• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir semua orang dapat dipastikan mengetahui bahwa barang berupa narkotika adalah terlarang di negeri ini bahkan dunia internasional juga melarang peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika. Namun walaupun narkotika merupakan barang terlarang, tetap saja banyak orang terlibat dalam kasus-kasus narkotika, baik menanam, mengedarkan, maupun mengkonsumsi narkotika.

Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, di dukung oleh jaringan organisasi yang luas dan sudah banyak menimbulkan korban terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Menyahlahgunakan narkotika berarti merusak diri sendiri dan menghancurkan calon-calon pemikir bangsa di masa yang akan datang. Mengapa dikatakan demikian, hal ini sehubungan dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika itu sendiri bisa mengakibatkan putusnya sel-sel syaraf otak dan bahkan bisa menimbulkan kematian.1

1

M.Arief Hakim, Narkoba Bahaya dan Penanggulangannya, (Penerbit Sinar Grafika, Bandung: 2007), hal. 5

(2)

(narke atau narkam barasal dari bahasa yunani),dan menghilangkan rasa sakit,rasa nyeri.2

Sifat habitual dari narkotika adalah membuat penyalahgunaanya (pemakai) selalu teringat, terkenang dan terbayang sehingga cenderung untuk selalu mencari dan rindu (seeking), adiktif adalah sifat narkotika yang membuat pemakainya terpaksa memakai terus dan tidak dapat menghentikannya, sedangkan toleran adalah sifat narkotika yang membuat pemakainya semakin lama semakin menyatu dengan narkotika dan menyesuaikan diri dengan narkotika itu sehingga menuntut dosis pemakaian yang semakin tinggi.

Namun alasan yuridis yang membuat narkotika menjadi terlarang adalah oleh karena besarnya dampak buruk (bahaya) yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika terhadap sel- sel syaraf manusia, sehingga narkotika tersebut menjadi barang terlarang untuk disalahgunakan. Narkotika dapat membelenggu penyahlahgunaanya untuk menjadi budak setia, tidak bisa meninggalkannya, selalu membutuhkannya, dan mencintainya melebihi siapapun. Narkotika memiliki 3 (tiga) sifat jahat yaitu habitual, adiktif, dan toleran.

3

Dampak narkotika terhadap fisik penyalahguna antara lain: sakaw, kriminalitas, berdosis, penyakit berbahaya, kerusakan pada sel-sel syaraf otak, syaraf pembuluh darah, tulang dan bahkan terhadap seluruh jaringan pada tubuh

2

Mardani,Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan hukum Pidana Nasional, (Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007), hal.78.

3

(3)

manusia. Sedangkan dampak narkotika terhadap mental (psikis) dan moral adalah pemakainya menjadi penakut, egois. ekslutif, paranoid (selalu curiga dan bermusuhan), jahat, bahkan tidak peduli terhadap orang lain (apatis).4

Akibat dari faktor lingkungan, keluarga, ekonomi, dan faktor diri sendiri, dapat menimbulkan perilaku seseorang menjadi menyimpang dari seharusnya berbuat benar, yaitu menyalahgunakan nakotika.

Narkotika hanya dibolehkan misalnya diperuntukkan dalam keperluan medis untuk memberikan pengobatan dalam menghilangkan rasa sakit si pasien dengan kadar tertentu agar pasien tersebut tidak merasakan sakit ketika dilakukan operasi bedan dan lain-lain Narkotika pada jenis-jenis tertentu ada pula yang boleh digunakan pada saat terjadinya luka ketika perang, menghilangkan rasa sakit sementara sebelum pertolongan medis datang member bantuan.

5

4

Ibid.,hal.31-34 5

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008), hal.207.

(4)

Sehubungan dengan Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 281 ayat(4) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan adanya tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan hukum, dan penegakan hukum terhadap hak asasi manusia. Norma tersebut dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap warga negaranya dari penyalahgunaan narkotika.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana yang disebutkan dalam lampiran Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.6

Bagi siapapun yang menyalahgunakan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika harus dipidana selain penjatuhan pidana undang-undang menentukan pula upaya rehabilitasi bagi para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Namun untuk penanam, pengedar, penyalur, pemasok, penjual, pengekspor, pengimpor narkotika secara illegal tidak mungkin dilakukan rehabilitasi terhadap pelaku, sebab pelaku bukan sebagai pecandu dan korban penyalahgunaaan narkotika.7

6

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 7

(5)

Terhadap penanam, pengedar, penyalur, pemasok, penjual, pengekspor, pengimpor narkotika secara illegal harus dipidana. Pemidanaan atau penjatuhan pidana merupakan bagian penting dalam penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika. Hal ini sehubung dengan elemen-elemen dalam sistem peradilan pidana, bahwa pendekatan normatif memandang aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata.8

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 digunakan sebagai pengganti dan penyempurna dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang dalam menanggulangi dan memberantas tindak pidana narkotika. Selain mengatur tentang

Salah satu perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa sabu-sabu bukan lagi disebut sebagai psikotropika. Sabu-sabu-sabu dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menjadi narkotika golongan I. Selain itu, golongan I dan golongan II pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Psikotropika semuanya sudah dimasukkan ke dalam daftar golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Perubahan ini menunjukkan bahwa semakin diperketatnya hukum pidana terhadap bagi siapa saja yang menyalahgunakan narkotika baik pidana penjara, denda, maupun pidana lainnya.

8

(6)

penyalahgunaan narkotika oleh konsumen yang tidak sah narkotika seperti pecandu maupun pengedarnya, undang-undang tentang narkotika juga bertujuan untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.9

Barang sitaan adalah narkotika dan prekursor narkotika atau yang diduga narkotika dan prekursor narkotika atau yang mengandung narkotika dan prekursor narkotika serta bahan kimia lainnya dari tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang disita oleh Penyidik.10

Pemusnahan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk memusnahkan barang sitaan, yang pelaksanaannya dilakukan setelah ada penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat untuk dimusnahkan dan disaksikan oleh pejabat yang mewakili, unsur Kejaksaan, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam hal unsur pejabat tersebut tidak bisa hadir, maka pemusnahan disaksikan oleh pihak lain, yaitu pejabat atau anggota masyarakat setempat.

Pemusnahan barang bukti narkotika diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Kepala Badan Narkotikan Nasional (BNN) Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Penanganan Barang Sitaan Narkotika, Prekursor narkotika dan Bahan Kimia Lainnya Secara Aman.

11

9

Pasal 4 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

10

Tri Jata Ayu Pramesti, “Prosedur Pemusnahan Barang Sitaan Narkotika”, www.hukumonline.com, akses 7 April 2015.

11

(7)

Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. Termasuk dalam kategori barang sitaan yang di larang untuk diedarkan antara lain adalah minuman keras, narkotika, psikotropika, senjata dan bahan peledak serta buku-buku atau gambar-gambar dan bentuk lain dari barang-barang yang masuk dalam kelompok pornografi.12

Pasal 60 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang diperbaharui di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 91 dan 92 mengatur tentang pemusnahan narkotika yang salah satu penyebabnya berhubungan dengan tindak pidana. Sedangkan untuk pemusnahan psikotropika yang berkaitan dengan tindak pidana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.13

12

Pasal 45 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHP 13

Pasal 60 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Pasal 53 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

(8)

Pelaksanaan pemusnahan barang sitaan yang bersifat terlarang tersebut berpotensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya maupun dalam pengawasannya, sehingga dikhawatirkan barang sitaan yang bersifat terlarang masih ada kemungkinan bisa beredar lagi di masyarakat.

Di Pengadilan Negeri Balige terdapat beberapa putusan yang menetapkan barang bukti Narkotika di rampas untuk Negera namun penulis hanya melakukan penelitian terhadap 4 (empat) Putusan Hakim yang terdiri dari putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige diantara adalah berdasarkan Putusan Nomor : 155/Pid.sus2014/PN. Balige yang amar putusannya sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Victor Maruli Tua Simanjuntak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak di bayar dig anti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

(9)

- 1 (satu) bungkus kecil Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna hijau;

- 5 (lima) lembar kertas tiktak;

Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah).

Putusan Nomor : 156/Pid.sus.2014/PN. Balige yang amar putusannya sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Rozali, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” tanpa hak menyimpan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Rozali, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.800.000.000.- (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

(10)

Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- (lima ribu rupiah)

Putusan Nomor : 232/Pid.sus.2014/PN. Balige yang amar putusannya sebagai berikut :

1. Menyatakan para terdakwa I. Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” Penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri secara bersama-sama”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap para terdakwa I. Johan Arifin Simbolon dan terdakwa II. Togi Purba, oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkusan berukuran kecil berisi di duga Narkotika jenis Ganja di bungkus dengan kertas warna kuning;

- 1 (tiga) bungkusan kertas tiktak/paper merk toreador;

Masing-masing di rampas untuk Negara;

(11)

Putusan Nomor : 23/Pid.sus.2014/PN. Balige yang amar putusannya sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Baringin Pardede telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana” Penyalahgunaan Narkot ika Golongan I bagi diri sendiri secara bersama-sama”

2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Baringin Pardede, oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun dan 5 (lima) bulan;

3. Menetapkan lamanya masa penangkapan, penahanan terdakwa di kurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang di jatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan; 5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus / paket berukuran sedang yang berisi Narkotika jenis ganja yang di bungkus dengan kertas warna putih dengan berat 2,36 (dua koma tiga enam) gram;

- 1 (tiga) punting rokok samporna; - 1 (satu0 buah kotak rokok samporna;

Masing-masing di rampas untuk Negara;

6. Membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.2.000.- (dua ribu rupiah)..

(12)

persepsi atau pemikiran bahwa narkotika di kelola oleh Negara yang akhirnya Narkotika tersebut bisa kembali beredar kepada masyarakat atau di salahgunakan oleh aparat penegak hukum, seharusnya putusan hakim tersebut menyebutkan Narkotika yang dijadikan barang bukti tersebut di rampas untuk Negara untuk di musnahkan, namun pada putusan hakim tersebut berbeda dengan putusan hakim yang biasanya di sebutkan sebagaimana pada kasus tindak pidana Narkotika pada umumnya;

Muncul pemikiran apakah tujuan hukum itu sudah tercapai, Sebagaimana disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan hukum acara pidana dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah untuk mencapai dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran material (substantial truth) yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu peristiwa pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa apabila putusan hakim merupakan pemidanaan maka putusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang disertai pertimbangan keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.15

14

Lih. Penjelasan Umum KUHAP. 15

Pasal 197 ayat (1) huruf “ f” KUHAP

(13)

yang sah dan (ii) hakim memperoleh keyakinan.16 Menurut Luhut M.P. Pangaribuan17

Berdasarkan ketentuan di atas menunjukkan bahwa KUHAP menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (conviction intime) dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijke). Dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif ini, tidak cukup keterbuktian itu hanya didasarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang saja, akan tetapi juga bersamaan dengan itu harus ada keyakinan hakim.

bukti yang ditemukan hakim dari sudut konsep KUHAP dapat disebut sebagai “bukti yang sempurna” karena sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan dan menjatuhkan hukuman.

18

16

Pasal 183 KUHAP bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

17

Luhut M.P. Pangaribuan. Lay Judges dan Hakim Ad Hoc. Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia,( Universitas Indonesia. Jakarta, 2009) hal. 109.

18

Elfi Marjuni, 2012, Peran Pengadilan dalam Penegakan Hukum Pidana di Indonesia, Makalah, Yogyakarta: Fakultas Hukum UMY, hal. 9. Lih. Juga. Andi Hamzah, 2011. Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta hal. 253-259.

(14)

menurut undang-undang diatur dalam Pasal 184 KUHAP.19

Di samping alat bukti, penuntut umum juga mengajukan barang bukti di persidangan. Menurut Andi Hamzah

Pada persidangan tahap pembuktian penuntut umum dibebani untuk mengajukan alat-alat bukti sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 KUHAP. Pengajuan alat bukti oleh penuntut umum dimaksudkan untuk meneguhkan dan membuktikan dakwaannya. Sebaliknya terdakwa/penasehat hukum diberi kesempatan pula untuk mengajukan alat-alat bukti yang sama untuk melemahkan dakwaan penuntut umum terhadap dirinya.

20

“barang bukti dalam perkara pidana ialah barang mengenai mana delik dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik, misalnya rumah yang dibeli dari uang negara hasil korupsi”. Barang bukti tidak hanya diperoleh penyidik dari tindakan penggeledahan, tetapi dapat juga diperoleh dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), diserahkan sendiri secara langsung oleh saksi pelapor atau tersangka pelaku tindak pidana, di ambil dari pihak ketiga dan dapat pula berupa temuan dan selanjutnya terhadap benda sita itu dapat menahannya untuk sementara waktu guna kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan. Tindakan tersebut dalam KUHAP di sebut dengan penyitaan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah “inbesilagneming”.21

19

Pasal 184 ayat (1) KUHAP: Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk e. keterangan terdakwa.

20

Andi Hamzah, 1986. Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 100. 21

(15)

Menurut ketentuan Pasal 91 dan 92 mengatur tentang pemusnahan narkotika yang salah satu penyebabnya berhubungan dengan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, pemusnahan barang sitaan yang berupa narkotika dan psikotropika yang dilaksanakan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh pejabat kejaksaan dan disaksikan oleh pejabat yang mewakili Kepolisian dan Departemen Kesehatan dengan di buat Berita Acara Pemusnahan.

Pelaksanaan pemusnahan barang sitaan yang bersifat terlarang tersebut berpotensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya maupun dalam pengawasannya, sehingga dikhawatirkan barang sitaan yang bersifat terlarang masih ada kemungkinan bisa beredar lagi di masyarakat. Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka menjadi penting untuk dilakukan penelitian tesis yang berjudul “Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Penegakan Hukum oleh Hakim Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika pada Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige?

(16)

3. Bagaimana Hambatan dan Solusi dalam melakukan Eksekusi Barang Bukti Narkotika yang di Rampas untuk Negara?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Penegakan Hukum oleh Hakim Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika pada Putusan Hakim Pengadilan Negeri Balige?

2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Eksekusi Barang Bukti Narkotika yang di Rampas untuk Negara.

3. Untuk mengetahui Hambatan dan Solusi dalam melakukan Eksekusi Barang Bukti Narkotika yang di Rampas untuk Negara.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan penambahan

ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh pihak yang membutuhkan sebagai bahan

kajian pada umumnya, khususnya pengetahuan dalam hal mengetahui dan mempelajari

tentang Analisis Yuridis Normatif Terhadap Eksekusi Barang Bukti Narkotika Yang Di rampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Balige)”.

(17)

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Para Penegak Hukum dan masyarakat dalam hal mengetahui secara jelas tentang Eksekusi Barang Bukti Narkotika Yang Di rampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Balige)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum maupun Program Studi Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Eksekusi Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Yang Dirampas Untuk Negara (Studi Putusan Hakim di

Pengadilan Negeri Balige)”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya, dengan demikian penelitian ini adalah benar keaslianya baik dari materi, permasalahan, tujuan penelitian dan kajiannya. Selain itu, penelitian ini dilakukan dengan menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Setelah dilakukan penelusuran, berikut ini ditemukan beberapa penelitian yang mirip dengan tesis ini, diantaranya sebagai berikut :

1. Cardiana Harahap/ 07700514, tesis tahun 2009 dengan judul penelitian “ Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penuntutan Pekara Tindak Pidana Narkotika”, dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut :

(18)

2) Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan penuntutan dan apa upaya yang dilakukan Kejaksaan untuk menghadapi kendala tersebut.

2. Lidya Carolina Sitepu/097005011, tahun 2011 dengan judul Penelitian “Kebijakan Penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Narkotika (studi di Polda Sumut)”, dengan rumusan masalah sebagai berikut,

1) Apakah yang menjadi faktor–faktor terjadinya tindak pidana narkotika di sumatera utara.

2) Bagaimana kebijakan penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana narkotika.

3. Puli siregar/1070055060, tahun 2012 dengan judul penelitian “Peran serta masyarakat dalam pencegahan penanggulangan tindak pidana narkotika menurut undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika (studi pada pusat informasi masyarakat anti narkoba sumatera utara)”, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana peran serta PIMANSU dalam penanggulangan tindak pidana narkotika.

(19)

Pengadilan Negeri Balige, oleh karena itu, judul dan substansi pembahasan permasalahan penelitian ini, otentiknya tergaransi dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori mengenai kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi pertimbangan, pegangan teoritis. 22

Tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat yang damai dan adil.

Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang digunakan untuk mencari pemecahan masalah. Setiap penelitian membutuhkan titik tolak untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu perlu di susun kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati

23

Hukum dapat terdiri dari hukum tertulis dan tidak tertulis24. Proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi suatu kenyataan di sebut sebagai penegakkan hukum.25

22

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Penerbit Mandar Maju,Bandung, 1994, hal. 80 23

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2001), hal.16 24

Hukum tidak tertulis (unstatutery law) yaitu hukum yang dalam kenyataan masih hidup dalam keyakinan dan pergaulan masyarakat tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati (living law). Lihat C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Balai Pustaka,Jakarta, 1986), hlm. 70. Bandingkan dengan Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (CV. Cahaya Ilmu, Medan, 2006), hal. 127.

25

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Genta Publishing, 2009,Yogyakarta), hal. 24.

(20)

bermasyarakat dan bernegara, baik oleh masing-masing warga negara maupun aparat penegak hukum yang mempunyai tugas dan wewenang berdasarkan undang-undang.26

a. Teori pembuktian

Penelitian ini berkaitan dengan eksekusi barang bukti narkotika yang dirampas untuk negara. Tidak ada hukuman tanpa kesalahan merupakan asas penting dalam hukum pidana untuk sampai kepada penjatuhan hukuman bagi seorang yang di dakwa melakukan tindak pidana. Kesalahan tidaklah otomatis selalu harus di anggap ada dalam setiap terjadinya suatu tindak pidana, tetapi haruslah dibuktikan terlebih dahulu, karena itu untuk sampai kepada pemidanaan maka pembuktian terhadap kesalahan itu haruslah terlebih dahulu dilakukan. Mengingat itu maka teori pertanggungjawaban pidana beserta teori kesalahan memiliki relevansi yang urgen dengan penelitian ini, maka akan digunakan teori-teori sebagai berikut:

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa pembuktian termasuk salah satu pokok bahasan penting dalam hukum apapun termasuk hukum pidana. Perihal pembuktian dalam bidang hukum pidana Indonesia secara umum di atur dalam Undang–undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana atau lebih di kenal dengan sebutan Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP).

Andi Hamzah menyatakan bahwa tujuan hukum acara Pidana adalah menemukan kebenaran materil.27

26

Frans. H. Winarta, Evaluasi Peranan Profesi Advokat Dalam Pemberantasan Korupsi, dimuat dalam Majalah Desain Hukum, Vol. 11 No.10, Edisi November-Desember, 2011,hal.17.

27

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Penerbit Ghalia Indonesia, 1985, Jakarta), (selanjutnya disingkat Andi Hamzah II) hal. 228

(21)

yang hendak di cari dan ditemukan dalam pemeriksaan perkara pidana adalah kebenaran sejati atau materil waarheid atau disebut juga dengan absulute truth.28

Beberapa ajaran teori penting terkait dengan pembuktian

Secara lebih tegas dan lengkap formulasi tujuan hukum acara pidana dinyatakan dalam keputusan Menteri kehakiman Republik Indonesia: M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Pebruari 1982, pada bidang umum BAB I Pendahuluan yang berbunyi:

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahakan.”

29

a. Pembuktian berdasarkan Keyakinan hakim belaka (Conviction in Time) Hakim hanya cukup mendasarkan terbuktinya suatu keadaan berdasarkan atas keyakinannya semata dengan tanpa terikat pada suatu peraturan Hukum

adalah sebagai berikut:

b. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alas an logi

(Conviction Raisonnee) Hakim tidak terikat pada alat bukti sebagaimana yang termaksud dalam undang-undang melainkan hakim

28

M. Yahya Harahap I, Op. Cit, hal. 275 29

(22)

secara bebas memaki alat bukti lain asal kan semua beradasarkan alasan yang logis

c. Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief Wettelijke Bewijs Theori) Hakim terikat oleh alat bukti yang telah di tentukan dalam Undang-Undang, hakim tidak dapat mengikuti keyakinannya, meskipun hakim belum yakin tetapi seseorang telah terbukti sesuai yang tertera dalam Undang-Undang, maka ia wajib menjatuhkan pidana begitu sebaliknya.

d. Pembuktian menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatif Wettelijke Bewijs Theori)Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila sedikitnya telah terdapat alatbukti yang telah ditentukan Undang-Undang dan di tambah keyakinan hakim yang di peroleh dari adanya alat-alat bukti tersebut, Wettelijk berarti sisitem ini berdasarkan undang-Undang Negatief berarti meskipun dalam suatu perkara telah terdapat cukup bukti sesuai Undang-Undang, hakim belum boleh menjatuhkan pidana sebelum ia memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa

(23)

pembuktian harus didasarkan atas alat-alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang diikuti oleh keyakinan Hakim. Jadi alat buktilah yang harus terlebih dahulu ada (didepan) baru memunculkan keyakinan hakim bukan sebaliknya (dibelakang). Keyakinan Hakim yang di maksud di sini adalah kayakinan yang timbul berdasarkan alat-alat bukti yang ada, jadi keyakinan itu haruslah berkorelasi dengan alat-alat bukti. Sistem pembuktian ini dengan demikian merupakan gabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian keyakinan Hakim (conviction in time).

