• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Manajemen Risiko Klinis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Manajemen Risiko Klinis"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN MANAJEMEN RISIKO KLINIS

TAHUN 2015

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG B. DEFINISI C. TUJUAN D. RUANG LINGKUP E. BATASAN OPERASIONAL BAB II TATA LAKSANA

A. Identifikasi Risiko B. Analisis Risiko C. Evaluasi Risiko D. Pengelolaan Risiko E. Investigasi

F. HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis) G. Tindakan atau perbaikan

BAB III DOKUMENTASI

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk keselamatan Puskesmas. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) Puskesmas yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan Puskesmas yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” Puskesmas yang terkait dengan kelangsungan hidup Puskesmas . Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan di setiap Puskesmas, yang harus dikelola secara professional, komprehensif dan terintegrasi.

Di Puskesmas terdapat bermacam obat, berbagai bahan-bahan berbahaya, beragam alat kesehatan dengan berbagai teknologi yang semakin canggih dan berkembang dengan pesat, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik, berisiko menimbulkan insiden. Karena itu Puskesmas Munjuljaya perlu melakukan pengelolaan risiko dalam suatu manajemen risiko yang professional, komprehensif dan terintegrasi, agar insiden dapat diminimalisasi dan dicegah sedini mungkin.

B. DEFINISI

Manajemen risiko merupakan upaya sistematis berupa proses identifikasi, evaluasi, mengendalikan dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh. Manajemen risiko layanan klinis adalah suatu pendekatan untuk mengenal keadaan yang menempatkan pasien pada suatu risiko dan tindakan untuk mencegah terjadinya risiko tersebut. Manajemen risiko klinis di Puskesmas dilaksanakan untuk meminimalkan risiko akibat adanya layanan klinis oleh tenaga kesehatan di Puskesmas yang dapat berdampak pada pasien maupun petugas.

C. TUJUAN

1. Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang baku dan berlaku di Puskesmas Munjuljaya 2. Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi, analisis, dan

pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat bagi keselamatan pasien dan peningkatan mutu puskesmas secara keseluruhan

3. Membangun sistem monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif demi tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan

D. RUANG LINGKUP

Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko klinis di area pelayanan Puskesmas Munjuljaya : 1. Puskesmas

(4)

E. BATASAN OPERASIONAL

1. Risiko: peluang/probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan menurunkan mutu pelayanan.

2. Manajemen Risiko Puskesmas: merupakan upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan/mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negatif seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu puskesmas.

3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien.

5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC): adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera pada pasien tapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada pasien.

6. Kejadian Tidak Cedera (KTC): adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan cidera pada pasien.\

7. Kondisi Potensial Cedera (KPC): adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi.

8. Kejadian Sentinel: adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah mengakibatkan kematian atau cidera fisik/psikologis serius, atau kecacatan pada pasien. Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak dapat diantisipasi dan tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien.

9. Pelaporan insiden keselamatan pasien: adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisis dan mengantisipasi/mengelola/mengendalikan insiden secara berkesinambungan.

10. Risiko Sisa: adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya pengendalian/tindakan dilakukan.

11. Penilaian Risiko: adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi terjadi dalam pelayanan di puskesmas dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.

Tahap persiapan mencakup : ruang lingkup kegiatan manajemen risiko, personil yang terlibat, standar dalam penentuan kriteria risiko, prosedur/mekanisme pelaporan, pemantuan serta review, dokumentasi yang terkait. Identifikasi bahaya merupakan tahapan yang penting.Beberapa teknik identifikasi bahaya seperti observasi/survei, inspeksi, pemantauan, audit, kuesioner, data statistik, konsultasi dengan pekerja, Fault Tee Analysis, Walk through survey.

(5)

BAB II TATA LAKSANA A. Identifikasi Risiko

Masing-masing unit pelayanan dan jejaring Puskesmas menyusun daftar risiko yang berpotensi membahayakan pasien dan petugas. Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan pro-aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif/responsif).

Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya:

a) Informasi internal (hasil temuan audit internal, keluhan pasien/pelanggan puskesmas, insiden yang pernah terjadi di unit layanan tersebut)

b) Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian) c) Pemeriksaan atau audit eksternal

Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan memperhatikan: 1. Tingkat peluang/frekuensi kejadian

2. Tingkat dampak yang dapat/sudah ditimbulkan Tabel Peluang Kejadian

(6)

B. Analisis Risiko

Daftar risiko yang telah diidentifikasi kemuadian dilakukan analisis oleh Tim Mutu. Analisis dilakukan dengan menentukan skor risiko atau insiden tersebut untuk menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung jawab untuk mengelola mengendalikan risiko/insiden tersebut termasuk dalam kategori biru/hijau/kuning/merah.

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko/insiden dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan metode RCA (root cause analysis – reaktif/responsive) atau HFMEA (healthcare failure mode effect analysis – proaktif)

SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG

C. Evaluasi Risiko

1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan grading yang didapat dalam analisis.

2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan meliputi proses berikut : a. Menilai secara obyektif beratnya/dampak/akibat dan menentukan suatu skor

b. Menilai secara obyektif kemungkinan/peluang/frekuensi suatu peristiwa terjadi dan menentukan suatu skor

c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko 3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.

a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.

b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Instalasi Kerja yang akan melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk mengatasi risiko.

D. Pengelolaan Risiko

Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden yang sudah terjadi.

(7)

E. Investigasi

Dalam pengelolaan risiko/IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau, maka tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui tahapan:

1. Identifikasi insiden dan di-grading

2. Mengumpulkan data dan informasi: observasi, telaah dokumen, wawancara 3. Kronologi kejadian

4. Analisis dan evaluasi sederhana: a. Penyebab langsung:

- Individu - Peralatan

- Lingkungan tempat kerja - Prosedur kerja

b. Penyebab tidak langsung: - Individu

- Tempat kerja

5. Rekomendasi: jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang

Dalam pengelolaan risiko/IKP yang masuk dalam kategori kuning atau merah, maka tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi lengkap. Identifikasi Insiden: Root cause analysis (RCA) digunakan untuk menganalisa dan mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah. Di dalam menganalisis penyebab masalah, jangan berhenti hanya pada penyebab langsung namun harus terus menggali hingga kepada akar masalah sehingga penyelesaian yang direkomendasikan nantinya bukanlah penyelesaian simptomatik semata melainkan benar-benar penyelesaian etiologi yang dapat mencegah berulangnya insiden yang sama di kemudian hari.

F. HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)

Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode HFMEA digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi terjadi kemudian, mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar masalah, sebelum melakukan redisain proses untuk meminimalisir risiko modus kegagalan/dampaknya kepada pasien.

HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk memperbaiki kinerja dengan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya meningkatkan keselamatan pasien. (F = failure, yaitu saat sistim tidak bekerja sesuai yang diharapkan; M = mode, yaitu cara/perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan tersebut; E = effect, yaitu dampak/konsekuensi dari modus kegagalan tadi; A = analysis, yaitu upaya investigasi terhadap proses secara detail).

(8)

G. Tindakan atau perbaikan

Jika diperlukan tindakan perbaikan maka Tim Mutu merekomendasikan rencana tindakan perbaikan dan monitoring terhadap tindakan perbaikan. Setiap tindakan perbaikan dikonsultasikan kepada kepala Puskesmas dan dikomunikasikan kepada petugas Puskesmas lainnya.

(9)

BAB III DOKUMENTASI

Pencatatan dan Pelaporan

Seluruh kegiatan manajemen risiko klinis didokumentasikan dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.

1. Pelaporan setiap masalah atau kejadian yang menyimpang dari yang direncanakan atau secara normal seharusnya tidak terjadi dan berdampak pada keselamatan pasien ( Patient Care and Patient Safety) 2. Pelaporan atas masalah atau kejadian yang menghadapkan pasien pada keadaan berisiko.

3. Pelaporan atas masalah/kejadian yang bertendensi/berpotensi menghadapkan puskesmas terhadap tuntutan hokum.

4. Masalah/kejadian tidak harus selalu sudah menyebabkan cedera, tetapi termasuk juga kejadian yg potensial menyebabkan cedera.

5. Pelaporan atas masalah/kejadian yang dapat dijadikan pelajaran untuk meneliminasi atau menurunkan risiko.

6. Pelaporan masalah/kejadian yang mempunyai dampak terhadap anggaran dan risiko ketersediaan keuangan, peralatan maupun supplies.

(10)

BAB IV PENUTUP

Demikian Panduan Manajemen Risiko Klinis ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai penerapan Manajemen Risiko Klinis di Puskesmas Munjuljaya.

Manajemen Risiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena risiko yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial kadang-kadang terasa lebih berat. Untuk mencegah KTD dan menempatkan risiko KTD secara prorposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu sendiri, baik pada faktor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya), maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi organisasi-pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam mengelola risiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini manajemen risiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini

Purwakarta, Oktober 2015

PUSKESMAS MUNJULJAYA PURWAKARTA

TIM PENYUSUN

Gambar

Tabel Penilaian Dampak

Referensi

Dokumen terkait

G2P1A0 usia 30tahun Hamil 39 minggu Inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak Kepala, Punggung Kanan dengan Fetal Distress e.c Ketuban

Secara umum, Golshani mendefinisikan sains Islam sebagai sains yang berkerangka pada pandangan hidup Islam (Islamic worldview) yang meliputi kepercayaan akan Tuhan

Dari hasil analisa pengaruh konsentrasi sorbitol degan carboxymethyl cellulose pada pembuatan plastik dari ampas tebu dan pati ampas tahu dapat di simpulkan bahwa dapat

Tabel diatas, menunjukkan bahwa dari 17 perawat shift siang, ada 12 orang perawat sebelum shift pagi memiliki tekanan darah sistolik normal, serta 12 perawat

dikarenakan banyaknya program Total lulusan mahasiswa bersertifikat kompetensi yang diikuti oleh lulusan kompetensi dan profesi TA 2018 : X mahasiswa Universitas Airlangga Total

 Bahwa setelah sampai Terdakwa dan Saksi Korban kemudian duduk di pasir di pinggir pantai, Terdakwa kemudian memeluk Saksi Korban dari belakang dan mengisap leher Saksi

Seterusnya Teri juga menjelaskan bahawa dia ingin pelajar-pelajar lelaki menyukainya dan memberikan gambar bogel kepada mereka adalah cara yang baik untuk mempopularkan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan dan Penggunaan Sistem Informasi Akuntansi Pada Perusahaan Dagang di Kota Semarang.. Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai