• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOEDUKASI KEBENCANAAN UNTUK GURU-GURU TAMAN KANAK-KANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PSIKOEDUKASI KEBENCANAAN UNTUK GURU-GURU TAMAN KANAK-KANAK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

541

PSIKOEDUKASI KEBENCANAAN

UNTUK GURU-GURU TAMAN KANAK-KANAK

PSYCHOEDUCATION OF DISASTER FOR KINDERGARTEN TEACHERS

1)Imam Faisal Hamzah, 2) Dyah Astorini Wulandari, 3)Zaldhi Yusuf Akbar 1,2,3)Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. KH. Ahmad Dahlan PO BOX 202 Purwokerto 53182

*Email: imamfaisalh@ump.ac.id

ABSTRAK

Pengabdian masyarakat ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mitigasi kebencanaan. Selain itu, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial. Jumlah peserta dalam pengabdian masyarakat ini yaitu 37 orang guru TK Aisyiyah se-Kecamatan Ajibarang. Kegiatan pengabdian masyarakat ini meliputi pemaparan mengenai kebencanaan secara umum, pemaparan mengenai Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial, serta simulasi kondisi bencana alam. Hasil dari kegiatan ini adalah peningkatan pengetahuan para guru Taman Kanak-Kanak terhadap kebencanaan dan mitigasi kebencanaan. Selain itu, para guru juga memiliki keterampilan mitigasi bencana maupun dukungan kesehatan mental dan psikososial.

Kata kunci : Psikoedukasi Kebencanaan; Guru Taman Kanak-Kanak; Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial

ABSTRACT

This program aims to improve disaster mitigation knowledge and skills for kindergarten teachers. In addition, increasing knowledge and skills regarding Mental Health and Psychosocial Support. The number of participants in this community service is 37 TK Aisyiyah teachers from Ajibarang District. This program includes exposure to disasters in general, presentation on Mental Health and Psychosocial Support, as well as simulations of natural disaster conditions. The result of this activity is an increase in Kindergarten teachers' knowledge of disasters and disaster mitigation. In addition, teachers also have disaster mitigation skills as well as mental health and psychosocial support.

Keywords: Disaster Psychoeducation; Kindergarten Teacher; Mental Health and Psychosocial Support PENDAHULUAN

Pada tanggal 15 Desember 2017 tengah malam, Tasikmalaya mengalami gempa 6,9 Skala Ritcher, dan gempa tersebut terasa hingga di kecamatan Banyumas (Detik News, 2017). Beberapa bangunan pun terdampak gempa tersebut yang mengakibatkan kerusakan, misalnya RSUD Banyumas (tirto, 2017) dan beberapa sekolah di wilayah tersebut (Radar Banyumas, 2017).

Bencana seperti gempa memang sulit diketahui kapan terjadinya, tetapi para ahli dapat membuat prediksi berdasarkan polan berulangnya kembali (Anies, 2017). Bagaimanapun masyarakat diharapkan dapat mempersiapkan agar tidak terdampak lebih buruk. Salah satu dampak bencana adalah persoalan psikologis. Beberapa penyintas bencana mengalami masalah psikologis dan membutuhkan dukungan psikososial.

Sejumlah upaya dari pemerintah seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau organisasi di luar pemerintahan, seperti Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) atau organisasi lain membantu masyarakat menghadapi bencana. Bagaimanapun organisasi pemerintah atau non pemerintah tidak selalu ada untuk dapat membantu masyarakat. Diharapkan masyarakat pun dapat menolong dirinya sendiri dan orang-orang terdekatnya ketika bencana terjadi.

Di Jepang, mitigasi bencana mulai dilakukan sejak TK (Liputan6, 2018). Di Indonesia sendiri hal ini pun sudah dimulai di beberapa sekolah, tetapi biasanya dilakukan oleh instansi tertentu. Oleh karena itu, penulis mengamati bahwa kebutuhan mitigasi bencana seharusnya lebih luas dan bisa dilakukan di setiap sekolah. Guru sebagai pengajar para siswa sebaiknya menjadi fasiliatator dalam melakukan mitigasi kebencanaan tersebut.