Sistem pembuktian yang di gunakan dalam hukum acara pidana Indonesia berdasarkan ketentuan KUHAP adalah sistem pembuktian berdasarkan undang-undang negatif, hal ini dapat diketahui dari rumusan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Senada dengan itu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 6 ayat (2) dinyatakan: ”Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang di anggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”

b. Teori Kepastian Hukum

(24)

untuk menciptakan kepastian hukum, sehingga teori kepastian hukum berperan untuk melegalkan hak dan kewajiban.30 Hak dan kewajiban yang dimiliki masyarakat suatu kebiasaan yang tidak dilegalkan oleh hukum, ketika hukum melegalkan hak dan kewajiban masyarakat maka akan terlihat dalam bentuk peraturan tertulis dan diundangkan agar pihak lain mengetahuinya. Hak dan kewajiban tersebut diikuti oleh kewajiban hukum untuk memberikan kekuatan agar pihak lain menghormati hak dan kewajiban masyarakat tersebut. Apabila di langgar maka hukum memberikan konsekuensi yang tegas sebagai akibat bahwa hukum sudah melegalkannya secara konkret.

Teori kepastian hukum mempunyai 2 (dua) pengertian dari uraian yang dapat diperoleh dari pendapat Gustav Radddbruch dimana kepastian hukum sebagai nilai dasar yang hendak di capai hukum selain daripada nilai keadilan dan nilai kemanfaatan. Berbicara keadilan, Teori etis (etische theorie) Teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles filsuf Yunani dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica yang menyatakan ”hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang berhak

menerimanya”

30

. Selanjutnya Aristoteles membagi keadilan dalam 2 jenis, yaitu :

(25)

1. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya. Artinya, keadilan ini tidak menuntut supaya setiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya atau bukan persamaannya, melainkan kesebandingan berdasarkan prestasi dan jasa seseorang.

2. Teori utilitas (utiliteis theorie) Menurut teori ini, tujuan hukum ialah menjamin adanya kemanfaatan atau kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetus teori ini adalah Jeremy Betham. Dalam bukunya yang berjudul “introduction to the morals and legislation”

berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah/mamfaat bagi orang. Apa yang dirumuskan oleh Betham tersebut di atas hanyalah memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan tidak mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Sulit bagi kita untuk menerima anggapan Betham ini sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa apa yang berfaedah itu belum tentu memenuhi nilai keadilan atau dengan kata lain apabila yang berfaedah lebih ditonjolkan maka dia akan menggeser nilai keadilan kesamping, dan jika kepastian oleh karena hukum merupakan tujuan utama dari hukum itu, hal ini akan menggeser nilai kegunaan atau faedah dan nilai keadilan.31

Kepastian hukum mengandung pengertian pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat masyarakat mengetahui perbuatan yang boleh dan tidak

31

(26)

boleh dilakukan, kedua berupa keamanan hukum bagi masyarakat dan kesewenangan dari pemerintah.32

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang- undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang akan diputuskan. Tuntunan kehidupan yang semakin kompleks dan modern tersebut memaksa setiap masyarakat mau tidak mau, suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian hukum, sehingga masyarakat dapat menentukan hak dan kewajibannnya secara jelas dan terstruktur.

33

32

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Pengetahuan, (Penerbit Kencana Pradana Media Group,Jakarta, 2008),hal 158.

33

Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, ( LP3S, Jakarta, 2006) hal.24

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang di buat oleh pihak yang berwewenang, sehingga aturan itu memiliki aspek yuridis yang menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

(27)

Dalam kaitannya dengan teori kepastian hukum ini O. Notohamidjojo mengemukakan berkenaan dengan tujuan hukum yakni : Melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, melindungi lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat (dalam arti luas, yang mencakup lembaga-lembaga social di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune).

Lembaga-lembaga sosial di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan), atas dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan serta damai dan kesejahteraan umum (bonum commune).34

1. Memperoleh dukungan dari value sistem yang berlaku dalam masyarakat. Hukum salah satu jenis norma dalam value sistem yang berlaku akan lebih mudah di topang oleh norma sosial lain yang berlaku.

Selanjutnya dikemukakan : Hukum yang berwibawa itu ditaati, baik oleh pejabat-pejabat hukum maupun oleh justitiabelen yaitu orang-orang yang harus menaati hukum itu. Hukum akan bertambah kewibawaannya, jika :

2. Hukum dalam pembentukannya ordeningssubject atau pejabat-pejabat hukum, tidak diisolasikan dari norma-norma sosial lain, bahkan disambungkan dengan norma-norma yang berlaku.

3. Kesadaran hukum dari para justitiabelen. Wibawa hukum akan bertambah kuat apabila kesadaran hukum yang baru.

4. Kesadaran hukum pejabat dari pejabat hukum yang di panggil untuk memelihara hukum dan untuk menjadi penggembala hukum, pejabat hukum

34

(28)

harus insaf dan mengerti bahwa wibawa hukum itu bertambah apabila tindakannya itu tertib menurut wewenanganya dan apabila ia menghormati dan melindungi tata ikatannya (verbandsorde).35

Menurut Mochtar Kusumaatmadja berkaitan dengan kepastian, beliau menyatakan sebagai berikut: Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat teratur, tetapi merupakan syarat mutlak bagi suatu organisasi hidup yang melampaui batas-batas saat sekarang. Karena itulah terdapat lembaga-lembaga hukum, seperti perkawinan, hak milik dan kontrak. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya manusia tak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optima dalam masyarakat tempat ia hidup.36

Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa :”sesuatu yang di buat pasti memiliki cita atau tujuan”37

35

Ibid, hal. 83-84 36

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan perkembangan Hukum dalam pembangunan Nasional, Majalah Pajajaran, (Bandung, 1970) No 1 jilid III, hal. 6

37

Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi krisis terhadap hukum, ( PT. Raja Garfindo Persada, bandung. 2011) hal. 123

(29)

salah satu asas dalam tata pemerintahan yang baik, dengan adanya suatu kepastian Hukum maka dengan sendirinya warga masyarakat akan mendapatkan perlindungan Hukum.

Suatu kepastian hukum mengharuskan terciptanya suatu peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku secara umum, serta mengakibatkan bahwa tugas hukum umum untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan agar terciptanya suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat luas dan ditegakkannya serta dilaksanakan dengan tegas.

2. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi sebagai definisi operasional, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu istilah yang di pakai dalam penelitian ini oleh karena itu kerangka konsep yang dapat dijadikan definisi operasional anatara lain :

a. Penegakkan Hukum adalah proses berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya di patuhi, oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum itu konkrit dalam mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang di tetapkan oleh hukum formil38

b. Barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan akurat untuk mengambil alih dan

38

(30)

atau menyimpan di bawah penguasaanya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan39

c. Tindak Pidana Narkotika adalah rumusan tindak pidana yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang di terapkan dalam keempat putusan Narkotika tersebut diatas40

d. Putusan pengadilan adalah Melaksanakan secara paksa putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memberikan kekuatan hukum tetap41

e. Eksekusi adalah Hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang di pakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang di tentukan

sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Balige dalam Thesis ini terdiri dari 4 (empat) Putusan Hakim yaitu Putusan Nomor : 155/Pid.sus2014/PN. Balige, Putusan Nomor : 232/Pid.sus2014/PN. Balige, Putusan Nomor : 156/Pid.sus2014/PN. Balige, Putusan Nomor : 93/Pid.sus2014/PN. Balige

42

f. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

41

Andi Hamzah Op.cit.hal 35-37. 40

Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika. 41

Pasal 1 angka 11 KUHAP, sinar Grafika KUHP dan KUHAP, Jakarta 2012 hal 4 42

(31)

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. 43

g. Pemusnahan adalah Serangkaian tindakan penyidik untuk memusnahkan barang sitaan, yang pelaksanaannya dilakukan setelah ada penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat untuk dimusnahkan dan di saksikan oleh pejabat yang mewakili, Unsur kejaksaan, Kementerian kesehatan dan badan Pengawas Obat dan makanan, dalam hal ini unsur pejabat tersebut tidak bias hadir, maka pemusnahan disaksikan oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakat setempat; 44

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.45

43 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 44

Peraturan kepala BNN.R.I No.7 Tahun 2010 Tentang Pedoman teknis Penanganan dan Pemusnahan barang sitaan Narkotika, tertanggal 30 juni 2010. hal 4

45

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Rajagrafindo Persada,Jakarta. 2001), hal. 1.

