2002@yahoo.com
Received : 19 September 2014 ; revised : 3 Oktober 2014 ; accepted :7 Oktober 2014
ABSTRAK
Penambahan bahan aktif metil sinamat atau β-glukan yang berasal dari bahan alam dapat lebih meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim nanopartikel berbasis kelapa sawit. Metil sinamat yang dipakai berasal dari minyak laja gowah Indonesia yang diekstraksi dan difraksinasi menghasilkan metil sinamat dengan kemurnian 99%. β-glukan yang digunakan berasal dari produk Korea. Pada penelitian ini proses sonikasi pada pembuatan krim nanopartikel tidak mempengaruhi jumlah kandungan bahan aktif di dalam krim. Aktivitas anti aging meningkat, dengan selisih skor kerutan antara krim nanopartikel murni dan krim nanopartikel dengan penambahan bahan aktif yaitu sebesar < 0,001 untuk metil sinamat dan < 0,05 untuk β-glukan. Selain itu, stabilitas emulsi krim tetap sekitar 99% setelah dibiarkan selama 7 bulan di ruang terbuka dan suhu ruang. Kata kunci : Metil sinamat, β-glukan, Krim nanopartikel, Aktivitas anti aging , Stabilitas emulsi
ABSTRACT
The additional natural active ingredient of methyl cinnamic or β-glucan can increase anti aging activities in cream nanoparticle based palm oil. Methyl cinnamic used in this research is Indonesian methyl cinnamic after extracted and fractionated of laja gowah oil with purity about 99%. β-glukan used comes from Korean products. In this research sonication process in making a cream nanoparticle was not affecting the amount of active ingredient in the cream. Anti aging activities increase with a score of wrinkles between pure cream nanoparticle and cream nanoparticle with active ingredient is <0,001 for methyl cinnamic and <0.05 for β-glucan. Meanwhile, the stability of the cream remains around 99% after seven months in open room and room temperature.
Key words : Methyl cinnamic, β-glucan, Cream nanoparticle, Anti aging activities, Emulsion stability
PENDAHULUAN
Aging merupakan perubahan manusia
yang diakibatkan oleh faktor usia, psikologi, dan sosial. Pada umumnya aging diartikan sebagai perubahan fisik manusia. Perubahan fisik dapat dihambat dengan salah satunya menggunakan
anti aging seperti obat atau kosmetik (Rahmi et al. 2013). Salah satu anti aging untuk kulit
adalah berupa krim yang biasanya dibuat dengan menggunakan asam lemak (fatty acid) dan turunannya. Krim dengan tingkat resiko terendah adalah terbuat dari asam lemak alam (Fohlenkamp et al. 1961). Untuk meningkatkan aktivitas anti aging dalam krim banyak industri menambahkan bahan aktif. Armand (2010) telah
mendesain formula unik yang terbuat dari pencampuran bahan dengan berat molekul tinggi Hyaluroic Acid (HA) dan bahan dengan berat molekul rendah HA oligosaccharides. Sebelumnya Muller (2007) menemukan Alpha
Hydroxy Acids (AHAs) sebagai anti aging dalam
krim yang diproduksinya. Indonesia dengan keanekaragaman hayati merupakan penghasil
anti aging alami seperti asam lemak dari kelapa
sawit, minyak atsiri, dan lain sebagainya. Asam lemak dari turunan kelapa sawit yang diolah menjadi krim nanopartikel telah diketahui dapat menaikkan aktivitas anti aging (Rahmi et al. 2013). Menurut Gutierrez et al. (2008)
penerapan nanoteknologi di bidang kosmetik dan farmasi dimulai dengan sistem koloid (colloidal system) termasuk nanoemulsi, nanosuspensi, dan nanopartikel. Nanoemulsi merupakan efisiensi homogenisasi penyebaran dua bahan cair yang tidak saling larut. Krim nanopartikel yang dibuat dari turunan kelapa sawit sudah terbukti dapat meningkatkan
stabilitas emulsi krim yang dapat
mempertahankan kelembaban kulit.
Penggunaan krim nanopartikel yang berukuran kurang dari 300 nm, maka kelembaban kulit akan meningkat sebanyak 5% dibanding krim biasa dengan ukuran partikel di atas 1000 nm (Rahmi et al. 2013).
Anti aging dapat berupa polimer dari
beberapa bahan asam lemak, propilen glikol,
phospholipids, phenoxy ethanol, hydrolyzed animal protein, dan lain-lain (Armenakas 2013).
Bahan alam Indonesia yang mengandung bahan aktif tabir surya tinggi yaitu metil sinamat dari minyak laja gowah dan β-glukan yang masih diimpor dari negara lain tetapi berpotensi diproduksi di Indonesia.
Metil sinamat merupakan metil ester sinamat yang berwarna putih atau transparan dengan bau aromatik yang kuat. Metil sinamat dapat ditemukan secara alami di berbagai tanaman termasuk buah-buahan dan rempah-rempah (Viña and Murillo 2003). Indonesia dikenal dengan sumber daya alam yang beragam diantaranya adalah laja gowah yang merupakan salah satu rempah-rempah yang mengandung metil sinamat.
Laja gowah (Alpinia Malaccensis)
merupakan tanaman yang tumbuh di sekitar Ambon dan Jawa. Secara empiris, laja gowah baik dari batang, daun, buah, ataupun rimpangnya telah digunakan masyarakat sebagai obat anti muntah, sedangkan di Ambon, rimpangnya dikunyah untuk kesegaran mulut dan memperhalus suara. Wangi dari minyak rimpang laja gowah digunakan untuk rambut. Semua bagian tumbuhan Alpinia Malaccensis berbau harum dan mengandung minyak atsiri. Laja gowah mengandung berbagai komponen minyak atsiri, namun komponen utamanya adalah metil sinamat. Rimpang basah dan rimpang kering masing-masing mengandung minyak atsiri dengan rendemen sebesar 0,25% untuk rimpang basah dan 1,33% untuk rimpang kering. Komponen minyak atsiri rimpang laja gowah yang paling banyak ditemukan baik dari rimpang basah maupun rimpang kering adalah metil sinamat yaitu sebesar 60%. Untuk mengidentifikasi metil sinamat dari minyak atsiri tumbuhan laja gowah dan untuk mengetahui perbedaan kandungan metil sinamat dari setiap
bagian tumbuhan laja gowah, maka diperiksa kandungan metil sinamat dari minyak atsiri yang diperoleh dari daun, batang, dan rimpang tumbuhan laja gowah. Metil sinamat merupakan komponen minyak atsiri yang berbau seperti stroberi dan balsamic. Dalam bidang kesehatan biasa digunakan sebagai antelmintik. Kegunaan lainnya adalah sebagai penambah rasa, pemberi aroma pedas, dan antiseptik. Metil sinamat merupakan senyawa yang mudah menguap sehingga untuk dapat menganalisisnya
digunakan Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS). GC-MS merupakan
instrumentasi yang sering digunakan dalam analisis komponen minyak atsiri dikarenakan komponen minyak merupakan komponen yang
mudah menguap. Gas Chromatography
sebenarnya merupakan teknik separasi bukan identifikasi, namun bila dikombinasikan dengan
MS yang menyajikan hasil spesifik, maka
GC-MS merupakan hubungan yang saling
melengkapi sehingga diperoleh parameter waktu retensi dan spektra massa (Muchtaridi 2004; Yan Li et al. 2014).
