• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Timbal (Pb) Dan Perilaku Pedagang Terhadap Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater) Yang Dijual Di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Timbal (Pb) Dan Perilaku Pedagang Terhadap Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater) Yang Dijual Di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Definisi dan Sifat-sifat Timbal (Pb)

Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam

bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan

dengan timbal (Pb). Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk,

memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam

agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak bewarna abu-abu kebiruan

mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu

328oC (662oF); titik didih 1740oC (3164oF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan

berat atom 207,20 (Palar,2008).

Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya

sebagai berikut (Fardiaz, 1992):

1. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam

bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.

2. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi

berbagai bentuk.

3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai

lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.

4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya,dan alloy yang

(2)

5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya

kecuali emas dan merkuri.

2.1.2 Penggunaan Timbal (Pb)

Menurut Fardiaz (1992) Penggunaan timbal (Pb) terbesar adalah dalam

produksi baterei penyimpan untuk mobil, dimana digunakan timbal (Pb) metalik

dan komponen-komponennya. Penggunaan lainnya dari timbal (Pb) adalah untuk

produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa, dan solder. Beberapa

produk logam dibuat dari timbal (Pb) murni yang diubah menjadi berbagai

bentuk, dan sebahagian besar terbuat dari alloy timbal (Pb). Solder mengandung

50–95% timbal (Pb), sedangkan sisanya adalah timah.

Logam pencetak yang digunakan dalam percetakan terdiri dari timbal (Pb),

timah dan antimony, dimana komposisinya pada umumnya terdiri dari 85% timbal

(Pb), 12% antimony, dan 3% timah. Peluru timbal (Pb) mengandung 0,1–0,2 %

arsenik untuk menambah kekerasannya. Penggunaan timbal (Pb) yang bukan alloy

terutama terbatas pada produk-produk yang harus tahan karat. Sebagai contoh

pipa timbal (Pb) digunakan untuk pipa-pipa yang akan mengalirkan bahan-bahan

kimia yang korosif, lapisan timbal (Pb) digunakan untuk melapisi tempat-tempat

cucian yang sering mengalami kontak dengan bahan-bahan korosif, dan timbal

(Pb) juga digunakan sebagai pelapis kabel listrik yang akan digunakan di dalam

tanah atau di bawah permukaan air.

Komponen timbal (Pb) juga digunakan sebagai pewarna cat karena

kelarutannya di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat

(3)

yang paling banyak digunakan. Timbal merah atau Pb3O4 merupakan bubuk

berwarna merah cerah yang digunakan sebagai pewarna cat yang tahan karat. Cat

berwarna kuning dapat dibuat dengan menambahkan kuning khrom atau PbCrO4.

Timbal (Pb) juga digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik

yang disebut Glaze. Glaze adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam

permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen utama

dari keramik adalah silika yang bergabung dengan okside lainnya membentuk

silikat kompleks atau gelas. Komponen timbal (Pb) yaitu PbO ditambahkan ke

dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan

okside lainnya.

2.1.3 Sumber Pencemaran Timbal (Pb)

1. Sumber Alami

Kadar timbal (Pb) yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan

sekitar 13 mg/kg. Khusus timbal (Pb) yang tercampur dengan batu fosfat dan

terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg.

Timbal (Pb) yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah

tanah (ground water) berkisar antara 1-60 μg/liter. Secara alami timbal (Pb) juga

ditemukan di air permukaan. Kadar timbal (Pb) pada air telaga dan air sungai

adalah sebesar 1-10 μg/liter. Dalam air laut kadar timbal (Pb) lebih rendah dari

dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas dari pencemaran

mengandung timbal (Pb) sekitar 0,07 μg/liter. Kandungan timbal (Pb) dalam air

danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 μg/liter. Secara alami timbal (Pb)

(4)

Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung

timbal (Pb), penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0

μg/kg berat kering (Sudarmaji, dkk, 2006).

2. Sumber dari Industri

Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran timbal (Pb) adalah

semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai bahan baku maupun bahan

penolong, misalnya:

1. Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan

timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang

berasal dari potongan logam (scrap).

2. Industri baterai. Industri ini banyak menggunakan logam timbal

(Pb) terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan

dasarnya.

3. Industri bahan bakar. Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra

methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar,

sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan

merupakan sumber pencemaran timbal (Pb).

