2.1.1 Definisi dan Sifat-sifat Timbal (Pb)
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam
bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan
dengan timbal (Pb). Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk,
memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam
agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak bewarna abu-abu kebiruan
mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu
328oC (662oF); titik didih 1740oC (3164oF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan
berat atom 207,20 (Palar,2008).
Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya
sebagai berikut (Fardiaz, 1992):
1. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam
bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
2. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi
berbagai bentuk.
3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai
lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya,dan alloy yang
5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya
kecuali emas dan merkuri.
2.1.2 Penggunaan Timbal (Pb)
Menurut Fardiaz (1992) Penggunaan timbal (Pb) terbesar adalah dalam
produksi baterei penyimpan untuk mobil, dimana digunakan timbal (Pb) metalik
dan komponen-komponennya. Penggunaan lainnya dari timbal (Pb) adalah untuk
produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa, dan solder. Beberapa
produk logam dibuat dari timbal (Pb) murni yang diubah menjadi berbagai
bentuk, dan sebahagian besar terbuat dari alloy timbal (Pb). Solder mengandung
50–95% timbal (Pb), sedangkan sisanya adalah timah.
Logam pencetak yang digunakan dalam percetakan terdiri dari timbal (Pb),
timah dan antimony, dimana komposisinya pada umumnya terdiri dari 85% timbal
(Pb), 12% antimony, dan 3% timah. Peluru timbal (Pb) mengandung 0,1–0,2 %
arsenik untuk menambah kekerasannya. Penggunaan timbal (Pb) yang bukan alloy
terutama terbatas pada produk-produk yang harus tahan karat. Sebagai contoh
pipa timbal (Pb) digunakan untuk pipa-pipa yang akan mengalirkan bahan-bahan
kimia yang korosif, lapisan timbal (Pb) digunakan untuk melapisi tempat-tempat
cucian yang sering mengalami kontak dengan bahan-bahan korosif, dan timbal
(Pb) juga digunakan sebagai pelapis kabel listrik yang akan digunakan di dalam
tanah atau di bawah permukaan air.
Komponen timbal (Pb) juga digunakan sebagai pewarna cat karena
kelarutannya di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat
yang paling banyak digunakan. Timbal merah atau Pb3O4 merupakan bubuk
berwarna merah cerah yang digunakan sebagai pewarna cat yang tahan karat. Cat
berwarna kuning dapat dibuat dengan menambahkan kuning khrom atau PbCrO4.
Timbal (Pb) juga digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik
yang disebut Glaze. Glaze adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam
permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen utama
dari keramik adalah silika yang bergabung dengan okside lainnya membentuk
silikat kompleks atau gelas. Komponen timbal (Pb) yaitu PbO ditambahkan ke
dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan
okside lainnya.
2.1.3 Sumber Pencemaran Timbal (Pb)
1. Sumber Alami
Kadar timbal (Pb) yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan
sekitar 13 mg/kg. Khusus timbal (Pb) yang tercampur dengan batu fosfat dan
terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg.
Timbal (Pb) yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah
tanah (ground water) berkisar antara 1-60 μg/liter. Secara alami timbal (Pb) juga
ditemukan di air permukaan. Kadar timbal (Pb) pada air telaga dan air sungai
adalah sebesar 1-10 μg/liter. Dalam air laut kadar timbal (Pb) lebih rendah dari
dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas dari pencemaran
mengandung timbal (Pb) sekitar 0,07 μg/liter. Kandungan timbal (Pb) dalam air
danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 μg/liter. Secara alami timbal (Pb)
Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung
timbal (Pb), penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0
μg/kg berat kering (Sudarmaji, dkk, 2006).
2. Sumber dari Industri
Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran timbal (Pb) adalah
semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai bahan baku maupun bahan
penolong, misalnya:
1. Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan
timbal konsentrat (primary lead), maupun secondary lead yang
berasal dari potongan logam (scrap).
2. Industri baterai. Industri ini banyak menggunakan logam timbal
(Pb) terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan
dasarnya.
3. Industri bahan bakar. Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra
methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar,
sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan
merupakan sumber pencemaran timbal (Pb).
4. Industri kabel. Industri kabel memerlukan timbal (Pb) untuk
melapisi kabel. Saat ini pemakaian timbal (Pb) di industri kabel
mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd,
Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan
5. Industri kimia,yang menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini
seringkali dipakai timbal (Pb) karena toksisitasnya relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai
pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan
untuk warna kuning dipakai lead chromate
(Sudarmadji dkk, 2006).
3. Sumber dari Transportasi
Timbal, atau Tetra Etil Lead (TEL) yang banyak pada bahan bakar
terutama bensin, diketahui bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan,
sistem saraf, serta meracuni darah. Penggunaan timbal (Pb) dalam bahan bakar
semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan kandungan
timbal (Pb) dalam bahan bakar, dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh
kalangan kilang minyak. Tetra Etil Lead (TEL), selain meningkatkan oktan, juga
dipercaya berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil (produksi di bawah
tahun 90-an), sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan tahan lama.
Penggunaan timbal (Pb) dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa
tingkat sensitivitas timbal (Pb) tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1
gram timbal (Pb) perliter bensin, menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka
oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal (Pb) relatif murah untuk
meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya (Santi, 2001).
Hasil pembakaran dari bahan tambahan (aditive) timbal (Pb) pada bahan
bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal (Pb) in organik. Logam
dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal (Pb) akan
keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji dkk, 2006).
2.1.4 Timbal (Pb) di Lingkungan
Sebagai sumber timbal (Pb) di lingkungan hidup kita adalah
(Mukono, 2002) :
1. Udara
Timbal (Pb) di udara dapat berbentuk gas dan partikel. Dalam
keadaan alamiah menurut studi patterson (1965), kadar timah
hitam di udara sebesar 0,0006 mikrogram/m3, sedangkan di daerah
tanpa penghuni dipegununan California (USA), menunjukkan
kadar timah hitam (Pb) sebesar 0,008 mikrogram/m3. Baku mutu
di udara adalah 0,025 – 0,04 gr/Nm3.
2. Air
Analisis air bawah tanah menunjukkan kadar timah hitam (Pb)
sebesar antara 1–60 mikrogram/liter, sedangkan analisis air
permukaan terutama pada sungai dan danau menunjukkan angka
antara 1–10 mikrogram/liter. Kadar timah hitam pada air laut
kadarnya lebih rendah dari yang terdapat di air tawar. Di pantai
Californa (USA) kadar timah hitam (Pb) menunjukkan kadar antara
0,08 – 0,04 mikrogram/liter. Timbal (Pb) yang larut dalam air
adalah Timbal asetat (Pb(C2H3O2)2), timbal klorat Pb(CLO3)2,
mutu (WHO) timbal (Pb) dalam air 0,1 mg/liter dan KLH No 02
tahun 1988 yaitu 0,05 – 1 mg/liter.
3. Tanah
Rata-rata timbal (Pb) yang terdapat dipermukaan tanah adalah
sebesar 5-25 mg/kg.
4. Batuan
Bumi kita mengandung timbal (Pb) sekitar 13 mg/kg. Menurut
study Weaepohl (1961), dinyatakan bahwa kadar timbal (Pb) pada
batuan sekitar 10 – 20 mg/kg.
5. Tumbuhan
Secara alamiah tumbuhan dapat mengandung timbal (Pb). Menurut
Warren dan Delavault (1962), Kadar timbal (Pb) pada dedaunan
adalah 2,5 mg/kg berat daun kering.
6. Makanan
Kadar timbal (Pb) pada makanan dapat bertambah dalam proses
procecing, kandungan timbal (Pb) yang tinggi ditemukan pada
beras, gandum, kentang dan lain-lain. Asupan yang diizinkan yaitu
50 mikrogram/kg BB (dewasa) dan 25 mikrogram/kg BB
(anak-anak).
2.1.5 Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb)
Menurut Darmono (2001) timbal adalah logam toksik yang bersifat
kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ
a. Sistem hemopoietik : Pb menghambat sistem pembentukan
hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.
b. Sistem saraf pusat dan tepi : dapat menyebabkan gangguan
ensafalopati dan gejala gangguan saraf perifer.
c. Sistem ginjal : dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia,
glukosuria, nefropati, fibrosis,dan atrofi glomerular.
d. Sistem gastro-intestinal : menyebabkan kolik dan konstipasi.
e. Sistem kardiovaskuler : menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler pembuluh darah.
f. Sistem Reproduksi : dapat menyebabkan kematian janin waktu
melahirkan pada wanita serta hipospermi dan teratospermia pada pria.
g. Sistem indokrin : mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi
adrenal.
Timbal di dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul
protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja enzim. Timbal
mengganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta
aminolevulinic asid (delta-ALA) menjadi forfobilinogen dan juga menghambat
korporasi dari Fe ke dalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan
menghambat enzim delta-aminolevulinic asid-dehidratase (delta-ALAD) dan
ferokelatase. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam
urin dan delta – ALA serta menghambat sintesis Hb.
Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, terutama
jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam
tulang, rambut, dan gigi untuk dideposit (storage), dimana 90% deposit terjadi
dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Dalam tulang, Pb
ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat/Pb3(PO4)2. Secara teori, selama Pb masih
terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi
yang berbahaya ialah toksisitas Pb yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi Ca,
di mana terjadinya desorpsi Ca dari tulang menyebabkan terjadinya penarikan
deposit Pb dari tulang tersebut. Misalnya, bila terjadi pada diet yang mengandung
fosfat rendah akan meyebabkan pembebasan Pb dari tulang ke dalam darah.
Penambahan vitamin D dalam makanan akan meningkatkan deposit Pb dalam
tulang, walaupun kadar fosfatnya rendah dan hal ini justru mengurangi pengaruh
negatif Pb (Darmono, 2001).
2.1.6 Efek Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan
Menurut Sudarmaji dkk ( 2006) paparan timbal (Pb) dapat menyebabkan
gangguan sebagai berikut :
1. Gangguan neurologi
Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh timbal (Pb)
dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak
dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer.
2. Gangguan terhadap fungsi ginjal
Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus
renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis
dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis
kronis.
3. Gangguan terhadap sistem reproduksi
Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan pada sistem
reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat
timbal (Pb) mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat
menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak sangat peka terhadap paparan
timbal (Pb) di udara. Paparan timbal (Pb) dengan kadar yang rendah yang
berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ.
4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik
Keracunan timbal (Pb) dapat dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat
penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar
zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit
peningkatan kadar ALA (Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak–anak
juga terjadi peningkatan ALA dalam darah. Efek dominan dari keracunan
timbal (Pb) pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA dan
CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan
gejala dini dari keracunan timbal (Pb) pada manusia. Dibandingkan
dengan orang dewasa, anak -anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia
akibat paparan timbal (Pb). Terdapat korelasi negatif yang signifikan
5. Gangguan terhadap sistem syaraf
Efek pencemaran timbal (Pb) terhadap kerja otak lebih sensitif pada
anak-anak dibandingkan pada orang dewas. Gambaran klinis yang timbul adalah
rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi,
gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan pada anak
dengan kadar timbal (Pb) darah sebesar 40-80 μg/100 ml dapat timbul
gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead
encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain
adalah rasa cangung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan
konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh timbal (Pb),
maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya
akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak
spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan psikologis jika terpapar
timbal (Pb) pada anak berusia 21 bulan sampai 18 tahun.
2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb) Secara Umum
Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara
lain :
1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang
beresiko terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi :
a) Sejarah Medis Pekerja (masa kerja)
Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi
higiene tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran
b) Tes Fisik
Diperiksa keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran
ginjal reproduksi,dan sistem saraf serta kondisi paru-paru.
c) Pengukuran Tekanan Darah
Di periksa berapa tekanan darah menggunakan tensi meter.
d) Tes Darah
Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit
forfirin bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan
urinalisis dengan tes mikroskopik.
e) Tes Lain
Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997).
2. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan
minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang
dipatri atau mengandung cat).
3. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman
secara berkesinambungan.
4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan
mengandung cat.
5. Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya
terpolusi oleh gas buangan kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu
hamil.
7. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan
peralatan standar keamanan dan keselamatan kerja.
8. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan
bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).
2.1.8 Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb)
dalam makanan adalah dengan menambahkan sekuestran seperti :
1. Perendaman
Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis misalnya pada
udang windu berdasarkan waktu :
a. Selama 30 Menit
Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan
kadar timbal sebesar 48,40%.
b. Selama 60 Menit
Perendaman selama 60 menit menunjukkan terjadi penurunan
kadar timbal sebesar 65,40 % (Armanda, 2009).
2. Perebusan dengan Jeruk Nipis
Selain melalui cara perendaman, kadar timbal juga dapat dikurangi dengan
cara perebusan berdasarkan waktu :
a. Selama 15 Menit
Perebusan selama 15 menit dengan jeruk nipis menunjukkan
penurunan kadar timbal sebesar 59,33%, sedangkan perebusan
b. Selama 30 Menit
Perebusan selama 30 menit dengan jeruk nipis menunjukkan
penurunan kadar timbal sebesar 60,67%, sedangkan perebusan
tanpa jeruk nipis menunjukkan penurunan sebesar 31,86%.
c. Selama 45 Menit
Perebusan selama 45 menit dengan jeruk nipis menunjukkan
penurunan kadar timbal sebesar 63,33%, sedangkan perebusan
tanpa jeruk nipis mengalami penurunan sebesar 32,33%
(Sari, 2014).
3. Perebusan dengan Asam Gelugur
Penurunan kadar timbal pada kerang bulu berdasarkan berat asam
gelugur yang digunakan :
a. Asam Gelugur Seberat 25 gram
Perebusan dengan 25 gram asam gelugur terjadi penurunan sebesar
19,84%.
b. Asam Gelugur Seberat 50 gram
Perebusan dengan 50 gram asam gelugur terjadi penurunan sebesar
35,37%.
c. Asam Gelugur Seberat 75 gram
Perebusan dengan 75 gram asam gelugur penurunannya bertambah
d. Asam Gelugur Seberat 100 gram
Perebusan dengan 100 gram asam penurunannya bertambah lagi
sebesar 68,08% (Pransiska, 2010).
2.2 Pengolahan Siput Langkitang (Faunus ater)
2.2.1 Siput langkitang (Faunus Ater)
Klasifikasi Siput Langkitang (Faunus ater)
Klasifikasi Siput Langkitang adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Kerang-kerangan
Class : Gastropoda
(unranked) : clade Caenogastropoda
Clade Sorbeoconcha
Superfamily : Cerithioidea
Family : Pachychilidae
Genus : Faunus
Siput langkitang (Faunus ater) merupakan siput air payau atau istilah
bahasa internasionalnya “Brackish Snail”. Genus faunus hanya memiliki satu
spesies saja, dan genus faunus masuk dalam family Pachychilids. Family
Pachychilids merupakan family siput air tawar, hanya spesies Faunus ater sajalah
yang hidup atau ditemukan di air payau.
Siput dalam family ini dapat ditemukan di Amerika bagian selatan maupun
tengah, Afrika, Madagaskar, Asia bagian selatan atau Asia Tenggara dan
Australia. Siput Langkitang (Faunus ater) tersebar di beberapa bagian yaitu India,
Sri lanka, Pulau Andaman,Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapore, Indonesia,
Philippines, New Guinea, Pulau Solomon, Australia bagian utara, dan China.
Siput Langkitang (Faunus ater) adalah salah satu siput yang berkembang biak
melalui telur atau oviparus. Siput ini biasanya digunakan sebagai makanan
manusia di negara Philippina dan Thailand, di Indonesiapun beberapa bagian
penduduk memakan siput ini.
Siput langkitang (Faunus ater) mempunyai bentuk tubuh yang halus,
ramping tinggi-runcing, shell hitam sangat mirip dengan beberapa genera thiarid
seperti Melanoides dan Stenomelania. Bentuk cangkang siput seperti kerucut dari
tabung yang melingkar seperti konde. Puncak kerucut merupakan bagian yang
tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut comella. Gelung tersebar disebut
body whorl dan gelung kecil-kecil di atasnya disebut spire (ulir). Diantara bibir
dalam (inner lip) dan gelung terbesar (body whorl) terdapat umbilicus, yaitu ujung
comunella, yang berupa celah sempit sampai lebar dan dalam. Apabila umbilicius
Aparture ialah bukaan cangkang, tempat tersembulnya kepala dan kaki.
Bila aperture dihadapkan pada kita dengan apex (puncak) ke atas, dinamakan
dekstral apabila aperture di sebelah kanan, dan disebut sinistral apabila di sebelah
kiri. Namun aperture yang tidak biasa dengan dua sinus yang mendalam terdiri
dari anterior dan anal kana membedakannya dari spesies cerithioidean lainnya.
Kombinasi dari sinus anal yang membuat notch mendalam dibentuk oleh anterior
yang menyedot sepanjang tepi apertural. Hal ini tidak terjadi pada setiap
Cerithioidea air tawar ( Francis et al, 2011).
Ekologi spesies ini kurang dikenal. Data yang diterbitkan dari catatan
museum menunjukkan bahwa spesies ini hidup di mulut dan hilir sungai air tawar
dan sungai dengan pengaruh payau. Menurut Brandt (1974) yang dikutip dalam
Francis et al (2011) melaporkan takson ini mendiami air tawar serta air yang
sedikit payau dekat pantai di sungai, sungai-sungai kecil dan laguna. Faunus ater
sering ditutupi dengan Neritina massa telur dan mereka yang tinggal di air payau
sering ditemukan dengan tiram melekat pada cangkang mereka. Cangkang coklat
hitam tebal Periostrakum melindungi kulit dari lingkungan asam habitatnya
kecuali bila terkelupas dan erosi yang parah. Faunus ater memiliki ukuran relatif
besar, gelap-coklat untuk shell hitam, panjang mencapai 90 mm tetapi biasanya
rata-rata sekitar 50-60 mm. Shell adalah bagian yang memanjang dan terdiri dari
sekitar 20 lurus-sisi ke uliran sedikit meningkat yang tampaknya bervariasi secara
geografis dan kosensus saat ini mengakui terjadinya variasi morfologi
Secara umum, lingkaran siput disini tampaknya lemah cembung, beberapa
individu menunjukkan peningkatan inflasi dengan peningkatan ukuran, dengan
halus tapi lemah dipahat dengan subsutural lemah, plika cekung dan garis-garis
colabral sangat halus. Aperture bewarna putih, bulat telur dan sekitar seperlima
panjang shell. Aperture juga memiliki bibir luar yang halus dengan columella
sangat concaved dengan parietal kapalan lemah dinding. Kanal anterior tidak ada,
yang diganti dengan sinus lebar dalam. Lubang anus ditandai dengan mendalam
sinus dimana bibir luar bergabung dengan jahitan. Periostrakum tebal, cokelat
gelap sampai hitam dan shell bawah periostrakum berwarna putih. Operkulum
adalah corneous, bulat telur, tebal dan cokelat, paucispiral dengan inti eksentrik,
dengan bekas luka besar pada permukaan internal (Suwignyo, 2005).
2.2.2 Kandungan Gizi Siput Langkitang
Menurut Tanjung (2015) siput langkitang mempunyai Protein sebesar
9,53% dalam berat basah, Air sebanyak 79,97%, Abu 3,62%, Lemak 2,38 %,
Karbohidrat yaitu serat kasar 2,39%, dan BETN 2,11%, Fe 0,005, Kalsium
1,017%, dan Fosfor 0,012%. Dengan kandungan protein yang tinggi siput
langkitang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pilihan makanan bergizi dan
peningkatan ekonomi.
2.2.3 Dampak Siput Langkitang
Menurut Saenab (2013) keberadaan kandungan logam berat timbal dalam
tubuh Faunus ater tersebut sebagai akibat dari proses bioakumulasi. Bioakumulasi
masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan yang pada akhirnya
tingkat konsentrasi zat kimia di dalam organisme sangat tinggi.
Akumulasi logam berat yang terjadi pada Faunus ater terutama melalui
kebiasaan makannya yang memanfaatkan bahan organik di dasar perairan
.
JikaFaunus ater mengandung timbal dan dijadikan sebagai bahan makanan maka akan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Dampak keracunan Pb dapat menyebabkan
hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Keracunan Pb dapat juga
mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan
otak (Herman, 2006).
2.2.4 Proses Pengolahan Siput Langkitang
Berdasarkan wawancara dengan pedagang siput langkitang proses
pengolahan siput langkitang terdiri dari :
1. Bahan-bahan :
1) Siput Langkitang
2. Bumbu-bumbu :
1) 300 ml air santan
2) 5 buah bawang merah, haluskan
3) 5 buah bawang putih, haluskan
4) 1 buah laos, haluskan
5) 2 buah jahe, haluskan
6) 1 buah kunyit, haluskan
7) 5 buah cabe merah, haluskan
9) 2 buah daun limau
10)2 buah daun kunyit
11) 3 buah asam kandis
12) 3 sdm garam halus
3. Cara Membuat :
1) Siput langkitang dipotong bagian bawahnya dengan cara dipukul
dengan palu. Hal ini dilakukan agar siput langkitang mudah
dikeluarkan dari cangkangnya saat dimakan.
2) Cuci siput langkitang yang telah dipotong dicuci sampai air cucian
langkitang berubah menjadi warna bening.
3) Siput langkitang yang sudah bersih direbus bersama garam selama
kurang lebih 10 menit hingga air mendidih.
4) Setelah siput langkitang mendidih cuci kembali dengan air untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang tersisa. Tiriskan, sisihkan
5) Masukkan santan dengan bumbu halus lainnya. Uleni dengan
spatula hingga tercampur rata.
6) Setelah mendidih masukkan sereh, daun limau, daun kunyit, dan
asam ke dalam adonan. Uleni lagi dengan spatula.
7) Masukkan siput langkitang yang telah direbus ke dalam adonan.
Uleni dengan spatula hingga tercampur rata. Tunggu sekitar 15
menit sampai bumbu meresap.
8) Siapkan piring saji. Masukkan siput langkitang yang telah di
Gambar 2.2 Siput Langkitang yang Telah Diolah
2.3 Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon
atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari
dalam dirinya. Respon dapat bersifat pasif (tanpa tindakan seperti berfikir,
berpendapat dan bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Menurut Notoatmodjo dalam Achmadi (2013), Perilaku adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat
luas antara lain: berjalan, berbicara, marah, tertawa, menulis, tidur, ke sekolah,
kuliah, membaca dan sebagainya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
Ada empat alasan pokok seseorang itu berperilaku, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan,
sikap dan lain-lain
2. Orang penting sebagai referensi
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia
katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang
dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan
lain-lain.
3. Sumber-sumber daya yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya
waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh
sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
4. Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya
di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang
disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek
dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh
yang dalam terhadap perilaku.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku manusia secara
operasional dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu perilaku dalam
bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan bentuk tindakan nyata atau perbuatan.
Ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan berdasarkan tahapan tertentu yang
ketrampilan (ranah psikomotor), yang dalam proses pendidikan kesehatan menjadi
pola perilaku baru.
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan merupakan
hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu (Achmadi, 2013).
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
di sini dapat diaertikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.3.2 Sikap
Menurut Saifuddin Azwar yang dikutip Sari (2015), mendefinisikan sikap
sebagai suatu pola perilaku, tendesi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon
terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Sedangkan menurut Elmubarok yang dikutip Sari (2015), sikap adalah
suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk berekasi yang
merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang
saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu
objek.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
perasaan untuk merespon suatu objek atau situasi baik positif maupun negatif
dengan cara mendukung atau memihak pada suatu kondisi tertentu yang
merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang
saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu
objek tersebut.
Sikap terbentuk karena adanya interaksi sosial yang dialami individu.
Dimana dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap objek yang dihadapinya. Teori sikap lainnya menurut Elmubarok
dikutip dalam Sari (2015) bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat
Menurut Saifuddin Azwar yang dikutip Sari (2015), beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang
didorong oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk
menghindari konflik.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap
kita terhadap berbagai masalah.
4. Media massa
Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang seperti radio, televisi, surat kabar,
majalah, dan lain-lain.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
6. Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluranfrustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2014), yaitu:
1. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dan sikap.
3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga
(kecenderungan untuk bertindak).
4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.3 Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2014), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari
tubuh setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh
maupun luar tubuh atau lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus
tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbutan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
serta faktor dukungan dari pihak lain.
Tingkat-tingkat tindakan/praktek, yaitu (Notoadmodjo, 2014) :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respons Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodofikasinya sendiri
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat dilakukan yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan pengukuran secara langsung dapat
2.4 Kerangka Konsep
Siput Langkitang Kadar Timbal
Sesuai SNI 7387-2009
Tidak Sesuai SNI 7387-2009
Perilaku Pedagang Terhadap
Pengolahan Siput
Langkitang :
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan
Baik