β-glukan merupakan biopolimer yang
terdiri dari monomer-monomer D-glukosa dan terhubung oleh ikatan glikosida tipe β. Jenis
β-glukan sangat beragam tergantung pada
sumbernya dan sangat mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia, maupun fungsi biologinya karena memiliki perbedaan komposisi penyusun gula, struktur cabang, berat molekul, maupun struktur tiga dimensinya. Sumber-sumber β-glucan
berasal dari dinding sel bakteri, jamur, yeast (Saccharomyces cerevisiae) atau dari beberapa jenis biji-bijian seperti oat dan barley. β-glukan yang diekstrak dari jamur mempunyai
kemampuan menjaga kelembaban,
menghambat kemampuan pembentukan
melanin, dan kemampuan menyaring sinar
ultraviolet sehingga dapat digabungkan dalam
komposisi kosmetik sebagai pencerah kulit maupun anti oksidan kulit. Jenis β-glukan
tergantung pada jenis jamur yang
menghasilkannya antara lain lentinan (jamur
Shiitake/Lentinus edodes), schizophyllan (jamur Schizophyllan/Schizophyllum commune), dan pleuran (jamur Oyster/Pleurotus ostreatus).
Schizophyllum commune menghasilkan
polisakarida beta 1,3 dan 1,6 glukan yang mempunyai komposisi homogen yang dihasilkan secara ekstraselular dengan kultur cair (Kwang and Shik Yun 2006; Hendritomo 2010).
Pada penelitian ini, krim nanopartikel akan ditingkatkan aktivitas anti agingnya dengan penambahan bahan alam yang mengandung bahan aktif tabir surya tinggi yaitu metil sinamat
dari minyak laja gowah dan dibandingkan dengan β-glukan.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
Bahan utama untuk membuat krim pada penelitian ini adalah asam stearat, cetyl alcohol,
cetyl stearyl alcohol, dan gliserin dari Ecogreen Oleochemicals. Air demineral dari Bratachem.
Bahan tambahan olive oil diperoleh dari
Ecogreen Oleochemicals dan emulsifier dari
Bratachem. Metil sinamat diperoleh dari pemurnian minyak laja gowah di BBKK dan β-glukan yang dipakai pada penelitian adalah produk dari Korea.
Peralatan yang digunakan adalah mixer merek Labortechnik dan alat ultrasonikasi dengan merek SONICS model Vibra Cell dipakai sebagai reaktor untuk menghasilkan krim nanopartikel.
Metode
Krim nanopartikel disiapkan dengan homogenisasi asam stearat, cetyl alcohol, dan
cetyl stearyl alcohol dengan alat mixer dan
ultrasonikasi. Penambahan bahan aktif metil sinamat dan β-glukan dilakukan dengan dua cara yaitu sebelum ultrasonikasi dan sesudah ultrasonikasi. Selanjutnya produk krim ini diuji kandungan bahan aktifnya apakah ada pengaruh penambahan sebelum dan sesudah terhadap kandungannya dalam krim. Lalu ukuran partikel dianalisis dengan menggunakan
Particle Size Analyzer (PSA) dan anti kerut (anti aging) dianalisis menggunakan tikus Wistar di
laboratorium Sekolah Farmasi ITB.
Analisis Produk
Particle Size Analyzer (PSA) digunakan
untuk mengetahui ukuran partikel krim. Untuk menguji bahan aktif di dalam krim, dianalisis menggunakan Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS). Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kandungan metil sinamat di dalam krim Solid
Lipid Nanoparticle (SLN).
Pengujian stabilitas emulsi dilakukan di laboratorium uji Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) dengan prosedur sebagai berikut, sampel dimasukkan ke dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45⁰ C selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam
pendingin bersuhu 0°C selama 1 jam, dan dikembalikan lagi ke dalam oven bersuhu 45°C selama 1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fasa terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dihitung berdasarkan rumus berikut :
Stabilitas Emulsi (SE) (%) = (berat fase yang tersisa/berat total bahan emulsi) x 100%...(1) Pengujian aktivitas anti aging dilakukan pada bagian yang tidak berbulu dari kaki belakang bagian posterior tikus yang disinari dengan sinar UV B. Penyinaran dilakukan setiap hari selama 15 menit, 5 hari seminggu selama 2 minggu. Tikus Wistar betina sehat dengan bobot sekitar 200 g dipilih sebagai tikus percobaan pada pegujian ini. Krim uji diaplikasikan pada salah satu kaki setiap setelah penyinaran. Hasil menunjukkan adanya perlindungan terhadap terbentuknya kerutan kasar pada kulit kaki yang diberi krim uji.
Pelaksanaan uji anti aging dilakukan sebagai berikut : tikus diimobilisasi sedemikian rupa sehingga bagian posterior dari kaki belakang yang tidak berbulu menghadap ke atas, lampu UV B (Philips) dengan intensitas iradiasi 10 mW/cm2 ditempatkan sekitar 10 cm tepat di atas kulit kaki, penyinaran dilakukan 5 hari seminggu selama 2 minggu (dengan lama penyinaran 17 menit setiap harinya), setelah penyinaran, krim uji diaplikasikan pada kaki kanan tikus, sedangkan kaki kiri tidak mendapat perlakuan, dan menjadi kontrol. Krim uji dibiarkan berkontak pada kaki selama 5 menit.
Pada akhir minggu kedua, diamati kerutan pada bagian kaki yang terpapar UV B, kerutan kemudian diberikan skor menurut kriteria pengamatan berikut : 0 = tidak ada kerutan kasar, 1 = sedikit kerutan kasar dangkal, 2 = beberapa kerutan kasar, dan 3 = beberapa kerutan kasar dalam.
Skor kerutan dibandingkan diantara kaki yang hanya terpapar UV B dengan kaki yang diberi krim uji setelah paparan UV B. Rata-rata dari selisih skor kedua kaki kemudian dihitung. Rata-rata dari skor pada kaki yang diberi krim uji dibandingkan diantara kelompok perlakuan. Pada bagian akhir dari percobaan, tikus dikorbankan dan kulit kaki diambil pengamatan dengan menggunakan mikroskopik elektron yaitu Scanning Electron Microscope (SEM).
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran Partikel Krim
Dengan menggunakan ultrasonic merek SONICS model Vibra Cell menghasilkan produk dengan ukuran partikel seperti disimpulkan pada Tabel 1 dan kromatogram hasil analisis ukuran partikel untuk tiga kali pengulangan dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1. peak yang berwarna merah merupakan hasil uji 1, peak yang berwarna hijau hasil uji 2, dan peak yang berwarna biru adalah hasil uji 3. Terlihat bahwa pada hasil uji tiga peak lebih tajam, ini menandakan bahwa deviasi ukuran lebih kecil. Dari hasil uji diketahui bahwa ukuran partikel produk krim berada pada 144 nm sampai dengan 492 nm. Ukuran partikel rata-rata produk dari tiga kali pengulangan adalah 315,1 nm dengan rata-rata deviasi ukuran partikel cukup besar yaitu 158,1 nm. Diketahui beberapa pengertian nanopartikel pada SLN yaitu menurut Rachmawati (2011), nanopartikel pada lemak padat adalah dengan ukuran partikel 1 nm sampai dengan 300 nm. Sedangkan Pardeike et
al. (2009) menyatakan bahwa efektivitas aktivitas krim naik signifikan dibandingkan mikromolekul setelah ukuran krim diperkecil 15 kali menjadi 400 nm. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ukuran partikel rata-rata produk yang dihasilkan sudah termasuk SLN walaupun sebagian kecil masih berukuran diatas 400 nm.