(32)

Soekanto, membagi penelitian hukum Normatif meliputi : inventarisasi, penemuan asas hukum, penemuan hukum, in concreto, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. Sedangkan empiris meliputi indentifikasi hukum dan efektifitas hukum.46

Adapun sifat penelitian ini adalah Deskriftif analitis47 dengan pendekatan perundang–undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical kasus tertentu dari berbagai aspek hukum48

2. Sumber Data

dengan demikian sifat penelitian dalam penulisan ini adalah case study dan melakukan wawancara.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yang bersumber pada : 1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

secara umum49

a. Undang-Undang Dasar 1945

dan sumber bahan hukum primer tersebut yang terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti antara lain:

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana c. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

e. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nomor : 155/Pid.sus.2014/PN.Balige; f. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nomor : 232/Pid.sus.2014/PN.Balige.

46

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, op.cit.hal. 190. 47

Deskriftif bertujuan mempelajari masalah yang timbul dalam masyarakat atau mendeskripsikan kemudian mengolah data dengan memberikan kesimpulan dan saran hasil penelitian. Lihat Ibid, hal. 184

48

Piter Mahmud Marjuki, Penelitian Hukum ( Edisi Revisi), (Kencana Prenada Media Group,Jakarta, 2013),hal. 134

49

(33)

g. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nomor : 156/Pid.sus.2014/PN.Balige; h. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nomor : 93/Pid.sus.2014/PN.Balige 2. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang memberikan penjelasan seperti buku-buku teks yang di tulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh pada jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, yurisprudensi dan hasil-hasil simposium mutakhir atau majalah hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan Inggris.50

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris yang digunakan adalah selain menggunakan data Primer yang di peroleh melalui studi Lapangan.

1. Studi kepustakaan

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research), yaitu mencari data atau informasi yang menyangkut masalah yang di teliti dengan mempelajari dan menelaah buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan berbagai tulisan atau media informasi yang menyangkut masalah yang di teliti.

2. Studi lapangan

50

(34)

Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan yang langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari data lapangan (field research) sebagai data primer untuk mendukung dan memperkuat argumentasi-argumentasi yang di bahas dalam penelitian ini. Penelitian ini di tempuh dengan cara melakukan wawancara kepada informan yaitu:

(1) Kepala Kejaksaan Negeri Balige, (2) Kepala seksi Tindak Pidana umum, (3) Kepala urusan Perlengkapan, (4) Petugas Barang bukti, (5) Petugas Dinas Kesehatan Kab. Toba Samosir, (6) Petugas Yang menyelesaikan setelah Menjadi Barang rampasan;

4. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yakni dengan cara pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan pasal-pasal di dalam undang-undang yang relevan dengan permasalahan. Data tersebut diklasifikasikan lalu disistemasikan sesuai sesuai dengan permasalahan yang dibahas untuk mempermudah proses analisa dan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data.

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat di kelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.51

51

Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006), hal.248.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

dan nilai Anti-image Correlation variabel- variabel yang diuji diatas 0,5. Pada analisis selanjutnya dari variabel- variabel preferensi konsumen dalam memilih buah durian,

SimNasKBA-2011 , bahwa dengan segala keterbatasan tersebut Insha Allah dapat melaksanakan SimNasKBA ini dengan sukses, yang tentu saja semua itu atas bantuan Panitia SimNasKBA dari

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah di bidang Pengendalian Pencemaran meyakini bahwa program-program yang telah disusun dan sudah dijalankannya sesuai

LAMPIRAN SPESIFIKASI MOTOR STEPPER

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi dan penilaian risiko penyebab kecelakaan kerja dengan menggunakan pendekatan HIRARC (Hazard Identification,

Pada diagram diatas terdiri dari 2 aktor 4 use case. Dari informasi inilah akan diolah oleh aplikasi sehingga menampilkan arah kiblat dan jadwal waktu shalat kepada

Observasi dilakukan oleh peneliti bersama supervisor. Tugas supervisor adalah mengamati pelaksanaan kegiatan pembelajaran selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan