• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defisini Banjir

Banjir muncul dari aliran yang mengalir melalui sungai atau menjadi genangan. Sedangkan limpasan adalah aliran yang mengalir pada permukaan tanah yang ditimbulkan akibat curah hujan setelah mengalami infiltrasi (Hadisusanto, 2010). Menurut Suripin (2004) banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang. Menurut Kodoatie, dan Sugiyanto (2002) penyebab banjir biasanya diakibat oleh curah hujan yang tinggi, pengaruh akibat erosi dan sedimentasi, kapasitas drainase tidak memadai sehingga tidak bisa menampung air hujan.

Menurut Kodoatie (2005), terjadinya genangan akibat pengendalian banjr tidak terkendali pada lahan ruang terbuka hijau sehingga menimbulkan aliran permukaan. Hal yang menyebabkan genangan seperti dimensi saluran tidak sesuai, perubahan tata guna lahan, adanya penyempitan saluran dan tersumbatnya saluran. Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh terhadap perubahan sifat dan karakteristik tata guna lahan.

2.2 Drainase

2.2.1 Pengertian Drainase

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, drainase adalah prasarana yang berfungsi untuk mengalirkan air yang berlebih dari suatu kawasan ke badan air penerima. Menurut Hasmar (2011) drainase adalah ilmu yang mempelajari mengalirkan air dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Drainase merupakan prasarana berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan (Nuryanto, 2017). Drainase juga didefisinikan upaya mengontrol kualitas air tanah. Kegunaannya mengalirkan air agar tidak terjadi genangan. Drainase juga mengubah pencemar menjadi zat organik tidak berbahaya (Mulyanto,2013). Fungsi drainase menurut Nuryanto (2017):

(2)

1. Mengeringkan bagian wilayah kota tertentu yang permukaan lahannya rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. 2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya

agar tidak menggenangi kota yang dapat mengakibatkan kerusakan. 3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan.

4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian tanah.

2.2.2 Jenis – Jenis Saluran Drainase

Saluran drainase digolongkan menjadi beberapa jenis meliputi: A.Menurut konstruksinya (Hasmar, 2011)

1. Saluran Terbuka

Saluran yang terdapat didaerah yang mempunyai luas yang cukup menampung air hujan yang mana tidak membahayakan.

2. Saluran Tertutup

Saluran yang diperuntukan untuk air kotor yang berada ditengah kota. B.Menurut sejarah terbentuknya (Hasmar, 2011)

1. Drainase Alamiah

Saluran drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur campur tangan manusia. Drainase belum terdapat bangunan pendukung. Biasanya terbentuk oleh gerusan air.

2. Drainase Buatan

Drainase yang sengaja untuk dibuat dengan tujuan tertentu dan biasanya disertai bangunan pendukung seperti beton, pipa dan sebagainya.

C.Menurut Fungsinya (Hasmar, 2011) 1. Single Purpose

Berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan saja. 2. Multy Purpose

Berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan,baik secara bercampur ataupun bergantian.

(3)

D.Saluran drainase berdasarkan letak salurannya (Nurayanto, 2017)

1. Drainase muka tanah yaitu Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air permukaan.

2. Drainase bawah tanah, yaitu Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain : tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dan lain-lain. E. Drainase juga dibagi menjadi drainase konvensional dan drainase

berwawasan lingkungan (Syarifudin, 2017): 1. Drainase konvensional

Upaya untuk membuang atau mengalirkan kelebihan air secepat-cepatnya ke sungai. Konsep ini digunnakan secara menyeluruh baik di daerah perumahan, pedesaan, pertanian, dan lain-lain.

2. Drainase berwawasan lingkungan

Upaya mengelola kelebihan air dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan kesungai tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

2.2.3 Pola Jaringan Drainase

Drainase terdiri dari beberapa saluran, menurut Nuryanto (2017) pola jaringan sistem drainase dibedakan menjadi:

1. Pola Siku

Pola ini terdapat pada daerah yang topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai tujuan akhir dari aliran dan sungai biasanya berada ditengah kota. Contoh pola dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Sistem Drainase Pola Siku Sumber: Nuryanto, 2017

(4)

2. Pola Paralel

Pola ini terletak sejajar dengan saluran cabang. Seiring perkembangan kota saluran ini menyesuaikan. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.2.

saluran cabang saluran cabang

saluran utama

Gambar 2. 2 Sistem Drainase Pola Paralel Sumber: Nuryanto, 2017

3. Pola Grid Iron

Digunakan pada sungai yang berada di pinggir kota. Berguna agar aliran dari saluran cabang dapat dikumpulkan pada saluran pengumpul sebelum menuju saluran utama. Contoh gambar dapat dilihat pada Gambar 2.3.