(2)

542

Terutama adalah guru TK, karena anak-anak TK di satu sisi masih belum dapat mandiri, di sisi lain salah satu yang masih rentan secara psikologis terdampak bencana. Wawancara penulis dengan Ketua Dikdasmen Pimpinan Daerah Aisyiyah Banyumas menemukan bahwa perlunya peningkatan keterampilan psikologis terkait kebencanaan untuk para guru-guru TK binaan PDA Banyumas, terutama di wilayah-wilayah pinggiran.

Guru-guru TK tersebut diharapkan dapat menjadi memfasilitasi para siswanya untuk melakukan mitigasi bencana. Selain itu juga dapat memberikan Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial (DKMPS) untuk para siswanya jika terjadi bencana di kemudian hari. Hal ini diperlukan agar dapat mengurangi resiko terdampak bencana yang lebih merugikan bagi individu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan ada tiga macam bencana, yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Bencana alam salah satu yang menjadi perhatian utama karena potensinya yang destruktif. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang mana bencana dapat terjadi di mana pun dan kapanpun.

Bencana dapat terjadi tanpa terprediksi, sehingga manusia perlu melakukan upaya untuk meminimalisir dampak negatifnya. Di samping adanya dampat positif, setidaknya manusia sebagai individu tetap perlu membekali diri dengan pengatahuan maupun keterampilan terhadap bencana. Permasalahan dalam penanganan terhadap bencana selama ini masih banyak menemui kendala pada level pemerintah maupun masyarakat (Sudibyakto, Retnowati, Suryanti, & Hisbaron, 2012).

Pengetahuan terhadap bencana meliputi pengenalan potensi bencana, kesiapsiagaan masyarakat, dan peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam situasi krisis (Anies, 2017). Upaya itu dapat dilakukan melalui upaya mitigasi bencana yang salah satunya berupa psikoedukasi bencana. Di mana Psikoedukasi menurut Nelson-Jones (Supratiknya, 2011) sendiri bertujuan, salah satunya, melatih orang memelajari berbagai life-skills.

Program psikoeduaksi bencana ini fokuskan pada peningkatan kapasitas masyarakat terhadap bencana, khususnya di sektor pendidikan dasar. Selain menanamkan kesiapsiagaan bencana sejak dini, di samping itu juga anak-anak sering menjadi korban bencana karena ketidakmampuan psikis untuk menyelamtkan diri. Program ini diperuntukan untuk para guru TK khususnya di kalangan Muhammadiyah.

Berdasarkan analisis situasi tersebut maka ditentukan prioritas permasalahan yang akan diselesaikan melalui program ini. Permasalahan itu adalah masih kurangnya keterampilan para guru terkait kebencanaan maupun dukungan kesehatan mental dan psikososial. Hal ini tampak dari minimnya pengetahuan siswa terkait mitigasi bencana. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mitigasi kebencanaan. Selain itu, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial.

METODE

Sasaran utama dari program ini adalah para guru taman kanak-kanak Aisyiyah di daerah Banyumas, khususnya kecamatan Sudagaran Kabupaten Banyumas. Pada pertengah persiapan program, pihak Pimpinan Daerah Aisyiyah Banyumas melalui Dikdasmen merubah mitra yang semula di wilayah Sudagaran dialihkan ke Kecamatan Ajibarang. Tiga puluh tujuh peserta terlibat dalam kegiatan ini yang berasal dari perwakilan guru-guru TK Aisyiyah se-kecamatan Ajibarang. Pelaksanaan kegiatan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan simulasi.

Pembukaan. Pada sesi ini disampaikan pengantar dan tujuan diadakannya program. Pemateri mencontohkan program kebencanaan yang diadakan di sebuah sekolah dasar di Jepang di mana guru-gurunya terlibat dalam program tersebut. Sesi selanjutnya adalah ceramah. Pada sesi ini disampaikan materi mengenai kebencanaan secara umum pada sesi pertama, kemudian dilanjutkan sesi kedua yang menyemapikan dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial. Termasuk di dalamnya adalah tanya jawab. Sesi ini diisi oleh Komunitas Psikososial Fakultas Psikologi UMP. Terakhir simulasi. Pada sesi ini, peserta dilibatkan dalam simulasi bencana gempa di setting Taman Kanak-Kanak.

(3)

543

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program ini menghasilkan beberapa tema bahasan yang dibicarakan dalam program psikoedukasi kebencanaan. Beberapa tema bahasan tersebut meliputi yaitu Guru dan Kebencanaan, Sekolah Aman Bencana,dan Psychological First Aid (PFA).

Guru dan Kebencanaan

Pada pokok bahasan mengenai guru dan kebencanaan. Narasumber menyampaikan kebencanaan secara umum yang terbagi pula ke dalam tiga jenis, yaitu bencana alam, non alam, dan sosial. Penekanan pada pokok bahasan di program ini adalah pada bencana alam. Peserta menyampaikan bahwa beberapa pernah mengalami bencana alam seperti longsor, gempa, maupun hujan badai, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang besar. Ajibarang, menurut peserta, memang belum pernah mengalami bencana yang serius. Narasumber membandingkannya pula dengan daerah lain di Ajibarang yang pernah dilakukan sosialisasi serupa. Bagaimanapun, narasumber menakankan bahwa bencana dapat terjadi kapan pun dan kepada siapa pun.

Pada materi ini, peserta diberikan video singkat mengenai peran guru Taman Kanak-Kanak di Jepang dalam memberikan edukasi kebencanaan. Guru-guru di Jepang beberapa mendapatkan sertifikasi dalam penanganan bencana alam. Video yang dimaksud dapat diakses melalui youtube di link https://www.youtube.com/watch?v=OXAvJo0NhJ0. Hal ini kemudian direfleksikan pada para peserta.

Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana menunjukan urgensi mengenai penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana karena sekolah/madrasah merupakan tempat berkumpul para peserta didik. Peraturan tersebut memang mengkhususkan pada bencana alam berupa Gempa Bumi dan Tsunami. Dua bencana alam tersebut memang sangat potensial terjadi di wilayah Indonesia.

Peraturan tersebut disebutkan latar belakang perlunya sekolah/madrasah yang aman dari bencana. Wilayah Indonesia berada pada titik temu 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, sehingga hal ini menunjukan bahwa wilayah Indonesia yang rawan terhadap gempabumi. Aibat dari adanya bencana alam tersebut ternyata berdampak pada banyaknya sekolah/madrasah yang rusak akibat gempa bumi.

Ruang lingkup penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana tersebut meliputi dua hal, yaitu kerangka kerja structural dan non-struktural. Kerangka kerja structural meliputi lokasi aman, struktur bangunan aman, desain dan penataan kelas aman, serta dukungan sarana maupun prasarana aman. Kerangka kerja non-struktural meliputi peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan; Kebijakan sekolah/madrasah aman; Perencanaan kesiapsiagaan; dan Mobilitasi sumberdaya.

Psychological First Aid (PFA)

Materi kedua berkaitan dengan Pertolongan Pertama Psikologis atau Psychological First Aid

(PFA). Prinsip kerja PFA hampir serupa dengan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K). PFA berupa memberikan bantuan psikologis awal agar dampak bencana tidak menimbulkan masalah psikologis yang berat kemudian bagi para penyintas. Pada materi ini diberikan mengenai tiga prinsip PFA, yaitu Look, Listen, dan Link.

a. Look atau melihat yaitu seorang penolong dituntut untuk dapat peka terhadap keadaan serta situasi yang sedang terjadi dan apa yang dirasakan oleh penyintas pada saat terjadinya bencana alam atau situasi krisis, listen atau mendengarkan, link atau menghubungkan.

b. Listen atau mendengarkan yaitu seorang penolong dapat mendekatkan diri kepada individu yang membutuhkan dukungan, siap untuk mendengarkan cerita yang diungkapkan oleh individu dan membuat individu merasakan ketenangan kembali.

c. Link atau Menghubungkan yaitu setelah penolong memberikan pendampingan maka penolong dapat merekomendasikan berbagai bantuan dari pihak lain jika merasakan adanya keterbatasan dalam memberikan pertolongan. Penolong dapat merekomendasikan kepada dokter, psikolog, lembaga sosial, dan lain sebagainya untuk dapat keluar dari masa krisis.

Kejadian bencana alam merupakan kejadian yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadinya bencana tersebut sehingga perlu diadakannya simulasi bencana alam kepada siswa yang bertujuan untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menghadapi bencana. Latihan simulasi

(4)

544

bencana ini dapat berguna untuk menguji tingkat kesiapsiagaan dan membiasakan diri pada setiap siswa, guru dan elemen lainnya dalam menghadapi bencana. Pada modul ini, guru dan siswa akan belajar melakukan bersama sama simulasi bencana alam yaitu gempa bumi.

Terdapat dua tahap dalam simulasi bencana alam gempa bumi ini, yaitu : a. Mempelajari ancaman bahaya dari bencana alam gempa bumi

Perlu diketahui jika sebuah sekolah aman dari ancaman gempa bumi maka siswa perlu belajar untuk memperhatikan kondisi keadaan dan lokasi sekelilingnya kepada guru.

Berikut terdapat beberapa pertanyaan yang perlu diketahui dan dicari jawabannya saat belajar mengenai ancaman bahaya gempa bumi.

▪ Apa saja potensi bencana alam yang ada di sekolah dan disekitar sekolah?

▪ Apakah desain sekolah aman dan tahan dari gempa yang berkekuatan besar?

▪ Apakah bangunan sekolah tidak akan roboh jika terjadi gempa yang besar?

▪ Apakah seluruh pintu kelas dan pintu ruangan kelas sudah didesain untuk terbuka keluar bukan terbuka ke dalam sehingga pada saat terjadinya gempa siswa dapat dengan mudah untuk mendorong atau membuka pintu ruangan

▪ Bila bangunan bertingkat, apakah jalur akses tangga hanya satu atau ada jalur evakuasi?

▪ Apakah sekolah mempunyai ruangan terbuka yang aman untuk berkumpul dan menghindari dari bangunan yang runtuh saat terjadinya gempa?

▪ Apakah terdapat tanda tanda yang menunjukan jalur evakuasi untuk sampai ke titik kumpul yang aman?

▪ Apakah terdapat bel atau sirine yang menandakakan terjadinya gempa bumi?

▪ Apakah meja di ruangan cukup kuat untuk menahan dari reruntuhan jika terjadi gempa bumi? b. Melakukan simulasi bencana gempa bumi

Melakukan simulasi bencana menjadi hal yang penting untuk dapat membiasakan diri dalam menghadpai bencana. Berikut terdapat langkah langkah dalam melakukan simulasi bencana gempa bumi.

▪ Sudah terpasangnya tanda tanda jalur evakuasi di beberapa bagian bangunan sekolah

▪ Sudah menetapkan titik kumpul yang aman saat terjadinya gempa bumi

▪ Guru memberikan pengetahuan mengenai pentingnya simulasi bencana, tujuan dam manfatnya.

▪ Guru memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai ancaman bencana gempa bumi kepada siswa dan apa yang harus siswa lakukan saat terjadinya gempa bumi yaitu saat tetap berada di ruangan dan saat menyelamatkan diri dengan cara keluar dari ruangan.

▪ Guru mengajak siswa untuk memperagakan jika terjadi gempa bumi di ruangan kelas dan cara menyelamatkan diri.

▪ Guru mengajak siswa untuk keluar ruangan dan melihat jalur evakuasi yang sudah dibuat hingga ke titik kumpul dan kembali ke kelas untuk melakukan simulasi.

▪ Guru memberikan instruksi kepada siswa “jika terdengar suara sirine atau merasakan adanya getaran maka siswa harus melindungi diri dengan cara masuk ke dalam kolong meja yang keras dan beberapa berlindung di pojok ruangan”, kemudian dilaksanakan simulasi tersebut.

▪ Guru memberikan instruksi kembali kepada siswa “jika terdengar suara sirine atau merasakan adanya getaran maka siswa harus keluar dari ruangan dengan membawa tas untuk melindungi atas kepala dan berlari sesuai tanda jalur evakuasi menuju ke titik kumpul”, lalu melakukan simulasi tersebut.

▪ Setelah selesai simulasi, guru mengevaluasi simulasi yang sudah dilakukan.

Faktor keberhasilan terlaksannya program ini adalah respon positif para guru TK Aisyiyah Kecamatan Ajibarang untuk mengikuti program tersebut. Keinginan para guru untuk bisa mengembangkan diri sehingga dapat diterapkan untuk peserta didik menjadi penting. Selain itu, faktor internal juga mendukung hal tersebut, di mana program ini juga didukung oleh para relawan bencana yang bersedia untuk berbagi pada para guru.

Faktor penghambat terlihat pada persiapan tim karena persiapan yang dinilai terlalu singkat. Hal tersebut disebabkan karena pihak para guru TK Aisyiyah Kecamatan Ajibarang meminta untuk mengadakan kegiatan tersebut satu minggu setelah mengkonfirmasi kesediaan. Selain itu, mitra

(5)

545

program yang berubah tidak sesuai target sehingga ketepatan program juga dirasa kurang sesuai. Meskipun begitu, bencana merupakan sesuatu yang tidak bisa diduga, sehingga hal ini tetap bermanfaat bagi siapapun.

Belum adanya tindak lanjut pasca dilakukannya penyuluhan dan simulasi tersebut juga menjadi catatan tersendiri ke depan. Kesibukan dari tim program dan pihak sekolah juga menjadi kendala dalam pelaksanaan tindak lanjut. Masukan dari peserta adalah perlunya manyampaikan psikologi anak. Tim program menyadari bahwa belum tersampaikannya secara optimal mengenai psikologi anak terutama dalam menghadapi situasi krisis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari program ini yaitu peningkatan pengetahuan para guru Taman Kanak-Kanak terhadap kebencanaan dan mitigasi kebencanaan. Selain itu, para guru juga memiliki keterampilan mitigasi bencana maupun dukungan kesehatan mental dan psikososial. Saran untuk program selanjutnya adalah perlu untuk membahas psikologi anak dalam merespon situasi krisis seperti bencana alam.

DAFTAR PUSTAKA

Anies. (2017). Negara Sejuta Bencana : Identifikasi, Analisis, & Solusi Mengatasi Bencana dengan Menajemen Kebencanaan. Yogyarakarta : Ar-Ruz Media.

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan. (2014). Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah

Aman dari Bencana. Dikases dari

https://peraturan.go.id/peraturan/view.html?id=11e547ee1461accab39e313731393137.

Liputan6. (2018). 5 Cara Jepang Menghadapi Bencana. Diakses dari https://www.liputan6.com/health/read/3611312/5-cara-jepang-menghadapi-bencana.

Radar Banyumas. (2017). Lima Sekolah Di Banyumas Rusak terdampak Gempa. Diakses dari https://radarbanyumas.co.id/lima-sekolah-di-banyumas-rusak-terdampak-gempa/.

Supratiknya, A. (2011). Merancang Pogram dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta : Penerbit USD. Tirto. (2017). Gempa Bumi Banyumas Puluhan Rumah Rusak. Diakses dari https://tirto.id/gempa-bumi-banyumas-puluhan-rumah-rusak-cBPo.

Referensi

Dokumen terkait

Pengajaran visual dikembangkan mulai tahun 1923, menggunakan gambar, model, benda dan alat yang memberi pengalaman visual kepada siswa agar :2. - Mengembangkan sikap

nama user atau password maka akan muncul menu seperti dibawah.

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan prestasi membaca bahasa Jerman antara peserta didik kelas XI SMA Negeri I Sedayu Bantul yang diajar dengan

Kaitannya dengan audio sebagai media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa Media Audio Pembelajaran yaitu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau rangkaian

Laporan pemantauan cuaca Cuaca pagi hingga sore berawan Pekanbaru Laporan kegiatan harian:.. Posko siaga dalkarhutla

Sesuai dengan uji coba pengubahan biodata dosen di atas diperoleh data dosen dalam sebuah relasi yang secara logika bisa dibagi menjadi daftar baris terhapus, daftar

Dengan naiknya investasi permintaan pembiayaan pada bank syariah juga akan meningkat, dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap rasio keuangan bank tetapi bila