4. Industri kabel. Industri kabel memerlukan timbal (Pb) untuk

melapisi kabel. Saat ini pemakaian timbal (Pb) di industri kabel

mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd,

Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan

(5)

5. Industri kimia,yang menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini

seringkali dipakai timbal (Pb) karena toksisitasnya relatif lebih

rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai

pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan

untuk warna kuning dipakai lead chromate

(Sudarmadji dkk, 2006).

3. Sumber dari Transportasi

Timbal, atau Tetra Etil Lead (TEL) yang banyak pada bahan bakar

terutama bensin, diketahui bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan,

sistem saraf, serta meracuni darah. Penggunaan timbal (Pb) dalam bahan bakar

semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan kandungan

timbal (Pb) dalam bahan bakar, dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh

kalangan kilang minyak. Tetra Etil Lead (TEL), selain meningkatkan oktan, juga

dipercaya berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil (produksi di bawah

tahun 90-an), sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan tahan lama.

Penggunaan timbal (Pb) dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa

tingkat sensitivitas timbal (Pb) tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1

gram timbal (Pb) perliter bensin, menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka

oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal (Pb) relatif murah untuk

meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya (Santi, 2001).

Hasil pembakaran dari bahan tambahan (aditive) timbal (Pb) pada bahan

bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal (Pb) in organik. Logam

(6)

dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal (Pb) akan

keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji dkk, 2006).

2.1.4 Timbal (Pb) di Lingkungan

Sebagai sumber timbal (Pb) di lingkungan hidup kita adalah

(Mukono, 2002) :

1. Udara

Timbal (Pb) di udara dapat berbentuk gas dan partikel. Dalam

keadaan alamiah menurut studi patterson (1965), kadar timah

hitam di udara sebesar 0,0006 mikrogram/m3, sedangkan di daerah

tanpa penghuni dipegununan California (USA), menunjukkan

kadar timah hitam (Pb) sebesar 0,008 mikrogram/m3. Baku mutu

di udara adalah 0,025 – 0,04 gr/Nm3.

2. Air

Analisis air bawah tanah menunjukkan kadar timah hitam (Pb)

sebesar antara 1–60 mikrogram/liter, sedangkan analisis air

permukaan terutama pada sungai dan danau menunjukkan angka

antara 1–10 mikrogram/liter. Kadar timah hitam pada air laut

kadarnya lebih rendah dari yang terdapat di air tawar. Di pantai

Californa (USA) kadar timah hitam (Pb) menunjukkan kadar antara

0,08 – 0,04 mikrogram/liter. Timbal (Pb) yang larut dalam air

adalah Timbal asetat (Pb(C2H3O2)2), timbal klorat Pb(CLO3)2,

(7)

mutu (WHO) timbal (Pb) dalam air 0,1 mg/liter dan KLH No 02

tahun 1988 yaitu 0,05 – 1 mg/liter.

3. Tanah

Rata-rata timbal (Pb) yang terdapat dipermukaan tanah adalah

sebesar 5-25 mg/kg.

4. Batuan

Bumi kita mengandung timbal (Pb) sekitar 13 mg/kg. Menurut

study Weaepohl (1961), dinyatakan bahwa kadar timbal (Pb) pada

batuan sekitar 10 – 20 mg/kg.

5. Tumbuhan

Secara alamiah tumbuhan dapat mengandung timbal (Pb). Menurut

Warren dan Delavault (1962), Kadar timbal (Pb) pada dedaunan

adalah 2,5 mg/kg berat daun kering.

6. Makanan

Kadar timbal (Pb) pada makanan dapat bertambah dalam proses

procecing, kandungan timbal (Pb) yang tinggi ditemukan pada

beras, gandum, kentang dan lain-lain. Asupan yang diizinkan yaitu

50 mikrogram/kg BB (dewasa) dan 25 mikrogram/kg BB

(anak-anak).

2.1.5 Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb)

Menurut Darmono (2001) timbal adalah logam toksik yang bersifat

kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ

(8)

a. Sistem hemopoietik : Pb menghambat sistem pembentukan

hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.

b. Sistem saraf pusat dan tepi : dapat menyebabkan gangguan

ensafalopati dan gejala gangguan saraf perifer.

c. Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia,

glukosuria, nefropati, fibrosis,dan atrofi glomerular.

d. Sistem gastro-intestinal : menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskuler : menyebabkan peningkatan permeabilitas

kapiler pembuluh darah.

f. Sistem Reproduksi : dapat menyebabkan kematian janin waktu

melahirkan pada wanita serta hipospermi dan teratospermia pada pria.

g. Sistem indokrin : mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi

adrenal.

Timbal di dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul

protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja enzim. Timbal

mengganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta

aminolevulinic asid (delta-ALA) menjadi forfobilinogen dan juga menghambat

korporasi dari Fe ke dalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan

menghambat enzim delta-aminolevulinic asid-dehidratase (delta-ALAD) dan

ferokelatase. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam

urin dan delta – ALA serta menghambat sintesis Hb.

Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, terutama

(9)

jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam

tulang, rambut, dan gigi untuk dideposit (storage), dimana 90% deposit terjadi

dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Dalam tulang, Pb

ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat/Pb3(PO4)2. Secara teori, selama Pb masih

terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi

yang berbahaya ialah toksisitas Pb yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi Ca,

di mana terjadinya desorpsi Ca dari tulang menyebabkan terjadinya penarikan

deposit Pb dari tulang tersebut. Misalnya, bila terjadi pada diet yang mengandung

fosfat rendah akan meyebabkan pembebasan Pb dari tulang ke dalam darah.

Penambahan vitamin D dalam makanan akan meningkatkan deposit Pb dalam

tulang, walaupun kadar fosfatnya rendah dan hal ini justru mengurangi pengaruh

negatif Pb (Darmono, 2001).

2.1.6 Efek Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan

Menurut Sudarmaji dkk ( 2006) paparan timbal (Pb) dapat menyebabkan

gangguan sebagai berikut :

1. Gangguan neurologi

Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh timbal (Pb)

dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak

dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.

2. Gangguan terhadap fungsi ginjal

Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus

renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis

(10)

dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis

kronis.

3. Gangguan terhadap sistem reproduksi

Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan pada sistem

reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat

timbal (Pb) mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat

menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak sangat peka terhadap paparan

timbal (Pb) di udara. Paparan timbal (Pb) dengan kadar yang rendah yang

berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ.

4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik

Keracunan timbal (Pb) dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat

penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar

zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit

peningkatan kadar ALA (Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak–anak

juga terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan dari keracunan

timbal (Pb) pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA dan

CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan

gejala dini dari keracunan timbal (Pb) pada manusia. Dibandingkan

dengan orang dewasa, anak -anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia

akibat paparan timbal (Pb). Terdapat korelasi negatif yang signifikan

(11)

5. Gangguan terhadap sistem syaraf

Efek pencemaran timbal (Pb) terhadap kerja otak lebih sensitif pada

anak-anak dibandingkan pada orang dewas. Gambaran klinis yang timbul adalah

rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi,

gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan pada anak

dengan kadar timbal (Pb) darah sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul

gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead

encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain

adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan

konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh timbal (Pb),

maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya

akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak

spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika terpapar

timbal (Pb) pada anak berusia 21 bulan sampai 18 tahun.

2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb) Secara Umum

Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara

lain :

1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang

beresiko terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi :

a) Sejarah Medis Pekerja (masa kerja)

Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi

higiene tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran

(12)

b) Tes Fisik

Diperiksa keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran

ginjal reproduksi,dan sistem saraf serta kondisi paru-paru.

c) Pengukuran Tekanan Darah

Di periksa berapa tekanan darah menggunakan tensi meter.

d) Tes Darah

Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit

forfirin bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan

urinalisis dengan tes mikroskopik.

e) Tes Lain

Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997).

2. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan

minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang

dipatri atau mengandung cat).

3. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman

secara berkesinambungan.

4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan

mengandung cat.

5. Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya

terpolusi oleh gas buangan kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu

hamil.

(13)

7. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan

peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja.

8. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan

bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).

2.1.8 Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb)

dalam makanan adalah dengan menambahkan sekuestran seperti :

1. Perendaman

Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis misalnya pada

udang windu berdasarkan waktu :

a. Selama 30 Menit

Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan

kadar timbal sebesar 48,40%.

b. Selama 60 Menit

Perendaman selama 60 menit menunjukkan terjadi penurunan

kadar timbal sebesar 65,40 % (Armanda, 2009).

2. Perebusan dengan Jeruk Nipis

Selain melalui cara perendaman, kadar timbal juga dapat dikurangi dengan

cara perebusan berdasarkan waktu :

a. Selama 15 Menit

Perebusan selama 15 menit dengan jeruk nipis menunjukkan

penurunan kadar timbal sebesar 59,33%, sedangkan perebusan

(14)

b. Selama 30 Menit

Perebusan selama 30 menit dengan jeruk nipis menunjukkan

penurunan kadar timbal sebesar 60,67%, sedangkan perebusan

tanpa jeruk nipis menunjukkan penurunan sebesar 31,86%.

c. Selama 45 Menit

Perebusan selama 45 menit dengan jeruk nipis menunjukkan

penurunan kadar timbal sebesar 63,33%, sedangkan perebusan

tanpa jeruk nipis mengalami penurunan sebesar 32,33%

(Sari, 2014).

3. Perebusan dengan Asam Gelugur

Penurunan kadar timbal pada kerang bulu berdasarkan berat asam

gelugur yang digunakan :

a. Asam Gelugur Seberat 25 gram

Perebusan dengan 25 gram asam gelugur terjadi penurunan sebesar

19,84%.

b. Asam Gelugur Seberat 50 gram

Perebusan dengan 50 gram asam gelugur terjadi penurunan sebesar

35,37%.

c. Asam Gelugur Seberat 75 gram

Perebusan dengan 75 gram asam gelugur penurunannya bertambah

(15)

d. Asam Gelugur Seberat 100 gram

Perebusan dengan 100 gram asam penurunannya bertambah lagi

sebesar 68,08% (Pransiska, 2010).

2.2 Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater)

2.2.1 Siput langkitang (Faunus Ater)

Klasifikasi Siput Langkitang (Faunus ater)

Klasifikasi Siput Langkitang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Kerang-kerangan

Class : Gastropoda

(unranked) : clade Caenogastropoda

Clade Sorbeoconcha

Superfamily : Cerithioidea

Family : Pachychilidae

Genus : Faunus

(16)

Siput langkitang (Faunus ater) merupakan siput air payau atau istilah

bahasa internasionalnya “Brackish Snail”. Genus faunus hanya memiliki satu

spesies saja, dan genus faunus masuk dalam family Pachychilids. Family

Pachychilids merupakan family siput air tawar, hanya spesies Faunus ater sajalah

yang hidup atau ditemukan di air payau.

Siput dalam family ini dapat ditemukan di Amerika bagian selatan maupun

tengah, Afrika, Madagaskar, Asia bagian selatan atau Asia Tenggara dan

Australia. Siput Langkitang (Faunus ater) tersebar di beberapa bagian yaitu India,

Sri lanka, Pulau Andaman,Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapore, Indonesia,

Philippines, New Guinea, Pulau Solomon, Australia bagian utara, dan China.

Siput Langkitang (Faunus ater) adalah salah satu siput yang berkembang biak

melalui telur atau oviparus. Siput ini biasanya digunakan sebagai makanan

manusia di negara Philippina dan Thailand, di Indonesiapun beberapa bagian

penduduk memakan siput ini.

Siput langkitang (Faunus ater) mempunyai bentuk tubuh yang halus,

ramping tinggi-runcing, shell hitam sangat mirip dengan beberapa genera thiarid

seperti Melanoides dan Stenomelania. Bentuk cangkang siput seperti kerucut dari

tabung yang melingkar seperti konde. Puncak kerucut merupakan bagian yang

tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut comella. Gelung tersebar disebut

body whorl dan gelung kecil-kecil di atasnya disebut spire (ulir). Diantara bibir

dalam (inner lip) dan gelung terbesar (body whorl) terdapat umbilicus, yaitu ujung

comunella, yang berupa celah sempit sampai lebar dan dalam. Apabila umbilicius

(17)

Aparture ialah bukaan cangkang, tempat tersembulnya kepala dan kaki.

Bila aperture dihadapkan pada kita dengan apex (puncak) ke atas, dinamakan

dekstral apabila aperture di sebelah kanan, dan disebut sinistral apabila di sebelah

kiri. Namun aperture yang tidak biasa dengan dua sinus yang mendalam terdiri

dari anterior dan anal kana membedakannya dari spesies cerithioidean lainnya.

Kombinasi dari sinus anal yang membuat notch mendalam dibentuk oleh anterior

yang menyedot sepanjang tepi apertural. Hal ini tidak terjadi pada setiap

Cerithioidea air tawar ( Francis et al, 2011).

Ekologi spesies ini kurang dikenal. Data yang diterbitkan dari catatan

museum menunjukkan bahwa spesies ini hidup di mulut dan hilir sungai air tawar

dan sungai dengan pengaruh payau. Menurut Brandt (1974) yang dikutip dalam

Francis et al (2011) melaporkan takson ini mendiami air tawar serta air yang

sedikit payau dekat pantai di sungai, sungai-sungai kecil dan laguna. Faunus ater

sering ditutupi dengan Neritina massa telur dan mereka yang tinggal di air payau

sering ditemukan dengan tiram melekat pada cangkang mereka. Cangkang coklat

hitam tebal Periostrakum melindungi kulit dari lingkungan asam habitatnya

kecuali bila terkelupas dan erosi yang parah. Faunus ater memiliki ukuran relatif

besar, gelap-coklat untuk shell hitam, panjang mencapai 90 mm tetapi biasanya

rata-rata sekitar 50-60 mm. Shell adalah bagian yang memanjang dan terdiri dari

sekitar 20 lurus-sisi ke uliran sedikit meningkat yang tampaknya bervariasi secara

geografis dan kosensus saat ini mengakui terjadinya variasi morfologi

(18)

Secara umum, lingkaran siput disini tampaknya lemah cembung, beberapa

individu menunjukkan peningkatan inflasi dengan peningkatan ukuran, dengan

halus tapi lemah dipahat dengan subsutural lemah, plika cekung dan garis-garis

colabral sangat halus. Aperture bewarna putih, bulat telur dan sekitar seperlima

panjang shell. Aperture juga memiliki bibir luar yang halus dengan columella

sangat concaved dengan parietal kapalan lemah dinding. Kanal anterior tidak ada,

yang diganti dengan sinus lebar dalam. Lubang anus ditandai dengan mendalam

sinus dimana bibir luar bergabung dengan jahitan. Periostrakum tebal, cokelat

gelap sampai hitam dan shell bawah periostrakum berwarna putih. Operkulum

adalah corneous, bulat telur, tebal dan cokelat, paucispiral dengan inti eksentrik,

dengan bekas luka besar pada permukaan internal (Suwignyo, 2005).

2.2.2 Kandungan Gizi Siput Langkitang

Menurut Tanjung (2015) siput langkitang mempunyai Protein sebesar

9,53% dalam berat basah, Air sebanyak 79,97%, Abu 3,62%, Lemak 2,38 %,

Karbohidrat yaitu serat kasar 2,39%, dan BETN 2,11%, Fe 0,005, Kalsium

1,017%, dan Fosfor 0,012%. Dengan kandungan protein yang tinggi siput

langkitang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pilihan makanan bergizi dan

peningkatan ekonomi.

2.2.3 Dampak Siput Langkitang

Menurut Saenab (2013) keberadaan kandungan logam berat timbal dalam

tubuh Faunus ater tersebut sebagai akibat dari proses bioakumulasi. Bioakumulasi

(19)

masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan yang pada akhirnya

tingkat konsentrasi zat kimia di dalam organisme sangat tinggi.

Akumulasi logam berat yang terjadi pada Faunus ater terutama melalui

kebiasaan makannya yang memanfaatkan bahan organik di dasar perairan

.

Jika

Faunus ater mengandung timbal dan dijadikan sebagai bahan makanan maka akan

berbahaya bagi kesehatan manusia. Dampak keracunan Pb dapat menyebabkan

hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Keracunan Pb dapat juga

mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan

otak (Herman, 2006).

2.2.4 Proses Pengolahan Siput Langkitang

Berdasarkan wawancara dengan pedagang siput langkitang proses

pengolahan siput langkitang terdiri dari :

1. Bahan-bahan :

1) Siput Langkitang

2. Bumbu-bumbu :

1) 300 ml air santan

2) 5 buah bawang merah, haluskan

3) 5 buah bawang putih, haluskan

4) 1 buah laos, haluskan

5) 2 buah jahe, haluskan

6) 1 buah kunyit, haluskan

7) 5 buah cabe merah, haluskan

(20)

9) 2 buah daun limau

10)2 buah daun kunyit

11) 3 buah asam kandis

12) 3 sdm garam halus

3. Cara Membuat :

1) Siput langkitang dipotong bagian bawahnya dengan cara dipukul

dengan palu. Hal ini dilakukan agar siput langkitang mudah

dikeluarkan dari cangkangnya saat dimakan.

2) Cuci siput langkitang yang telah dipotong dicuci sampai air cucian

langkitang berubah menjadi warna bening.

3) Siput langkitang yang sudah bersih direbus bersama garam selama

kurang lebih 10 menit hingga air mendidih.

4) Setelah siput langkitang mendidih cuci kembali dengan air untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang tersisa. Tiriskan, sisihkan

5) Masukkan santan dengan bumbu halus lainnya. Uleni dengan

spatula hingga tercampur rata.

6) Setelah mendidih masukkan sereh, daun limau, daun kunyit, dan

asam ke dalam adonan. Uleni lagi dengan spatula.

7) Masukkan siput langkitang yang telah direbus ke dalam adonan.

Uleni dengan spatula hingga tercampur rata. Tunggu sekitar 15

menit sampai bumbu meresap.

8) Siapkan piring saji. Masukkan siput langkitang yang telah di

(21)

Gambar 2.2 Siput Langkitang yang Telah Diolah

2.3 Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon

atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari

dalam dirinya. Respon dapat bersifat pasif (tanpa tindakan seperti berfikir,

berpendapat dan bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Menurut Notoatmodjo dalam Achmadi (2013), Perilaku adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat

luas antara lain: berjalan, berbicara, marah, tertawa, menulis, tidur, ke sekolah,

kuliah, membaca dan sebagainya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

(22)

Ada empat alasan pokok seseorang itu berperilaku, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan,

sikap dan lain-lain

2. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia

katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang

dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan

lain-lain.

3. Sumber-sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya

waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh

sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya

di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang

disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek

dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh

yang dalam terhadap perilaku.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku manusia secara

operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu perilaku dalam

bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan bentuk tindakan nyata atau perbuatan.

Ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan berdasarkan tahapan tertentu yang

(23)

ketrampilan (ranah psikomotor), yang dalam proses pendidikan kesehatan menjadi

pola perilaku baru.

2.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan merupakan

hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu (Achmadi, 2013).

Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu

materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

(24)

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

di sini dapat diaertikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

(25)

Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.2 Sikap

Menurut Saifuddin Azwar yang dikutip Sari (2015), mendefinisikan sikap

sebagai suatu pola perilaku, tendesi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon

terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sedangkan menurut Elmubarok yang dikutip Sari (2015), sikap adalah

suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk berekasi yang

merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang

saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu

objek.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah

perasaan untuk merespon suatu objek atau situasi baik positif maupun negatif

dengan cara mendukung atau memihak pada suatu kondisi tertentu yang

merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang

saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu

objek tersebut.

Sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami individu.

Dimana dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap

tertentu terhadap objek yang dihadapinya. Teori sikap lainnya menurut Elmubarok

dikutip dalam Sari (2015) bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat

(26)

Menurut Saifuddin Azwar yang dikutip Sari (2015), beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang

didorong oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk

menghindari konflik.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap

kita terhadap berbagai masalah.

4. Media massa

Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan

opini dan kepercayaan orang seperti radio, televisi, surat kabar,

majalah, dan lain-lain.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

(27)

6. Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluranfrustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2014), yaitu:

1. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dan sikap.

3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga

(kecenderungan untuk bertindak).

4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah

merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3.3 Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2014), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari

tubuh setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh

maupun luar tubuh atau lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus

tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya

(28)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbutan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas

serta faktor dukungan dari pihak lain.

Tingkat-tingkat tindakan/praktek, yaitu (Notoadmodjo, 2014) :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah

mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodofikasinya sendiri

tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat dilakukan yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan pengukuran secara langsung dapat

(29)

2.4 Kerangka Konsep

Siput Langkitang Kadar Timbal

Sesuai SNI 7387-2009

Tidak Sesuai SNI 7387-2009

Perilaku Pedagang Terhadap

Pengolahan Siput

Langkitang :

- Pengetahuan

- Sikap

- Tindakan

Baik

Gambar

Gambar 2.2  Siput Langkitang yang Telah Diolah

Referensi

Dokumen terkait

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang.. lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugrah-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang merupakan laporan

Cost of fund in BMT usuallly is higher than cost of fund in Islamic bank and conventional bank. It is caused by effort of BMT to invite willingness of customers to save

kami sampaikan Peringkat Teknis Peserta Penawaran E-Seleksi Umum Pengawasan Teknik Pekerjaan Peningkatan Kapasitas Transaksi Gerbang Tol Cikarang Utama dan Penambahan

While the resources use mental illness and suicide as the topics to be explored, the resources have been developed in a way as to expose students to

Menurut Vern McGinnis, pernyataan misi seharusnya (1) mendefinisikan apakah suatu organisasi itu dan apa yang dicita-citanya, (2) cukup spesifik sehingga tidak memasukkan

Cara kerjanya kalau yang satu bekerjanya sebagai batang tarik, maka yang lainnya tidak menahan apa-apa.Sebaliknya kalau arah anginya berubah, maka

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: (1) Penerapan metode pembelajaran Kuraba Molekul dapat meningkatkan aktifitas belajar