saluran cabang

saluran utama

saluran pengumpul

Gambar 2. 3 Sistem Drainase Pola Grid Iron Sumber: Nuryanto, 2017

4. Pola Alamiah

Untuk pola alamiah bebentuk menyerupai pola siku. Akan tetapi beban sungai lebih besar pada pola alamiah dibandingkan pola siku. Contoh pola dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Sistem Drainase Pola Alamiah Sumber: Nuryanto, 2017

(5)

5. Pola Radial

Untuk pola radial biasanya digunakan pada daerah berbukit. Pola ini biasanya memencar ke semua arah. Pola dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 Sistem Drainase Pola Radial Sumber: Nuryanto, 2017

6. Pola Jaring-jaring

Mempunyai saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya. Polaa jarring ini cocok untuk digunakan pada daerah topografi datar. Bisa dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Sistem Drainase Pola Jaring Sumber: Nuryanto, 2017

2.2.4 Sistem Drainase

Sistem drainase di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2014. Dalam peraturan tersebut berisikan bahwa perlu dibuat suatu sistem pengeringan dan pengaliran air yang baik dengan mengalirkan air berasal dari air hujan agar tidak terjadi genangan yang berlebihan. Sebelum membuat rancangan sistem drainase yang baru diperlukan evaluasi untuk memutuskan menyusun rancangan yang baru. Bertujuan agar rancangan yang baru tidak mengalami kegagalan dalam hal perencanaan. Sistem drainase secara teknis meliputi mengarahkan run off permukaan semaksimal mungkin, membatasi kecepatan aliran dalam sistem drainase. Lalu mengusahakan pematusan air

(6)

tanah lereng agar tidak menimbulkan pori berlebih. Sistem drainase menurut kegunaaannya dibedakan menjadi dua macam meliputi (Mulyanto, 2013): a. Sistem yang hanya melayani air hujan (strom drainage)

Direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air hujan dengan frekuensi yang direncanakan. Keunggulan dari sistem ini adalah mudah dibuat dan dibersihkan. Kerugiannya adalah memerlukan lahan luas dan udah kemasukan dan dimasuki limbah khususnya sampah perkotaan. Penentuan frekuensi harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu:

1) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi maksimum 5 tahunan.

2) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan yang harus dapat dievakuasi.

3) Untuk daerah industri diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan yang harus dapat dievakuasi.

b. Sistem untuk air limbah (Sewerage)

Dalam sistem ini melayani penampungan dan pembuangan air limbah perkotaan untuk kemudian dialirkan ke dalam sebuah instalasi pengolah air limbah (IPAL). Di dalam IPAL air limbah diproses untuk diturunkan kandungan bahan pencemarnya agar memenuhi baku mutu air. Kelebihan sistem ini adalah tidak menimbulkan pencemaran, tidak mengganggu estetika, dan dibuat kedap air. Kelemahannya adalah lebih mahal biaya pembuatannya. Dan sukar dibersihkan dan dipelihara.

2.2.5 Drainase Perkotaan

Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang diterapkan mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perktaan. Wilayah drainase perkotaan meliputi (Hasmar, 2011):

1. Pemukiman;

2. Kawasan industri dan perdagangan; 3. Kampus dan sekolah;

(7)

4. Rumah sakit dan fasilitas umum; 5. Lapangan olahraga;

6. Lapangan parkir;

7. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi; 8. Pelabuhan udara.

Drainase perkotaan adalah drainase yang berada di kawasan perkotan yang memiliki fungsi mengelola air permukaan. Sehingga tidak mengganggu dan merugikan masyarakat. Adapun fungsi umum dari drainase perkotaan, yaitu (Permen PU No.12, 2014):

a. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan, sehingga tidak menyebabkan dampak kerusakan.

b. Mengalirkan air permukaan menuju badan air terdekat.

c. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan.

d. Melindungi sarana dan prasarana yang ada.

2.3 Hidrologi

2.3.1 Pengertian Hidrologi

Hidrologi adalah cabang disiplin ilmu dan teknik yang berhubungan dengan kejadian, distribusi, pergerakan, dan sifat-sifat air di bumi (Han, 2010). Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian. pergerakan, sirkulasi, distribusi air di bumi. Ilmu hidrologi berhubungan dengan keterdapatan dan pergerakan air di atas dan melalui permukaan bumi. Ilmu itu berhubungan dengan berbagai bentuk dan beralih wujud zat cair, zat padat dan bentuk itu di udara dan di lapisan permukaan daratan. Hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation and transpiration), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (ground water) ( Hartini, 2017).

2.3.2 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh penguapan kemudian kondensasi dari awan hasil penguapan. Awan terproses, sehingga terjadi

(8)

salju atau hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Pada muka tanah air hujan ada yang mengalir di permukaan (run off) dan sebagian meresap kedalam lapisan tanah (Hasmar, 2011). Siklus hidrologi melibatkan pertukaran energi panas, yang menyebabkan perubahan suhu. Misalnya dalam proses penguapan, air mengambil energi dari sekitarnya dan mendinginkan lingkungan (Wesli, 2008). Secara keseluruhan jumlah air di bumi akan relatif sama. Air di bumi mengalami siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus menerus disebut siklus hidrologi (Suripin, 2004). Siklus hidrologi merupakan proses dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer, ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada

Gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Siklus Hidrologi Sumber: Hartini, 2017

Siklus hidrologi dapat di bedakan menjadi dua yaitu: a. Siklus Hidrologi Tertutup

Menunjukan semua hal yang berhubungan dengan air. Bila dilihat secara menyeluruh maka air tanah dan aliran permukaan merupakan bagian dari beberapa aspek yang menjadikan siklus hidrologi menjadi seimbang sehingga disebut dengan siklus hidrologi tertutup. Persamaan matematis siklus hidrologi tertutup adalah sebagi berikut:

I – t . 0 = (2.1) Keterangan:

(9)

O = outflow (m3) s = simpangan t = waktu (s)

b. Siklus Hidrologi Terbuka

Aliran air tanah bisa merupakan satu atau lebih dari sub-sistem dan tidak lagi tertutup. Karena sistem tertutup itu dipotong pada bagian tertentu dari seluruh sistem aliran. Transportasi aliran di luar bagian aliran air tanah merupakan masukkan dan keluaran dari sub-sistem aliran air tanah tersebut, demikian pula aliran air permukaan. Macam – macam siklus hidrologi yang ada (Hartini, 2017) yaitu sebagai berikut:

1. Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui proses adveksi. Contohnya evaporasi – kondensasi – hujan/presipitasi. 2. Siklus hidrologi sedang adalah siklus yang umum terjadi di Indonesia.

Siklus ini mengahasilkan hujan di daratan kareana proses adveksi membawa awan yang terbentuk ke atas daratan. Seperti evaporasi – kondensasi – presipitasi di daratan - Laut

3. Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi di daerah beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus hidrologi ini, awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan terlebih dahulu turun sebagai salju dan membentuk gletser. Seperti evaporasi – sublimasi – kondensasi – presipitasi – gletser – aliran sungai – laut.

2.3.3 Analisis Hidrologi

Hidrologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari kejadian distribusi air secara alami di bumi. Unsur didalam analisis hidrologi terdapat curah hujan, oleh karena itu data curah hujan merupakan data utaman untuk menentukan debit limpasan maupun intensitas hujan. Metode dalam menganalisis curah hujan terdapat beberapa metode seperti metode gumbel ataupun metode log pearson III.

(10)

2.3.3.1 Melengkapi Data Hujan

Suatu stasiun hujan terkadang data hujan ada yang hilang. Dengan hilangnya data hujan perlu dilengkapi. Beberapa metode untuk melengkapi data yang hilang meliputi (Kamiana, 2010):

1. Cara aritmatika

Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat < 10%. 2. Cara rasio normal

Selisih tinggi hujan tahunan normal yang data kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan normal dari stasiun terdekat > 10%. 3. Cara korelasi

Analisis hujan tahunan dengan menggunakan kurva antara tinggi hujan pada stasiun yang datanya hilang dengan stasiun indeks pada periode (tahun) yang sama.

2.3.3.2 Tes Kosistensi Data Hujan

Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data lapangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika dari hasil pengujian ternyata data adalah konsisten artinya tidak terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran, sebaliknya jika ternyata data tidak konsisten artinya terjadi perubahan lingkungan dan cara penakarannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi data meliputi (Kamiana, 2010):

 Spesifikasi alat penakar berubah.  Tempat alat ukur dipindah.

 Perubahan lingkungan di sekitar alat penakar.

2.3.3.3 Analisis Curah Hujan Maksimum Rencana

Berdasarkan Kamiana (2010) Analisis ini bertujuan mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas. Digunakan beberapa metode dalam analisis curah hujan maksimum. Dalam analisis perlu juga dicari beberapa hal sebagai berikut:

(11)

1. Standar deviasi (S)

Besar perbedaan dari nilai sampel terhadap nilai rata-rata. S = √∑ ̅

(2.2)

dengan:

S = standar deviasi

Ri = nilai varian ke i (mm/hari) ̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari) n = jumlah data

2. Koefisien kemencengan (Cs)

Suatu nilai menunjukan derajat ketidaksimetrisan. Cs = ∑ ̅ (2.3) dengan: Cs = koefisien kemencengan Ri = nilai varian ke i (mm) n = jumlah data S = standar deviasi 3. Koefisien kurtosis (Ck)

Untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi.

