• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Paper Revaluasi Aset PMK 191 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Paper Revaluasi Aset PMK 191 2015"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

F13150151

Pendahuluan

Baru-baru ini Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan baru berupa Paket Kebijakan ekonomi Jilid V tentang insentif pajak yang berisi revaluasi aset untuk Perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Individu. Peraturan Menteri Keuangan tersebut yaitu PMK 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan Tahun 2016. Tujuannya adalah menambah setoran tunai pajak penghasilan, yaitu fasilitas perpajakan terkait revaluasi aset. Fasilitas ini memberikan tiga keuntungan bagi pelaku usaha jika pelaku usaha melakukan revaluasi aset tahun 2015 dan tahun 2016

Karena khusus, maka Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 tidak mencabut atau mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. Jadi, setelah 2016 ketentuan tentang PPh atas revaluasi kembali lagi ke Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 dan tarif yang dikenakan 10%.

Pasal 1 ayat 2 PMK 191/PMK.010/2015 menjelaskan perlakuan khusus tersebut adalah berupa pajak penghasilan final sebesar:

a. 3% (tiga persen), untuk permohonan yang diajukan sejak berlakunya PMK-191/PMK.010/2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;

b. 4% (empat persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016;

c. 6% (enam persen), untuk permohonan yang diajukan sejak 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.

Secara formal, tujuan kebijakan khusus ini adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Aktiva yang dapat di-revaluasi adalah sebagian atau seluruh aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Objek Pajak yang dikenakan adalah atas selisih lebih nilai aktiva tetap hasil penilaian kembali oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau Ahli Penilai yang memperoleh izin dari Pemerintah, atau hasil perkiraan penilaian kembali oleh Wajib Pajak, diatas nilai sisa buku fiskal semula. Selisih lebih ini diketahui setelah ada laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai. Paling lambat tanggal:

(2)

F13150151

 30 Juni 2017, untuk permohonan 1 Januari 2016 s.d. 30 Juni 2016

 31 Desember 2017, untuk permohonan 1 Juli 2016 s.d. 31 Desember 2016.

Jadi hal yang harus diperhatikan adalah jangka waktu setor PPh atas revaluasi tiga persen untuk tahun 2015 empat persen untuk semester I tahun 2016, dan enam persen untuk semester II tahun 2016.

Perbandingan Implementasi PMK 191 Tahun 2015 sebagai Wajib Pajak

Syarat Permohonan dan Prosedur untuk mendapatkan diskon pajak bagi Wajib Pajak yang melakukan Revaluasi Aset Tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat dalam PMK 191/PMK.010/2015 atau penulis sarankan untuk melihat penjelasannya di forumpajak.org.

Jika dilihat jangka waktu setor pph yang ditentukan, bisa dikatakan pemerintah lagi butuh uang. Idealnya PPh ini dikenakan selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula. Selisih lebih ini diketahui setelah ada laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai. Inilah yang diatur di Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. Tetapi karena lagi butuh uang tunai, maka PPh atas revaluasi tahun 2015 dan 2016 disetor dulu dari perkiraan penilaian kembali aktiva tetap.

Terkait dengan terbitnya PMK 191 Tahun 2015, Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI. Dalam seminar tersebut diungkap beberapa perbedaan perlakuan revaluasi secara pajak dan akuntansi. Dari pandangan perpajakan, revaluasi hanya dilakukan pada suatu titik tertentu dan diperbolehkan melakukan revaluasi lagi untuk jangka 5 tahun ke depan. Revaluasi dapat dilakukan untuk aset tertentu yang dimiliki perusahaan. Sedangkan PSAK 16 mengatur bahwa apabila perusahaan memilih model revaluasi aset tetap maka perubahan kebijakan aktiva tersebut harus dilakukan secara konsisten. Revaluasi harus dilakukan secara reguler dan harus dilakukan untuk seluruh aset dalam kelompok yang sama. Berikut ini beberapa pokok pikiran yang menjadi perhatian IAI sehubungan dengan revaluasi aset yang sudah diatur dalam PSAK 16: Banyak salah kaprah yang berkembang di dunia bisnis terkait revaluasi. Padahal revaluasi sudah diatur sejak konvergensi IFRS 2012 di dalam PSAK 16. PSAK 16 sudah lama mengatur tentang revaluasi ini. Tapi tidak banyak yang pakai ka rena perusahaan takut implikasi pajaknya, serta takut mengeluarkan biaya tambahan.

Dulu revaluasi akuntansi selalu dikaitkan dengan revaluasi pajak. Sejak konvergensi IFRS keduanya diputus. Entitas bisnis bisa memilih salah satu, apakah akan melakukan

(3)

F13150151

revaluasi akuntansi tanpa revaluasi pajak, atau sebaliknya. Ada dua syarat untuk melakukan

revaluasi. Pertama dilakukan untuk seluruh class of asset. Artinya jika satu aset direvaluasi, hal itu juga harus dilakukan terhadap aset di kelas yang sama. Misalnya entitas merevaluasi sebidang tanah, dia harus merevaluasi seluruh tanah yang dimiliki. Tidak bisa memilih sesuai keinginan (cherry picking), akuntansi harus diterapkan secara konsisten karena PSAK tidak mengizinkan hal-hal seperti itu. Syarat kedua, karena ini adalah pilihan, sekali entitas memilih melakukan revaluasi, dia tidak bisa kembali ke model historical cost. Asumsinya informasi fair value ini lebih relevan dibanding informasi historical cost. Revaluasi tidak harus dilakukan setiap tahun sepanjang nilai aset tidak berubah signifikan, tetapi dilakukan secara reguler. Selain itu, revaluasi juga tidak selalu harus dilakukan oleh penilai publik, namun bisa juga dilakukan oleh pihak internal. Yang jelas nanti hasilnya harus diaudit oleh pihak independen. Bandingkan dengan PMK 191 Tahun 2015 untuk tujuan perpajakan antara lain: Penilaian kembali harus dilakukan oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai yang memperoleh izin dari pemerintah. Kriteria aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia sebatas dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Penilaian kembali tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu lima tahun sejak dilakukan penilaian dengan dasar PMK 191 Tahun 2015.

Secara umum muncul skenario pertanyaan: Jika PSAK 16 memungkinkan perusahaan untuk memperbaiki posisi neracanya dengan model revaluasi aset yang diperkenankan dan telah diatur oleh PSAK 16, Kalau selisih lebih nilai revaluasi aset menurut PSAK 16 itu adalah objek PPh final juga, maka untuk apa dibuat prosedur sedemikian rupa dalam PMK 191 Tahun 2015? Bukankah lebih baik jika PMK menyesuaikan diri dengan PSAK 16. Jadi cukuplah PMK hanya mengatur tarif PPh finalnya. Untuk apa perusahaan/wajib pajak melakukan revaluasi aset untuk tujuan perpajakan semata tanpa dapat memetik manfaat membukukan hasil revaluasi aset berdasarkan standar akuntansi yang berlaku umum terutama bagi perusahaan-perusahaan besar yang go-public? Mungkinkah keprihatinan Menko Perekonomian dapat hilang dengan penyesuaian kembali PMK yang lebih mempertimbangkan standar akuntansi yang berlaku? Insentif pajak revaluasi aset PMK 191/PMK.010/2015 akan efektifkah? ((Jayaprana 2015).

(4)

F13150151

Selain juga dari sisi pembahasan IAI, keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan

revaluasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 ini adalah 1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;

2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dala m akun "Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal .... ". Akun ini disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi.

3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul "saham baru" baik berupa saham bonus atau saham baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun namanya, dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU PPh.

Jadi, keuntungan bagi pebisnis dengan revaluasi ini adalah selain mendapat diskon pajak penghasilan, pemegang saham juga dapat tambahan saham yang bukan objek PPh, dan secara fiskal penghasilan neto akan lebih kecil dibanding tahun lalu (Suparman 2015). Satu lagi keuntungan revaluasi adalah bahwa dengan "tambahan nilai aktiva" maka perusahaan bisa nambah utang ke bank untuk modal kerja atau menaikkan nilai saham sebelum initial publik offering (IPO).

Walau akan memberikan manfaat yang besar, melakukan revaluasi aset bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, perusahaan harus berpacu dengan waktu untuk memperoleh manfaat yang optimum. Maka, segeralah memanfaatkan momentum ini (Kristiaji 2015).

(5)

F13150151

Referensi

 Direktorat Jenderal Anggaran. 2015. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Retreived, Desember 21, 2015 from anggaran.depkeu.go.id.

 www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2015/191~PMK.010~2015Per.pdf Diakses 21 Desember 2015.

 http://forumpajak.org/insentif-pajak-untuk-revaluasi-aktiva-tetap/ pada 21 Desember 2015.

http://www.kompasiana.com/andre.jayaprana/insentif-pajak-revaluasi-aset-pmk-191-pmk-010-2015-efektifkah_564da6b1f07a615b09846482/ pada 21 Desember 2015.

 http://pajaktaxes.co.id/2015/10/3-keuntungan-revaluasi-aset-tahun-2015.html Diakses pada 21 Desember 2015.

 http://koran.bisnis.com/read/20151105/251/489204/momentum-untuk-revaluasi-aktiva-tetap pada 21 Desember 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun undang-undang pajak tidak mengatur pencegahan tindak pidana pajak, namun dalam UU No.8 Tahun 2010 mengandung prinsip customer due diligence dalam

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 Penghasilan Komprehensif lain tahun berjalan - net pajak penghasilan terkait 113,353 TOTAL LABA

Hasil uji Chi-Square (x 2 ) diperoleh nilai p=0,000 yang berarti p < 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara mutu pelayanan kesehatan

a. Tujuan penelitian dinilai cukup bermanfaat. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai tujuannya. Tujuan penelitian tidak dapat dicapai dengan

Dalam penelitian ini diproksikan dengan variabel Return On Equity (ROE), Debt to Total Assets (DAR), Net Profit Margin (NPM), dan Current Ratio (CR), sedangkan

Adanya rancangan temperature control system diharapkan dapat menjaga kestabilan temperatur kecap sehingga aliran dalam pipa lancar dengan tetap menjaga kualitas produk kecap

Tahap memberchek, setelah data diperoleh di lapangan, baik melalui observasi, wawancara ataupun studi dokumentasi, dan responden telah mengisi data kuesioner, serta

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan bahwa tata letak ruang SMK Negeri 4 Banjarmasin dari tata letak meja sirkulasi sudah tepat yang berdekatan dengan