Dalam pembuatan SLN, jenis alat berpengaruh terhadap kondisi operasional untuk menghasilkan ukuran partikel krim yang diinginkan. Krim dengan ukuran partikel 54,6 nm dapat dihasilkan dengan formulasi dan perlakuan awal yang sama ketika proses dilakukan dengan menggunakan Ultrasonic
Processor merek Crom Tech (Rahmi et al. 2013)
Tabel 1. Hasil analisis ukuran partikel dengan PSA No Ukuran Partikel (nm) Maksimum dan Minimum (nm) 1. 317,6 ± 173,6 Maksimum 491,2 Minimum 244,0 2. 302,5 ± 168,2 Maksimum 470,7 Minimum 134,3 3. 325,2 ± 132,6 Maksimum 457,8 Minimum 192,6
Gambar 1. Kompilasi hasil analisis ukuran partikel dimana ukuran maksimum 491,2 nm dan ukuran minimum 344,3 nm.
Bahan Aktif
Penambahan bahan aktif di dalam krim dilakukan sebelum proses sonikasi dan sesudah proses sonikasi. Penambahan bahan aktif sebelum sonikasi dimaksudkan agar bahan aktif terikat secara sempurna dan merata di setiap permukaan partikel pada krim. Sedangkan penambahan bahan aktif sesudah sonikasi
dimaksudkan agar bahan aktif yang
ditambahkan tidak terevaporasi selama proses sonikasi karena proses ini bersifat eksotermis. Untuk mengetahui apakah kandungan bahan aktif terpengaruh oleh proses sonikasi, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan
GC-MS. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. dan
kromatogramnya pada Gambar 2.
Pada Gambar 2a. diperlihatkan bahwa metil sinamat yang dimasukkan adalah metil sinamat yang sudah dimurnikan menjadi 99,35% sebanyak 1%. Kandungan metil sinamat yang ditambahkan sebelum proses sonikasi adalah sebanyak 0,44% (Gambar 2b), sedangkan kandungan metil sinamat yang ditambahkan setelah proses sonikasi adalah 0,42%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa proses sonikasi yang bersifat eksotermis tidak berpengaruh signifikan terhadap kandungan metil sinamat di dalam krim. Diketahui bahwa titik didih metil sinamat yang tinggi yaitu sekitar 261°C sampai dengan 262 °C, sedangkan panas selama proses sonikasi sekitar 80 °C. Sedikit perbedaan kandungan metil sinamat dalam krim membuktikan bahwa selain meningkatkan pemerataan penyebaran bahan aktif, proses sonikasi juga dapat memperkuat ikatan metil sinamat dengan permukaan partikel pada krim.
Stabilitas Emulsi
Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan, dimana emulsi yang terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang diinginkan adalah memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan. Menurut Suryani et al. (2000), emulsi yang tidak stabil dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, tidak sesuainya rasio antara fase terdispersi dan fase pendispersi, pemanasan dan penguapan yang berlebihan, jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat,
pembekuan, guncangan mekanik atau getaran, ketidak seimbangan densitas, reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem, dan penambahan asam atau senyawa elektrolit.
Uji stabilitas emulsi krim nanopartikel dilakukan setiap 2 bulan, dimana krim disimpan di dalam botol yang sudah dibuka dan ditutup kembali setelah diambil, disimpan di ruang terbuka pada suhu ruang. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Stabilitas emulsi krim terlihat normal atau tidak terjadi perubahan setelah tujuh bulan pemeriksaan. Begitu juga ketiga sampel yaitu krim nanopartikel murni, krim yang ditambahkan metil sinamat sebelum sonikasi, dan krim yang ditambahkan metil sinamat sesudah sonikasi terlihat sama tanpa perbedaan yang signifikan. Penambahan bahan aktif metil sinamat sebelum dan sesudah sonikasi juga tidak mempengaruhi stabilitas emulsi krim. Pada bulan November hasil pengukuran menunjukkan angka sekitar 99%.
Stabilitas emulsi krim dipengaruhi oleh tegangan antar muka campuran fase lemak dan fase cair. Penambahan emulsifier disertai pengecilan ukuran partikel dapat memperkecil tegangan antar muka (Heffernan et al. 2011). Dalam hal ini gaya adhesi lebih tinggi daripada gaya kohesi dari campuran kedua fase yang selanjutnya dapat menaikkan persentase kestabilan emulsi krim. Adhesi adalah fenomena fisik yang disebabkan oleh dua atau lebih bahan yang saling melekat dan hal yang sangat diperhatikan untuk kualitas krim.
Aktivitas Anti Aging
Aktivitas anti aging dihitung dari banyaknya kerutan yang diakibatkan oleh paparan sinar UV pada kulit. Semakin banyak kerutan yang ditimbulkan menunjukkan bahwa krim tidak berfungsi dengan baik pada kulit, hal ini menandakan bahwa aktivitas anti aging rendah (Armand 2010). Ada lima sampel yang diuji pada penelitian ini, yaitu krim SLN murni sebagai standar, krim SLN dengan penambahan bahan aktif (metil sinamat dan β-glukan) sebelum dan sesudah sonikasi. Pengaruh paparan UV B dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3. dapat dilihat kerutan pada kaki yang diolesi krim nanopartikel murni lebih banyak dibandingkan kaki yang diolesi dengan krim yang ditambah dengan bahan aktif (lihat anak panah).
Tabel 2. Hasil analisis kandungan metil sinamat di dalam krim
No Nama Luas area Kandungan
(%)
1 Standar 43082,3 99,35
2 Penambahan sebelum sonikasi (MS-sebelum) 189,5 0,44
3 Penambahan sesudah sonikasi (MS-sesudah) 180,8 0,42
Gambar 2. Kromatogram hasil pengujian dengan GC-MS a) Standar metil sinamat b) Metil sinamat sebelum
a)
b)
Tabel 3. Stabilitas emulsi krim nanopartikel No Nama krim Waktu (bulan) 2 4 6 8 1 Nanopartikel murni 96,70 % 98,98 % 94,36 % 99,47% 2 MS*-sebelum 97,10 % 99,23 % 94,94 % 98,49 % 3 MS*-sesudah 96,61 % 98,97 % 94,07 % 98,91 %
Catatan : *Metil Sinamat
a)
b)
c)
d)
e)
Gambar 3. Efek paparan UV B serta pengaruh krim terhadap kulit bagian posterior kaki belakang tikus a) Krim nanopartiel murni, b) Penambahan β-glukan sebelum sonikasi, c) Penambahan β-glukan sesudah sonikasi, d) Penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, e) Penambahan metil sinamat sesudah sonikasi
Hasil pengamatan selanjutnya dihitung dan dibuat grafiknya (Gambar 4). Dari Gambar 4a. menunjukkan skor kerutan dimana penambahan β-glukan sebelum sonikasi sebesar < 0,001 sedangkan krim lainnya yaitu penambahan β-glukan sesudah sonikasi, penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, dan penambahan metil sinamat sesudah sonikasi sebesar < 0,0001. Gambar 4b. menunjukkan selisih skor dibandingkan pemakaian krim nanopartikel murni. Dihasilkan bahwa untuk penambahan bahan aktif β-glukan selisih skor sebesar < 0,05 sedangkan untuk
penambahan bahan aktif metil sinamat selisih skor sebesar < 0,001. Dari hasil pengamatan ini, diketahui bahwa penambahan bahan aktif berpengaruh signifikan terhadap aktivitas anti
aging. Diketahui bahwa β-glukan yang
merupakan turunan polisakarida merupakan salah satu anti aging (Yea et al. 2011).
Selanjutnya untuk dapat melihat secara jelas kerutan antara satu dengan yang lain, maka pada kulit kaki tikus dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron (Scanning Electron Microscopy/SEM).
< 0,001
< 0,0001
< 0,0001
< 0,0001
Se
li
si
h
Sk
o
r
< 0.05
< 0.001
< 0.05
a)
b)
Gambar 4. Pengaruh pemberian krim terhadap skor visual kerutan setelah paparan sinar UV B a) Skor kerutan, b) Selisih skor dibandingkan krim nanopartikel murni
Hasil pengamatan dengan menggunakan
SEM dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil SEM dapat dilihat bahwa kulit normal mempunyai komponen elastik normal (EN) disertai lapisan terorganisasi (LT) atau tersusun rapi (Gambar 5a). Pada kulit yang diberi krim
SLN dan paparan UV B mengalami lapisan
disorganisasi (LD) atau lapisan yang tidak beraturan disertai curling (keriting) pada komponen elastiknya (EC). Sedikit terlihat komponen elastik curling pada kulit yang diberi krim β-glukan sebelum sonikasi dan sesudah sonikasi (Gambar 5c dan 5d). Selanjutnya pada
kulit yang diberi metil sinamat sebelum sonikasi dan sesudah sonikasi tidak terlihat EC dan LD. Apabila dibandingkan dengan kulit normal terlihat bahwa penambahan metil sinamat dapat mengurangi lapisan sehingga terlihat halus (Gambar 5e dan 5f). Aktivitas antioksidan dan sifat lipophilicity (kemampuan larut dalam lemak) yang optimal dari metil sinamat dipengaruhi oleh adanya ikatan rangkap antara gugus karboksil dan gugus aromatik. Dengan optimalnya aktivitas anti aging dan sifat lipophilicity meningkatkan rantai penghubung (Yan Li et al. 2014).
Keterangan :
sln : krim nanopartikel murni bg1 : β-glukan sebelum sonikasi bg2 : β-glukan sesudah sonikasi ms1: metil sinamat sebelum sonikasi ms2: metil sinamat sesudah sonikasi
A
B
C
D
E
F
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Gambar 5. Hasil SEM efek paparan UV B serta pengaruh krim terhadap kulit bagian posterior kaki belakang tikus a) Kulit normal, b) Hanya paparan UV B, c) Paparan UV B dengan penambahan β-glukan sebelum sonikasi, d) Paparan UV B dengan penambahan β-glukan sesudah sonikasi, e) Paparan UV B dengan penambahan metil sinamat sebelum sonikasi, dan f) Paparan UV B dengan penambahan metil sinamat sesudah sonikasi. EN adalah komponen Elastik Normal, EC adalah komponen Elastik
Curling, LT adalah Lapisan Terorganisasi, dan LD adalah Lapisan Disorganisasi.
KESIMPULAN
Penambahan bahan aktif metil sinamat atau β-glukan dapat meningkatkan aktivitas anti
aging dalam krim berbasis kelapa sawit. Proses
penambahan bahan aktif β-glukan dan metil sinamat tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas anti aging pada krim nanopartiel. Stabilitas krim yang ditambahkan bahan aktif tidak mengalami penurunan setelah dibiarkan selama 7 bulan di ruang terbuka dan suhu ruang yaitu tetap sekitar 99%. Dengan penambahan bahan aktif pada krim, aktivitas anti aging menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan krim nanopartikel saja. Hal ini terlihat pada perbandingan jumlah kerutan pada hewan percobaan antara krim nanopartikel murni dan krim nanopartikel dengan bahan aktif yaitu
selisih skor < 0,001 untuk penambahan metil sinamat dan <0,05 untuk penambahan β-glukan.
DAFTAR PUSTAKA
Armand, G. 2010. Topical wrinkle and anti-aging moisturizing cream. US patent
application publication. Pub.No :
2010/0098794 A1
Armenakas, M.A. 2013. Multi active microtargeted anti-aging skin care cream polymer technology. US patent. US20130078294A1
Fohlenkamp, K.R., Geneisberg, and Westphalia. 1961. Cosmetic cream. US patent
Gutierrez, J.M., C. Gonzalez, A. Maestro, I. Sole, C.M. Pey, and J. Nolla. 2008. Nano-emulsions: new applications and optimization of their preparation.
Current opinion in colloid & interface science 13 (4) : 245-251.
Heffernan, S.P., A.L. Kelly, D.M. Mulvihill, U. Lambrich, and H.P. Schuchmann. 2011. Efficiency of a range of homogenisation technologies in the emulsification and stabilization of cream liqueurs. Innovative food science & emerging technologies 12
(4) : 628–634.
Hendritomo, H.I. 2010. Jamur konsumsi berkhasiat obat. Yogyakarta : Lily
Publisher.
Kwang, S.K. and H. Shik Yun. 2006. Production of soluble β-glucan from the cell wall of saccaromyces cerevisiae. Enzym and
microbial technology 39 (3) : 496-500.
Li, Y., F.Dai, X.L. Jin, M.M. Ma, Y.H. Wang. 2014. An effective strategy to develop active cinnamic acid directed antioxidants based on elogating the conjugated chains. Food chemical 158 (1): 41-47.
Muchtaridi. 2004. Characterization of essential oil of Laja Gowah rhizome (alpinia malaccensis rosc.). Journal of bionatura 6 (4) : 34-40.
Muller, R.H., R.D. Petersen, A. Hommoss, and J. Pardeike. 2007. Nanostructured lipid carriers (NLC) in cosmetic dermal products. Advanced drug delivery
reviews 59: 522 – 530.
Pardeike, J., H. Aiman, and H.M. Rainer. 2009. Lipid nanoparticles (SLN, NLC) in cosmetic and pharmaceutical dermal products. International journal of
pharmaceutics 366 : 170–184.
Rachmawati, H. 2011. Training on
monothematic lecture in
nanopharmaceuticals and advanced research. School of Pharmay ITB,
Bandung. Indonesia
Rahmi, D., R. Yunilawati, dan E. Ratnawati. 2013. Pengaruh nano partikel terhadap aktivitas anti aging pada krim. Jurnal
sains material Indonesia 4 (3) :
235-238.
Rahmi, D., R. Yunilawati, dan E. Ratnawati. 2013. Peningkatan stabilitas emulsi
krim nanopartikel untuk
mempertahankan kelembaban kulit.
Jurnal kimia dan kemasan 35 (1) :
30-36.
Suryani, A., I. Sailah, dan E. Hambali. 2000.
Teknologi emulsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Indonesia
Viña, A. and E. Murillo. 2003. Essential oil composition from twelve varieties of Basil (Ocimum spp) grown in Colombia. Journal of the Brazilian
chemical society 14 (5) : 744-751.
Yea, M., W.Chena, T. Qiua, R. Yuana, Y. Yea, and J. Caib. 2011. Structural characterisation and anti-aging activity of extracellular polysaccharide from a strain of lachnum sp. Food chemistry. 132(1) : 338–343.
DEGRADASI ZAT WARNA PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL
DENGAN METODE FOTOKATALITIK MENGGUNAKAN
NANOKOMPOSIT TiO
2– ZEOLIT
(COLOR DEGRADATION IN TEXTILE INDUSTRIAL WASTEWATER WITH
PHOTOCATALYTIC METHOD USING NANOCOMPOSITE TIO2-ZEOLITE)
Siti Naimah, Silvie Ardhanie A., Bumiarto Nugroho Jati, Novi Nur Aidha dan Agustina
Arianita C.
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur
E-mail : st.naimah@gmail.com
Received : 1 Oktober 2014 ; revised : 7 Oktober 2014 ; accepted : 15 Oktober 2014
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian degradasi zat warna pada limbah cair industri tekstil menggunakan metode fotokatalitik dengan penambahan nanokomposit TiO2 - zeolit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas
kemampuan nanokomposit dalam mendegradasi zat warna serta parameter-parameter yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan TiO2. Perbandingan TiO2 : zeolit yang
digunakan pada pembuatan nanokomposit adalah 100:0, 20:80, 40:60, 50:50, 60:40, dan 0:100. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan limbah cair tekstil buatan yang dibuat dari pewarna Synolon
yellow S-G6LS (untuk warna kuning) dan B/Blue R 150% special (untuk warna biru), sedangkan limbah cair
industri tekstil diambil dari salah satu industri di Bogor. Waktu degradasi zat warna dilakukan dalam reaktor fotokatalitik selama 180 menit. Pada perbandingan TiO2 : zeolit 40:60 didapatkan degradasi zat warna tekstil buatan berwarna kuning maksimal adalah 99,9 % dan zat warna tekstil buatan berwarna biru maksimal 99,8%. Analisis warna menggunakan spektrofotometer dan HPLC. Nanokomposit TiO2 : zeolit 40 : 60 merupakan
perbandingan optimal sehingga digunakan pada uji coba limbah cair industri tekstil. Degradasi maksimal warna kuning dengan pengolahan fotokatalitik yang ditambahkan nanokomposit pada limbah cair industri tekstil sebesar 98,4%, sedangkan untuk parameter uji zat organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak diperoleh nilai di bawah baku mutu yang dipersyaratkan.
Kata kunci : Reaksi fotokatalitik, Limbah cair tekstil, Nanokomposit, TiO2, Zeolit
ABSTRACT
Research has been done on the color degradation of textile industrial wastewater using photocatalytic method by adding nanocomposite TiO2 : zeolite. The purpose of this study to determine the effectiveness of nanocomposite ability to degrade the color as well as the parameters in line with Government Regulation Number 82, 2001 on water quality management and water pollution control. Zeolites is firstly activated before made the nanocomposite. The ratio between nanocomposite TiO2 : zeolite is 100:0, 20:80, 40:60, 50:50, 60:40, and 0: 100. Preliminary experiments using artificial textile effluent made from color Synolon yellow S-G6LS (yellow color) and B/Blue R 150% special (blue color), while the textile industry wastewater taken from textile industry in Bogor. Color degradation time in the photocatalytic reactor for 180 minutes. In comparison nanocomposite TiO2:zeolite 40:60 obtained artificial textile color degradation yellow maximum 99,9% and artificial textile color degradation blue maximum 99,8%. Color analysis using spectrophotometer and HPLC. Nanocomposite TiO2: zeolite 40: 60 is the optimal ratio to be used in trials of textile industrial wastewater. The maximum degradation of yellow color by photocatalytic nanocomposite processing in the textile industrial wastewater is 98.4% while for organic substances, TSS, TDS, BOD, COD, and fat/oil parameters values obtained under the required quality standard.
PENDAHULUAN
Industri tekstil di Indonesia mengalami peningkatan yang semakin pesat guna
memenuhi kebutuhan masyarakat akan
sandang. Jumlah Industri tekstil yang ada di Indonesia mencapai 2.251 pada tahun 2011 (bps.go.id). Namun besarnya jumlah industri tekstil di Indonesia ini tidak diimbangi dengan pengolahan limbah cair dengan baik dan benar. Perkiraan beban pencemaran limbah cair dari industri tekstil skala menengah dan besar di lingkungan DKI Jakarta pada 2012 untuk kadar
BOD mencapai 10.516,72 ton/tahun, kadar COD
5. 421,09 ton/tahun, kadar padatan tersuspensi (SS) adalah 4.943,49 ton/tahun, dan Total
Dissolved Solid (TDS) sebesar 12.305,29
ton/tahun (bplhd.go.id). Sebagian besar industri tekstil tersebut menggunakan pewarna sintetis dengan alasan murah, tahan lama, mudah diperoleh, dan mudah dalam penggunaan. Penggunaan pewarna tekstil sintetis menimbulkan masalah, yakni limbah yang dihasilkan masih berwarna dan sulit terdegradasi. Limbah pewarna tekstil harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air. Ini disebabkan karena sekitar 10% hingga15% zat pewarna yang sudah dipakai, tidak dapat digunakan ulang dan harus dibuang (Ruzicka dkk 2014).
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya, serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Manurung dkk 2004).
Beberapa cara pengolahan limbah cair tekstil secara konvensional telah banyak dikembangkan oleh para peneliti antara lain klorinasi, ozonisasi, dan biodegradasi. Beberapa kelemahan dari metode tersebut antara lain biaya operasional tinggi dan relatif sulit diterapkan di Indonesia. Proses adsorpsi yang saat ini banyak digunakan kurang efektif, karena limbah organik yang teradsorpsi masih terakumulasi di dalam adsorben yang pada suatu saat nanti akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan (Utubira et al. 2006).
Salah satu alternatif pengolahan limbah tekstil adalah dengan menggunakan prinsip fotokatalitik (Alinsafi et al. 2006). Fotokatalitik merupakan kombinasi antara proses fotokimia
dan katalis. Pada proses fotokatalitik diawali dengan terbentuknya pasangan electron hole positif (e- , h+) dalam partikel semikonduktor. Pasangan electron hole positif mengalami reaksi reduksi oksidasi menghasilkan radikal
hidroksil (.OH) yang diduga dapat
mendegradasi polutan organik berbahaya (Sakti
et al. 2013).
Proses fotokatalitik terjadi pada fase teradsorpsi (Fogler 1992), hal ini menimbulkan masalah baru dalam proses fotodegradasi karena semikonduktor yang digunakan memiliki daya adsorpsi yang lemah. Penambahan suatu adsorben yang dapat menopang semikonduktor dapat mengurangi kekurangan tersebut (El-Maazawi 2000). Penggabungan fotokatalitik dan adsorben dilakukan dengan harapan kontak fotokatalitik dengan polutan menjadi lebih optimal. Selain itu, adsorben yang digunakan tidak perlu digenerasi karena polutan yang menempel pada adsorben akan didegradasi secara insitu oleh fotokatalis sehingga kejenuhan adsorben dapat dihindari (Matsuoka and Anpo 2003, Slamet et al. 2008).
Kelebihan proses fotokatalitik
dibandingkan dengan metode konvensional lain adalah hasil limbah tidak berbahaya dan lebih hemat dalam pemakaian bahan kimia serta energi. Fotokatalitik juga merupakan metode yang potensial dan efektif dalam mengolah limbah-limbah senyawa organik dan non organik
karena mempunyai kemampuan sebagai
reduktor dan oksidator (Parent and Blake 1996, Slamet 2004).
Penelitian menggunakan metode
fotokatalitik untuk degradasi limbah cair industri tekstil telah banyak dilakukan, antara lain penelitian pengolahan limbah cair tekstil batik dengan menggunakan metode fotokatalitik TiO2 -dopan-N (campuran TiO2:urea) menggunakan sinar matahari selama 5 jam oleh Riyani et al. (2012) dimana penambahan urea berfungsi untuk meningkatkan aktivitas fotokatalitik dan penelitian dengan menggunakan metode fotokatalitik TiO2-zeolit dengan bantuan sinar
UV untuk degradasi limbah tekstil di Jogja oleh
Utubira dkk (2006).
Penelitian menggunakan metode
fotokatalitik untuk degradasi limbah cair tekstil buatan antara lain penelitian penurunan zat warna sintetis C. I acid blue 40 untuk tekstil menggunakan kitosan bipolimer dan TiO2 dengan lampu UV, penurunan warna dilakukan dengan mengukur absorbansinya menggunakan alat spektrometer UV-VIS (Chen et al. 2010). Saleh (2005) juga telah melakukan penelitian
pengujian warna tekstil sintetis menggunakan
HPLC, dengan menggunakan pewarna sintetis
berupa direct red 81, direct blue 15, direct black
22, dan direct orange 34.
TiO2 merupakan bahan semikonduktor paling sering digunakan sebagai fotokatalis dalam aplikasi reaksi fotokatalitik khususnya pengolahan limbah. Beberapa keunggulan TiO2 dibandingkan fotokatalisis semikonduktor yang lain yaitu TiO2 mempunyai energi gap relatif besar (3,2 eV) yang cocok digunakan untuk fotokatalis, tidak beracun, harganya terjangkau, melimpah di alam, memiliki stabilitas kimia tinggi pada kisaran pH yang besar, katalis dan bahan kimia berbiaya rendah, tidak ada atau berhambatan rendah dengan keberadaan ion yang umumnya berada di air, memerlukan kondisi reaksi yang relatif ringan dan berhasil mendekomposisi beberapa polutan beracun dan sulit terurai (Andari dan Wardhani 2014, Bayarri
et al. 2005)
Penggunaan TiO2 akan lebih efektif jika menggunakan adsorben. Adsorben yang digunakan adalah zeolit. Penelitian penggunaan zeolit sebagai bahan adsorben pada oksida logam TiO2 telah banyak dilakukan. Pemanfaatan zeolit sebagai matriks untuk sintesis oksida-oksida logam disebabkan karena zeolit mempunyai pori-pori yang berdimensi nanometer sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pembatas pertumbuhan partikel. Zeolit berfungsi untuk meningkatkan aktivitas fotokatalisis. Dengan mendispersikan bahan TiO2 ke dalam pori-pori zeolit, maka penggunaan bahan menjadi lebih irit dan juga lebih mudah menanganinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kemampuan nanokomposit TiO2 : zeolit dalam mendegradasi zat warna dan zat organik pada limbah cair industri tekstil supaya sesuai dengan baku mutu lingkungan. Pada penelitian ini zeolit alam diaktivasi terlebih dahulu sebelum dikompositkan dengan TiO2. Dibuat nanokomposit TiO2 dan zeolit dengan perbandingan tertentu. Percobaan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan limbah cair tekstil buatan yang dibuat dari pewarna Synolon
yellow S-G6LS (untuk warna kuning) dan B/Blue
R 150% special (untuk warna biru), sedangkan limbah cair industri tekstil diambil dari salah satu industri di Bogor.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain synolon yellow S-G6LS, B/Blue R
150% special, limbah industri tekstil diambil dari
industri di Bogor, HCl pekat, HF pekat, NH4Cl 0.1M, zeolit alam Lampung, serbuk TiO2 Grade
Degussa P-25, TEOS (tetraethylorthosilicate),
aquadest, KMnO4, H2SO4, ethanol, dan
dicloromethane for HPLC. Peralatan penelitian
yang digunakan yaitu spektrofotometer DR/2000, sonikator, hot plate, reaktor fotokatalitik, ayakan 180 µm, stirrer, oven dan neraca analitik.
Metode
Aktivasi Zeolit Sebagai Adsorben
Sebelum zeolit digunakan sebagai nanokomposit, dilakukan aktivasi terlebih dahulu. Zeolit alam Lampung (50 gram) dicuci menggunakan aquadest sebanyak 2 kali, kemudian disaring dan dikeringkan di dalam oven (120°C selama 2 jam). Setelah dikeringkan, zeolit dilarutkan dengan HF 1% sebanyak 200 mL, lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit. Tahapan setelah sentrifugasi adalah pencucian bebas asam dengan menggunakan aquadest sampai larutan atas menjadi jernih tidak berwarna dan dilanjutkan dengan penyaringan zeolit. Sebanyak 200 mL HCL 6M ditambahkan, kemudian dilakukan refluks pada suhu 90°C selama 30 menit, lalu dilakukan pencucian bebas Cl- dengan menggunakan aquadest sampai larutan atas menjadi jernih tidak berwarna. Zeolit kemudian disaring, diambil endapan, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dan ditambahkan NH4Cl 0,1 M sebanyak 200 mL. Endapan direndam selama 24 jam. Setelah direndam, dilakukan refluks terhadap endapan tersebut selama 180 menit/hari selama 5 hari berturut-turut, kemudian dibilas dengan menggunakan aquadest,
disaring, dan dimasukkan ke dalam cawan untuk dikalsinasi di tanur pada suhu 500°C selama 5 jam.
Pembuatan Nanokomposit TiO2 - Zeolit
TiO2 dan zeolit ditimbang secara terpisah dengan perbandingan (100:0, 20:80; 40:60; 50:50; 60:40; dan 0:100) dengan berat total 5 gram. TiO2 yang telah ditimbang kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest, lalu disonikasi selama 30 menit. Setelah disonikasi, ditambahkan TEOS (Tetraethylenorthosilicate) sebanyak 0,10 mL (2 tetes), disonikasi kembali selama 2 menit, kemudian ditambahkan adsorben yang telah ditimbang, diaduk sampai homogen, dan disonikasi selama 30 menit. Tahap berikutnya nanokomposit dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80°C hingga 90°C dengan pengadukan hingga air menjadi kurang lebih 20 mL - 30 mL, kemudian dikalsinasi dalam tanur pada suhu 300°C selama 2 jam,
didinginkan, dan terakhir dihaluskan menggunakan lumpang.
Pengolahan Limbah Dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Zeolit, TiO2 dan Nanokomposit (TiO2 : Zeolit)
Sampel limbah cair tekstil 300 mL ditambahkan zeolit 3 gram (untuk zeolit 100%) atau 3 gram TiO2 (untuk TiO2 100%) atau ditambahkan nanokomposit TiO2 : zeolit (dengan perbandingan 20 : 80, 40 : 60, 50 : 50, dan 60 : 40) yang telah ditimbang terlebih dahulu sebanyak 3 gram. Setelah zeolit atau TiO2 atau nanokomposit TiO2 : zeolit ditambahkan, lalu dimasukkan ke dalam reaktor fotokatalitik. Waktu yang digunakan pada pengolahan limbah cair tekstil dengan metode fotokatalitik adalah 180 menit. Hal ini berdasarkan pada kekuatan intensitas sinar matahari yang merupakan sumber sinar UV di alam pada kisaran pukul 11:40 hingga 14:00, yaitu 180 menit. Penelitian ini menggunakan lampu UV sebagai sumber sinar UV. Sampling dilakukan setiap 10 menit selama 180 menit dan dimasukkan ke dalam
tube.