Ck = ∑ ̅ (2.4)

dengan:

Ck = koefisien kurtosis

Ri = nilai varian ke i (mm/hari) ̅ = nilai rata-rata varian (mm/hari) n = jumlah data

S = simpangan baku

Menurut Kamiana (2010) untuk menghitung analisis ini dapat menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut:

1. Distribusi Normal

Perhitungan dengan distribusi ini dipengaruhi oleh nilai variable reduksi Gauus, seperti yang disajikan dalam Lampiran 2 Tabel Nilai

(12)

Variabel Reduksi. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam distribusi normal:

RT = ̅ +KxS (2.5)

dengan:

RT = curah hujan periode ulang (mm/hari) ̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari) S = simpangan baku

Kx = faktor frekuensi 2. Distribusi Log Normal

Metode ini mirip dengan metode normal, hanya saja pada metode distribusi log normal digunakan nilai logaritma.

3. Distribusi Log Pearson III

Metode ini menggunakan nilai logaritma dipengaruhi oleh nilai k. Seperti yang disajikan dalam Lampiran 3 Tabel Nilai K untuk Log Pearson. Rumus yang biasa digunakan untuk mencari nilai metode ini adalah:

log RT = log ( ̅) +KxS (2.6)

dengan:

RT = curah hujan periode ulang (mm/hari) ̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm/hari) S = simpangan baku

Kx = faktor frekuensi 4. Distribusi Gumbel

Metode ini dipengaruhi oleh banyak variable yaitu reduced variable. Reduced mean, reduced standar deviasi. Hubungan N dan Yn/Sn dan hubungan periode ulang dan Yt disajikan dalam Lampiran 4. Berikut rumus untuk mengghitung dalam metode Gumbel:

RT = ̅ +

(2.7)

dengan:

(13)

̅ = nilai hujan maksimum rata-rata (mm), S = simpangan baku,

Yt = reduced variable, Yn = reduced ,

Sn = Reduced standar deviasi.

2.3.3.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah/Wilayah

Diperlukan data curah hujan untuk merencanakan saluran drainase. Nilai curah hujan rata-rata yang jatuh di suatu kawasan tertentu disebut curah hujan wilayah. Untuk menghitung hujan wilayah diperlukan data curah hujan dari stasiun yang ditinjau, data koordinat stasiun atau peta stasiun. Perhitungan dapat dilakukan dengan beberapa metode (Nuryanto, 2017) yaitu :

1. Metode Aljabar

Metode ini yang paling sederhana dengan hanya membagi rata semua tinggi hujan pada masing-masing stasiun hujan dengan jumlah stasiun yang digunakan. Metode ini cocok digunakan untuk stasiun yang tidak diketahui koordinatnya. Perhitungan dari metode ini sangat sederhana yaitu sebagai berikut:

̅ = (2.8)

dengan:

̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari) R = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari) n = jumlah stasiun

2. Metode Poligon Thiessen

Metode ini memperkirakan luas wilayah masing-masing stasiun, tinggi curah hujan dan jumlah stasiun. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Untuk menggunakan metode ini setidaknya ada 3 stasiun hujan dan koordinat diketahui. Untuk menghitung hujan wilayah menggunakan rumus:

̅ =

(14)

dengan:

̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari) Rn = tinggi curah hujan di stasiun n (mm/hari) Ln = jarak stasiun hujan (m)

3. Metode Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungakan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Metode isohyet digunakan pada wilayah yang terdapat banyak stasiun hujan dan koordinat stasiun diketahui. Untuk menghitung menggunakan rumus berikut:

̅ = ∑ ∑ (2.10) dengan:

̅ = hujan rata-rata kawasan (mm/hari) In = garis isohyet ke 1,2,3…n, n+1

An= luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1 dan 2 , 2 dan 3, ….. , n dan n+1 ( m2)

2.3.3.5 Uji Kecocokan Distribusi

Uji kecocokan pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan data pada kertas. Terdapat dua uji kecocokan yaitu sebagai berikut:

1. Uji Chi Kuadrat

Digunakan dalam menentukan persamaan distribusi terpilih yang mewakili dari distribusi statistik sampel data analisis. Kriteria penilaian adalah:

 Peluang > 5% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.  Peluang < 1% maka persamaan distribusi teori dapat digunakan.  Peluang antara 1% - 5% maka tidak dapat digunakan dan perlu

adanya data tambahan. 2. Uji Smirnov – Kolmogorov

Pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi khusus. Cara ini lebih sederhana dari uji chi kuadrat. Terdapat perbedaan (Δ) tertentu apabila kemungkinan setiap varian dibandingkan. Apabila Δ maks yang terbaca

(15)

probabilitas < Δ kritis maka distribusi tidak dapat digunakan (Kamiana, 2010).

2.3.3.6 Analisis Intensitas Curah Hujan

Besarnya curah hujan maksimum dalam suatu desain disebut juga intensitas curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Intensitas hujan digunakan untuk mengetahui debit rencana hujan yang akan digunakan. Untuk menghitung dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Metode Monobe

Untuk mendapat intesitas digunakan rumus:

(2.11)

dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam)

R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam) T = periode ulang hujan

2. Metode Van Breen

Selama 4 jam dengan hujan efektif 90% dari hujan 24 jam merupakan nilai besaran dari metode ini.

Rumus yang digunakan:

I = (2.12)

dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam)

R24= curah hujan harian maksimum (mm/24 jam) 3. Metode Bell

= ( 0,21. Ln(T)+ 0,52)(0,54.t0,25 – 0,50). (2.13) dimana:

R = curah hujan (mm) T = Periode ulang hujan t =durasi hujan (menit)

(16)

= . (

(2.14)

4. Metode Hasper Weduwen

Perumusan metode Hasper adalah: 1 ≤ t ≤ 24, maka: R = √ . ( (2.15) 0 ≤ t ≤ 1, maka: R = √ . ( (2.16) Ri = XT . ( ) (2.17) dimana:

t = durasi hujan (jam)

R,Ri= curah hujan Hasper –Weduwen (mm)

Perhitungan intensitas hujan digunakan rumus:

I = (2.18)

dimana:

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

2.3.3.7 Pemilhan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

1. Metode Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan. Tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Berikut rumus untuk mencari nilai a dan b:

I = (2.19) a = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ (2.20) b = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ (2.21) dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam) t = durasi hujan

(17)

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan 2. Metode Ishiguro

Metode Ishiguor ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. Adapun rumus tersebut: I = √ (2.22) a = ∑ √ ∑ ∑ √ ∑ ∑ ∑ (2.23) b = ∑ ∑ √ ∑ √ ∑ ∑ (2.24) dimana:

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan 3. Metode Sherman

Metode Sherman pertama ditemukan 1905, metode ini cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam. Tetapan a dijadikan dalam nilai log. Rumus tersebut adalah

I = (2.25) log a = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ (2.26) n = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ (2.27) dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam) t = durasi hujan

a = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan n = banyak data

Dari ketiga metode kita akan memilih 1 metode yang akan digunakan dalam penentuan intensitas hujan. Pemilihan rumus melihat selisih terkecil antar I asal dan I teoritis yang akan dipakai rumusnya (Kamiana, 2010).

2.3.3.8 Perhitungan Limpasan Air Hujan

Perhitungan debit limpasan dilakukan untuk mengetahui debit rencana yang akan datang. Nilai debit berdasarkan PUH yang akan digunakan.

(18)

Perhitungan debit menggunakkan rumus metode rasional. Untuk nilai C dapat dilihat pada Tabel 2.1. Rumus rasional yang digunakan adalah:

Q = C. I. A (2.28)

dimana:

Q = debit puncak limpasan (m3/det)

C = angka pengaliran (dapat dilihat pada Tabel 2.1) A = luas daerah pengaliran

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Limpasan

No Kondisi Daerah Koefisien No Sifat Permukaan Tanah Koefisien

1 Perdagangan 8 Jalan

Daerah kota 0,70-0,95 Aspalt 0,70-0,95

Daerah dekat kota 0,50-0,70 Beton 0,80-0,95

2 Pemukiman Batu bata 0,70-0,85

Rumah tinggal 0,30-0,50 Batu kerikil 0,15-0,35

Terpencar 0,40-0,60 9 Jalan raya dan trotoar 0,70-0,85

Kompleks perumahan 0,25-0,40 10 Atap 0,75-0,95

Pemukiman apartemen 0,50-0,70 11 Lapangan rumut, tanah berpasir

3 Industri Kemiringan 2% 0,05-0,10

Industri ringan 0,50-0,80 Kemiringan 2%-7% 0,10-0,15

Industri berat 0,6-0,90 Curam 0,15-0,20

4 Taman, Kuburan 0,10-0,25 12 Lapangan rumput, tanah

keras

5 Lapangan bermain 0,10-0,25 Kemiringan 2% 0,13-0,17

6 Daerah halaman KA 0,20-0,40 Kemiringan 2%-7% 0,18-0,22

7 Daerah tidak terawat 0,10-0,30 Curam 0,25-,35

Sumber: Urban Drainage Guidelines and Technical Design Standards, Dep.PU Jakarta November 1994

2.3.4 Perhitungan Dimensi Saluran

Untuk perhitungan dimensi saluran menggunakan rumus manning. Rums manning digunakan untuk mengetahui koefisien kekasaran pada dasar saluran. Hal ini bertujuan untuk mengatahui apakah kapasitas eksisting

(19)

mengalami masalah atau tidak. Rumus yang digunakan adalah rumus Manning, yaitu: Q = V . A (2.29) V = (2.30) Q = . A . R2/3 . S1/2 (2.31) dimana:

Q = debit air disalurkan (m3/det)

V = kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det) n = koefisien manning

A = luas penampang basah (m2) S = kemiringan dasar saluran (m/m) R = jari-jari hidrolis (m)

F = freeboard (m)

C = koefisien , dengan syarat

2.3.5 Perencanaan Hidrolika

Aliran air dalam saluran dapat berupa aliran terbuka atau aliran pipa. Kedua jenis aliran ini serupa tetapi berbeda dalam beberapa hal penting. Aliran terbuka harus memiliki permukaan bebas, sedangkan aliran pipa tidak, karena air harus mengisi seluruh pipa (Hasmar, 2011).

Dua jenis aliran dibandingkan pada gambar 2.8. Sebelah kiri adalah aliran pipa. Dimana dua tabung piezometer dipasang di pipa pada bagian 1 dan 2. Tingkat air dipertahankan olehtekanan pada ketinggian yang diwakili oleh garis hidrolik. Tekanan yang diberikan air ditunjukan dalam tabung sesuai tinggi air diatas garis tengah pipa. Total energi dalam aliran mengacu pada garis datum yaitu jumlah dari ketinggian z dari garis pusat pipa, tinggi piezometri y, dan kecepatan V2/2g, dimana V adalah kecepatan rata-rata aliran. Energi diwakilkan oleh garis tingkat energi. Hilangnya energi dari bagian 1 ke bagian 2 diwakili oleh hf. Saluran terbuka sendiri ditunjukkan pada bagian kanan Gambar 2.8. Diasumsikan alirannya parallel dan

(20)

memiliki distribusi kecepatan yang seragam dan sebagian kemiringan salurannya kecil. Dalam hal ini permukaan air dan kedalaman air sesuai dengan ketinggian piezometrik (Suripin, 2004).

Pipe flow Open-channel flow

Gambar 2. 8 Perbandingan antara pipe flow dan open-channel flow Sumber: Suripin, 2004

Dari kedua saluran tersebut saluran terbuka lebih sulit karena kondisi disaluran terbuka diperumit oleh fakta bahwa posisi permukaan bebas cendengerung erubah dan fakta bahwa kedalaman aliran, debit, dan kemiringan dasar saluran saling bergantung (Suripin, 2004).

2.3.5.1 Saluran Tahan Erosi

Faktor yang diperhitungankan meliputi: a) Freeboard

Jarak vertikal dari puncak tanggul sampai ke permukaan air pada kondisi perencanaan. Tinggi dipengaruhi oleh penambahan debit, fluktuasi air tanah, gerakan angina, karakteristik tanah dan gradien rembesan.

 Tinggi jagaan = 5% - 30 %

 Tinggi jagaan = √ , bila C = koefisien berkisar 0,46 untuk kapasitas 0,6 m3/dt dan 0,76 untuk kapasitas 8,50 m3/dt atau lebih besar.

 Tinggi jagaan menurut standar perencanaan, Departemen Pekerjaan Umum untuk saluran tanah dan pasangan seperti dalam Lampiran 7. b) Kecepatan aliran minimum

Kecepatan minimum untuk v = 0,6-0,9 m/dt apabila persentase lumpur disaluran cukup kecil dan v = 0,75 m/dt dapat mencegah tumbuhnya tanaman yang dapat memperkecil debit saluran.

(21)

c) Kecepatan aliran minimum

Kemiringan dipengaruhi oleh topografi, tinggi energi serta tujuan penggunaan saluran.

d) Kemiringan dinding saluran

Kemiringan tergantung dari jenis material, kontruksi, kehilangan air, dan geometri saluran. Untuk kriteria bisa diliat pada Lampiran 6 Tabel Kemiringan Dinding Saluran

e) Jenis penampang

Ada beberapa bentuk penampang yaitu: 1. Trapesium

Biasanya mengalirkan air hujan dengan debit besar. Umumnya terbuat dari tanah tetapi ada juga yang dibuat dari pasangan batu dan beton. Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.9. Digunakan apabila saluran terbuka dan lahan luas

Gambar 2. 9 Saluran Trapesium Sumber: Wesli, 2008

2. Segiempat

Untuk mengalirkan air hujan dengan debit tinggi pada lokasi lahan yang kurang cukup. Penampang dapat dilihat pada Gambar 2.10. Digunakan apabila debit tinggi (Q) dan saluran terbuka.

Gambar 2. 10 Saluran Segiempat Sumber: Wesli, 2008

3. Segitiga

Dapat mengalirkan air hujan dengan debit kecil. Penampang dapat dilihat pada Gambar 2.11. Umumnya digunakan pada:

 Debih rendah (Q)  Saluran terbuka

(22)

'

Gambar 2. 11 Saluran Segitiga Sumber: Wesli, 2008

4. Lingkaran

Untuk menyalurkan limbah air hujan debit kecil. Biasanya digunakan untuk saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat. Contoh dapat di lihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2. 12 Saluran Lingkaran Sumber: Wesli, 2008

2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa jurnal atau skripsi yang dijadikan kajian pustaka guna menunjang proses penulisan. Literatur yang digunakan dijadikan acuan dalam menentukan metode, proses analisis dan penerapan usulan yang digunakan dalam evaluasi dan usulan perbaikan sistem drainase di Jalan Ryacudu. Beberapa judul jurnal atau skripsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis Judul Metode Hasil

1 Sadhu (2007)

Evaluasi Sistem Drainase Saluran Sekunder Gayung Kebon Sari Kota Surabaya

Log Pearson III

Tedapat banjir di beberapa saluran , penyebabnya kapasitas kurang, alternatif dengan redesain box culvert

2 Setiawan dan

Permana (2016)

Evaluasi Sistem Drainase Di

Kelurahan Paminggir Garut Log Pearson III

Terdapat genangan di karenakan pendangkalan akibat sampah dan

sedimen yan mengendap Perbaikan dengan normalisasi saluran

(23)

No Nama Penulis Judul Metode Hasil

3 Taofiki, dkk

(2017)

Evaluasi Kapasitas Sistem

Drainse Perumahan Gumbel

Kapasitas eksisting tidak dapat menampung deibt rencana dank arena

faktor banyak sampah curah hujan tinggi dan penyempitan saluran

4 Wahyudi (2016)

Perencanaan dan Perhitungan Ulang Saluran Drainse Kali

Pucangan, Kota Sidoarjo, Jawa Timur

Hidrograf Nakayasi Saluran meluap , dilakukan normalisasi dengan pelebaran saluran

5 Muliawati (2015)

Perencanaan Penerapan Sistem Drainase Berwawasan

Lingkungan (Eko-Drainase) Menggunakan Sumur Resapan

di Kawasan Rungkut

Gumbel

Terjadi genangan akibat eksiting tidak dapat menampung debit limpasan,

dilakukan alternatif dengan pembuatan sumur resapan

6 Qurniawan (

2009)

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Josroyo Permai

RW 11 Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar

Log Normal

Periode ulang dipakai 2 tahun, debit pada saluran utama 0,368 m3/s , dengan dimensi B = 0,365 m dan h =

0,316 m

7 Purnama, dkk

(2016)

Perencanaan Sistem Jaringan Drainase Untuk Perumahan

Baiti Jannati Sumbawa

Log Pearson III

Periode ulang dipakai 5 tahun, debit disalauran utama 1,7 m3/s dengan dimensi B = 0,7m dan h = 0,516 m

2.5 Gambaran Umum

2.5.1 Karakteristik Lingkungan Fisik

Kelurahan Korpri Raya adalah kelurahan dari enam kelurahan yang ada di Kecamatan Sukarame yang telataknya di bagian timur Kota Bandar Lampung. Luas dari keluaran Korpri Raya sebesar 250 ha dan terletak pada ketinggian 820 m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kelurahan Korpri Raya adalah sebagai berikut: sebelah Utara : Kecamatan Tanjung Senang, sebelah Selatan : Kelurahan Way Dadi, sebelah Barat : Kelurahan Way Dadi Baru, dan sebelah Timur : Kelurahan Korpri Jaya. Kelurahan Korpri Raya memiliki 2 Lingkungan (LK) dan 19 Rukun Tetangga (RT. Batas wilayah dapat dilihat pada Gambar 2.13 (BPS Bandar Lampung, 2019).

(24)

Gambar 2. 13 Peta Administrasi Kecamatan Sukarame Sumber: BPS Bandar Lampung

2.5.2 Populasi

Berdasarkan data BPS 2019 dari tahun 2018 yang tercatat di kelurahan Korpri Raya memiliki penduduk berjumlah 3.893 orang. Dengan sex ratio sebesar 99. Korpri Raya memiliki kepadatan penduduk 1.557 km2. Penggunaaan alat kontrasepsi di Korpri Raya sebanyak 611: 178 pil,192 IUD, 18 kondom, 14 MOW, 2 MOP, 178 suntikan dan 18 implan. Data pasangan usia subur pada Korpri Raya 528 pasangan (BPS Bandar Lampung, 2019).

2.5.3 Kondisi Hidrologi

Pada Kelurahan Korpri Raya tidak memilki sungai besar untuk digunakan sebagai sumber air bersih dan menampung air yang berlebih. Kelurahan Korpri Raya memiliki 1 badan air yang tidak begitu besar untuk menampung hujan. Untuk mempermudah dalam mentukan jalur aliran di

(25)

buat Peta DAS yang tedapat pada Gambar 2.14 (BPS Bandar Lampung, 2019).

Gambar 2. 14 Peta DAS Kelurahan Korpri Raya , Sukarame, Bandar Lampung Sumber: http://portal-ina-sdi.or.id (diakses pada agustus 2020)

2.5.4 Prasarana

Terdapat berbagai macam prasarana untuk menunjang kegiatan masyarakat di Kelurahan Korpri Raya. Prasarana yang tersedia meliputi fasilitas kesehatan, perdagangan atau industri, rumah makan, hiburan, perhubungan, keuangan, keagamaan, dan pendidikan. Berikut beberapa prasarana yang ada terlihat pada Tabel 2.3 (BPS Bandar Lampung, 2019).

Tabel 2. 3 Prasarana Kelurahan Korpri

Jenis Fasilitas Jumlah

Pendidikan SD 3 SMP 1 SMU 1 MI 2 Pendidikan MTs 1 Pondok Pesantren 1

(26)

Jenis Fasilitas Jumlah Kesehatan Puskesmas 1 Puskesmas Pembantu 1 Poskeskel 1 Poliklikik 1 Praktek Bidan 1 Posyandu 1 Apotek 1 Keagamaan Masjid 4 Musholla 4

Pedagangan atau Industri

Air Minum Isi Ulang 2

Pasar 1

Minimarkaet 6

Toko 2

Perhubungan Angkutan Umum 1

Rumah Makan Rumah Makan 1

Hiburan Kolam Renang 1

Keuangan Koperasi 1

Sumber: Sukarame Dalam Angka 2018

2.5.5 Kondisi Permasalahan Drainase

Korpri Raya sudah memiliki saluran drainase pada jalan Ryacudu Saluran drainase berada dikedua ruas jalan baik kiri maupun kanan. Pada beberapa titik mengalami kerusakan seperti kerusakan dinding saluran, adanya timbunan (tanah, sampah, dedaunan) seperti terlihat pada Gambar 2.15, saluran di atasnya tedapat bangunan tetapi tidak diberikan lubang untuk air masuk kesaluran.

Drainase pada kedua ruas jalan tersebut sudah terbuat dari material beton. Selain itu ada juga yang muka tanah saluran drainase lebih tinggi dibandikan dengan muka tanah jalannya. Hal tersebutlah yang menyebabkan adanya genangan air ketika hujan turun.

Sistem drainase dirasa kurang terencana dan kurang memerhatikan daerah resapan air hujan. Kebersihan saluran tidak terjaga karena masih ada yang terdapat sampah ataunya sejenisnya. Selain itu mungkin saja salurannya sendiri memiliki kapasitas yang kurang mencukupi untuk menampung air

(27)

hujan. Tertutupnya saluran juga merupakan hal yang perlu dicermati. Karena apabila salurannya tertutup dan tidak ada diberi lubang air tidak dapat mengalir atau masuk ke saluran drainase. Akibatnya air melimpas dan akan menyebabkan genangan di sepanjang jalan.

z

Gambar

Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Limpasan
Gambar 2. 12 Saluran Lingkaran  Sumber: Wesli, 2008
Gambar 2. 13 Peta Administrasi Kecamatan Sukarame Sumber: BPS Bandar Lampung
Gambar 2. 14 Peta DAS Kelurahan Korpri Raya , Sukarame, Bandar Lampung Sumber: http://portal-ina-sdi.or.id (diakses pada agustus 2020)
+2

Referensi

Dokumen terkait

diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. 3) Penganggaran untuk pengadaan barang

Dengan ini memohon kesediaan ibu/ bapak untuk menjadi responden pada penelitian yang sedang saya laksanakan dengan judul “Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dan Pengetahuan

Turner &amp; Helms (1995) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan, antara lain jumlah interaksi yang efektif antara pasangan, kepribadian pasangan

Pipa by pass dipergunakan untuk saling menghubungkan antara sea chest yang satu dengan sea chest yang lain, dengan tujuan dapat membantu suplai air laut ke tempat tertentu dari

Jadi respon atau pendapat dosen terhadap modul pembelajaran injector tester dan ultrasonic cleaner CNC-601A pada Mata Kuliah Praktik Motor Bensin di Jurusan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, persentase rasio mortalitas Crustasea yang dihasilkan akibat senyawa aktif niklosamida dengan konsentrasi yang

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Karena memiliki kesamaan tempat belajar dengan Al-Sinkili dan Syekh Yusuf, maka corak tasawuf yang ditempuh oleh Abdul Shamad dan Muhammad Arshad lebih condong