commit to user
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK
TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK
YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Skripsi
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK
TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK
YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
AYU PURNAMA DEWININGRUM I 0308002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user ABSTRAK
Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN KARANGANYAR. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012.
Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah dengan luas area lahan 270 ha dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg. Permasalahan yang ada di Klaster Biofarmaka yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak yang akan dijual di pasaran bahkan yang akan dijual ke perusahaan jamu. Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi (HPP) temulawak. Metode yang digunakan adalah metode full costing. Metode full
costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini
masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana.
Perhitungan HPP metode full costing terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama mengidentifikasi komponen biaya produksi produk olahan temulawak. Tahap kedua mengklasifikasikan komponen biaya kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Tahap ketiga mengkalkulasikan ketiga komponen biaya. Tahap yang keempat membagi total biaya produksi dengan produk yang dihasilkan. Selain perhitungan HPP, dilakukan juga perhitungan sensitivitas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perubahan HPP terhadap peningkatan atau penurunan biaya yang dibutuhkan pada penentuan HPP produk olahan temulawak.
HPP yang diperoleh berdasarkan metode full costing untuk produk temulawak basah adalah Rp 2.108/Kg, simplisia temulawak adalah Rp 18.012/Kg, dan untuk serbuk temulawak adalah Rp 40.131/Kg. Komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak pada masing-masing produk olahan yaitu, biaya overhead adalah komponen biaya yang paling mempengaruhi HPP temulawak basah, sedangkan komponen biaya bahan baku merupakan komponen yang paling mempengaruhi HPP produk simplisia dan serbuk temulawak.
Kata kunci: biofarmaka, temulawak, HPP, full costing
xvi + 83 halaman; 15 gambar; 25 tabel Daftar pustaka : 17 (1994-2011)
commit to user ABSTRACT
Ayu Purnama Dewiningrum, NIM : I0308002, DETERMINATION COST PRODUCTION OF CURCUMA’S PRODUCTS USING FULL COSTING METHODS AS THE BASIS FOR DETERMINING THE RIGHT SELLING PRICE FOR CURCUMA PRODUCTS ON KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR. Thesis. Surakarta : Department of Industrial Engineering, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, September 2012.
Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar is the largest central production of medicinal plants in Central Java with land area of 270 ha and total production reached 1.390.700 Kg. The problems that exist in the Klaster Biofarmaka is low selling price of refined products such as curcuma rhizome, crude curcuma, and also curcuma powder which will be sold in the market and even in herbal medicine industry. To assist farmers in determining the right price, it takes calculation of cost production of curcuma’s products. The method used in this research is full costing method. Full costing method is more appropriate to use in small and medium industries because these industries are still using the simple process of recording the production cost.
Calculation of production cost with full costing method consists of several steps. The first step is identifying the components of the production cost of curcuma refined product. The second step is classifying the components into the cost of raw material costs, labor costs, and factory overhead costs. The third step is calculating the cost of the three components. The last is dividing the total of production cost with product produced. In addition to the calculation of HPP, also performed sensitivity calculations to determine how far the effects of production cost change to increase or decrease the costs that involved in the determination of HPP curcuma refined products.
The result of full costing method for curcuma rhizome product is Rp 2.108/Kg, crude curcuma is Rp 18.012/Kg, and for curcuma powder is Rp 40.131/Kg. The most affected components of the production cost of curcuma on each refined products are, the overhead cost component is the most affected the production cost of curcuma rhizome, while the raw material cost component is the most affected the production cost of crude curcuma and curcuma powder.
Keyword: biofarmaka, curcuma, production cost, full costing.
xvi + 83 pages; 15 pictures; 25 tables References : 17 (1994-2011)
commit to user
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi :
PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI (HPP) PRODUK
TEMULAWAK MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING
SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK YANG
TEPAT DI KLASTER BIOFARMAKA KABUPATEN
KARANGANYAR
Ditulis oleh :
Ayu Purnama Dewiningrum
I 0308002
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Fakhrina Fahma, STP, MT Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc
NIP. 19741008 200003 2 001 NIP. 19640516 200012 1 001
Pembantu Dekan I Ketua Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik UNS Fakultas Teknik UNS
Kusno Adi Sambowo, ST, Ph.D Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan laporan skripsi ini yaitu :
1. Mamah, Bapak, dan Agus terima kasih yang tak terhingga atas kasih sayang yang diberikan, doa yang selalu dipanjatkan serta dukungan baik materiil dan moriil.
2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UNS. 3. Ibu Fakhrina Fahma, STP, MT pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan nasehat.
4. Bapak Ir. Murman Budijanto, MT, MIDEc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat.
5. Bapak Yuniaristanto, ST, MT dan Bapak Roni Zakaria, ST, MT selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap penelitian ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Teknik Industri UNS, terima kasih telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
7. Pegawai TU-TI yang telah banyak membantu dalam hal birokrasi dan administrasi.
8. Bapak Parman, selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 9. Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, terima kasih
atas informasi dan data yang telah diberikan.
10. Dhonny Prasetya, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan. 11. Teman-teman tercinta Yoga, Nandi, Alfan, Raga, Kiki, Cent, Ellen, dan semua
teman di kelas B yang selalu memberikan tawa, semangat, dan dukungan. 12. Teman-teman Gapoktan: Nisa, Pungky, Sony, Nia, Jingga, Rio, dan Caca
terima kasih atas kebersamaan mencari data.
13. Teman-teman TI angkatan 2008 terimakasih atas kebersamaan, persahabatan, keceriaan, dan kekompakannya. I love you all.
commit to user
14. Teman-teman AIESEC Expansion UNS yang telah memberikan dukungan, hiburan, serta kebersamaan.
15. Teman-teman kos: Tiara, Gege, Diah, Caca, Iik, dan Ophie.
16. Kakak-kakak angkatan 2006, 2007 dan adik-adik angkatan 2009, 2010, 2011. 17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
doa, dukungan, semangat, serta bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Surakarta, Oktober 2012
commit to user
DAFTAR ISI
ABSTRAK………. ABSTRACT……… KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... v vi vii ix xii xiv BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitan ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Batasan Masalah ... 1.6 Asusmsi Penelitian... 1.7 Sistematika Penulisan ………. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar ………
2.1.1 Profil Klaster Biofarmaka
Karanganyar... 2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka …. 2.1.3 Kondisi Umum Klaster Biofarmaka ………... 2.1.4 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
2.1.5 Struktur Organisasi……….. 2.2 Landasan Teori ………
2.2.1 Temulawak……….………... 2.2.2 Konsep dan Pengertian Biaya ……... 2.2.3 Klasifikasi Biaya ………. I - 1 I - 3 I - 3 I - 4 I - 4 I - 4 I - 4 II - 1 II - 1 II - 2 II - 2 II - 3 II - 4 II - 6 II - 6 II - 10 II - 10
commit to user BAB III
BAB IV
2.2.4 Harga Pokok Produksi dan Manfaat Harga Pokok Produksi ……….. 2.2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi …… 2.2.6 Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok ………. 2.2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi ………. 2.2.8 Depresiasi ………... 2.2.9 Perhitungan Bunga ………..
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahap Awal Penelitian……….. 3.1.1 Studi Lapangan... 3.1.2 Studi Pustaka... 3.1.3 Identifikasi Masalah... 3.1.4 Perumusan Masalah………. 3.1.5 Penetapan Tujuan... 3.2 Pengumpulan Data... 3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi………. 3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas Produksi yang
Menimbulkan Biaya……… 3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya……… 3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya…………... 3.3 Pengolahan Data ………. 3.3.1 Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing…… 3.3.2 Perhitungan Sensitivitas………. 3.4 Tahap Akhir Penelitian ... 3.4.1 Analisis ……….. 3.4.2 Kesimpulan dan Saran ...
PENGUMULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data ……….. 4.1.1 Proses Produksi Temulawak Basah …………... 4.1.2 Proses pembuatan Simplisia Temulawak…………. 4.1.3 Proses Pembuatan Serbuk Temulawak ...
II - 11 II - 11 II - 12 II - 14 II - 18 II - 23 III- 2 III- 2 III- 2 III- 2 III- 2 III- 3 III- 3 III- 3 III- 3 III- 4 III- 5 III- 5 III- 5 III- 6 III- 6 III- 6 III- 7 IV- 1 IV- 1 IV- 5 IV- 8
commit to user BAB V
BAB 6
4.2 Pengolahan Data……….. 4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk
Temulawak Basah... 4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Simplisia Temulawak... 4.2.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Serbuk Temulawak... 4.3 Perhitungan Sensitivitas………
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Perbandingan HPP Produk Temulawak
berdasarkan Perhitungan Klaster dengan Metode Full
Costing……….
5.2 Analisis PKomponen Biaya Pokok Produksi untuk Produk OlahanTemulawak……… 5.3 Analisis Sensitivitas……….. 5.4 Analisis Depresiasi……… 5.5 Analisis Biaya Sewa Lahan, Biaya Sewa Gudang, dan
Biaya Bunga Majemuk……….
5.5.1 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Lahan………
5.5.2 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa
Memperhitungkan Biaya Sewa Gudang………….. 5.5.3 HPP Produk Olahan Temulawak tanpa Bunga Majemuk……… 5.6 Analisis Harga Jual Klaster………...
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……….. 6.2 Saran……….. IV- 10 IV- 11 IV- 17 IV- 24 IV- 29 V - 1 V - 2 V - 4 V - 7 V - 8 V - 8 V - 9 V - 10 V - 11 VI- 1 VI- 2 DAFTAR PUSTAKA ……… xv
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah yang dipakai serta sistematika penulisan yang keseluruhannya berusaha dipadukan agar dapat memberikan gambaran umum mengenai laporan penelitian ini.
1.1 LATAR BELAKANG
Biofarmaka merupakan sediaan dari bahan alam (nabati maupun hewani) yang mempunyai efek farmakologis, untuk makanan atau minuman, suplemen makanan, kosmetik, maupun obat. Produk Biofarmaka semakin popular dan luas digunakan karena menawarkan banyak pilihan dan alternatif yang lebih mudah terjangkau dibandingkan obat-obat farmasi. Permintaan terhadap produk-produk biofarmaka di Indonesia memiliki tren peningkatan yang cukup besar, hal ini dapat ditinjau dari data permintaan produk biofarmaka pada tahun 2009 ke tahun 2010 yang meningkat hingga 6,6% (Direktorat Jendral Pertanian, 2011). Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, maka muncul suatu tren baru yaitu tren “back to nature” di masyarakat Indonesia.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki banyak lahan pertanian yang cocok untuk dijadikan budidaya tanaman biofarmaka. Salah satu wilayah di Indonesia yang merupakan penghasil biofarmaka terbesar di Indonesia adalah Jawa Tengah yang telah menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50% (Dinas Pertanian dan Holtikultura Prov. Jawa Tengah, 2011). Kabupaten Karanganyar merupakan sentra produksi biofarmaka terbesar di Jawa Tengah dengan luas area lahan 270 hektar dan jumlah produksi mencapai 1.390.700 kg (Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah, 2010).
Untuk membantu pengembangan biofarmaka pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk lembaga Klaster Biofarmaka yang beranggotakan 10 kelompok tani. Kelompok Tani berfungsi sebagai sebagai organisasi ekonomi sekaligus bersifat sosial yang melakukan kegiatan pemasaran juga sekaligus pembinaan petani dari aspek budidaya, teknologi produksi, penjaminan mutu,
commit to user
manajemen usaha, pemasaran maupun kewirausahaan. Keberadaan Klaster Biofarmaka diharapkan dapat meningkatkan daya saing petani biofarmaka.
Saat ini, Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dipercaya menjadi salah satu pemasok atau supplier produk simplisia temulawak dan kunyit dari PT. Sido Muncul. Namun, terdapat permasalahan dalam pemasokan simplisia ke PT. Sido Muncul yaitu pihak Klaster harus menawarkan harga jual yang tepat agar PT. Sido Muncul bersedia membeli produk yang ditawarkan. Selama ini, penetapan harga jual produk simplisia temulawak dan kunyit masih ditentukan oleh pihak Sido Muncul. Selain itu, terdapat permasalahan serupa di Klaster Biofarmaka yaitu rendahnya harga jual produk olahan temulawak berupa rimpang temulawak, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Harga jual rimpang atau temulawak basah hanya Rp 1.500, harga produk simplisia Rp 14.000 - Rp 15.000, dan harga serbuk temulawak adalah Rp 40.000.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam Klaster Biofarmaka, maka dilakukan penelitian yang dilakukan di Klaster Biofarmaka yang terletak di Desa Jumantono, dan untuk memperoleh kelengkapan data, penelitian juga dilakukan di Gapoktan Sumber Makmur dan Kelompok Tani Sumber Rejeki yang merupakan bagian dari Klaster Biofarmaka. Produk yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah produk rimpang, produk simplisia, dan produk serbuk. Ketiga jenis produk tersebut berasal dari beberapa tanaman obat seperti kunyit, jahe, temulawak, dan lain-lain.
Seiring ketatnya persaingan pasar pada produk biofarmaka, maka pihak Klaster dituntut untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, dan cermat dalam menetapkan harga jual produk agar produk yang dihasilkan memiliki daya tawar. Para petani sebagai pengurus sekaligus anggota dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar tidak mengerti dengan benar bagaimana menentukan harga jual suatu produk. Saat ini perhitungan biaya produksi di Klaster Biofarmaka tidak menggunakan metode perhitungan harga pokok produksi, perhitungan yang dilakukan adalah dengan cara menjumlahkan seluruh komponen biaya yang dikeluarkan tanpa megelompokkan komponen biaya dan tanpa memperhitungkan biaya-biaya yang seharusnya diperhitungkan, seperti biaya sewa lahan, tempat penyimpanan hasil produksi, biaya transportasi, dan
commit to user
komponen biaya lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan petani dalam menetapkan harga jual produk yaitu harga jual produk yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) suatu produk bertujuan untuk membantu petani dalam menetapkan harga jual suatu produk. Selain itu, diperolehnya HPP dapat dijadikan suatu pedoman untuk pengurus Klaster dalam hal kekuatan tawar.
Untuk membantu petani dalam menentukan harga jual yang tepat, maka dibutuhkan perhitungan harga pokok produksi temulawak dengan menerapkan suatu metode perhitungan harga pokok produksi (HPP). Terdapat beberapa metode penetapan harga pokok produksi yaitu metode full costing, variable
costing, dan activity based costing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode full costing. Metode perhitungan full costing digunakan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar karena klaster merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih menggunakan proses pencatan biaya yang sederhana. Menurut Rachmayanti (2011) metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan biaya yang masih relatif sederhana. Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap (Mirhani, 2001).
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimana menetapkan harga pokok produksi produk temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan harga jual yang menguntungkan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menetapkan harga pokok produksi produk Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak.
commit to user 1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau gambaran dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat sehingga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar dapat menetapkan harga jual produk yang tepat sehingga memiliki kekuatan tawar yang baik.
1.5 BATASAN MASALAH
Agar sasaran dalam studi lapangan tercapai, maka perlu dilakukan batasan-batasan sebagai berikut:
1. Perhitungan harga pokok produksi hanya dilakukan pada produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak. Pemilihan ketiga produk tersebut didasarkan pada komoditas utama yang dihasilkan oleh Klaster Biofarmaka.
2. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari - April 2012. 3. Luas lahan temulawak yang diperhitungkan adalah 1.000 m².
4. Banyaknya produk simplisia temulawak yang diperhitungkan adalah 500 kg. 5. Banyaknya serbuk temulawak yang diperhitungkan adalah 100 kg.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah harga pasar berupa harga bahan baku, harga pupuk, harga peralatan produksi, dan harga produk yang berlaku saat ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada bulan Februari – April 2012.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan.
commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan gambaran umum Klaster Biofarmaka dan landasan teori yang merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan dalam penelitian sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari berbagai sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil pengolahan data sesuai permasalahan yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas gambaran umum perusahaan dan konsep-konsep yang
berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan.
2.1 GAMBARAN UMUM KLASTER BIOFARMAKA KARANGANYAR
Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai profil, tujuan, kondisi umum, dan
struktur organisasi dari Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
2.1.1 Profil Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar mempunyai kawasan lindung dan serapan air yang
berfungsi sebagai kawasan perlindungan pelestarian, dan konservasi sumber daya
alam. Selain itu, dengan sumber mata air yang alami, adanya sungai, dan waduk
menjadikan Kabupaten Karanganyar untuk bisa mengembangkan sektor pertanian.
Sebagian besar wilayah di Kabupaten Karanganyar masih didominasi oleh
lahan-lahan pertanian.
Salah satu sektor usaha pertanian yang mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan adalah tanaman obat-obatan (empon-empon). Banyak sekali jenis
tanaman obat yang ada di Kabupaten Karanganyar. Tanaman obat yang ada di
wilayah Kabupaten Karanganyar melputi: jahe, kunyit, kencur, temulawak,
lengkuas, kunyit putih, temu ireng, dan temu kunci.
Luas lahan tanaman obat di wilayah Kabupaten Karanganyar berdasarkan
data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Karanganyar (2009), adalah
270 hektar. Komoditas unggulan dari tanaman obat adalah jahe, kunyit, dan
temulawak yang luas area lahannya mencapai 170 hektar. Ketiga jenis tanaman
obat tersebut merupakan tanaman obat yang sering dibutuhkan oleh perusahaan
commit to user
Hasil pertanian dari petani yang tergabung dalam Klaster Biofarmaka
Kabupaten Karanganyar saat ini belum tergarap dan terorganisasi dengan baik.
Saat ini, petani menjual produk yang dihasilkan ke pasar tradisional, industri
jamu, dan tengkulak yang harganya sangat fluktuatif.
2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan dari Klaster Biofarmaka
Visi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan
Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia.
Misi dari klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budi daya toga, dan kualitas produksi.
2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha
berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Lembaga Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar betujuan untuk:
1. Menghimpun gabungan kelompok tani (Gapoktan) tanaman obat untuk
bersatu menghasilkan produk yang berkualitas sehingga produk yang
dihasilkan memiliki nilai tawar yang tinggi.
2. Memudahkan petani untuk mengakses kondisi pasar, dan pembiayaan maupun
teknologi yang dibutuhkan dalam rangka mengembangkan usaha pertanian.
3. Meningkatkan kemampuan para petani yang tergabung dalam Klaster
Biofarmaka.
2.1.3 Kondisi Umum Klaster Biofarmaka
Kelompok tani yang tergabung dalam Gabungan kelompok tani (Gapoktan)
dan menjadi anggota Klaster Biofarmaka adalah:
1. Kelompok Tani Sumber Rejeki
2. Kelompok Tani Madu Asri
3. Kelompok Tani Kridotani
commit to user
5. Kelompok Tani Trisno Asih
6. Kelompom Tani Sedyo Tekad I
7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo
8. Kelompok Tani Tani Waras
9. Kelompok Tani Ngudi Makmur
10. Kelompok Tani Sedyo Tekad II
Jumlah anggota Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani
dengan luas area lahan 270 hektar. Komoditas yang dihasilkan oleh Klaster
Biofarmaka Kabupaten Karanganyar tersaji dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komoditas Tanaman Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar No. Jenis Tanaman Luas (Ha) Jumlah Produksi (Kg)
1. Jahe 77,65 544.000
2. Kunyit 94,00 940.000
3. Kencur 6,60 93.000
4. Temulawak 39,25 365.700
5. Lengkuas 31,30 287.000
6. Kunyit Rasa Mangga 5,00 45.000
7. Kunir Putih 3,00 38.000
8. Bengle 5,00 30.000
9. Temu Kunci 5,00 30.000
10. Temu Ireng 3,00 18.000
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.14 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar
Tanaman Temulawak merupakan salah satu tanaman yang menjadi
komoditas utama Klaster Biofarmaka Karanganyar. Persebaran tanaman
commit to user
Tabel 2.2 Persebaran Tanaman Temulawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten
Karanganyar
Sumber: Portfolio Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, 2010
2.1.5 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Klaster Biofarmaka dapat digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka
Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur
organisasi klaster biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:
1. Ketua
a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster.
b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster.
Luas wilayah (km2) Kecamatan Kelompok Tani Luas Area Tanam (Ha) Hasil Panen (Ton)
Sumber Rejeki 4.01 37.36
Ngudi Makmur 3.90 36.34
65.34 Ngargoyoso Madu Asri II 4.01 37.36
Kridotani 3.87 36.06
Ngudi Mulyo 3.91 36.43
53.31 Mojogedang Aneka Karya Lestari 4.00 37.27
Kismo Mulyo 4.00 37.27 Tresno Asih 3.89 36.24 Sedyo Tekad 3.82 35.59 Tani Waras 3.84 35.78 TOTAL 39.25 365.70 40.36 Jatipuro 53.55 Jumantono 46.82 Kerjo 55.67 Jumapolo
commit to user
c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi
dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan,
pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang
produktivitas klaster.
2. Wakil Ketua I dan II
Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di
klaster.
3. Sekretaris
Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan
laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.
4. Wakil Sekretaris
Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang
dilaksanakan di klaster.
5. Bendahara
Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk
permodalan.
6. Produksi Usaha
Menkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan.
7. Pengolahan dan Pemasaran
Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terkait dengan
pemasaran.
8. Usaha
commit to user 2.2 LANDASAN TEORI
Pada subab ini berisi teori-teori pendukung yang berguna untuk menunjang
pengolahan data.
2.2.1 Temulawak
1. Deskripsi Tanaman Temulawak
Varietas temulawak yang ada di Klaster Biofarmaka yang juga akan dipasok
ke PT. Sido Muncul adalah temulawak varietas Cursina. Menurut Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (2011),
temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu.
Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di
Madura disebut sebagai temu labak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat
dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di
Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang,
Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa negara Eropa. Klasifikasi dari tanaman
temulawak yaitu:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
Deskripsi dari tanaman temulawak seperti yang digambarkan pada gambar
2.2 yaitu tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi
kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan
sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai
commit to user
daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.
Gambar 2.2 Tanaman Temulawak
2. Budidaya Tanaman Temulawak
Tanaman temulawak dapat ditanam pada tanah ringan yang agak bepasir sampai tanah berat bertekstur liat. Untuk memperoleh hasil yang baik, perlu ditanam di tanah yang subur dan baik tata pengairannya. Curah hujan yang dikehendaki antara 1500-4000 mm per tahun. Temulawak dapat ditanam pada ketinggian antara 5 -1500 m di atas permukaan laut. Untuk memperbanyak tanaman digunakan rimpang yang sudah cukup tua dari tanaamn yang sudah berumur 9 bulan.
commit to user
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 9 bulan atau lebih. Paenn
dilakukan apabila daun dan bagian tanaman di atas tanah sudah mongering. Cara
panen dilakukan dengan membongkar rimpang dengan menggunakan garpu.
Pembersihan rimpang dilakukan dengan emmbasuh rimpang dengan air.
Setelah itu rimpang dikupas dan kulitnya diiris melintang. Tebal tiap irisan 7-8
mm pada waktu segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan
pengering, tebal irisan menjadi 5-6 mm. penjemuran atau pengeringan dilakukan
dengan meletakkan irisan tidak saling bertumpukan. Untuk alas penjemuran
dipakai bamboo, lantai penjemur atau tikar. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 50-55⁰ C agar diperoleh warna yang baik, lama pengeringan kurang lebih 7 jam.
3. Kandungan Kimia
Komposisi kimia terbesar dari rimpang temulawak adalah protein pati
(48%-54%), minyak atsiri (3%-12%), dan zat warna kuning yang disebut kurkumin.
Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlahnya bervariasi tergantung dari
ketinggian tempat tumbuh. Pati rimpang dapat dikembangkan sebagai sumber
karbohidrat, yang digunakan sebagai bahan makanan. Fraksi kurkumin
mempunyai aroma yang khas, tidak toksik, terdiri dari kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bidesmetoksi kurkumin. Minyak atsiri merupakan cairan
warna kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam (Damayanti, 2008).
4. Produk Olahan yang dihasilkan dari Temulawak
Tanaman temulawak dapat diolah menjadi beberapa variasi produk, yaitu:
a. Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari
hasil panen temulawak, seperti yang terlihat pada gambar 2.3.
b. Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan rimpang
temulawak yang kemudian dikeringkan, seperti yang terlihat pada gambar
commit to user
c. Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak yang dihaluskan menjadi serbuk, seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.3 Rimpang Temulawak
Gambar 2.4 Simplisia Temulawak
commit to user 2.2.2 Konsep dan Pengertian Biaya
Istilah biaya didefiniskan sebagai pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan
untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa (Indrijawati, 2008). Hansen dan
Mowen (2004) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau dimasa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen
kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan.
Mulyadi (2005) berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin
akan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi
biaya tersebut, yaitu :
1. Biaya merupakan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu
2.2.3 Klasifikasi Biaya
Menurut Simamora (2000), klasifikasi biaya dalam perusahaan yang
memproduksi suatu produk (pabrikasi) meliputi semua biaya yang berkaitan
dengan proses produksi. Untuk membantu manajemen menganalisis biaya
pabrikasi produksinya, biaya pabrikasi pada umumnya dibagi kedalam tiga
komponen yaitu:
1. Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung (direct material) adalah bahan baku yang menjadi
bagian integral dari produk jadi perusahaan dan dapat ditelusuri dengan
mudah. Bahan baku langsung ini menjadi bagian fisik produk, dan terdapat
hubungan langsung antara masukan bahan baku dan keluaran dalam dalam
commit to user
2. Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost) adalah biaya tenaga kerja
yang dapat ditelusuri secara fisik ke dalam pembuatan produk dan bisa pula
ditelusuri dengan mudah atau tanpa memakan banyak biaya.
3. Biaya Overhead Pabrikasi (manufacturing overhead cost)
Biaya overhead pabrikasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis biaya: bahan
penolong, tenaga kerja tidak langsung, dan pabrikasi lain-lain. Biaya bahan
penolong (indirect material cost) adalah biaya bahan baku yang dibutuhkan
untuk proses produksi namun bukan merupakan bagian integral dari produk
jadi. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya personalia yang tidak
bekerja secara langsung atas produk namun jasanya diperlukan untuk proses
pabrikasi. Biaya pabrikasi lain-lain (other manufacturing cost) adalah baiya
yang bukan bahan baku amupun tenaga kerja, contohnya: beban penyusutan
(depresiasi), asuransi, pajak, dan lain-lain.
2.2.4 Harga Pokok Produksi dan Manfaat dari Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain
bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi
yang siap jual. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) bermanfaat untuk:
a. Menetapkan harga jual
b. Memantau realisasi biaya produksi
c. Menghitung laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca
2.2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Menurut Mardiasmo (1994) metode pengumpulan harga pokok dapat
commit to user
metode harga pokok proses. Penerapan metode tersebut pada suatu perusahaan
tergantung pada sifat atau karakteristik pengolahan bahan menjadi produk selesai
yang mempengaruhi metode pengumpulan harga pokok yang digunakan.
1. Metode harga pokok pesanan (job order cost method)
Metode harga pokok pesanan (job order cost method) adalah metode
pengumpulan biaya produksi yang diterapkan pada perusahaan yang
menghasilkan produk atas dasar pesanan. Karakterisitik harga pokok
pesanan adalah:
a. Harga pokok dihitung untuk setiap produk pesanan.
b. Penentuan harga pokok setiap produk pesanan dilakukan setelah produk
tersebut selesai dikerjakan.
c. Harga pokok per unit produk pesanan dihitung dengan cara membagi
harga pokok produksi pesanan dengan jumlah unit pesanan yang
bersangkutan.
2. Metode harga pokok proses
Metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan biaya produksi
yang diterpakan pada perusahan yang menghasilkan produk secara masal.
Karakteristik harga pokok proses adalah sebagai berikut:
a. Harga pokok produk dihitung berdasarkan periode tertentu.
b. Harga pokok produk ditentukan pada akhir periode tertentu.
c. Harga pokok per unit produk dihitung dengan cara membagi harga
pokok produk selesai periode dengan jumlah produk unit selesai dalam
periode bersangkutan.
2.2.6 Tahap-tahap Penentuan Harga Pokok
Menurut Indrijawati (2008), pada dasarnya terdapat 5 tahap perhitungan
harga pokok yaitu:
commit to user
Tahap ini mengusut hasil kegiatan produksi secara fisik dari setiap
departemen dalam jangka waktu tertentu (dari mana produk berasal dan
kemana produk dipindahkan). Ini meliputi:
a. Berapa unit produk yang diproduksi
b. Berapa unit produk yang dihasilkan
2. Perhitungan Output dinyatakan dalam Bentuk Unit Ekuivalen.
Pada tahap ini, hasil kegiatan produksi dinyatakan dalam bentuk
ekuivalensinya dengan produk selesai sesuai dengan kriteria yang berlaku
pada masing-masing departemen. Unit ekuivalen merupakan jumlah input
yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada masing-masing
departemen.
3. Pengumpulan Data Total Biaya Produksi.
Total biaya produksi yang terjadi pada masing-masing departemen pada
dasarnya meliputi seluruh input yang diperlukan dalam proses produksi pada
departemen yang bersangkutan.
4. Perhitungan Harga Pokok per Unit Produk.
Harga pokok perunit produk tidak lain adalah hasil bagi dari total biaya
produksi untuk setiap elemen biaya dengan jumlah output yang dinyatakan
dalam bentuk produksi / unit ekuivalennya.
5. Alokasi Total Biaya Produksi terhadap Produk Selesai dan Produk dalam
Proses Akhir Periode.
Perhitungan harga pokok produksi diakhiri dengan alokasi total biaya
produksi untuk setiap departemen kepada output yang dihasilkan yang
terdiri dari unit-unit produk yang diselesaikan dari proses departemen yang
commit to user 2.2.7 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Metode penentuan harga pokok produksi meliputi:
1. Full Costing
Menurut Mirhani (2001), Full costing adalah metode penentuan harga
pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi
sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik
tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat
variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar
tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya
overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap
akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum
dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan)
apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Metode full costing
memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga
pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses
yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk
tersebut sudah habis dijual (Eprilianta, 2011). Dengan demikian biaya
produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai
berikut:
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx
Biaya overhead pabrik tetap xx +
Biaya produksi xx
commit to user
a. Metode perhitungan full costing lebih tepat digunakan pada industri kecil
dan menengah karena industri ini masih menggunakan proses pencatatan
biaya yang masih relatif sederhana.
b. Pendekatan full costing yang biasa dikenal dengan pendekatan
tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya disajikan
berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan.
c. Sistematika perhitungan dengan metode full costing disesuaikan dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga pihak UKM akan lebih
mudah dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi.
2. Variable Costing
Variable costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya
memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur
harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik variabel (Mirhani, 2001). Unsur biaya produksi
menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi
berikut ini :
Biaya bahan baku xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya overhead pabrik variabel xx +
Biaya produksi xx
Berdasarkan tulisan Mirhani (2001) mengenai Variable costing dijelaskan
bahwa terdapat keunggulan dan kelemahan dari metode variable costing.
Keunggulan dari metode variable costing adalah:
a. Digunakan dalam perencaan laba jangka pendek
Informasi biaya yang dihasilkan dapat digunakan untuk kepentingan
perencanaan laba jangka pendek, karena biaya yang terjadi dipisahkan
commit to user
kegiatan. Perencanaan laba jangka pendek dilakukan pada saat
penyusunan anggaran. Dalam jangka pendek biaya tetap biasanya tidak
berubah sehingga informasi yang dihasilkan tidak memiliki dampak
terhadap hasil penjualan dan biaya variable yang digunakan untuk
menghitung laba.
b. Digunakan dalam pengendalian biaya
Informasi biaya yang dihasilkan metode ini dapat digunakan oleh
manajemen perusahaan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan
biaya atau tidak dari rencana biaya yang telah ditetapkan.
c. Digunakan dalam pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan, metode ini sangat relevan untuk digunakan
karena biaya yang dilaporkan berubah sesuai dengan perubahan volume
kegiatan. Sehingga keputusan yang dihasilkan lebih tepat.
Kelemahan dari metode variable costing adalah:
a. Pemisahan biaya ke dalam biaya variable dan biaya tetap sulit dilakukan
karena jarang ada biaya yang benar-benar tetap atau benar-benar
variable.
b. Metode variable costing lebih cocok digunakan hanya untuk kepentingan
pihak intern perusahaan saja.
c. Kurang cocok digunakan di perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat
musiman, karena akan menyajikan kerugian yang berlebihan pada satu
periode dan laba yang tidak normal pada periode lainnya.
d. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan
dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih
rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk
commit to user
3. Activity Based Costing (ABC)
Activity based costing mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi
tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya. Dasar pemikiran
yang melandasi system informasi biaya ini adalah “biaya ada penyebabnya”
dan penyebab biaya dapat dikelola (Mulyadi dan Setyawan, 2001). Menurut
Nurhayati (2004) activity based costing memiliki keunggulan. Beberapa
keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam
penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut:
a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang
modem, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang.
Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua
aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.
c. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan
biaya (activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang
mengkonsumsi aktivitas.
d. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku
biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi
aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
e. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang
modem dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost
drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi
commit to user
f. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang (long run variable product cost)
yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
g. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggungjawab manajerial, dan juga biaya produk.
2.2.8 Depresiasi
Depresiasi pada dasarnya adalah penurunan nilai suatu properti atau aset
karena waktu dan pemakaian. Depresiasi pada suatu properti atau aset biasanya
disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut :
1. Kerusakan fisik akibat pemakaian dari alat atau properti tersebut.
2. Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
3. Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
4. Properti atau aset tersebut menjadi usang karena adanya perkembangan
teknologi.
5. Penemuan fasilitas-fasilitas yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik
dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih
memadai.
Besarnya depresiasi tahunan yang dikenakan pada suatu properti akan tergantung
pada beberapa hal yaitu ongkos investasi dari properti tersebut, tanggal pemakaian
awalnya, estimasi masa pakainya, nilai sisa yang ditetapkan, dan metode
depresiasi yang digunakan.
Banyak metode yang bisa dipakai untuk menentukan beban depresiasi
tahunan dari suatu aset. Diantara metode-metode tersebut, yang sering dipakai
adalah :
commit to user
Metode garis lurus didasarkan atas asumsi bahwa berkurangnya nilai suatu
aset secara linier (proporsional) terhadap waktu atau umur dari aset tersebut.
Besarnya depresiasi tiap tahun dengan metode SL dihitung berdasarkan :
Dt 레 ዀ ………..2.1
dimana :
Dt = besarnya depresiasi pada tahun ke-t
P = ongkos awal dari aset yang bersangkutan
S = nilai sisa dari aset tersebut
N = masa pakai (umur) dari aset tersebut dinyatakan dalam tahun.
Karena aset didepresiasi dengan jumlah yang sama tiap tahun maka aset
tersebut dikurangi dengan besarnya depresiasi tahunan dikalikan t, atau :
BVt = P – t.Dt
= P - ዀ t ……….2.2
Tingkat depresiasi ( rate of depreciation), d, adalah bagian dari P – S yang
didepresiasi tiap tahun. Untuk metode SL, tingkat depresiasi adalah :
레 ……….2.3
2. Metode Jumlah Digit Tahun (SOYD)
Metode jumlah digit tahun (SOYD) adalah salah satu metode yang
dirancang untuk membebankan depresiasi lebih besar pada tahun-tahun awal dan
semakin kecil untuk tahun-tahun berikutnya. Ini berarti metode SOYD
membebankan depresiasi yang lebih cepat dari metode SL.
Cara perhitungan depresiasi dengan metode SOYD dimulai dengan jumlah
digit tahun dari 1 sampai N. Angka yang diperoleh dinamakan jumlah digit tahun
(SOYD). Besarnya depresiasi tiap tahun diperoleh dengan mengalikan ongkos
commit to user
tahun sisa umur aset terhadap nilai SOYD. Secara sistematis besarnya depresiasi
tiap tahun dapat ditulis :
Dt 레 P Plዀ dlP kĖǴƅ Ė 9 9Ȗ ǴŖȖ9Ŗ Ŗ 9
레 k
ዀ d , 레 1,2, … … , ………2.4
dimana :
D = beban depresiasi pada tahun ke-t
SOYD = jumlah digit tahun dari 1 sampai N
Besarnya SOYD dari suatu aset yang umurnya N tahun adalah :
SOYD = 1+2+3+……..+(N-1)+N
=
Tingkat depresiasi akan menurun tiap tahun. Tingkat depresiasi yang terjadi pada
tahun ke-t, dt, dihitung dari rumus :
dt = k
ዀ d ……….2.5
dimana nilai ini sebenarnya adalah faktor pengali dari (P-S) untuk mendapatkan
besarnya depresiasi pada suatu saat. Semakin besar t maka dt akan semakin kecil
sehingga beban depresiasi juga semakin menurun dengan bertambahnya umur
saat.
3. Metode keseimbangan menurun (DB)
Metode keseimbangan menurun juga menyusutkan nilai suatu aset lebih
cepat pada tahun-tahun awal dan secara progresif menurun pada tahun-tahun
selanjutnya. Metode ini bisa dipakai bila umur aset lebih dari 3 tahun. Besarnya
depresiasi pada tahun tertentu dihitung dengan mengalikan suatu presentase tetap
dari nilai buku aset tersebut pada akhir tahun sebelumnya.
Dengan demikian maka besarnya beban depresiasi pada tahun ke-t adalah :
Dt = dBVt-1………...2.6
commit to user
d = tingkat depresiasi yang ditetapkan
dBVt-1= nilai buku aset pada akhir athun sebelumnya (t-1)
nilai buku pada akhir tahun ke-t akan menjadi :
BVt = BVt-1 - Dt ………..2.7
4. Metode depresiasi sinking fund (SF)
Asumsi dasar yang digunakan pada metode depresiasi sinking fund adalah
bahwa penurunan nilai suatu aset semakin cepat dari suatu saat ke saat berikutnya.
Peningkatan ini diakibatkan karena disertakannya konsep nilai waktu dari uang
sehingga besarnya depresiasi akan meningkat seirama dengan tingkat bunga yang
berlaku. Dengan kata lain, besarnya depresiasi akan lebih kecil pada tahun-tahun
awal depresiasi. Dengan sifat yang demikian maka pemakaian metode depresiasi
sinking fund tidak akan menguntungkan bila ditinjau dari sudut pajak yang harus
ditanggung perusahaan. Alasan inilah yang menyebabkan metode depresiasi ini
jarang dipakai.
Besarnya depresiasi dinyatakan dengan selisih nilai buku pada tahun (t)
dengan nilai buku pada tahun sebelumnya (t-1). Dengan pernyataan lain :
Dt = BVt-1 - BVt ……….2.8
dimana nilai buku pada periode t adalah nilai awal aset tersebut setelah dikurangi
akumulasi nilai patokan depresiasi maupun bunga yang terjadi sampai saat itu.
Atau dapat juga dirumuskan :
BVt = P – (P – S)(A/F, i%, N) (F/A, i%, t)………2.9
5. Metode depresiasi unit produksi
Apabila penyusutan suatu aset lebih ditentukan oleh intensitas
pemakaiannya dibandingkan dengan lamanya alat tersebut dimiliki maka
commit to user
properti tersebut. Pada prinsipnya, unit produksi bisa dinyatakan dari salah satu
ukuran berikut :
a. Output produksi, misalnya volume atau berat dari material yang dipindahkan
oleh suatu alat pengangkutan material pada tahun tertentu dibandingkan
dengan berat atau volume material yang diperkirakan bisa dipindahkan
selama masa pakai dari alat tersebut.
b. Hari operasi, menunjukkan jumlah hari operasi suatu aset selama tahun
tertentu dibandingkan dengan ekspektasi total hari operasi dari aset tersebut
selama masa pakainya.
c. Proyeksi pendapatan, menunjukkan estimasi pendapatan pada tahun tertentu
dari suatu aset yang disewakan dibandingkan dengan estimasi pendapatan
dari penyewaan alat tersebut selama masa pakainya.
Pada metode depresiasi unit produksi ini, besarnya depresiasi
diperhitungkan sama untuk tiap satuan output produksi dari aset tersebut, tanpa
memperhitungkan berapa lama output tersebut dicapai. Unit output atau unit
produksi ini bisa dinyatakan dengan salah satu dari 3 ukuran yang telah diuraikan.
Misalkan Ut adalah jumlah unit produksi suatu aset selama tahun t dan U adalah
total unit produksi dari aset tersebut selama masa pakainya, maka besarnya
depresiasi pada tahun t adalah jumlah yang boleh didepresiasi (P-S) dikalikan
dengan rasio Ut/U. dengan kata lain :
Dt = ………2.10
Dengan demikian maka nilai pada akhir tahun ke-t diberikan oleh :
commit to user 2.2.9 Perhitungan Bunga
Menurut Pujawan (2003) definisi tingkat bunga adalah rasio dari bunga yang
dibayarkan terhadap induk dalam suatu periode waktu dan biasanya dinyatakan
dalam persentase dari induk. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan :
ꉈŖǴƅ 9 .Ǵƅ9 레 U lalU ꨀ UalklnlU 뒈 Uꨀ n U k lnk 100% ...2.12
Ada 2 jenis bunga yang bisa digunakan untuk melakukan perhitungan nilai
uang dari waktu yaitu bunga sederhana dan bunga majemuk. Kedua jenis bunga
ini akan menghasilkan nilai nominal uang yang berbeda bila perhitungan
dilakukan lebih dari satu peiode. Berikut ini penjelasan tentang bunga sederhana
dan bunga majemuk.
1. Bunga sederhana
Bunga sederhana dihitung dari induk tanpa memperhitungkan bunga yang
telah diakumulasikan pada periode sebelumnya. Secara matematika hal ini bisa
diekspresikan sebagai berikut :
I = P x i x N ………..2.13
dimana:
I = Bunga yang terjadi (rupiah)
P = Induk yang dipinjam atau diinvestasikan
i = tingkat bunga per periode
N = jumlah periode yang dilibatkan
2. Bunga majemuk
Bunga majemuk dihitung berdasarkan besarnya induk ditambah dengan
besarnya bunga yang telah terakumulasi pada periode sebelumnya. Pemajemukan
(Compounding) adalah suatu proses matematis penambahan bunga pada induk
sehingga terjadi penambahan jumlah induk secara nominal pada periode
mendatang. Dengan demikian proses pemajemukan adalah suatu alat untuk
commit to user
uang pada saat ini bila tingkat bunga yang berlaku diketahui. Nilai ekuivalen di
suatu saat mendatang ini disebut dengan istilah Future Worth (FW) dari nilai
sekarang. Nilai sekarang dari suatu jumlah uang periode mendatang dinamakan
Present Worth (PW). Notasi-notasi yang digunakan yaitu :
r = tingkat bunga nominal per periode
i = tingkat bunga efektif per periode
N = jumlah periode per majemukan
P = nilai sekarang (Present Worth) atau nilai ekuivalen dari satu atau lebih
aliran kas pada suatu titik yang didefinisikan sebagai waktu saat ini.
A = aliran khas pada akhir periode yang besarnya sama untuk beberapa
periode yang berurutan
G = suatu aliran kas dimana dari satu periode ke periode berikutnya terjadi
penambahan atau pengurangan kas sejumlah tertentu yang besarnya
sama.
Rumus –rumus bunga majemuk diskret :
a. Penurunan rumus pembayaran tunggal
Jika uang sejumlah P diinvestasikan saat ini (t=0) dengan tingkat bunga
efektif sebesar i% per periode dan dimajemukkan tiap periode maka jumlah uang
tersebut pada waktu akhir periode akan menjadi :
F1 = P + bunga dari P
= P + Pi
= P(1+i)
Pada akhir periode 2 akan menjadi :
F2 = F1 + bunga dari F1
= P(1+i) + P(1+i)
= P(1+i) (1+i)
commit to user
Dengan analogi diatas maka pada akhir periode ke N, jumlah uang tersebut akan
menjadi :
F = P(1+i)N ………2.14
b. Faktor nilai sekarang dari pembayaran tunggal
Dari persamaan 2.14, kita juga bisa menulis persamaan P sebagai berikut:
P=F ……….2.15
Faktor yang berada dalam kurung dinamakan faktor nilai sekarang pembayaran
tunggal ( Single Payment Present Worth Factor), atau sering hanya disebut faktor
nilai sekarang. Faktor ini memungkinkan kita menghitung nilai sekarang dari
suatu nilai F dan N periode mendatang bila tingkat bunga yang berlaku adalah i%.
Secara fungsional faktor SPPWF dapat dinyatakan dengan (P/F, i%, N), artinya
kita ingin mendapatkan P dengan mengetahui nilai F, i% dan N. oleh karenanya
persamaan f dapat diekspresikan dalam bentuk fungsional sebagai berikut:
P = F(P/F, i%, N)………2.16
c. Faktor pemajemukan deret seragam
Diagram alir kas yang menunjukkan deret seragam sebesar A selama N
periode dengan bunga i%. deret seragam yang sperti ini sering disebut dengan
annuity. Bila kita meminjam sejumlah yang sama (A) setiap tahun selama N tahun
dengan bunga i% maka besarnya pinjaman pada tahun ke N tersebut adalah :
F = A (F/A, i%, N)………2.17
d. Faktor singking fund deret seragam
Faktor ini adalah kebalikan dari faktor pemajemukkan deret seragam, dengan
persamaan ini kita akan bisa mencari A bila nilai F, i dan N diketahui sebagai
berikut :
commit to user
e. Faktor nilai sekarang deret seragam
Faktor ini digunakan untuk menghitung nilai ekuivalen pada saat ini bila
aliran kas seragam sebesar A terjadi pada tiap akhir periode selama N periode
dengan tingkat bunga i%. Faktor ini dinamakan nilai sekarang dari deret seragam,
yang mana dapat juga ditulis :
P = A (P/A, i%, N)………2.19
f. Faktor pemulihan modal deret seragam
Faktor ini adalah kebalikan dari faktor nilai sekarang deret seragam, yaitu
untuk mengkonversikan suatu nilai sekarang pada nilai seragam pada suatu
periode tertentu (N) bila tingkat bunga diketahui sebesar i%. Faktor ini
dinamakan faktor pemulihan modal deret seragam atau faktor amortisasi dan bisa
juga dinyatakan dengan :
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas langkah–langkah untuk mencari solusi dari permasalahan yang diangkat mulai dari observasi awal hingga penarikan kesimpulan. Langkah – langkah tersebut disajikan pada gambar 3.1.
commit to user
Dalam diagram alir diatas dijelaskan langkah-langkah dalam penelitian yang akan diuraikan dalam sub bab berikut ini.
3.1 TAHAP AWAL PENELITIAN
Pada tahap awal penelitan dilakukan langkah-langkah penelitian, yaitu studi lapangan, studi pustaka, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penetapan tujuan.
3.1.1 Studi Lapangan
Observasi dilakukan selama bulan Februari sampai April 2012 di Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur, Desa Sambirejo. Tahap ini menekankan pada pengenalan dan pemahaman kondisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu didapat dari observasi langsung dan wawancara yang dilakukan kepada Ketua Klaster Biofarmaka, Wakil Ketua Klaster Biofarmaka, dan pengurus Gapoktan Sumber Makmur yang berada di Desa Sambirejo, sehingga dapat dirumuskan masalah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
3.1.2 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses penyelesaian penelitian. Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Studi pustaka ini dilakukan dengan mempelajari beberapa pustaka, yaitu buku, internet, jurnal, dan penelitian yang berkaitan.
3.1.3 Identifikasi Masalah
Tahap identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di perusahaan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi kondisi dan permasalahan yang ada di lapangan, yaitu tahap penemuan situasi atau kondisi pada penetapan harga pokok produksi produk temulawak yang belum tepat.
3.1.4 Perumusan Masalah
Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan penelitian, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut yaitu bagaimana menetapkan harga
commit to user
pokok produksi produk temulawak yang tepat sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan harga jual yang menguntungkan di Gapokatan Sumber Makmur, Desa Sambirejo.
3.1.5 Penetapan Tujuan
Pada tahap ini ditetapkan tujuan yang ingindicapai dalam penelitian. Tujuan dibuat berdasarkan pada perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya, adalah menetapkan harga pokok produksi produk Temulawak di Gapoktan Sumber Makmur sebagi acuan dalam mentukan harga penjualan produk Temulawak.
3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA
Data yang diperoleh adalah data historis, yaitu data biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk olahan temulawak. Metode yang diterapkan dalam pengumpulan data adalah dengan wawancara langsung kepada pengurus Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, pengurus Gapoktan Sumber Makmur, dan pengurus Kelompok Tani Sumber Rejeki. Langkah pengumpulan data yang dilakukan adalah:
3.2.1 Identifikasi Proses atau Aktifitas Produksi
Data yang dikumpulkan adalah identifikasi proses atau aktifitas produksi pembuatan produk temulawak yang berupa :
1. Temulawak basah atau rimpang merupakan produk yang dihasilkan dari
hasil panen temulawak.
2. Simplisia temulawak adalah produk yang dihasilkan dari pengirisan
rimpang temulawak yang kemudian dikeringkan.
3. Serbuk temulawak adalah produk yang dihasilkan dari simplisia temulawak
yang dihaluskan menjadi serbuk.
3.2.2 Identifikasi Aktifitas-akitifitas Produksi yang Menimbulkan Biaya
Berdasarkan proses atau aktifitas produksi yang didapatkan kemudian diidentifikasi aktifitas apa saja yang menimbulkan biaya pada produk temulawak basah, simplisia temulawak, dan serbuk temulawak.
commit to user 3.2.3 Mengklasifikasikan Komponen Biaya
Berdasarkan hasil identifikasi biaya yang timbul pada proses produksi, biaya-biaya yang ditimbulkan dikelompokkan kedalam komponen biaya yang terdiri dari:
1. Biaya Produksi yang meliputi:
a. Biaya bahan baku langsung yang dibutuhkan untuk proses produksi produk olahan temulawak adalah:
1) Temulawak basah : benih dan pupuk organik
2) Simplisia temulawak : temulawak basah
3) Serbuk temulawak : simplisia temulawak
b. Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses produksi produk olahan temulawak merupakan tenaga kerja langsung yang terbagi menjadi: 1) Temulawak basah: tenaga kerja persiapan lahan, tenaga kerja
penanaman temulawak, tenga kerja pemeliharaan, dan tenaga kerja saat panen tiba.
2) Simplisia temulawak: tenaga kerja pencucian dan pengemasan, tenaga kerja pengirisan dan penjemuran temulawak, dan tenaga kerja untuk pengemasan temulawak.
3) Serbuk temulawak: tenaga kerja penggilingan dan tenaga kerja pengemasan.
c. Biaya overhead pabrik yang dibutuhkan adalah:
1) Temulawak basah: biaya sewa lahan, biaya depresiasi karung penyimpanan panen.
2) Simplisia temulawak: biaya depresiasi keranjang biaya depresiasi mesin pompa air, biaya depresiasi alat pengiris, biaya depresiasi mesin sealer, biaya depresiasi kotak pengering, dan biaya listrik yang dibutuhkan
3) Serbuk temulawak: biaya depresiasi alat penggiling dan biaya listrik yang dibutuhkan.
commit to user
2. Perhitungan bunga majemuk diskret
Selain menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead dilakukan juga perhitungan bunga majemuk diskret. Perhitungan bunga bertujuan untuk menghitung rasio dari bunga yang dibayarkan terhadap induk dalam suatu periode waktu tertentu (Pujawan, 2003).
3.2.4 Konfirmasi atau Verifikasi Data Biaya
Setelah memperoleh dan mengklasifikasikan data biaya pada proses produksi temulawak basah (rimpang), simplisia, dan serbuk dilakukan proses verifikasi data terhadap lembaga terkait. Lembaga terkait yang menaungi Gapoktan dan kelompok tani di Kabupaten Karanganyar adalah Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA
3.3.1. Perhitungan HPP dengan Metode Full Costing
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah sebagai input untuk perhitungan harga pokok produksi yang menjadi dasar penentuan harga jual produk temulawak. Pengolahan data untuk menetapkan harga pokok produksi dilakukan dengan metode full costing. Metode full costing mempertimbangkan biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok produksi berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya (Eprilianta, 2011). Tahap yang dilakukan untuk menentukan harga pokok produksi (HPP) untuk produk temulawak basah, simplisia, dan serbuk yaitu menghitung total biaya produksi telebih dahulu seperti yang tertulis dalam persamaan 3.1, kemudian menghitung total HPP dengan menambahkan biaya produksi dengan biaya komersial dan biaya bunga majemuk diskret seperti yang ada pada persamaan 3.2.
Biaya Bahan Baku = xx
Biaya Tenaga Kerja Langsung = xx
Biaya Overhead Perusahaan = xx +