Analisis Warna Limbah Cair Tekstil Buatan dan Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Spektrofotometer
Larutan standar dipersiapkan terlebih dahulu, untuk limbah cair berwarna kuning dibuat dengan konsentrasi 60 mg/L dan deret pengencerannya, sedangkan larutan standar untuk limbah cair berwarna biru dibuat dengan konsentrasi 40 mg/L dan deret pengencerannya. Larutan standar disiapkan dalam tube 20 mL. Untuk sampel limbah cair tekstil yang ada dalam
test tube, disaring menggunakan siring injection
dengan menggunakan kertas saring 0,45 µm. Sampel dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm untuk sampel berwarna kuning dan 700 nm untuk sampel berwarna biru. Preparasi analisis spektrofotometer untuk sampel berwarna kuning ditambahkan methanol dengan perbandingan 4:3.
Analisis Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil dengan HPLC
Sampel limbah cair industri tekstil 300 mL yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam wadah. Ditambahkan nanokomposit TiO2 : zeolit 3 gram dengan perbandingan 40 : 60, setelah itu dimasukkan dalam reaktor fotokatalitik dan sampling sebanyak 40 mL dilakukan selama 40 menit dan 170 menit. Sampel limbah cair industri tekstil yang berada dalam tabung erlenmeyer dipindahkan ke dalam corong pemisah dan
ditambah methanol 4 : 3. Ditambahkan 20 mL
dichloromethane kemudian diekstrak sebanyak
dua kali. Setelah didapat hasil ekstrak, dipisahkan dari limbah dimasukkan ke labu
evaporasi kemudian diuapkan dengan
menggunakan alat evaporasi sampai tersisa 1 sampai dengan 2 mL. Setelah itu diuji dengan menggunakan HPLC.
Analisis Zat Organik, TSS, TDS, BOD, COD dan Lemak/Minyak Sesuai Baku Mutu Lingkungan
Analisis zat organik, TSS, TDS, BOD,
COD dan minyak lemak dilakukan untuk
membandingkan hasil yang telah diperoleh dengan ambang batas baku mutu lingkungan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Analisis zat organik dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri permanganatometri, analisis TSS
dilakukan sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004, analisis TDS dilakukan sesuai dengan SNI 06-6989.27-2005, analisis BOD sesuai dengan SNI 6989.72-2009, analisis COD sesuai dengan SNI 6989.2-2009, dan analisis minyak lemak sesuai SNI 06.6989.10-2004.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada analisis yang telah dilakukan dapat diketahui efektifitas penggunaan perbandingan TiO2:Zeolit dalam mendegradasi zat warna tekstil buatan kuning dan biru yang maksimal. Perbandingan nanokomposit yang optimal pada degradasi tersebut digunakan untuk proses degradasi limbah tekstil industri.
Hasil Analisis Warna Limbah Cair Tekstil Buatan Dengan Menggunakan Spektrofotometer
Hasil analisis penambahan adsorben zeolit 100% pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru B/Blue R (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning synolon
yellow S-G6LS (50 mg/L) yang diproses
menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 1. Analisis degradasi limbah buatan warna kuning dan biru dilakukan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS, sedangkan analisis degradasi limbah industri menggunakan HPLC.
Gambar 1. menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan adsorben zeolit 100% terhadap degradasi warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal sebesar 50 mg/L. Degradasi maksimal
terjadi pada menit ke 160 yaitu 47%. Meskipun waktu iradasi diperpanjang sampai dengan 180 menit, namun tidak terjadi degradasi warna. Begitu juga dengan limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, Pada menit ke 160 terjadi degradasi maksimal yaitu sebesar 57,14%. Percobaan dengan menggunakan adsorben zeolit 100% mendapatkan hasil degradasi warna dengan persentase yang rendah. Degradasi zat warna setiap 10 menit tidak signifikan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mencapai persentase degradasi yang
diinginkan. Hal ini disebabkan tidak ada katalis yang berperan utama dalam penurunan zat
warna. Penggunaan sinar UV tanpa
menggunakan katalis dapat mendegradasi zat warna meskipun persentase yang diperoleh sangat kecil. Hal ini disebabkan ikatan-ikatan rangkap pada senyawa zat warna tereduksi dengan bantuan hv, namun senyawa zat warna tidak dapat tereduksi dengan baik terlihat dari nilai absorbansi yang cukup besar sehingga nilai persen degradasi yang didapat sangat kecil (Amrinah 2011)
Gambar 1. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan menggunakan adsorben zeolit 100%
Pada analisis menggunakan
spektrofotometer ditunjukkan bahwa
penambahan katalis TiO2 100% pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan uji efektifitas dengan menggunakan katalis TiO2 100% terhadap degradasi warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L. Degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 yaitu 60,4%. Meskipun waktu iradasi diperpanjang sampai dengan 180 menit, tidak terjadi degradasi warna. Pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L menunjukkan degradasi maksimal sebesar 65% pada menit ke 160. Kemampuan penggunaan katalis TiO2 100% terhadap degradasi zat warna pada limbah cair tekstil buatan mengalami peningkatan dibandingkan zeolit 100%. Hal ini disebabkan oleh, reaksi karena pengaruh cahaya dan katalisis berlangsung secara bersamaan pada metode fotokatalitik. Katalis ini dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasinya, atau dengan fotoproduk utama yang bergantung pada mekanisme fotoreaksi tersebut. Umumnya katalis yang digunakan merupakan semikonduktor yang baik seperti katalis TiO2. Pada reaksi fotokatalitik, semikonduktor dapat berperan sebagai pengaktivasi/katalis reaksi redoks cahaya dikarenakan pita valensi yang penuh berisi elektron dan pita konduksi yang kosong, dengan energi celah diantara kedua pita tidak terlalu besar (Riswiyanto et al. 2010).
Hasil analisis menggunakan
spektrofotometer menunjukkan hasil degradasi warna akibat penambahan nanokomposit TiO2 - zeolit dengan perbandingan 20 : 80 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit (Gambar 3).
Gambar 3 menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan perbandingan 20 : 80 nanokomposit TiO2 : zeolit dengan terhadap degradasi warna limbah tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 160 yaitu 97,6%. Begitu juga dengan limbah tekstil
buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L menunjukkan bahwa terjadi degradasi maksimal yaitu 97,7% pada menit ke 170. Iridasi dilanjutkan sampai dengan 180 menit, namun degradasi warna tidak terjadi lagi. Pada penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit, terjadi peningkatan degradasi warna apabila dibandingkan dengan hanya menggunakan katalis 100 % maupun adsorben 100%. Hal ini disebabkan karena aktivitas fotokatalitik TiO2 dapat ditingkatkan melalui pengembanan pada material pendukung, seperti adsorben. Salah satu yang dapat digunakan untuk kepentingan tersebut adalah zeolit alam. yang mempunyai pori dan luas permukaan yang relatif besar. Material TiO2 terhempas pada zeolit alam akan menghasilkan adsorben yang dapat menjerap sekaligus mampu menguraikan zat warna menjadi senyawa yang aman di lingkungan (Fatimah dan Wijaya 2005).
Hasil analisis menggunakan
spektrofotometer ditunjukkan bahwa
penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna pada Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 terhadap degradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L yang menghasilkan degradasi maksimal sebesar 99,9% pada menit ke 170. Pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, dengan penambahan waktu iradasi pada menit ke 150 terjadi degradasi maksimal sebesar 99,8%. Iradiasi dilanjutkan hingga 180 menit, namun degradasi warna tidak terjadi lagi. Persentase degradasi warna dengan menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60 lebih besar daripada menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit = 20 : 80, hal ini disebabkan karena bertambahnya konsentrasi TiO2 pada nanokomposit akan meningkatkan sisi aktif fotokatalis. Peningkatan sisi aktif menyebabkan banyak ion yang terserap pada permukaan TiO2 yang memiliki hole bermuatan positif. Hole pada TiO2 ini akan bereaksi dengan molekul H2O atau ion OH
-
dan memproduksi radikal hidroksil (-OH) semakin banyak yang
berperan dalam mendegradasi warna
.
Gambar 3. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 20 : 80
Gambar 4. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 40 : 60
2
Pada hasil analisis menggunakan
spektrofotometer ditunjukkan bahwa
penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 terhadap degradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L. Degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 sebesar 98,8%. Begitu juga limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal 35 mg/L, dengan bertambahnya waktu iradasi pada menit ke 170 terjadi degradasi maksimal sebesar 99,1%. Jika dibandingkan dengan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60, hasil degradasi nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 50 : 50 lebi rendah. Hal ini disebabkan karena perbandingan komposisi TiO2 dengan zeolit sama besar. Molekul-molekul TiO2 akan berdesak-desakan dengan molekul zeolit sehingga dapat menurunkan aktivitas fotokatalitiknya (Qodri, 2011).
Hasil analisis penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 60 : 40 pada limbah cair tekstil buatan berwarna biru (35 mg/L) dan limbah cair tekstil buatan berwarna kuning (50 mg/L) yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 6. Analisis ini dilakukan menggunakan spektrofotometer.
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa uji efektifitas penggunaan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 60 : 40 untuk mendegradasi zat warna limbah cair tekstil buatan berwarna kuning dengan konsentrasi awal 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 160 yaitu sebesar 99,99% (100%). Sama halnya dengan limbah tekstil buatan berwarna kuning, limbah cair tekstil buatan berwarna biru dengan konsentrasi awal sebesar 35 mg/L, dengan bertambahnya waktu iradasi pada menit ke 150 terjadi degradasi maksimal yaitu sebesar 99,99% (100%). Perbandingan
komposit TiO2 : zeolit 60 : 40 mengalami degradasi zat warna yang sempurna, hal ini dikarenakan pada perbandingan komposit tersebut terdapat jumLah katalis TiO2 yang lebih banyak sehingga proses fotokatalitik berjalan dengan efektif.
Dasar reaksi fotodegradasi atau reaksi penguraian senyawa organik merupakan reaksi oksidasi yang diinduksi oleh cahaya ultra violet. Reaksi tersebut dapat berlangsung apabila didalam suatu sistem terdapat sumber cahaya (foton), substrat organik, oksigen dan fotokatalis. Degradasi limbah cair tekstil menggunakan fotokatalis TiO2-zeolit secara umum terjadi melalui proses adsorpsi limbah cair tersebut ke permukaan fotokatalis yang disertai dengan proses oksidasi katalitik terhadap limbah cair tersebut. Pada saat fotokatalis tersebut terkena radiasi sinar ultra violet yang memiliki energi yang bersesuaian atau bahkan melebihi energi celah pita dari oksida titan tersebut, maka elektron-elektron dalam pita valensi dari fotokatalis tersebut akan tereksitasi ke pita konduksi yang akan menghasilkan ecb dan kekosongan atau hole (hvb) yang berperan sebagai muatan positif. Selanjutnya hvb akan bereaksi dengan hidroksida logam yaitu hidroksida oksida titan yang terdapat dalam larutan membentuk radikal hidroksida logam yang merupakan oksidator kuat untuk mengoksidasi senyawa – senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Untuk elektron yang ada pada permukaan semikonduktor akan terjebak dalam hidroksida logam dan dapat bereaksi dengan H2O atau O2 yang ada dalam larutan membentuk radikal hidroksi (-OH) atau superoksida (-O) yang akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Radikal-radikal ini akan terbentuk terus-menerus selama TiO2-zeolit masih dikenai radiasi sinar ultra violet dan akan menyerang senyawa-senyawa yang terdapat dalam limbah cair tersebut yang berada di permukaan katalis sehingga akan mengalami degradasi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak berbahaya. Jadi semakin banyak fotokatalis yang ditambahkan maka sisi aktif yang akan menghasilkan (-OH) semakin banyak (Linsebigler, 1995).
Gambar 6. Degradasi warna limbah cair tekstil buatan dengan perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit = 60 : 40
Hasil Analisis Warna Limbah Cair Industri Tekstil Dengan Menggunakan Spektrofotometer
Setelah dilakukan analisis degradasi warna penambahan TiO2 100%, zeolit 100%, maupun nanokomposit TiO2 : zeolit dengan berbagai perbandingan konsentrasi terhadap limbah cair industri tekstil buatan, maka penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit sebesar 40 : 60 dipilih untuk dianalisis efektivitasnya dalam mendegradasi limbah tekstil berwarna kuning pada limbah cair industri tekstil. Perbandingan nanokomposit TiO2 : zeolit sebesar 40 : 60 ini dipilih berdasarkan pertimbangan efektivitas waktu TiO2 mengendap dan pertimbangan ekonomis (harga TiO2 yang lebih mahal daripada zeolit).
Hasil analisis menggunakan
spektrofotometer penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 pada limbah cair industri tekstil yang diproses dengan menggunakan reaktor fotokatalitik selama 180 menit, menunjukkan hasil degradasi warna seperti pada Gambar 7.
Gambar 7 menunjukkan bahwa uji efektifitas dengan menggunakan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 terhadap degradasi zat warna kuning limbah cair industri tekstil dengan konsentrasi awal sebesar 50 mg/L, degradasi maksimal terjadi pada menit ke 170 yaitu sebesar 98,4%.
Hasil Analisis Zat Organik, TSS, TDS, BOD,
COD, dan Lemak/Minyak Pada Limbah Cair
Industri Tekstil
Selain uji efektifitas dengan menggunakan spektrofotometer penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit (40 : 60) untuk mendegradasi warna kuning pada limbah cair industri tekstil, dilakukan pula analisis zat
organik, TSS, TDS, BOD, COD, dan
lemak/minyak supaya sesuai dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi degradasi pada setiap parameter uji dari limbah cair industri tekstil. Hasil analisis parameter pada limbah cair industri tekstil awal seperti yang terlihat pada Tabel 1 cukup tinggi, kemudian dilakukan penambahan nanokomposit TiO2 : zeolit dengan perbandingan 40 : 60 yang disampling pada menit terakhir yaitu pada menit 180. Hasil limbah cair industri tekstil yang diperoleh tersebut kemudian digunakan untuk mengetahui TSS, TDS, BOD, COD, dan lemak/minyak selain konsentrasi zat warna yang sudah dianalisis. Penurunan hasil yang didapat sudah memenuhi syarat baku mutu. Untuk zat organik sendiri dapat terlihat degradasi dari 238 ppm (sebelum penambahan nanokomposit) menjadi 52 ppm atau sebesar 78% (perlakuan fotokatalitik pada menit 180). Penurunan kadar